Novia Sken 3.docx

  • Uploaded by: Yogi Sampe Pasang
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Novia Sken 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,312
  • Pages: 18
Sindrom Metabolik pada Laki-Laki 40 Tahun Novia Dwi Anggraini 102016195 email : [email protected]

Abstrak: Sindrom metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko metabolik yang meningkatkan penyakit kardiovaskular dan penyakit metabolik lainnya. Faktor risikonya adalah obesitas sentral, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi. Dimana faktor risiko yang terbesar adalah obesitas sentral dan juga resistensi insulin. Untuk penatalaksanaannya adalah mengubah gaya hidup, dari pola makan dan juga nutrisi makanannya, aktivitas fisik dan olah raga yang bertujuan untuk penurunan berat badan dan penurunan profil lipid. Jika tidak ada hasil yang didapatkan dengan mengubah gaya hidup, maka dibutuhkan beberapa obat-obatan untuk setiap faktor risikonya untuk tercapainya tujuan pengobatan sindrom metabolik ini. Kata kunci: Sindrom metabolik, obesitas sentral, resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi. Abstract: Metabolic syndrome is a group of metabolic risk factors that increase cardiovascular disease and other metabolic diseases. Risk factors are central obesity, insulin resistance, dyslipidemia and hypertension. Where is the greatest risk factor is central obesity and insulin resistance. For its management is to change lifestyle, diet and nutrition diet, physical activity and exercise aimed at weight loss and reduction in lipid profile. If no results are obtained by changing lifestyles, it takes several medications for each risk factor for the attainment of the objectives of this metabolic syndrome treatment. Key words: Metabolic syndrome, central obesity, insulin resistance, dyslipidemia, and hypertension.

1

Pendahuluan Tanpa kita sadari, perkembangan penyakit dewasa ini sudah berubah dari penyakit infeksi kearah penyakit degeneratif dan penyakit metabolik. Salah satu kondisi gangguan metabolik yang mendapat perhatian khusus adalah Sindrom Metabolik. Sindrom metabolik adalah sekumpulan faktor risiko metabolik yang secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri akan meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular aterosklerotik, stroke, diabetes, dan berbagai penyakit metabolik lainnya.Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor resiko pada pasien-pasein dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindrom X. selanjutnya, sindrom X ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindroma metabolik.1 Pada makalah ini, saya akan membahas tentang sindrom metabolik. Kemudian anamnesis yang diperlukan, pemeriksaan apa yang di butuhkan, diagnosis bandingnya sampai etiologi, patofisiologi,

komplikasi,

penatalaksanaan

dan

pencegahan,

epidemologi,

dan

prognosisnya. Anamnesis Anamnesis merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami pasien yang bertujuan mengetahui masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Berdasarkan skenario, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis yaitu anamnesia dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter. Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.2 Yang harus diperhatikan pertama kali adalah membina hubungan yang baik dengan pasien, yaitu dengan cara memperlakukan pasien dengan sopan. Selanjutnya adalah menanyakan seputar identitas pasien. Selanjutnya tanyakan keluahan utama pasien, yaitu keluhan yang dirasakan pasien yang membuat pasien tersebut datang kepada dokter. Pada skenario, didapatkan pasien merasa terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya. Tanyakan juga tentang keluhan lain yang dirasakan, lalu riwayat penyakit dahulunya, riwayat penyakit keluarganya, konsumsi obatobatannya, riwayat sosial dan kebiasannya, dan riwayat berpergian.2 2

Pada skenario didapatkan seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke poliklinik untuk konsultasi karena merasa terlalu gemuk terutama bagian perut bawahnya. Pasien mengatakan bahwa dirinya agak sering mudah lelah dan cepat haus dan lapar.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, pertama kali yang kita lihat adalah kesadaran umumnya bagaimana, apakah baik atau buruk. Lalu apakah compos mentis, apatis, dilirium atau sudah koma. Melihat kesadaran umum dapat kita lihat sejak dari awal datang dan saat melakukan anamnesis. Setelah itu kita lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Yang termasuk ke dalam pemeriksaan tanda-tanda vital adalah tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh. Ada buku yang mencatat bahwa tinggi badan dan berat badan termasuk ke dalam pemeriksaan tanda-tanda vital. Untuk ukuran normal suhu adalah 36,6-37,20C, pernapasan 15-20x/menit, dan nadi 70-80x/menit.3 Pada skenario didapatkan keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis. Denyut nadi 80x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36,50C dan tekanan darah 140/90 mmHg. Berat badan 88kg dan tinggi badan 165 cm.

Pemeriskaan Penunjang Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh manusia. Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran yang sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuh lainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut, lingkaran perut, lingkaran pinggul.4 Penggunaan Indeks Massa Tubuh (IMT) hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus lainnya seperti edema, asites, dll. IMT merupakan alat yang sangat sederhana untuk memantau status gizi orang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.5 3

Rumus perhitungan IMT adalah IMT = Berat badan (kg) / Tinggi badan x tinggi badan (m). Tabel 1. Nilai Standart Indeks Massa Tubuh.5 Hasil IMT <18,5 18,5 – 22,9

Interpretasi Berat badan kurang Berat normal

23 – 24,9

Beresiko menjadi obese

25 – 29,9

Obesity I

> 30

Obesity II

Pengukuran rasio pinggang dan panggul atau Waist-Hip Ratio (WHR) ini diukur mulamula dengan mengukur lingkar pinggang dan lingkar panggul. Rasio normal untuk laki-laki adalah 1,0 atau kurang, dan rasio bagi perempuan adalah 0,8 atau kurang. Jika lebih dari itu ada kemungkinan cenderung terkena penyakit jantung koroner. Untuk rumus pengukurannya adalah WHR = lingkar panggul (perut)/ lingkar pinggang.5 Pemeriksaan glukosa bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan darah, urin. Salah satunya adalah pemeriksaan gula darah puasa, yaitu pemeriksaan yang diambil setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam. Nilai normalnya adalah 70-110mg/dl. Atau bisa juga dengan gula darah 2 jam post prandial dan gula darah sewaktu.6 Pemeriksaan kolesterol dalam darah biasanya disajikan dalam 4 jenis kolesterol yang ada, yaitu kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida. Kolesterol HDL sering disebut kolesterol baik, karena berfungsi untuk membawa seluruh kolesterol ke hati, dan membawa kolesterol yang sudah diolah ke organ yang membutuhkan. Nilai normal kolesterol HDL adalah>40 mg/dl. Jika kadar kolesterol HDL ini rendah, maka akan mengakibatkan penumpukan kolesterol di pembuluh darah. Sedangkan kolesterol LDL mempunya kerja yang berlawanan dengan HDL, dan dapat menyebabkan terjadinya penimbunan plak di pembuluh darah. Nilai normal untuk kolesterol total adalah <200mg/dl. Nilai normal trigliserida adalah <200mg/dl.7

4

Working Diagnosa Sindrom Metabolik Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, serta gangguan kesehatan lainnya, seperti diabetes, stroke, perlemakan hati, dan beberapa kanker. Sindrom metabolik memberikan manifestasi klinis berupa hipertensi, hiperglikemi, hipertrigliserida, penurunan HDL, dan obesitas sentral. Keadaan ini dipicu oleh overweight dan obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan resistensi insulin. Faktor genetik dan penuaan juga berperan dalam penyebab sindrom metabolic.8 WHO pada tahun 1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yang memberi persyaratan harus ada komponen resistensi insulin atau hiperinsulinemia yang ditandai dengan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dl ditambah dengan komponen lain, yaitu 2 dari kriteria berikut ini: (1) Tekanan darah: ≥ 140/90 mmHg, (2) Dislipidemia: trigliserida (TG): ≥ 150 mg/dl atau high-density lipoproteinkolesterol (HDL-C) ≤ 35 mg/dl, (3) Sentral obesitas: WHR> 0,90 (laki-laki); > 0,85 (wanita), dan atau indeks massa tubuh> 30 kg/m2, (4) Mikroalbuminuria >20µg.9 Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel(NCEP-ATP III) tahun 2001 yang telah banyak diterima secara luas, sindrom metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: (1) Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); (2) Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 150 mg/dl); (3) Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dl pada pria dan pada wanita < 50 mg/dl); (4) Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi); (5) Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dl atau sedang memakai obat anti diabetes).1 Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), definisi sindrom metabolik yaitu obesitas sentral, dinilai dari WHR dan 2 dari kriteria berikut ini: (1) Peningkatan trigliserida: > 150 mg/dl atau perawatan spesifikuntuk kelainan lipid ini. (2) Penurunan HDL kolesterol: < 40 mg/dl pada laki-laki,<50 mg/dl pada wanita, atau perawatan spesifik untuk kelainan lipid ini. (3) Hipertensi: tekanan darah sistolik > 130 atau diastolik > 85 mmHg, atau pengobatan hipertensi didiagnosis sebelumnya. (4) Peningkatan gula darah puasa:> 100 mg/dl atau sebelumnya didiagnosis diabetes tipe 2.1 5

Tabel 2. Ringkasan Klasifikasi Sindrom Metabolik.

Epidemiologi Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom ini juga berkembang seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia.1 Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey ( 1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik ( dengan menggunakan criteria NCEP-ATP 3) bervariasi dari 16% pada laki-laki kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk, diperkirakan sindrom metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindroma metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.

6

Etiologi Etiologi sindrom metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio.4 Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vascular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum ( yang disebabkan oleh stress kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamushipofisis-adrenal juga terjadi akibat faktor risiko.1

Patofisiologi Resistensi Insulin Patofisiologi yang mendasar dari sindrom metabolik sendiri sebenarnya masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil berbagai hipotesis, resistensi insulin dianggap sebagai kunci faktor patogenik dalam berkembangnya ciri-ciri dari sindrom metabolik lainnya, seperti hiperglikemi, kadar kolesterol tinggi, dan hipertensi. Pada dasarnya, insulin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel beta pancreas yang berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah. Insulin bekerja dengan menempel dan memberikan sinyal pada sel untuk menyerap glukosa yang beredar di sirkulasi masuk ke dalam sel sehingga dapat digunakan sebagai energi.9 Resistensi insulin merupakan keadaan dimana interaksi insulin dengan reseptornya gagal untuk memperoleh downstream signaling events. Efek metabolik dan klinis yang paling merusak akibat resitensi insulin dikarenakan oleh kontrol glukosa insulin-mediated dan homeostasis lipid di jaringan responsif insulin utama: hati, otot rangka dan jaringan adiposa. Resistensi insulin terkait obesitas yang paling umum adalah hiperlipidemia dan keberadaan proinflamasi. Kejadian ini diawali dengan hiperinsulinemia postprandial,diikuti oleh hiperinsulinemia puasa, dan pada akhirnya menyebabkan hiperglikemi.9

7

Kontributor utama yang menyebabkan resistensi insulin adalah adanya asam lemak bebas berlebih yang beredar di sirkulasi.Asam lemak bebas ini akan menghambat jalur sinyal reseptor yang dimediasi insulin di jaringan adiposa, hati, dan otot rangka. Selain itu,terdapat pula berbagai proinflamasi yang diinduksi oleh efek toksik dari asam lemak bebas berlebih terutama pada hati dan jaringan adiposa. Sebagian besar, asam lemak bebas berasal dari jaringan adipose dalam bentuk trigliserida. Enzim lipase membantu proses lipolisis trigliserida menjadi asam lemak. Selain itu, asam lemak bebas juga berasal dari lipolisis triglyceride-rich lipoproteins di jaringan dibantu oleh lipoprotein lipase (LPL). Peran hormone insulin adalah menginhibisi kedua lipolisis (antilipolitik)

tersebut

dan

menstimulasi

LPL

pada

jaringan

adiposa.

Perlu

diketahui,penghamabatan lipolysis di jaringan adipose merupakan jalur yang paling sensitif dari aksi insulin. Ketika terjadi resistensi, lipolysis akan meningkat dan asam lemak akan semakin banyak diproduksi. Hal ini akan mengurangi efek insulin sebagai antilipolitik. Asam lemak yang berlebihan akan meningkatkan ketersediaan substrat dan menciptakan resistensi insulin dengan memodifikasi downstream-signaling. Asam lemak akan mengganggu penyerapan glukosa oleh insulin dan akan terakumulasi sebagai trigliserdia pada otot rangka dan otot jantung.9 Di hati, asam lemak bebas menyebabkan peningkatan produksi glukosa dan trigliserida, serta meningkatkan sekresi VLDL. Peningkatan VLDL di hati menyebabkan hipertrigliseridemia sehingga rendahnya HDL kolesterol. Kadar HDL yang mengalami penurunan, dan LDL yang meningkat menyebabkan abnormalitas lipid/lipoprotein atau dislipidemia. Selain itu, asam lemak bebas menyebabkan kurangnya sensitivitas insulin pada otot sehingga menghambat penyerapan glukosa. Defek yang terjadi meliputi berkurangnya pembagian glukosa menjadi glikogen dan penumpukan lipid dalam bentuk trigliserida. Peningkatan glukosa dan asam lemak dalam sirkulasi menyebabkan peningkatan sekresi insulin oleh pancreas (hiperinsulinemia). Hiperinsulinemia mengakibatkan peningkatan reabsopsi natrium sehingga terjadi retensi di tubulus ginjal, serta meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis yang keduanya berkontribusi terhadap hipertensi.8

8

Gambar 1. Patofisiolgi Resistensi Insulin.9 Keberadaan mediator proinflamasi juga berperan dalam resistensi insulin yang merupakan produksi dariefek toksik asam lemak bebas berlebih. Peningkatan sekresi IL-6 dan TNF yang diproduksi oleh adiposit dan monosit-makrofag mengakibatkan bertambahnya resistensi insulin dan lipolisis jaringan adiposa penyimpan trigliserid untuk mengedarkan asam lemak bebas. IL-6 dan sitokin lainnya juga meningkatkan produksi glukosa hepatik, VLDL yang diproduksi oleh hati, dan resitensi insulin di otot. Sitokin dan asam lemak bebas juga meningkatkan produksi fibrinogen hepatik dan produksi PAI-1 sehingga menghasilkan protrombotik.Tingginya sitokin yang beredar di sirkulasi juga menstimulasi hepar untuk memproduksi CRP. Pengurangan produksi antiinflamasi dan sensitisasi insulin sitokin adiponektin juga terkait dengan sindrom metabolik.9

9

Patofisiologi Obesitas Sentral Lingkar pinggang merupakan komponen penting dari kriteria diagnostik dari sindrom metabolik untuk menunjukkan adanya obesitas sentral. Obesitas sentral sendiri merupakan kriteria independen dari kriteria lainnya dalam sindrom metabolik. Keadaan resistensi insulin disebabkan oleh perluasan dari jaringan adipose viseral. Jaringan adipose viseral diketahui memainkan peran penting terhadap terjadinya resistensi insulin.Hal ini dikarenakan, peningkatan jaringan adiposa viseral dapat melepaskan asam lemak bebas yang langsungmenuju hati. Sebaliknya, peningkatan jaringan adipose subkutan pada abdominal akan melepaskan produklipolisis kedalam sirkulasi dan mencegah efek langsung pada metabolisme hati. Namun, pengukuran lingkarpinggang tidak dapat digunakan untuk membedakan jaringan adipose subkutan dengan lemak visceral,perbedaan ini dapat dilihat dengan pemerikasaan CT atau MRI.9

Patofisiologi Dislipidemia Dislipidemia atau hyperlipidemia merupakan suatu keadaan abnormal lipid/lipoprotein. Abnormalitasdapat berupa elevasi dari kolesterol plasma, trigliserida, ataupun keduanya, atau penurunan HDL yang dimanasemua itu berkontribusi dalam perkembangan aterosklerosis. Etiologi dari dyslipidemia dapat dibagi menjadidua, yaitu faktor primer (genetic) dan sekunder (gaya hidup dan yang lainnya). Penyebab paling sering adalahakibat diabetes melitus. Pada sindrom metabolik terdapat tiga komponen utama yang berhubungan dengandyslipidemia: peningkatan triglyceride-rich lipoproteins (TRLs) pada saat puasa dan postprandial, penurunanhigh-density lipoprotein (HDL), serta peningkatan kecil low-density lipoprotein (LDL). Resistensi insulin dankompensasi dari hiperinsulinemia menyebabkan produksi berlebih very lowdensity lipoprotein (VLDL).7

10

Patofisiologi Intoleransi Glukosa Defek pada insulin akan mengakibatkan gangguan dari produksi glukosa oleh hati dan ginjal, mereduksipenyerapan glukosa pada jaringan sensitive insulin (otot, hati, dan jaringan adipose). Hubungan antaragangguan glukosa puasa (IFG) atau gangguan toleransi glukosa (IGT)dan resistensi insulin diketahui daribeberapa studi. Dalam mengkompensasi defek aksi insulin, sekresi dan/atau bersihan insulin harusdimodifikasi untuk mempertahankan euglycemia. Pada akhirnya, mekanisme kompensasi ini gagal padapasien – pasien intoleransi glukosa, dikarenakan defek pada sekresi insulin sehingga sering kali menyebabkanIFG dan/atau IGT berkembang menjadi DM.4

Patofisiologi Hipertensi Hubungan resistensi insulin dengan hipertensi telah dijelaskan sebelumnya. Pada keadaan normal,insulin merupakan vasiodilator yang berperan dalam reabsorpsi natrium di ginjal. Pada keadaan resisten,kemampuan insulin sebagai vasodilator menghilang, tetapi kemampuan ginjal untuk mengabsorpsinatrium masih dapat dilakukan. Pada orang kulit putih yang menderita meatabolik sindrom, reabsorpsinatrium meningkat, tetapi tidak untuk orang Afrika dan Asia. Insulin juga meningkatakan aktivitas darisistem saraf simpatis, dan efek ini tetap ada pada saat keadaan resisteni insulin. Akhirnya, resistensiinsulin ditandai dengan gangguan jalur spesifik pada phosphatidylinositol-3-kinase

signaling.

Diendothelium,

hal

ini

akan

menyebabkan

ketidakseimbangan produksi nitrit oksida (NO) dengan sekresiendotelin 1, yang mengakibatkan penurunan aliran darah. Mekanisme ini sebenarnya masih diperdebatkan,berdasarkan studi yang dilakukan oleh HOMA, resistensi insulin memeberikan sedikit kontribusi untukpeningkatan prevalensi hipertensi pada sindrom metabolik.5

11

Faktor Risiko Berat badan berlebih atau obesitas namapaknya menjadi faktor risiko utama dari sindrom ini. Obesitassentral yang menjadi ciri utama sindrom metabolik. Berdasarkan hasil studi prevalensi sindrom metabolicdidukung oleh hubungan yang kuat antara lingkar pinggang dan peningkatan jaringan adipose. Namun, terlepasdari obesitas, pasien yang memiliki berat badan normal juga memnugkinkan mengalami resistensi insulin danmemiliki sindrom metabolic.Sindrom ini sering kali dihubungkan dengan penyakit kardiovaskular. Penyebab utamanya adalah gayahidup atau kurangnya aktivitas fisik. Hal tersebut, tentunya akan berpengaruh terhadappeningkatan jaringan adipose (terutama bagian abdominal), penurunan HDL, peningkatan trigliserida dantekanan darah.Penuaan nampaknya juga berpengaruh terhadap kejadian sindrom metabolic. Faktor risiko lainnya dari sindrom metabolic ini adalah DM, PJK, dan lipodistrofi.1 Kurangnya aktifitas fisik seseorang dapat dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya cardiovascular dissease dan juga kemungkinan kematian. Banyak komponen dari metabolik sindrom yang dihubungkan dengan gaya hidup yang salah, termasuk diantaranya peningkatan deposit lemak (terutama di perut); penurunan kadar kolesterol HDL; peningkatan kadar trigliserida; peningkatan tekanan darah; dan juga peningkatan kadar glukosa dalam darah. Bila dibandingkan antara seseorang yang menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer < 1 jam per hari, dengan seseorang yang menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer > 4 jam per hari maka orang kebiasaan menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer lebih dari 4 jam per hari memiliki kemungkinan 2x lebih besar untuk terkena sindrom metabolik.9 Faktor diabetes mellitus ini terdapat pada kriteria NCEP dan International Diabetes Foundation (IDF) tentang definisi sindrom metabolik. Diperkirakan mayoritas besar ±75% pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) memiliki sindrom metabolik. Pada populasi yang mengidap diabetes melitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) yang disertai dengan sindrom metabolik memiliki angka prevalensi yang tinggi terhadap terjadinya cardiovascular dissease dibandingkan dengan populasi yang mengidap diabetes mellitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) yang tidak disertai dengan sindrom metabolik.9

12

Gangguan lipodistrofi pada umunya dihubungkan dengan metabolik sindrom. Ada yang secara genetik misalnya Berardinelli-Seip congenital lipodystrophy, Dunnigan familial partial lipodystrophy atau didapat misalnya lipodistrofi pada pasien-pasien HIV yang diberikan terapi antiretroviral dapat membentuk lipodistrofi yang dapat meningkatkan tingkat keparahan resistensi insulin dan banyak lagi komponen sindrom metabolik.9 Komplikasi Komplikasi dari sindrom metabolik yang luas. Banyak terkait komplikasi kardiovaskular, terutama penyakit jantung koroner, tetapi juga fibrilasi atrium, gagal jantung, stenosis aorta, stroke iskemik, dan mungkin penyakit venothromboembolic. Muncul data menunjukkan korelasi penting antara sindrom metabolik dan risiko stroke. Masing-masing komponen sindrom metabolik telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke, dan bukti menunjukkan hubungan antara sindrom metabolik kolektif dan risiko stroke iskemik. Sindrom metabolik juga dapat dikaitkan dengan neuropati karena mekanisme hiperglikemia melalui mediator inflamasi.13 Gangguan metabolik yang menjadi ciri sindrom metabolik telah terlibat dalam perkembangan penyakit hati berlemak nonalkohol. Memang, hati berlemak diduga memainkan peran penting dalam pengembangan sindrom metabolik.13 Selain itu, sindrom metabolik telah terlibat dalam patofisiologi beberapa penyakit lain, termasuk apnea tidur obstruktif. Kanker payudara juga telah dikaitkan dengan sindrom metabolik, mungkin melalui disregulasi dari siklus plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Tambahan studi telah dikaitkan dengan sindrom metabolik kanker usus besar, kandung empedu, ginjal, dan, mungkin, kelenjar prostat.9

13

Tatalaksana Tujuan dan fokus penanganan sindrom metabolik adalah untuk mencegah risiko terhadap penyakit jantung,menurunkan kadar LDL dan tekanan darah, serta menangani diabetes (jika kondisi ini ada).Manajemen awal sindrom metabolik melibatkan perubahan gaya hidup, termasuk perubahan diet dankebiasaan olahraga. Terdapat bukti bahwa, diet, olahraga, dan terapi obat dapat menghambat perkembangan sindrom metabolic menjadi DM.8 Pertama yaitu mengubah gaya hidup, yaitu dengan menurunkan berat badan. Apabila seorang pasien mengalami sindrom metabolic disertai berat badan berlebih atau obesitas, hal yangpaling utama yang dapat dilakukan adlah dengan menurunkan berat badan.Target minimal berat badandisesuaikan dengan IMT normal (dibawah 25). IMT kurang dari dari 25 merupakan salah satu tujuan untukmencegah dan menangani sindrom metabolik. Lalu, mengikuti diet jantung sehat. Diet jantung sehat sangat penting untuk menciptakan gaya hidup yang sehat. Diet sehat meliputi berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Hal terbaik adalah, membagi setengah porsi makan anda dengan sayuran dan buah-buahan. Makanan-makannan tinggi serat, bebas lemak atau lema rendah, makananmengandung protein, seafood, kacang – kacangan, termasuk kedalam die sehat.Cobalah untuk mencegah makanan yang mengandung tinggi, garam, gula, dan batasi konsumsi makananyang mengandung lemak jenuh (lemak trans).Jangan minum terlalu banyak alcohol karena alcohol dapat meningkatkan tekanan darah dantrigliserida. Alkohol juga menambahkan kalori ekstra sehingga dapat menaikkan berat badan.Seimbangkan asupan kalori dengan penggunaannya saat melakukan aktivitas fisik. Selanjutnya dengan melakukan aktivitas fisik. Melakukan aktivitas fisik diketahui dapat meningkatkan kesehatan jantung dan paru – paru. Semakin kitaaktif, semakin banyak keuntungan yang kita dapatkan. Sebelum melakukan atau mengikuti programaktivitas fisik, ada baiknya untuk berkonsultasi pada dokter mengenai aktivitas yang cocok dan seberapabanyak yang baik untuk anda.Aktivitas fisik dapat dilakukan mulai dari intensitas yang paling ringan hingga berat. Tingkatan intensitastersebut bergantung pada seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk melakukan aktivitas tersebut.Pasien dengan sindrom metabolik dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik pada tahap ringan-moderat.Rokok dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit jantung dan memperburuk keadaan. Berhentilahmerokok dan cobalah untuk mencegah menjadi perokok pasif.9

14

Apabila perubahan gaya hidup tidak cukup untuk menanganinya. Terapi obat diperlukan untukmenangani tingginya kadar kolesterol, trigliserid, gula darah, serta tekanan darah. Sindrom metabolikterdiri dari berbagai macam keadaan faktor risiko metabolik. Sehingga, hal ini berfungsi untuk mengingatkan dokter bahwa tujuan terapi tidak hanya untuk meperbaiki hiperglikemia, tetapi juga untuk mengelola keadaanlainnya, seperti hipertensi dan hiperleipidemia yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas terhadappenyakit jantung. Selain itu, hal yang juga dapat perlu diingat oleh para dokter bahwa ketika memilih obatantihipertensi atau obat penurun lipid untuk mengelola keadaan dari sindrom ini, efek buruk yangmungkin saja terjadi pada terhadap keadaan lain dari sindrom ini harus dipertimbangkan secaracermat.7 Dua obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah subutramin dan orlistat. Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin dapat dipertimbangkan dengan memperhatikan kemungkinan efek samping. Cara kerjanya di central memberikan efek mengurangi asupan energi melalui efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun, dapat memberikan efek tidak hanya penurunan berat badan namun juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan, pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik, memperbaiki konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL.1 Beberapa studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor sebagai lini pertama penyandang hipertensi pada sindrom metabolik terutama bila ada DM. Angiotensin receptor blocker (ARB) dapat digunakan apabila tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemberian diuretik tidak dianjurkan pada subjek dengan gangguan toleransi glukosa, namun pemberian diuretik dosis rendah yang dikombinasi dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat bila dibandingkan efek sampingnya.Tiozolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan konsentrasi asam lemak bebas. Dalam Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin dapat mengurangi progresi didabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan obese.1

15

Non-medikametosa Perubahan gaya hidup yang terdiri atas pola makan dan olahraga. Untuk mengatur pola makan, kita harus menghitung kebutuhan kalori perhari dan disesuaikan dengan tabel status gizi. Untuk mengetahui status gizi kita dapat menghitung IMT terlebih dahulu. Setelah itu kita mencari tahu aktivitas fisik sehari-hari pasien. Untuk kategori aktivitas, dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu aktivitas ringan, sedang, berat dan berat sekali. Dibawah ini beberapa contoh aktivitas/pekerjaan yang dibagi menjadi beberapa bagian:  Ringan: Pekerjaan kantoran, lebih banyak duduk, mengetik, guru, ahli hukum  Sedang: ibu rumah tangga (tanpa pembantu),  Berat: penebang pohon(gergaji menggunakan tangan), buruh bangunan  Berat Sekali: pendaki gunung, penarik becak

Tabel 7. Kebutuhan kalori perhari

Aktivitas

STATUS GIZI Kurang Normal Lebih

Ringan

36 kal

30 kal

25 kal

Sedang

40 kal

35 kal

30 kal

Berat

45 kal

40 kal

36 kal

Berat Sekali

55 kal

50 kal

45 kal

Setelah kita mendapatkan IMT: Lebih(status gizi) dan aktivitas: guru(pekerjaan) pasien, kita dapat mengetahui kebutuhan pasien adalah 25kal (lihat tabel diatas). Lalu kita kalikan BB dengan kebutuhan kalori pasien. BB(80kg) x 25kal: 2000kalori Dari hasil diatas, kita mendapatkan kalori normal yang dibutuhkan untuk pasien. Lalu, selanjutnya kita dapat mengurangkan kalori dengan range 500 -1000 kalori. Diatas pasien memiliki persentase IMT Obese 2 sehingga kita dapat mengurangi kebutuhan kalori perhari menjadi 1000kalori. Terapi ini juga disertai dengan keseimbangan Karbohidrat, Protein dan Lemak, yaitu dengan persentase Karbohidrat (65-70%) Protein (15-20%) dan Lemak

(20-30%). Pola makan

yang dianjurkan diet rendah kalori untuk mengatasi obesitas dan pembatasan 5G (gula, garam, 16

gorengan, gurih, dan gajih). Peningkatan asupan serat pangan dalam bentuk sayuran, buah, kacangkacangan dan biji-bijian utuh yang berserat juga perlu dianjurkan.13 Lalu kita dapat menganjurkan pasien dengan berolahraga 30-60 menit sehari dan dikerjakan 3-5 dalam seminggu. Olahraga seperti jalan kaki, jogging, lari, bersepeda, renang, aerobik dan banyak lagi. Terapi atau penatalaksanaan dikatakan berhasil jika, BB berkurang 10% dari total BB awal, tekanan darah yang menurun, glukosa darah puasa menurun. Dan terapi ini berlanjut juga dengan tetap melakukan pengecekan kolesterol sampai kolesterol normal. Dan, terakhir edukasikan kepada pasien beberapa hal yang dapat membuat diet atau terapi tidak berhasil seperti sulit mengubah pola makan, niat setengah-setengah dan motivasi yang cepat menurun saat melihat BB yang lambat menurun. Semua hal diatas dapat dikerjakan jika pasien ada niat. Sebagai dokter kita harus tetap memotivasi dan membantu pasien hingga quality of life nya membaik.

Prognosis Intervensi terhadap sindrom metabolik (penurunan BB, perubahan gaya hidup, obat) dapat menunda atau mencegah diabetes mellitus tipe 2 serta menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler.

Kesimpulan Sindrom metabolik merupakan kumpulan faktor risiko metabolik yang dapat berisiko terhadap penyakitkardiovaskular. Resistensi insulin merupakan faktor patogenik utama dari sindrom metabolic, yang saat initelah diketahui Pola hidup yang salah serta berat badan berlebih/obesitas, terutama obesitas sentral menjadi faktorrisiko terhadap sindrom metabolik. Intervensi dapat dilakukan sedini mungkin dengan mengubah gaya hidupdan penggunaan terapi obat apabila diperlukan. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi atau progesifitasdari sindrom metabolik.

17

Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW, et all. S. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1865-72. 2. Gleadle J. At a Glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. h. 11-9. 3. Morton, Grace P. Panduan pemeriksaan kesehatan edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.h. 56-7. 4. Persatuan ahli gizi Indonesia. Kamus gizi pelengkap kesehatan keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009.h. 14-5. 5. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. h. 90-7. 6. Rumahorbo H. Gangguan sistem endokrin. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.h.34. 7. Bastiansyah E. Penduan lengkap: membaca hasil tes kesehatan. Jakarta: Penebar plus, 2008. h. 60-2. 8. Eckel RH. The Metabolic Syndrome. Dalam: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, dkk. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi 18. New York: Mc Graw-Hill; 2012. h. 471829. 9. Gardner DG, Shocback D. Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. New York: Mc Graw-Hill; 2007. h. 90-9.

18

Related Documents


More Documents from "novia"