Sk1 Dm Tipe 2.docx

  • Uploaded by: Anonymous xHZ9qTtOFt
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sk1 Dm Tipe 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,284
  • Pages: 40
Anatomi Pankreas Anatomi Pankreas Makroskopik Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian posterior dari dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di depan aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior ini konsistensinya padat, panjangnya ±11,5 cm, beratnya ±150 gram. Pankreas terdiri bagian kepala/caput yang terletak di sebelah kanan, diikuti corpus ditengah, dan cauda di sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari pankreas yang berada di bagian belakang Arteri Mesenterica Superior yang disebut dengan Processus Uncinatus (Simbar, 2005). Pankreas merupakan organ yang memanjang, terletak di epigastrium, kuadran kiri atas. Srtukturnya lunak, berlobus, terletak pada dinding posterior abdomen dibelakang peritoneum menyilang planum transpyloricum.

Ductus pankreaticus  ductus pankreaticus dari cauda pankreas berjalan disepanjang kelenjar, menerima banyak cabang dari perjalanannya. Bermuara ke pars descendens duodenum bersama ductus choledokus papila duodeni major. Kadang – kadang muaranya terpisah dengan ductus choledokus.  Ductus pankreaticus accesorius ( bila ada ), mengalirkan getah pankreas dari bagian atas caput keduodenum sedikit di atas muara ductus pankreaticus menuju papilla duodeni minor.

Perdarahan Arteri : arteri lienalis, arteri pancreaticiduodenalis superior dan inferior Vena : sesuai dengan arterinya mengalirkan darah ke sistim porta Persarafan Berasal dari serabut – serabut saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) Antaomi Pankreas secara Mikroskopik Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari : Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk sepertianggur yang disebut sebagai asinus/Pancreatic acini yang merupakan jaringan yang menghasilkan enzim pencernaan ke dalam duodenum. Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of Langerhans yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.

Terdapat 4 jenis sel : 1. Sel A : bentuknya besar dan mencolok, terletak di tepi, mensekresi glukagon yang berfungsi untuk menghasilkan energi yang di simpan sebagai glikogen dan lemak yang didapat dari glikogenolisis dan lipolisis. 2. Sel B : sel paling kecil, granulanya lebih kecil terletak di daerah pusat, mensekresi insulin yang berfungsi untuk memasukan glukosa kedalam sel dan menurunkan kadar glukosa darah. 3. Sel D : sel paling besar, granula mirip sel A, tapi tidak padat, mensekresi somatostatin yang berfungsi menghambat pelepasan hormon dari sel pulau lainya melalui kerja pparakrin setempat. 4. Sel PP : ditemukan pada guinea pig, mensekresi polipeptida pankreas. Memahami dan menjelaskan Faal Pankreas Insulin Peran Insulin Insulin menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanannya. Insulin akan merubah glukosa menjadi glikogen, asam lemak menjadi trigliserida, dan asam amino menjadi protein, setelahnya insulin akan membantu memasukan nutrient-nutrien tersebut ke dalam sel. Insulin juga dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim tertentu.

-

Peran insulin terhadap karbohidrat: 1. Transport glukosa kedalam sel 2. Insulin merangsang glikogenesis, pemnemtukan glikogen dari glukosa di otot rangka dan hati 3. Menghambat gikogenolisis 4. Menghambat gluconeogenesis Insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan glukosa ke dalam sel, dan menghambat 2 mekanismepembebasan glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis, gluconeogenesis).

-

Peran insulin terhadap lemak Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong pembentukan trigliserida  Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol , yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida  Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak dari turunan glukosa  Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah kedalam sel jaringan adiposa  Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah Efek efek itu mendororng pengeluaraan glukosa dan asam lemak dari darah dan meningkatkan penyimpanan keduanya sebagai trigliserida

-

Peran insulin terhadap protein Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut :  Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sistesis protein didalam sel  Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein didalam sel  Insulin menghambat penguraian protein Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal Struktur Insulin Struktur molekul insulin terdiri atas 2 rantai peptida yaitu rantai Adan rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh 2 ikatan disulfida, dan disulfida tambahan yang terbentuk dalam rantai A. Sebagian besar

spesies, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Biokimia insulin Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intra-rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfide ini selalu tetap dan rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino pada sebagian besar spesies. Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre- yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar.

Sintesis insulin Insulin merupakan hormone yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh beta kelenjar pancreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintetis kemudian diekskresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul prekusor yang lebih besar. Angkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Penyusunan proinsulin, yang dimulai dari bagian terminal amino, adalah rantai B – peptide C penghubung rantai A. molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide tapak- spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dalam jumlah yang seimbang dan disekresikan dari granul sekretorik pada sel beta pancreas.

Glucose GLUT-2

Glucose

K+ channel shut

Ca2+ Channel Opens

K+ ↑↑

Glucose-6-phosphate ATP

Depolarization of membrane

Insulin Release

  Insulin + C peptide Cleavage enzymes

Proinsulin

Glucose signaling B. cell

preproinsulin Preproinsulin Insulin Synthesis

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi Glukosa ( Kramer,95 ) Sekresi insulin Glukosa merupakan kunci regulator sekresi insulin oleh sel beta pancreas, walaupun asam amino, keton dan nutrient lainnya juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sintesis insulin. Glukosa merangsang sekresi insulin dengan masuk ke dalam sel beta melalui transporter GLUT-2. Selanjutnya dalam sel, glukosa mengalami proses fosforilasi oleh enzim glukokinase dan glikolisis yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada membrane sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membrane sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membrane sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasek, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan. Aktivasi penutupan K channel terjadi tidak hanya disebabkan oleh ransangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, teteapi juga dapat oleh pengaruh beberapa factor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut (biasanya tergolong obat diabetes), bekerja mengaktivasi K channel tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, tapi pada reseptor tersendiri yang disebut sulphonilurea eceptor (SUR), yang juga terdapat pada membrane sel beta.

Pengaturan di tubuh manusia Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada

membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2. Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

Glukagon Glucagon has a major role in maintaining normal concentrations of glucose in blood, and is often described as having the opposite effect of insulin. That is, glucagon has the effect of increasing blood glucose levels. Glucagon is a linear peptide of 29 amino acids. Its primary sequence is almost perfectly conserved among vertebrates, and it is structurally related to the secretinfamily of peptide hormones. Glucagon is synthesized as proglucagon and proteolytically processed to yield glucagon within alpha cells of the pancreatic islets. Proglucagon is also expressed within the intestinal tract, where it is processed not into glucagon, but to a family of glucagon-like peptides (enteroglucagon). Physiologic Effects of Glucagon The major effect of glucagon is to stimulate an increase in blood concentration of glucose. As discussed previously, the brain in particular has an absolute dependence on glucose as a fuel, because neurons cannot utilize alternative energy sources like fatty acids to any significant extent. When blood levels of glucose begin to fall below the normal range, it is imperative to find and pump additional glucose into blood. Glucagon exerts control over two pivotal metabolic pathways within the liver, leading that organ to dispense glucose to the rest of the body: 



Glucagon stimulates breakdown of glycogen stored in the liver. When blood glucose levels are high, large amounts of glucose are taken up by the liver. Under the influence of insulin, much of this glucose is stored in the form of glycogen. Later, when blood glucose levels begin to fall, glucagon is secreted and acts on hepatocytes to activate the enzymes that depolymerize glycogen and release glucose. Glucagon activates hepatic gluconeogenesis.Gluconeogenesis is the pathway by which non-hexose substrates such as amino acids are converted to glucose. As such, it provides another source of glucose for blood. This is especially important in animals like cats and sheep that don't absorb much if any glucose from the intestine - in these species, activation of gluconeogenic enzymes is the chief mechanism by which glucagon does its job.

Glucagon also appears to have a minor effect of enhancing lipolysis of triglyceride in adipose tissue, which could be viewed as an addition means of conserving blood glucose by providing fatty acid fuel to most cells. Control of Glucagon Secretion Knowing that glucagon's major effect is to increase blood glucose levels, it makes sense that glucagon is secreted in response to hypoglycemia or low blood concentrations of glucose. Two other conditions are known to trigger glucagon secretion: 

Elevated blood levels of amino acids, as would be seen after consumption of a protein-rich meal: In this situation, glucagon would foster conversion of



excess amino acids to glucose by enhancing gluconeogenesis. Since high blood levels of amino acids also stimulate insulin release, this would be a situation in which both insulin and glucagon are active. Exercise: In this case, it is not clear whether the actual stimulus is exercise per se, or the accompanying exercise-induced depletion of glucose.

In terms of negative control, glucagon secretion is inhibited by high levels of blood glucose. It is not clear whether this reflects a direct effect of glucose on the alpha cell, or perhaps an effect of insulin, which is known to dampen glucagon release. Another hormone well known to inhibit glucagon secretion is somatostatin. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2 Definisi Menurut the National Diabetes Data Group dan the World Health Organization, diabetes tipe 2 adalah intoleransi karbohidrat yang ditandai dengan resistensi insulin, defisiensi relative (bukan absolut) insulin, kelebihan produksi glukosa hepar dan hiperglikemia. Karena defisiensi insulin komplet jarang terjadi, ketoasidosis jarang terjadi dalam bentuk diabetes ini. (Brashers, V. 2008) Epidemiologi Kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 terjadi diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikkan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. IDF memprediksi 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Penelitian dengan rentang tahun 1980 hingga tahun 2000 terjadi peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Penelitian di Jakarta (urban) 1,7 % pada tahun 1982, 5,7 % pada tahun 1993, 12,8 % pada tahun 2001. Data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, penduduk yang berusia < 20 tahun (jumlah 133 juta jiwa) 14,7 % dari daerah urban dan 7,2 % dari daerah rural, jadi diperkirakan 8,2 juta penyandang diabetes daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.

(PERKENI, 2006) Etiologi Diabetes tipe-2 terjadi saat tubuh mulai resistant terhadap insulin atau saat pancreas berhenti memproduksi insuin yang cukup. Lebih tepatnya mengapa ini bisa terjadi masih belum diketahui, Namun faktor genetic dan lingkungan seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas menjadi faktor kontribusi. Klasifikasi 1. Diabetes tipe 1 a. Diperantarai oleh sistem imun (tipe 1A)

b. Idiopatik 2. Diabetes tipe 2 3. Tipe diabetes spesifik lainnya A. Defek genetic fungsi* sel beta yang ditandai dengan mutasi di 1. Hepatocyte nuclear transcription factor (HNF) 4 alfa 2. Glukokinase 3. Hepatocyte nuclear transcription factor 1 alfa 4. Insulin promoter factor B. Defek genetic pada kerja insulin (missal, resistensi insulin tipe A) C. Penyakit pada pancreas eksokrin: pankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, fibrosis kistik, hemokromatosis D. Endokrinopati: Sindrom cushing, akromegali, feokromositoma, hipertiroidisme, glukagonoma E. Obat tau bahan kimia: glukokortikoid, thiazide, dan lain-lain. F. Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus, coxsackievirus, lain-lain G. Bentuk jarang diabetes imunologik: sindrom “Stiff man”, antibody anti reseptor insulin.

H. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan diabetes: Sindrom down, sindrom klinefelter, lain-lain. 4. Diabetes mellitus gestasional (Robbins, Cotran, et al. 2007) Diabetes Melitus tipe I dan II Karakteristik Diabetes tipe I Tidak ada/hampir ada Kadar Sekresi Insulin

Diabetes tipe II Mungkin normal atau di atas normal Anak Dewasa Usia Awitan Tipikal 10%-20% 80%-90% Persentase Pengidap Kerusakan sel β Berkurangnya kepekaan Defek Mendasar sel sasaran insulin Penyuntikan insulin, Kontrol diet dan Terapi pengaturan diet, olahraga penurunan berat, olahraga, kadang obat hipoglikemik oral Tabel 2. Perbedaan DM tipe I dan II (Sherwood, 2011) Pemeriksaan Penunjang TTGO Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji

ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya. TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal. Prosedur Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): • Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan seharihari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa • Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan • Diperiksa kadar glukosa darah puasa • Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anakanak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit • Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai • Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa • Selama proses pemeriksaan harus istirahat dan tidak merokok Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). 2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL. Tabel 4.Nilai hasil pemeriksaan gula darah Bukan DM Kadar glukosa darah Plasma vena <110 sewaktu Darah kapiler <90

Belum pasti DM 110-199 90-199

DM ≥200 ≥200

Kadar glukosa darah Plasma vena puasa Darah kapiler

<110 <90

110-125 90-109

≥126 ≥110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3.. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl Interpretasi Toleransi glukosa normal Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak ada glukosuria. Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 – 30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L). Toleransi glukosa melemah Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang. Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.010.0 mmol/L). Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada dalam sampel puasa. Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L), dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L). Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat. Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau baru mulai. Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes.

Penyimpanan glukosa yang lambat Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien. Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal. Toleransi glukosa meningkat Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau ormal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.

Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP. Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase. Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat. Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai selfassessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin. Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri. Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi. Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik. Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC. Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L. Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. DIAGNOSIS DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. 5

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti: Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 


Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. 
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 
 1. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): 
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO 
glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl 
 2. Toleransi glukosa terganggu (TGT): 
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl 
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%. PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes, yang meliputi: 7 1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan 
mengurangi risiko komplikasi akut 
 2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan 
makroangiopati. 
 3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. 
 Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum:
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama: a. Riwayat Penyakit Gejala yang dialami oleh pasien. 
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah. 
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan 
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain). 
 Riwayat penyakit dan pengobatan. 
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi. 


b. Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi dan berat badan. 
 Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan jantung 
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif 
 c. Evaluasi Laboratorium HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang mencapai 
sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun 
pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi. 
 Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan. 
 d. Penapisan Komplikasi 
 Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan : Profil lipid dan kreatinin serum. 
 Urinalisis dan albumin urin kuantitatif. 
 Elektrokardiogram. 
 Foto sinar-X dada 
 Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter spesialis 
mata atau optometris. 
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali faktor risiko 
prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI). 
Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus 
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. 
 1. Edukasi 
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. 
 2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 


3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien. 
 4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 
 a. Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: . 1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid 1.

Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel beta pankreas. 


2.

Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. 


. 2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD) 
 1. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. 2. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III- IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone. . 3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. 2 Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR ≤30ml/min/1,73 m , gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. 
 . 4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas

GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). 
 . 5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. 


b. Obat Antihiperglikemia Suntik8 1) Insulin Tabel 2. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja Jenis Insulin

Awitan (onset)

Puncak Efek

Lama Kerja

Kemasan

4-6 jam

Pen/cartridge Pen, vial
Pen

Kerja Cepat (Rapid-Acting) (Insulin Analog) Insulin Lispro (Humalog®) Insulin Aspart (Novorapid®) Insulin Glulisin (Apidra®)

5-15 menit

1-2 jam

Kerja Pendek (Short-Acting) (Insulin Manusia, Insulin Reguler ) Humulin® R Actrapid®

30-60 menit

6-8 jam 2-4 jam

Vial, pen/cartridge

Sansulin® Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH) Humulin N® Insulatard® Insuman Basal®

1,5–4 jam

4-10 jam

8-12 jam

Vial, pen/cartridge

12-24 jam

Pen

Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog) Insulin Glargine (Lantus®) Insulin Detemir (Levemir®)

1–3 jam

Hampir tanpa puncak

Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)

Degludec (Tresiba®)*

30-60 menit

Hampir tanpa puncak

Campuran (Premixed) (Insulin Manusia) 70/30 Humulin® (70% NPH, 30% reguler) 70/30 Mixtard® (70% NPH, 30% reguler)

30-60 menit

3–12 jam

Campuran (Premixed, Insulin Analog) 75/25 Humalogmix® (75% protamin lispro, 25% 12-30 menit lispro)
70/30 Novomix® (70% protamine aspart, 30% aspart)

1-4 jam

Sampai 48 jam

NPH:neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro. Nama obat disesuaikan dengan yang tersedia di Indonesia. [Dimodifikasi dari Mooradian et al. Ann Intern Med. 2006;145:125-34]. 2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan. Komplikasi A. Komplikasi akut dapat berupa : 1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/dl 2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan hiperketogenesis 3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh hiperlaktatemia. 4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia. B. Komplikasi kronis : Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun. Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta persarafan yang kena atau berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :

1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease. 2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal). 3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa mengeluh rasa pada kaki/tangan berkurang atau tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar sendiri. Selain di atas, komplikasi kronis DM dapat dibagi berdasarkan organ yang terkena yaitu: 1. Kulit : Furunkel, karbunkel, gatal, shinspot (dermopati diabetik: bercak hitam di kulit daerah tulang kering), necrobiosis lipoidica diabeticorum (luka oval, kronik, tepi keputihan), selulitis ganggren, 2. Kepala/otak : stroke, dengan segala deficit neurologinya 3. Mata :Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (myopia-reversibel,katarax irreversible), Glaukoma, perdarahan corpus vitreus, Retinopati DM (non proliperative, makulopati, proliferatif), N 2,3,6 (neuritis optika) & nerve centralis lain 4. Hidung : penciuman menurun 5. Mulut :mulut kering, ludah kental = verostamia diabetic, Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa), ginggiva (edematus, merah tua, gingivitis, atropi), periodontium (makroangiopati periodontitis), gigi (caries dentis) 6. Jantung : Penyakit Jantung Koroner, Silent infarction 40% kr neuropati otonomik, kardiomiopati diabetika (Penyakit Jantung Diabetika) 7. Paru : mudah terjangkit Tuberculosis (TB) paru dengan berbagai komplikasinya. 8. Saluran Cerna : gastrointestinal (neuropati esofagus, gastroparese diabetikum (gastroparese diabeticum), gastroatropi, diare diabetic) 9. Ginjal dan saluran kencing : neuropati diabetik, sindroma kiemmelstiel Wilson, pielonefritis, necrotizing pappilitis, Diabetic Neurogenic Vesical Disfunction, infeksi saluran kencing, disfungsi ereksi/ impotensi, vulvitis. 10. Saraf perifer : parestesia, anestesia, gloves neuropati, stocking, neuropati, kramp 11. Sendi : poliarthritis 12. Kaki diabetika (diabetic foot), merupakan kombinasi makroangiopati, mikroangopati, neuropati dan infeksi pada kaki. Komplikasi akut: 1. Ketoasidosis diabetik (KAD)

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai denganpeningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL),disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasmaketon(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap 2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangattinggi (6001200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, os-molaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.Catatan:kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai angkamorbiditas dan mortalitas yang tinggi. Memerlukan perawatandi rumah sakit guna mendapatkan penatalaksanaan yang memadai. 3. Hipoglikemia Hipoglikemia dan cara mengatasinya  Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosadarah < 60 mg/dL  Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinyahipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan olehpenggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibatsulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus dia-wasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obattelah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lamauntuk pengawasannya (2472 jam atau lebih, terutama padapasien dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada usialanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingatdampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mentalbermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usialanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.  Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejalaneuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sam-pai koma).  Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yangmemadai. Bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik,diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau mi-numan yang mengandung gula berkalori atau glukosa 1520gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulangglukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.  Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementaradapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu se-bagai

tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebabmenurunnya kesadaran. Komplikasi kronik: 1. Makroangiopati  Pembuluh darah jantung  Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadipada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpagejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainanyang pertama muncul.  Pembuluh darah otak 2. Mikroangiopati:  Retinopati diabetic  Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspi-rin tidak mencegah timbulnya retinopati  Nefropati diabetic  Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati  Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan mengurangi risiko terjadinya nefropati 3. Neuropati  Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.  Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.  Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perludilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.  Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.  Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,antidepresan trisiklik, atau gabapentin.  Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati peri-fer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengu-rangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit iniseringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain. Prognosis Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang

dengan diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab diabetes meningkat terkait dengan 21%. Pencegahan a. Pencegahan primer Materi penyuluhan meliputi antara lain: 1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yangmempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badanlebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DMtipe 2. 2. Diet sehat.  Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyairisiko.  Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat ba-dan ideal.  Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikansecara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkanpuncak ( peak ) glukosa darah yang tinggi setelah makan.  Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. 3. Latihan jasmani.  Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosadarah, mempertahankan atau menurunkan berat badan,serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.  Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu denganlatihan aerobik sedang (mencapai 5070% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobikberat (mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu. 4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguankardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan langsungdengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapatmemperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosadan DM tipe2. 5. Pengelolaan Intoleransi glukosa  Intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindrom me-tabolik, yang ditandai dengan adanya obesitas sentral, dis-lipidemia (trigliserida yang tinggi dan atau kolesterol HDLrendah), dan hipertensi.



Sebagian besar penderita intoleransi glukosa dapat diper-baiki dengan perubahan gaya hidup, menurunkan berat ba-dan, mengonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jas-mani yang cukup dan teratur.  Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkanbahwa perubahan gaya hidup lebih efektif untuk mencegahmunculnya DM tipe 2 dibandingkan dengan penggunaanobat obatan.  Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan lati-han jasmani teratur mampu mengurangi risiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 58%. Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin, tiazolidindion, acarbose) hanya mampu menu-runkan risiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obattersebut untuk penanganan intoleransi glukosa masih men- jadi kontroversi. Bila disertai dengan obesitas, hipertensi, dan dislipidemia,dilakukan pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan 6. Pengelolaan berbagai faktor risiko:  Obesitas  Hipertensi  Dislipidemia b. Preventif sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dantindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhanpasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menujuperilaku sehat. Untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama padapasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertamadan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuanberikutnya. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penya-kit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematianpada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap ting-ginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanandarah,profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet da-pat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes. c. Preventif tersier  Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyan-dang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upayamencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.  Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosisrendah (80-325



mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagipenyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulitmakroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhanpada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapaikualitas hidup yang optimal.

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistikdan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumahsakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagaidisiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlu-kan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier. Jenis bahan makanan:  Karbohidrat. Rekomendasi pemberian karbohidrat :  Kandungan total kalori pada makanan yang ada kalorinya lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jumlah kalori itu sendiri.  Dari total kebutuhan kalori sehari 60-70% berasal dari sumber karbohidrat.  Jumlah serat 25-50 gram/hari.  Jumlah sukrosa sebagi sumber energi tidak perlu dibatasi, tapi jangan lebih dari jumlah kalori sehari.  Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori.  Penggunaan alkohol harus dibatasi > 10 gram/hari.  Fruktosa tidak boleh > 60 gram/hari.  Protein. Rekomendasi pemberian protein :  Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi per hari.  Pada keadaan kadar glukosa darah terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.  Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein ditrunkan sampai 0.85 gram/kg bb/ hari.  Jika ada komplikasi kardiovaskular proteun nabati lebih dianjurkan daripada hewani.  Lemak. Rekomendasi pemberian lemak :  Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah max 10% dari total kebutuhan energi sehari.  Batasi asupan asam lemak bentuk trans.  Konsumsi ikan semingu 2-3x untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. Perhitungan jumlah kalori: Ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.  Penentuan status gizi berdasarkan IMT. Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus: IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2

Contoh : BB = 50 kg, TB = 160 cm IMT = 50/(160/100)2 = 50/2,56 = 19,53 Klasifikasi nilai IMT : IMT

Status Gizi

Kategori

< 17.0

Gizi Kurang

Sangat Kurus

17.0 - 18.5

Gizi Kurang

Kurus

18.5 - 25.0

Gizi Baik

Normal

25.0 - 27.0

Gizi Lebih

Gemuk

> 27.0

Gizi Lebih

Sangat Gemuk

 Penetuan status gizi berdarkan rumus broca Kalori/kg BB ideal Status Gizi

Kerja santai

Sedang

berat

Gemuk

25

30

35

Normal

30

35

40

Kurus

35

40

40-50

Contoh: Pasien seorang laki-laki 48thn, tinggi 160cm dan bb 63kg, pekerjaan sbg penjaga toko.  BBI= (TBcm-100)kg-10% = 60-6 = 54  Status gizi= (BBaktual-BBI)x100% = (63-54)x100% = 116% (termasuk BB lebih) BB kurang BB <90% BBI BB normal BB 90-110% BBI BB lebih BB 110-120% BBI Gemuk BB >120% BBI  Jumlah kebutuhan kalori per hari.  Kebutuhan kalori bassal= BBIx30 kalori = 54x30 kal = 1620 kalori  Kebutuhan aktifitas +20% 20%x1620=324 kalori  Koreksi usia -5% 5% x 1620 = 81 kalori  Koreksi BB -10% 10% x 1620 =162 kalori  Jadi total kenutuhan kalori penderita 1620+324-81-162 = 1701 di bulatkan jadi 1700.  Distribusi makanan :  KH 60% = 60% x 1700 = 1020 kalori karbohidrat setara dengan 255 gram karbo.  Protein 20% = 20% x 1700 = 340 kalori protein setara dengan 85 gram protein.

 Lemak 20% = 20% c 1700 = 340 kalori lemak stara dengan 37.7 gram lemak.

Memahami dan Menjelaskan Retinopathy Diabeticum 4.1 Definisi Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut. 4.2 Epidemiologi Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 TheDiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif. 4.3 Etiologi Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah : 1. Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri. 2. Adanya komposisi darah abnormal. 3. Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombi. 4. Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnya terjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasi dinding haemorhagic dengan udem perikapiler. 5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang vitreoretinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi.

6. Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksia relatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru. 7. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal. 8. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes. 4.4 Klasifikasi a. Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetik retinopathy) adalah suatu mirkoangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang dengan NPDR tidak mengalami gejala atau dengan gejala yang minimal pada fase sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi. b. Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes proliferatif, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan membentuk pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam melayang mengikuti penggerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya terhalang. Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 : 1. Derajat 1 : tidak terdapat retinopati 2. DM-Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma 3. Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda : Venous loops, Perdarahan, Hard exudates, Soft exudates, Intraretinal Microvascular Abnormalities(IRMA) 4. Derajat 4 : Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh: Perdarahan derajat sedang-berat, Mikroaneurisma, IRMA Derajat 5 : Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan 4.5 Patofisiologi -

RDNP

Merupakan cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah diteliti adanya perubahan endotel vaskular (penebalan membrane basalis dan hilangnya perisit) dan gangguang hemodinamik. Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina, terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membrane internal. Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal.

RDNP ini dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui 2 mekanisme :  Perubahan sedikit demi sedikit dari penutupan kapiler intraretinal yang menyebabkan iskemik macular  Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema macular -

RDP

Pada jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer di samping itu neovaskularisasi iris juga dapat terjadi. Pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tsb maka akan terjadi perdarahan massif dan dapat penurunan penglihatan mendadak.

4.6 Manifestasi Klinis     

kesulitan membaca penglihatan kabur penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata melihat lingkaran cahaya melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip

4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cupdisc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati dia- betikum. 4.8 Penatalaksanaan Terapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Terapi ini menurunkan insidensi perdarahan dan pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi terjadi selama 2 minggu. Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan penglihatan perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya, vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata. Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat yang menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif.

Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser. Angiogram fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat iskemia retina dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari pembuluh darah baru. Makulopati diabetik diterapi dengan mengarahkan laser pada titik-titik kebocoran. 4.9Prognosis Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.

4.10 Pencegahan Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi : a. Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan res iko perkembangan retinopati diabetik dan juga progresifitasnya. b. Kontrol tekanan darah c. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan) d. Laser koagulasi Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Nonproliferatife Diabetic Retinopathy) dan PDR ( Proliferative Diabetic Retinopathy ) dan juga untuk beberapa tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa foto koagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, faktor vasoformatif pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pad a stadium awal. Fotokoagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signif ikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut foto koagulas panp-retinal.

LI.5 Memahami dan Menjelaskan Kebutuhan Kalori pada Penderita Diabetes Melitus

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah. Tujuan Terapi Gizi Medis Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: 1. Kadar glukosa darah mendekati normal 2. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl. 3. Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl. 4. Kadar A1c <7%. 5. Tekanan darah <130/80 mmHg. 6. Profil Lipid 7. Kolesterol LDL<100 mg/dl 8. Kolesterol HDL >40 mg/dl. 9. Trigliserida < 150 mg/dl. 10. Beran badan senormal mungkin. Jenis Bahan Makanan KARBOHIDRAT Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat : 1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri. 2. Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH. 3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total kebutuhan kalori perhari. 4. Julah serat 25-50 gram per hari. 5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kebutuhan kalori perhari. 6. Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame, dan sukralosa. 7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari. 8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. 9. Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi. PROTEIN Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram. Rekomendasi pemberian protein: 1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari. 2. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. 3. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari. 4. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram. 5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dibanding protein hewani.

LEMAK Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat

melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL. Rekomendasi Pemberian Lemak: 1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. 2. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori perhari. 3. Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari. 4. Batasi asam lemak bentuk trans. 5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. 6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari. Penghitungan Jumlah Kalori Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca. Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Berat badan kurang <18,5 Berat badan normal 18,5-22,9 Berat badan lebih ≥ 23,0 Dengan resiko 23-24.9 Obes I 25-29,9 Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100% 1. 2. 3. 4.

Berat badan kurang BB <90% BBI Berat badan normal BB 90-110% BBI Berat badan lebih BB 110-120% BBI Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca. Penentuan kebutuhan kalori perhari: 1. Kebutuhan basal: a. Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor b. Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori 2. Koreksi atau penyesuaian: a. b. c. d. e. f. g.

Umur diatas 40 tahun Aktivitas ringan Aktifitas sedang Aktifitas berat Berat badan gemuk Berat badan lebih Berat badan kurus

: -5% : +10% : +20% : +30% : -20% : -10% : +10%

3. Stress metabolik

: +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II

: +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

LI.6 Memahami dan Menjelaskan Makan Halal dan Baik Menurut Islam Makan sehat Makanan sehat di dalam Islam sangatlah penting untuk disimak, hal ini beliputi bukan hanya pada persoalan hukum halal atau haram makanan, tetapi kualitas (bobot kandungan gizi) dan efek kesehatan makanan terhadap tubuh. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31. “Hai anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang belebih-lebihan.” Hal senada dapat ditemukan di surat Al Baqarah 168:

“Hai sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik dariapa yang terdapatdi bumi dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena syaitan musuh yang nyata bagimu.” Sesungguhnya pangkal penyakit kebanyakan bersumber dari makanan. Maka tak heran bila Rasulullah memberi perhatian besar dalam masalah ini, karena makanan yang sehat akan membuat tubuh sehat. Dalam Al-Qur'an prinsip makanan sehat adalah tidak berlebih-lebihan. Rasulullah bersabda: “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban). Lalu prinsip lain yang disebutkan pada dalil lainnya adalah halal dan tayyiban, yang dimaksud dengan halal yakni diketahui atau jelas riwayat makanannya (misalnya bersumber dari mana dan diproses dengan cara seperti apa) selain itu memenuhi standar halal makanan yang banyak disebutkan dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Sementara istilah tayyiban disini yakni kualitas kandungan gizi/nutrisi dalam makanan. Rasulullah melarang untuk makan lagi sesudah kenyang. “Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum merasa lapar dan bila kami makan tidak pernah kekenyangan”(HR Bukhari Musim). Suatu hari, di masa setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat mengunjungi Aisyah ra. Lalu, sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat, yang sudah menjadi orang-orang kaya, saling bercerita tentang menu makanan mereka yang meningkat dan bermacam-macam. Aisyah ra, yang mendengar hal itu tiba-tiba menangis. “Apa yang membuatmu menangis, wahai Bunda?” tanya para sahabat. Aisyah ra lalu menjawab, “Dahulu Rasulullah tidak pernah mengenyangkan perutnya dengan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak akan makan roti.” Dan penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis makanan dalam perut telah melahirkan bermacammacam penyakit. Maka sebaiknya jangan gampang tergoda untuk makan lagi, kalau sudah yakin bahwa Anda sudah kenyang. Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air liur dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran” (HR. Ibnu Majah dan Hakim).Yang selanjutnya, Rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara bersamaan. Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu dan juga tidak langsung tidur setelah makan malam, karena tidak baik bagi jantung. Beliau juga meminimalisir dalam mengonsumsi daging, sebab terlalu banyak daging akan berakibat buruk pada persendian dan ginjal. Pesan Umar ra, “Jangan kau jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan-hewan ternak!” Kiat Makan Sehat ala Rasulullah

Sekarang masuk pada tata cara mengonsumsinya. Ini tidak kalah pentingnya dengan pemilihan menu. Sebab setinggi apa pun gizinya, kalau pola konsumsinya tidak teratur, akan buruk juga akibatnya. Yang paling penting adalah menghindari isrof (berlebihan). Rasulullah bersabda, “Cukuplah bagi manusia untuk mengonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang sulbinya (rusuknya).” Makanlah dengan sikap duduk yang baik yaitu tegap dan tidak menyandar, karena hal itu lebih baik bagi lambung, sehingga makanan akan turun dengan sempurna. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak makan dengan bersandar.”Prinsip ketiga berpuasa. Sebulan dalam setahun, umat Islam diwajibkan bukan saja dengan mencapai ketaqwaan tetapi juga ksehatannya dapat terjaga. “Berpuasalah kamu supaya sehat tubuhmu” (HR Bukhari) Puasa akan membawa kita pada kesehatan yang sangat luar biasa. Secara fisiologis, puasa sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh manusia. Saluran pencernaan manusia tempat menampung dan mencerna makanan, merupakan organ dalam yang terbesar dan terberat di dalam tubuh manusia. Sistem pencernaan tersebut tidak berhenti bekerja selama 24 jam dalam sehari. Banyak hasil penelitian modern yang memaparkan bahwa puasa sangat menyehatkan. Diantaranya, memberikan istirahat fisiologis menyeluruh bagi sistem pencernaan dan sistem syaraf pusat, menormalisasi metabolisme tubuh, menurunkan kadar gula darah, mengikis lipid “jahat” (kolesterol), detoksifikasi (membuang racun dari tubuh), dan lain sebagainya. Insulin dalam islam Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka kebutuhan hidup manusia terhadap insulin semakin bertambah. Karena secara alami, dengan bertambahnya usia, maka fungsi pankreas akan semakin menurun. Dengan menurunnya fungsi pankreas, maka menurun pula fungsi insulin yang dapat dihasilkan tubuh manusia. Dengan menurunnya insulin dalam tubuh manusia, maka kemampuan tubuh manusia untuk memecah gula dalam darah akan semakin turun. Pada saat itulah manusia terkena penyakit yang disebut kencing manis (diabetes melitus), dan memerlukan suntikan insulin. Pernah dicoba membuat insulin dari ekstraksi pankreas sapi. Namun hasilnya kurang menggembirakan, meskipun gennya cocok dengan sapi. Dari seekor sapi, hanya dihasilkan insulin 1/2 cc saja, yang berarti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang sekali suntik. Percobaan pembuatan insulin dari pankreas kera, menunjukkan gennya tidak cocok dengan manusia. Akhirnya dicoba membuat insulin dengan ekstraksi pankreas babi, dan ternyata hasilnya selain gennya cocok dengan manusia, jumlah cc-nya pun mencukupi. Mula-mula insulin dibuat dari gen pankreas babi yang diklon dalam bakteri. Dalam waktu 24 jam, dari satu gen menghasilkan milyaran gen. Kini insulin dibuat dari gen pankreas babi yang diklon dalam ragi. Karena organisme ragi lebih kompleks dari bakteri, maka hasilnya lebih baik. Dari satu gen pankreas babi yang diklon dalam ragi pada tabung fermentor kapasitas 1.000

liter dihasilkan 1 liter insulin. Insulin dari bahan dan proses seperti itulah yang kini beredar di seluruh dunia. Hal ini boleh-boleh saja selama tidak ditemukan obat yang lain. Yahya bin Syaraf an-nawawi menerangkan dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab ‫ت التَّدَا ِوي َوأَ َّما‬ ِ ‫سا‬ ِ ‫سا‬ َ ‫ت َج ِميع فِي ِه َس َواء َجائِز فَه َو ْالخ َْم ِر َغي ِْر بِال َّن َجا‬ َ ‫ْال َمذْهَب ه َو َهذَا ْالم ْس ِك ِر َغيْر النَّ َجا‬ َ َ‫ْالج ْمهور ق‬ ‫ط َع َوبِ ِه َو ْال َم ْنصوص‬ Adapun berobat dengan bahan-bahan najis selain khamr itu boleh. Hal ini berlaku pada seluruh jenis najis selain yang memabukkan. Ini adalah pendapat al-Madzhab, al-Manshush dan Jumhur ulama memastikannya (sebagi keputusan hukum tunggal).Sebagai pertimbangan dapat pula diqiyaskan apa yang termaktub dalam Al-Iqna’ fi Hill Alfazh Abi Syuja’ karangan Muhammad Khatib as-Syirbini yang membolehkan seseorag menggunakan tulang najis sebagai pengganti atau penyambung tulang yang telah rusak. ْ ‫ظم ِم ْن بِنَ َجس ِل َحا َجة َع‬ ْ ‫صلح َل َع‬ ‫ص َل َولَ ْو‬ ْ َ‫ص ِل ي‬ ْ ‫َصح ذَلِكَ فِي عذ َِر َغيْره ِل ْل َو‬ ِ ‫ص ََلته فَت‬ َ ‫ظ َمه َو‬ َ ‫َمعَه‬ Dan bila seseorang menyambung tulangnya karena dibutuhkan, dengan tulang najis yang selainnya tidak layak untuk dijadikan penyambung, maka ia dianggap udzur dalam hal itu. Oleh karenanya, shalatnya sah besertaan tulang tersebut (berada di tubuhnya). Atau juga apa yang disampaikan oleh Muhammad Khatib as-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj mengenai kesucian barang najis yang telah berubah bentuknya ْ َ‫ضة َكدَ ِم َحيَ َوا ًنا ِا ْست َ َحا َل نَ َجس كل َوي‬ ‫طهر‬ َ ‫ستِ ِه ْال َق ْو ِل َع َلى َف َر ًخا ِا ْست َ َحا َل ِب ْي‬ َ ‫ِِل َ َّن ك َْلب د ْودَ َكانَ َولَ ْو ِبنَ َجا‬ ِ‫س ِة دَ ْفعِ فِ ْي بَيِنًا أَث َ ًرا ِل ْل َحيَاة‬ َ ‫ِم ْنه لَ فِ ْي ِه مت ََولَّد الد ْودَ ِِل َ َّن َو بِزَ َوا ِل َها ت َْط َرأ َو ِل َهذَا النَّ َجا‬ Dan semua najis yang telah berubah bentuk menjadi hewan itu suci, seperti darah telor yang telah berubah menjadi anak ayam, menurut qaul yang menganggapnya najis, meski ulat dari anjing. Sebab, sifat hidup itu mempunyai dampak nyata dalam menghilangkan najis. Oleh karenanya, maka najis itu hilang karena hilangnya sifat hidup. Selain itu, karena ulat itu lahir dalam diri anjing, bukan berasal darinya. Disarikan dari Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 16-20 Rajab 1418 H/17-20 Nopember 1997 M Di Ponpes QOMARUL HUDA Bagu, Pringgarata Lombok Tengah

Related Documents

Sk1 Dm Tipe 2.docx
November 2019 30
Sk1
May 2020 6
Dm Tipe 1. Febi.docx
May 2020 21
Askep Dm Tipe 1 Fix.docx
October 2019 26
Lp Dm Tipe 2.docx
April 2020 12
Diagnosis Dm Tipe 1.docx
December 2019 15

More Documents from "Satrianty Totting"