LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS TIPE II
DI SUSUN OLEH: NAMA : MARIANTI NIM
: PO.71.20.1.16.150
TINGKAT II D-IV JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI TAHUN AJARAN 2018
I. Kosep Teori A. Definisi Berikut ini adalah pengertian Deabetes Melitus Tipe II menurut beberapa ahli, diantaranya: a. Diabetes mellitus Tipe 2 atau dikenal dengan istilah Non-insulin Dependent Millitus (NIDDM) adalah keadaan dimana hormone insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. (Nurul Wahdah, 2011) b.
Diabetes Mellitus Tipe II adalah defek sekresi insulin, dimana pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal, sehingga terjadi hiperglikemia yang disebabkan insensitifitas seluler akibat insulin. (Elizabeth J Corwin, 2009) c. Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi. (FKUI, 2011).
B. Etiologi Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan: 1) Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel ) Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif. 2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat 3) Kurang gerak badan 4) Faktor keturunan ( herediter ) 5) Stress
c. Manifestasi Klinis Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah: a. Glaukoma b. Retinopati c. Gatal seluruh badan
d. Pruritus Vulvae e.
Infeksi bakteri kulit
f. Infeksi jamur di kulit g. Dermatopati h. Neuropati perifer i. Neuropati viseral j. Amiotropi k. Ulkus Neurotropik l. Penyakit ginjal m. Penyakit pembuluh darah perifer n. Penyakit koroner o. Penyakit pembuluh darah otak p. Hipertensi q. Katarak D. Patofisiologis Pancreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur kadar glukosa darah. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalams el dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 1. Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat.
Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bdanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolism energy. E. Penatalaksanaan erapi Nonfarmakologis Terapi nonfarmakologis merupakan bagian dari penatalaksanaan komprehensif diabetes. Terapi yang diberikan menyangkut perubahan gaya hidup, diet, dan penanganan obesitas.
Perubahan Gaya Hidup
Gaya hidup sedentari memiliki asosiasi yang erat dengan diabetes mellitus tipe 2. Anjurkan pasien untuk olahraga secara teratur karena olahraga dapat membantu mengatasi resistensi insulin. Pada tahap awal penyakit, olahraga bahkan cukup untuk mengatasi diabetes mellitus tipe 2 tanpa penambahan terapi farmakologis.
Diet
Mayoritas pasien diabetes mellitus tipe 2 merupakan pasien obesitas sehingga doktter sebaiknya merujuk pasien ke ahli gizi. Target penurunan berat badan 5-10% dalam jangka waktu setahun terbukti tidak hanya menurunkan kadar gula darah, tetapi juga menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL, risiko penyakit kardiovaskular, dan tekanan darah.[38] Medikamentosa Terdapat beberapa pilihan golongan pengobatan untuk diabetes mellitus tipe 2, yaitu:
Biguanida
Sulfonilurea
Derivat meglitinide
Thiazolidinediones
Glucagonlike peptide-1 (GLP-1) agonists
Dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitors
Selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors
Insulin
Agonis dopamin
Metformin Metformin merupakan obat antidiabetes oral golongan biguanide yang digunakan sebagai terapi lini pertama untuk diabetes mellitus tipe 2. Hal ini disebabkan oleh risiko efek sampingnya yang jauh lebih minim dibandingkan obat antidiabetes lainnya. Dosis awal umumnya 500 mg, diberikan 2 kali sehari. Sesuaikan dosis dengan respon terapi setiap 2 minggu sampai kontrol gula darah tercapai. Umumnya dosis yang dibutuhkan untuk mencapai kontrol gula darah adalah 1500-2550 mg/hari dibagi dalam 2-3 kali pemberian. Dosis maksimal pemberian metformin adalah 2550 mg/hari. Sulfonilurea Obat golongan sulfonilurea seperti glibenclamide, glipizide, dan glimepiride dapat digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2. Generasi kedua obat golongan sulfonilurea ini dikonsumsi sekali sehari dan dapat dikombinasi dengan obat antidiabetes oral lainnya atau insulin.Dosis sulfonilurea yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: Chlorpropamide:
Dosis awal, 100-250 mg oral, sekali sehari, dititrasi naik 50-125 mg sesuai respon terapi setiap 3-5 hari
Dosis maintenance, 100-500 mg per hari
dosis maksimum, 750 mg per hari[33]
Tolbutamide:
Dosis awal, 1-2 gram oral sekali sehari atau dalam dosis terbagi
Dosis maintenance, 0,25-3 gram oral sekali sehari atau dalam dosis terbagi
Dosis maksimum, 3 gram per hari[34]
Glibenclamide:
Dosis awal standar, 2,5-5 mg oral sekali sehari
Dosis titrasi, meningkat tidak lebih daripada 2,5 mg pada interval mingguan
Dosis maintenance, 1,25-20 mg oral sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi
Dosis maksimum, 20 mg per hari[35]
Glimepiride:
Dosis awal, 1-2 mg oral sekali sehari
Dosis maintenance, dinaikkan 1 atau 2 mg tiap 1-2 minggu berdasarkan respon glukosa dalam darah
Dosis maksimum, 8 mg per hari[36]
Obat Antidiabetes Oral Lainnya Derivat meglitinide seperti repaglinide dan nateglinide umumnya digunakan pada pasien yang memiliki alergi terhadap obat golongan sulfonilurea. Thiazolidinediones (pioglitazone atau rosiglitazone) tidak hanya menurunkan kadar gula darah tetapi juga memiliki efek menghammbat progresi diabetes. Walau demikian, obat ini memiliki risiko efek samping edema dan peningkatan berat badan, terutama jika dikombinasi dengan insulin. GLP-1 agonis seperti liraglutide tidak hanya memiliki efek antidiabetes tetapi juga
menurunkan berat badan sehingga saat ini diteliti sebagai terapi untuk obesitas. DPP-4 inhibitor seperti linagliptin dan sitagliptin memiliki risiko efek samping yang lebih kecil dibandingkan metformin, terutam efek samping gastrointestinal seperti mual dan diare. Selain kedua golongan tersebut, terdapat juga obat golongan SGLT-2 inhibitor seperti canagliflozin yang juga dapat digunakan untuk mengontrol gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2 adalah bromocriptine mesylate, obat golongan agonis dopamine. Obat ini dapat dipertimbangkan pada pasien obesitas yang tidak merespon terhadap pengobatan antidiabetes lainnya.
Insulin Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 1, pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga pemberian insulin pada pasien harus dibuat secara individual. Indikasi pemberian insulin adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 yang telah diterapi dengan obat antidiabetes oral dengan kadar gula darah tidak terkontrol dan HbA1c >6.5% selama setidaknya 3 bulan. Dosis insulin dimulai dengan pemberian 10 unit/hari secara subkutan atau 0,1-0,2 unit/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2/3 pada pagi hari dan sisanya pada malam hari. Pada pagi hari, insulin yang digunakan adalah insulin regular dan intermediate-acting dengan rasio 1:2. Pada malam hari, insulin diberikan dengan rasio insulin regular dan intermediate-acting 1:1. Self Monitoring Pasien harus diedukasi untuk dapat memonitor dan mencatat kadar gula darah harian menggunakan glukometer. Dokter juga harus memberikan edukasi mengenai kemungkinan komplikasi diabetes dan gejalanya, tanda hipoglikemia serta penanganan pertamanya, dan gejala ketoasidosis diabetik yang memerlukan kunjungan segera ke rumah sakit. Follow Up Follow up teratur merupakan hal yang penting dilakukan untuk memantau keberhasilan terapi dan mengatur dosis dan pilihan obat yang diberikan. Follow up juga bermanfaat untuk deteksi dini kemungkinan komplikasi yang terjadi akibat diabetes mellitus tipe 2.[37] Pemantauan keberhasilan terapi dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan sekali dan bila kadar gula darah sudah terkontrol dengan baik dapat diperpanjang menjadi 6 bulan sekali. Follow up juga dilakukan untuk memantau risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan mata setiap tahun, kontrol tekanan darah <130/80 mmHg, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan kaki, kadar kolesterol, serta fungsi ginjal
II. Konsep Keperawatan Pengkajian fokus Fokus pengkajian pada penyakit DM menurut Doenges, dkk (2000 : 726) 1. Aktifitas dan istirahat 2. Sirkulasi 3. Integritas ego 4. Eliminasi 5. Makanan atau cairan 6. Neurosensori 7. Nyeri atau kenyamanan 8. Pernafasan 9. Keamanan 10. Sexualitas 11. Penyuluhan
Diagnosa keperawatan dan rencana asuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual, anoreksia, peningkatan metabolisme protein dan lemak Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria hasil : – Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat –
BB stabil, nilai lab normal
Intervensi : a.
Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi
Rasional :
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien Rasional : c.
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan
segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral Rasional :
Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastroisntetinal baik d. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3 Rasional :
Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi
insulin terkontrol. e.
Kolaborasi dengan ahli diet
Rasional :
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien 2.
Devisit volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi : a.
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik
Rasional :
Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b. Ukur berat badan setiap hari Rasional :
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. c.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional :
Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
d. Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan Osmulalitas darah, Natrium, kalium Rasional : –
Ht
:
Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat
homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotik –
BUN
:
Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena
dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginbjal. –
Osmolalitas darah :
Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan
dehidrasi –
Natrium
:
Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan
dari intra sel (dieresis osmotik) – 3.
Kalium
:
Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam breepons pada asodisis
Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energi
Tujuan
:
Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan produksi energi
Kriteria hasil : – –
Mengungkapkan peningkatan tingkat energy Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan Intervensi : a.
Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan. Rasional :
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah. b. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu. Rasional : c.
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
Rasional :
Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.
d. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat. Rasional :
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan
akan pada energi pada setiap kegiatan. e.
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang
dapat ditoleransi. Rasional :
Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi pasien. 4.
Gangguan integritas kulit b/d gangren
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan
integritas kulit dapat membaik.
Kriteria hasil : – –
Mempertahankan integritas kulit Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi : a.
Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
Rasional :
Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan
gangguan status nutrisi. b.
Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional : c.
Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan
Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali sehari
selama 15 menit Rasional :
Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan
d. Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas Rasional :
Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang. Plester adesif
dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak. e.
Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati tanda-tanda
hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam Rasional :
Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan yang mengganggu
absorbsi obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan. Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin tetapi dapat terjadi kapan saja. 5.
Gangguan citra diri b/d ekstremitas gangren
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien dapat
menerima keadaannya yang sekarang.
Kriteria hasil : – –
Pasien menerima keadaannya yang sekarang Menunjukkan pandangan yang realistis dan pemahaman diri dalam situasi.
Intervensi : a.
Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien
Rasional :
Menyampaikan perhatian dan dapat lebih efektif mengidentifikasi kebutuhan
dan masalah dan juga strategi koping pasien dan seberapa efektif. b.
Dorong pengungkapan perasaan, penerima apa yang dikatakannya
Rasional :
Membantu pasien / orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan
mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi atau gaya hidup. c.
Diskusikan pandangan klien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit
Rasional :
Persepsi pasien mengenai pada perubahan citra diri mungkin terjadi secara tiba-
tiba atau kemudian atau menjadi proses halus yang secara terus menerus. d. Bantu pasien atau orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan halhal tersebut mungkin diperkukan untuk dilepaskan atau diubah. Rasional :
Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai
melihat pilihan-pilihan, meningkatkan orientasi realita. e.
Rujuk pada dukungan psikiatri atau group terapi, pelayanan sosial sesuai petunjuk
Rasional :
Mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien / orang terdekat untuk mencapai
kesembuhan optimal. 6.
Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan tidak
terjadi injuri pada pasien Kriteria hasil : – –
Mengidentifikasi faktor-faktor resiko injuri Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan
penggunaan sumber-sumber secara tepat. Intervensi : a.
Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien
Rasional :
Untuk meminimalisir terjadinya cedera
b. Gunakan bed yang rendah Rasional : c.
Meminimalkan resiko cedera
Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata
Rasional :
Membantu dalam penglihatan klien
d. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi Rasional : 7.
Agar tidak terjadi injuri
Resiko gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan b.d kerusakan ginjal
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan dari
tubuh kembali normal / seimbang. Kriteria hasil :
–
Tidak mengalami peningkatan BB cepat, edema, kongesti paru
DAFTAR PUSTAKA Corwin Elizabeth J, (2009). Buku Saku Patofisologi, Alih Bahasa James Veldan, Editor Bahasa Indonesia Egi Komara Yuda et al. Jakarta : EGC
https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/diabetes-mellitus-tipe-2/penataksanaan+ Dinkes Klaten. Profil kesehatan tahun 2013 dinas kesehatan kabupaten Klaten. 2013 [Diakses tanggal 2 November 2015]. Didapat