Makalah Pbl Sken 6 B.21 Teresa.docx

  • Uploaded by: Teresa Evita Berhitu
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pbl Sken 6 B.21 Teresa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,337
  • Pages: 17
Gangren Pedis Dekstra ec DM Tipe 2 pada Perempuan 65 Tahun Teresa Evita Berhitu 102016031 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat Email : [email protected]

Abstrak Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan, sering kaki diabetes berakhir dengan kecatatan dan kematian. Sampai saat ini , di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal. Di samping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat mencolok. Di negara maju kaki diabetes juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Penatalaksanaannya sendiri lebih cenderung mengutamakan pencegahan dari pada pengobatan yaitu dengan mengontrol DM nya dengan baik dan menghindari terjadinya luka utamanya pada kaki. Kata kunci : kaki diabetes, DM tipe 2, gangren Abstract Diabetic foot is one of the most feared chronic complications of DM. The results of managing diabetic feet are often disappointing, often diabetic feet end with disability and death. Until now, in Indonesia the diabetic foot is still a complicated problem and not managed optimally. In addition, the ignorance of the public regarding diabetes feet is still very striking. In developed countries the foot of diabetes is also still a major public health problem, but with the progress of management methods and the presence of diabetes foot clinics that have been actively managing since primary prevention, the fate of diabetic foot patients has become brighter. The management itself is more likely to prioritize prevention than treatment, namely by controlling the DM properly and avoiding the occurrence of major injuries to the legs. Keywords: foot diabetes, type 2 diabetes mellitus, gangrene

1

Pendahuluan Seiring bertambahnya zaman dan bertambahnya ilmu pengetahuan, manusia membuat segala sesuatu menjadi praktis. Salah satu contohnya adalah mobil, motor, fast food, dan banyak hal lainnya. Akan tetapi dengan kemudahan-kemudahan seperti itu malah membuat kualitas kesehatan manusia berkurang. Dengan adanya mobil dan motor, manusia sekarang menjadi malas untuk berpergian hanya dengan berjalan kaki. Begitu pula halnya dengan makanan cepat saji, bukan hanya enak dan cepat tapi makanan cepat saji mengandung banyak zat-zat yang tidak baik untuk tubuh jika kita sering mengkonsumsinya. Diabetes, obesitas, hipertensi dan penyakit lainnya menjadi meningkat seiring dengan kemajuan zaman ini. Makanan yang tidak sehat dan aktifitas tubuh yang kurang dapat mencetuskan berbagai penyakit dikemudian hari. Salah satu contohnya adalah diabetes yang ditandai dengan naiknya kadar gula dalam darah. Kenaikkan kadar gula dalam darah tersebut dapat dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat. Diabetes merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Diabetes merupakan penyakit yang berbahaya jika kita tidak mengontrolnya karena dapat berdampak ke organ lain dan menambah penyakit yang telah ada.1 Salah satunya adalah gangren diabetik yang dikarenakan luka yang tidak sembuhsembuh pada diabetisi. Paling sering menyerang bagian kaki dan jika tidak ditanggulani dengan baik, maka kaki diabetisi tersebut terancam untuk diamputasi. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai gangren diabetik. Anamnesis a. Identitas Pasien b. Keluhan Utama (Punggung kaki kanan terdapat luka kehitaman, bagian tengah mengelupas (2x2 cm) disertai keluarnya cairan kental seperti susu kemerahan dan berbau busuk) -

Sudah berapa lama mengalami keluhan seperti ini?

-

Di bagian tubuh mana saja keluhan ini terjadi?

-

Apakah terdapat nyeri pada luka tersebut?

-

Bagaimana pertama kali terjadinya luka tersebut?

c. Keluhan Penyerta (Demam, oedem kaki kanan pretibial) -

Sudah berapa lama seperti ini?

2

-

Apakah demamnya sampai menggigil?

-

Apakah demamnya sepanjang waktu?

-

Apakah bengkak dikakinya ketika ditekan akan kembali seperti semula bentuknya?

-

Apakah Anda merasa berat badannya menurun?

-

Apakah Anda sering makan, sering minum, dan sering BAK akhir-akhir ini?

d. Riwayat Penyakit Dahulu -

Apakah Anda menderita hipertensi, penyakit ginjal, diabetes mellitus, penyakit jantung sebelumnya?

-

Apakah diabetes melitus Anda derita sejak kecil?

-

Apakah sebelumnya Anda seperti ini?

-

Apakah Anda belum lama ini pernah dirawat di Rumah Sakit?

e. Riwayat Penyakit Keluarga -

Apakah dalam keluarga Anda ada yang mengalami keluhan yang sama?

-

Apakah dalam keluarga Anda ada yang menderita Hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit ginjal, dan penyakit jantung?

f. Riwayat Obat -

Obat apa sajakah yang telah Anda terima?

-

Apakah sebelumnya menerima obat Anti Diabetik Oral?

g. Riwayat Sosial dan Ekonomi -

Apakah Anda merokok, mengkonsumsi alcohol atau narkoba?

-

Bagaimana aktifitas seksual Anda?

-

Apakah ada gangguan dalam melakukan senggama?

-

Bagaimana lingkungan tempat Anda tinggal?

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dengan pasien yang mempunyai keluhan punggung kaki kanan terdapat luka kehitaman, bagian tengah mengelupas (2x2 cm) disertai keluarnya cairan kental seperti susu kemerahan dan berbau busuk, yaitu:2 1. Keadaan umum. Melihat bagaimana keadaan pasien ketika datang ke tempat praktek (kompos mentis, apatis, delirium, somnolen, supor, atau koma) 2. Tanda-tanda vital. Memeriksa suhu pasien (normal 36-37oC), memeriksa tekanan darah pasien (normal 120/80mmHg), memeriksa frekuensi nadi (60100 x/menit), memeriksa frekuensi pernapasan (normal 16-24 x/menit).

3

3. Pemeriksaan Ekstremitas Bawah. Pasien dalam posisi terlentang kita dapat menilai tiga system, yaitu: a. System vaskuler perifer. Palpasi denyut nadi femoralis, dan jika ada indikasi palpasi juga denyut nadi poplitea. Raba kelenjar limfe inguinalis. Lakukan inspeksi untuk menemukan edema, perubahan warna kulit atau ulkus pada ekstremitas bawah. Lakukan palpasi untuk menemukan pitting edema. b. System

Muskuloskeletal.

Perhatikan

setiap

deformitas

atau

pembengkakan pada sendi. Jika ada indikasi, lakukan palpasi sendi, periksa kisaran geraknya, dan lakukan tindakan maneuver yang diperlukan. c. System saraf. Lakukan pemeriksaan untuk menilai massa, tonus dan kekuatan otot ekstremitas bawah; lakukan juga pemeriksaan sensorik dan refleks. Observasi setiap gerakan yang abnormal. Pada posisi pasien yang berdiri dapat pula dilakukan pemeriksaan, yaitu: a. System vascular perifer. Lakukan inspeksi untuk menemukan vena varikosa. b. System Muskuloskeletal. Lakukan pemeriksaan untuk menilai kelurusan tulang belakang dan kisaran geraknya, kelurusan tungkai dan kedua kaki. c. Genitalia dan hernia pada laki-laki. Periksa penis serta isi skrotum dan cari apakah terdapat hernia. d. System saraf. Amati cara pasien berjalan dan kemampuan berjalan dengan telapak kaki, berjinjit pada ujung jari kaki, berjalan dengan tumit, melompat ditempat, dan menekuk lutut. Pemeriksaan Penunjang2 A. Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah 1. Kolesterol. Kolesterol adalah alcohol steroid, semacam lemak yang ditemukan dalam lemak hewani, minyak, empedu, susu, kuning telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi akan cenderung membuat

endapan/Kristal/lempengan

yang

akan

mempersempit

atau

menyumbat pembuluh darah. Nilai ideal: 4



Dewasa sampai dengan 200 mg/dl



Risiko sedang 200-240 mg/dl, risiko tinggi > 240 mg/dl



Anak: bayi: 90-130 mg/dl, anak 130-170 mg/dl



Risiko tinggi > 185 mg/dl

Klinis. Peningkatan kolesterol menyebabkan aterosklerosis dan terdapat pada penderita hipotiroidisme, DM, sirosis bilier, pankreatektomi, kehamilan trimester III, stress berat, hiperlipoproteinemia, diet tinggi kolesterol, dan sindrom nefrotik. 2. Trigliserida. Merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam lemak yang teresterasi menjadi gliserol, disintesis dari karbohidrat dan disimpan dalam bentuk lemak hewani. Dalam serum dibawa oleh lipoprotein, merupakan penyebab utama penyakit arteri dibandingkan kolesterol. Peningkatan trigliserida biasanya diikuti oleh peningkatan VLDL. Pada peristiwa hidrolisis lemak-lemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuk lemak bebas. Nilai Normal: 

Dewasa muda

: s/d 150 mg/dL



Tua (>50 tahun)

: s/d 190 mg/dL



Anak

: 10-135 mg/dL



Bayi

: 5-40 mg/dL

Klinis. Peningkatan kadar trigliserid terjadi pada lipoproteinemia, hipertensi, hipotiroidisme, sindrom nefrotik, thrombosis cerebral, sirosis alkoholik, DM tak terkontrol, Down syndrome, diet tinggi karbohidrat dan kehamilan. 3. HDL (High Densitity Lipoprotein). Merupakan salah satu dari tiga komponen lipoprotein, kombinasi lemak dan protein, mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserid dan fosfolipid, mempunyai sifat umum protein dan terdapat pada plasma darah, disebut juga lemak baik yang membantu mengurangi plak pada pembuluh darah. Nilai Normal: 

Laki-laki : >55 mg/dL



Wanita : > 65 mg/dL

5



Berisiko tingi penyakit jantung koroner (PJK): <35 mg/dL



Risiko sedang PJK: 35-45 mg/dL



Risiko rendah PJK: >60 mg/dL

4. LDL (Low Density Lipoprotein). Adalah lipoprotein dalam plasma yang mengandung sedikit trigliserid, fosfolipid sedang, protein sedang dan kolesterol tinggi. Normal: 

Kurang dari 150 mg/dL



Berisiko tinggi terhadap PJK : > 160 mg/dL



Risiko sedang : 130-159 mg/dL



Risiko rendah : < 130 mg/dL

Klinis. Merupakan lipoprotein beta yang mempunyai andil utama terjadinya arterosklerosis dan penyakit arteri koronaria. 5. VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung trigliserid tinggi, fosfolipid dan kolesterol sedang, serta protein rendah. Termasuk lipoprotein beta yang andil besar dalam kejadian arteriosklerosis dan PJK. B. Pemeriksaan Kadar Gula Darah3,4 1. Pemeriksaan Gula Darah. Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan (GDP/ Gula darah puasa/Nuchter) atau 2 jam setelah makan (post prandial). Nilai normal: 

Dewasa

: 70-110 mg/dL



Wholeblood

: 60-100 mg/dL



Bayi baru lahir: 30-80 mg/dL



Anak

: 60-100 mg/dL

Nilai normal kadar gula darah 2 jam setelah makan: 

Dewasa

: <140 mg/dL/2 jam



Wholeblood

:<120 mg/dL/2 jam

Hasil pemeriksaan berulang diatas nilai normal kemungkinan menderita Diabetes Meliitus.

6

2. Glukosa Sewaktu. Pemeriksaan glukosa darah tanpa persiapan bertujuan untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa puasa dan tanpa pertimbangan waktu setelah makan. Dilakukan untuk penjajagan awal pada penderita yang diduga DM sebelum dilakukan pemeriksaan yang sungguh-sungguh dipersiapkan misalnya nutcher, setelah makan dan toleransi. 3.

HbA1c. Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah, untuk

memperoleh informasi kadar gula sesungguhnya, karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes, dalam kurun waktu 2-3 bulan. Semakin tinggi nilai A1c pada penderita DM semakin potensial berisiko terkena komplikasi. Pada penderita DM tipe II akan menunjukkan risiko penurunan komplikasi apabila A1c dapat dipertahankan di bawah 8%. (Sutedjo

AY.

Buku

saku

mengenal

penyakit

melalui

pemeriksaan

laboratorium. Yogyakarta: Amara Books; 2009: 85-116.) 4. Uji Toleransi Glukosa Oral. Jika kadar glukosa plasma puasa di antara 120 dan 140 mg/dL, maka uji toleransi glukosa oral dapat dipertimbangkan terutama pada pria dengan impotensi atau wanita yang melahirka bayi dengan berat lahir lebih dari 4,1 kg atau yang mengalami infeksi kandida berulang pada vagina. Guna mengoptimalkan sekresi insulin dan efektivitasnya, terutama bila pasien tengah menjalani suatu diet rendah karbohidrat, maka jumlah minimum 150200 g karbohidrat per hari perlu dimasukkan dalam diet selama 3 hari sebelum menjalani uji. Pasien tidak boleh makan apa pun sesudah tengah malam sebelum hari pengujian. Orang dewasa diberikan glukosa 75 g dalam 300 ml air; anak mendapat 1,75 g glukosa per kilogram berat badan ideal. Beban glukosa dikonsumsi selama 5 menit. Sampel darah untuk penentuan glukosa plasma di ambil pada menit 0, 30, 60, 90, dan 120 menit sesudah menelan glukosa. Suatu uji toleransi glukosa dikatakan normal jika kadar glukosa plasma vena puasa kurang dar 115 mg/dl, dan kadar 2 jam turun di bawah 140 mg/dl dan nilai-nilai dari sample lainnya tidak ada yang melebihi 200 mg/dl. Bila hasil 2 jam lebih dari 200 mg/dl dan salah satu hasil lainnya lebih besar dari 200 mg/dl maka bersifat diagnostic untuk Diabetes. Diagnosis “gangguan toleransi

7

glukosa” hanya ditegakan bila hasil yang didapat terletak di antara batas atas nilai normal dan nilai-nilai diagnostic diabetes. C. Bakteriologi Kultur luka. Untuk mengetahui kuman yang menyebabkan infeksi pada luka tersebut sehingga dapat diketahui obat yang terbaik untuk membunuh kuman tersebut. D. Radiologi Foto Polos. Untuk mengetahui adanya komplikasi dari luka kronik yang tidak sembuh-sembuh seperti osteomielitis. Diagnosis Keluhan Utama: Luka pada telapak kaki kanan yang berwarna kehitaman mengeluarkan nanah dan berbau busuk Keluhan Penyerta: Demam Riwayat Obat: Riwayat Penyakit : Diabetes mellitus 10 tahun yang lalu dan tak rutin berobat Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tekanan darah : 140/80 mmHg Nadi : 90x/menit Frekuensi nafas : 20x/menit Suhu : 38 C Status lokalis kaki kanan : luka plantar pedis jari 1, kehitaman dengan bagian tengah kemerahan , pus (+), ukuran 2x2 cm, teraba hangat dari suhu sekitar, nyeri tekan (-), pulsasi kaki kanan lemah, sesitivitas kaki kanan melemah. Pemeriksaan Lab: Ht : 33%, Gula darah sewaktu =344mg/dl, Hb=10,5gr/dl, Leukosit=12.300/µl, Trombosit=275.000/µl,LED=55ml/jam. Dari data di atas pasien dapat didiagnosis menderita: Gangren pedis dekstra ec DM tipe 2, sedangkan untuk diagnosis pembandingnya adalah Gangren pedis dekstra ec PAD (Peripheral Arterial Disease) dan Buerger’s disease.

8

Gangren Diabetikum Etiologi dan Patofisiologi Gangren diabetic merupakan dampak jangka lama arteriosklerosis dan emboli thrombus kecil. Angiopati diabetic hampir selalu juga mengakibatkan neuropati perifer. Neuropati diabetic ini berupa gangguan motorik, sensorik, dan autonom yang masing-masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus di tempat itu. Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangrene.4 Gangguan saraf outonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga factor. Factor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Factor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri pathogen. Factor ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrient akan memintas tempat infeksi di kulit. Kaki diabetic adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik karena angiopati dan neuropati. Selain itu, terdapat lintas arteri-vena di ruang subkutis sehingga kaki tampak merah dan mungkin panas tetapi pendarahan kaki tetap kurang. DM Tipe 2 Etiologi Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena gangguan sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer.7 Agaknya, diabetes melitus tipe 2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenik (yaitu, asupan kalori berlebihan, pengeluaran tidak memadai obesitas, kalori) yang ditumpangkan di atas genotipe rentan. Indeks massa tubuh di mana berat badan berlebih meningkatkan risiko

untuk

diabetes

bervariasi

dengan

kelompok-kelompok

ras

yang

berbeda. Sekitar 90% pasien yang mengidap diabetes mellitus tipe 2 adalah obesitas. Faktor risiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:

9



Umur lebih dari 45 tahun (meskipun, seperti disebutkan di atas, diabetes mellitus tipe 2 terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada orang muda)



Bobot yang lebih besar dari 120% dari berat badan yang diinginkan



Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada seorang saudara tingkat pertama (misalnya, orang tua atau saudara)



Sejarah toleransi glukosa terganggu sebelumnya (IGT) atau glukosa puasa terganggu (IFG)



Hipertensi (> 140/90 mm Hg) atau dislipidemia (high-density lipoprotein [HDL] tingkat kolesterol <40 mg / dL atau tingkat trigliserid> 150 mg / dL)



Sejarah diabetes mellitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat lahir ≥ 4000 gram

 

Sindrom ovarium polikistik (yang mengakibatkan resistensi insulin) Patofisiologi Insulin resistensi dan kelainan sekresi insulin berperan utama pada

perkembangan DM tipe 2. Meskipun efek utama masih menjadi kontroversi, kebanyakan studi mendukung pandangan bahwa resistensi insulin mendahului defek insulin sekresi tetapi diabetes mulai terjadi hanya ketika sekresi insulin menjadi inadekuat. DM tipe 2 dicirikan dengan kelainan insulin sekresi, resistensi insulin, produksi glukosa oleh hati yang berlebihan dan kelainan metabolisme lemak. Kegemukan, terutama visceral atau sentral sangat sering menderita DM tipe 2. Pada kelainan tahap awal, toleransi glukosa cukup normal, meskipun terjadi resistensi karena cell beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan pengeluaran insulin. Ketika insulin resistensi dan kompensasi hiperinsulinemia terus terjadi, sel beta

pankreas

pada

beberapa

individu

tidak

dapat

menopang

keadaan

hiperinsulinemia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya IGT, ditandai dengan meningkatnya glukosa post prandial. Pada keadaan yang lebih lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa oleh hati menyebabkan diabetes yang jelas dengan hiperglukosa pada saat keadaan puasa. Yang paling terakhir adalah terjadi kerusakan cell beta. Klasifikasi Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh

International Working group on Diabetic Foot (klasifikasi

PEDIS 2003).1 Impaired Perfusion 1 = None

10

2 = PAD + but not critical 3 = Critical limb ischemia Size/

Extend

in 1 = Superficial fullthickness, no deeper than dermis

mm2 Tissue Loss/ 2 = Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous Depth

structures, fascia, muscle or tendon 3 = All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint

Infection

1 = No symptoms or sign of infection 2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only 3 = Erythema > 2cm or infection involving subcutaneous structure(s) No Systemic sign(s) of inflamatory response 4 = infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis, shift to the left, metabolic instability,

Impaired Sensation

hypotemsion, azotemia 1 = Absent 2 = Present

Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neiropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya terlebih dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol (I4), tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan. Klasifikasi Wagner (klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai) :1 0 = Kulit intak/utuh 1 = Tukak superfisial 2 = Tukak dalam (sampai tendon, tulang) 3 = Tukak dalam dengan infeksi 4 = Tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki 5 = Tukak dengan gangren luas seluruh kaki

11

Suatu klasifikasi lain (Edmonds 2004-2005) yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes: 

Stage 1 : Normal foot



Stage 2 : High risk foot



Stage 3 : Ulcerated foot



Stage 4 : Infected foot



Stage 5 : Necrotic foot



Stage 6 : Unsalvable foot

Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun oleh dokter umum/dokter keluarga. Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik. Untuk stage 5 dan 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi. Epidemiologi Di negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan yang besar, tetapi dengan kmajuan cara pengelolaan, dan adanya klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya.5 Gambaran Klinis1 Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangrene panas karena walaupun nekrosis, di daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetic pada telapak kaki. Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetic dibagi dalam enam derajat menurut Wagner. Pada derajat 0 kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati. Pada derajat 1 terdapat tukak superficial, derajat 2 tukak lebih dalam, dan

12

derajat 3 tukak dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis dan/atau osteomielitis. Pada derajat 4 terjadi gangguan jari dan derajat 5 gangren kaki. Gambaran Neuropati 

Gangguan sensorik



Perubahan trofik kulit



Ulkus plantar



Artropati degenerative (sendi Charcot)



Pulsasi sering teraba



Sepsis (bakteri/jamur)

Gambaran Iskemik 

Nyeri saat istirahat



Ulkus yang nyeri di sekitar daerah yang tertekan



Riwaya klaudikasio intermiten



Pulsasi tidak teraba



Sepsis (bakteri/jamur)

Penatalaksanaan5 Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Metabolic Control. Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaik. Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai factor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Vascular Control. Keadaan vascular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien dan juga kondisi pasien. Modifikasi Faktor Risiko 

Stop merokok



Memperbaiki berbagai factor risiko terkait aterosklerosis -

Hiperglikemia

-

Hipertensi

-

Dislipidemia

13

-

Walking program – latihan kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh jajaran rehabilitasi medic.

Terapi Farmakologis. Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. Tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. Revaskularisasi.6 Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriograf untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah vascular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya. Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular – PTCA. Pada keadaan akut dapat pula dilakukan tromboektomi. Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. Wound Control. Perawatan luka sejak pertama harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Saat ini terdapat banyak sekali dressing (pembalut) yang masing-masing tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan juga letak luka tersebut. Dressing yang mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginated dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa bahwa tindakan debridement yang adekuat merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangrene. Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti dydocolloid dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Tentu saja untuk

14

kesembuhan luka kronik seperti luka pada kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan saline. Cara tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat perawatan kaki diabetes. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dsb, untuk mempercepat kesembuhan luka. Bahkan ada dilaporkan terapi gen untuk mendapatkan bakteri E. coli yang dapat menghasilkan berbagai factor pertumbuhan. Ada pula dilaporkan pemakaian maggot (belatung), lalat (lalat hijau) untuk membantu membersihkan luka. Berbagai laporan tersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan belum cukup terbukti secara luas untuk diterapkan dalam pengelolaan rutin kaki diabetes. Microbiological Control.6 Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan gram negative serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotic harus diberikan antibiotic dengan spectrum luas, mencakup kuman gram positif dan negative (seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasi dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol). Pressure Control. Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Berbagai cara untuk mencapai keadaan non-weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan: removeable cast walker, total contact casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, cradled insoles. Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti: (1) dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses, (2) prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.

15

Education Control. Edukasi sangat penting untuk tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangrene diabetic maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. Pencegahan5 Tindakan preventif untuk menghindari timbulnya gangrene diabetic ini, selain perawatan DM yang dideritanya dengan baik, perlu juga menghindari luka pada kaki bagian bawah mata kaki dengan jalan: a. Kaki jangan sampai lecet, hati-hati dengan sepatu, potong kuku, dan lain-lain. b. Selalu memakai pelindung kaki agar kaki tidak terkena trauma. c. Mengobati bagian kaki/jari yang bengkak dengan minak penyembuh bengkak yang umum dipakai minyak angin capelang, mengurut, menekan-nekan perlahan agar angin keluar, pembuluh darah tidak menyempit lagi, hinga aliran darah kembali lancer, jaringan tidak rusak, selain itu saraf bagian kaki tersebut tidak tertekan lagi karena bengkak mengecil/berkurang, dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa sakit. Lakukan: Cuci dan keringkan kaki secara hati-hati setiap hari, periksa kaki setiap hari, lakukan perawatan kuku secara teliti, gunakan bedak antijamur. Jangan lakukan: berjalan tanpa alas kaki, menggunakan sepatu yang terlalu sempit, menggunakan botol berisi air panas, menyepelekan setiap trauma pada kaki. Prognosis Sekitar 15% dari individu dengan DM menderita kaki diabetic dan sebagian besar dari mereka akan menjalani amputasi. Factor risiko dari kaki diabetic dan amputasi adalah: laki-laki, diabetes > 10 tahun, neuropati perifer, struktur abnormal dari kaki (ketidaknormalan tulang, kalus, kuku yang menebal), penyakit vascular perifer, merokok, dan riwayat dari luka sebelumnya atau amputasi. Control glikemik juga termasuk factor risiko - setiap kenaikan 2% dari HbA1c meningkatkan risiko luka pada ekstremitas bawah 1,6 kali, dan risiko pada amputasi ekstremitas bawah meningkat 1,5 kali.4 Kesimpulan Diabetes melitus terutama yang tipe 2 merupakan kelainan metabolik gabungan dari penurunan sekresi insulin, peningkatan resistensi insulin dan pembentukan glukosa 16

berlebihan. Manifestasi utamanya adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi. Dampak jangka panjang dari DM tipe 2 salah satunya adalah gangren diabetik dimana jika adanya luka penyembuhannya akan lama/tidak sembuh. Penatalaksanaannya sendiri lebih cenderung mengutamakan pencegahan dari pada pengobatan yaitu dengan mengontrol DM nya dengan baik dan menghindari terjadinya luka utamanya pada kaki. Daftar Pustaka 1. Karam JH, Forsham PH. Hormon-hormon pankreas dan diabetes melitus. Dalam: Greenspan FS, Baxter JD, editor. Endokrinologi dasar dan klinis. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2008.h.754-72. 2. Nelson WE, Behrman ER, Kliegman R, Arvin MA. Nelson ilmu kesehatan anak. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2012.h.1658-63,1455-8. 3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2009.h.1261-70. 4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.h.1880-82, 1900-13. 5. Achmad T, Sutisna H, Kurniawan A.N. Diabetes melitus. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2012.h.557- 8. 6. Sutedjo AY. Buku saku mengenal penyakit melalui pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta: Amara Books; 2009: 85-116.)

17

Related Documents


More Documents from "Adam Trias"