PRESENTASI KASUS ABORTUS IMINENS
Disusun Oleh : Nur Rahmadina
Konsulen Pengampu : Dr. dr. Semuel, SpOG, MH
KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA Tk. I R.S. SUKANTO
1
PERIODE 28 JANUARI 2019 – 5 APRIL 2019 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamiilan adalah terjadinya perdarahan, yang dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada usia muda, sering dihubungkan dengan keguguran atau abortus, miscarriage dan early pregnancy lost.2 Kehamilan dapat berakhir pada usia kehamilan yang sangat dini. Keguguran merupakan hilangnya kehamilan baik secara spontan maupun diinduksi sebelum janin viabel. 1 Istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dan berusia kurang dari 20 minggu dengan berat badan kurang dari 500 gr. Insiden abortus spontan secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Abortus ini dibedakan antara lain abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplitus, dan abortus komplitus, selain itu juga dikenal adanya abortus habitualis, missed abortion dan abortus infeksious selama kehamilan Abortus imminens merupakan komplikasi kehamilan tersering dan menyebabkan beban emosional serius, terjadi satu dari lima kasus dan meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi berat badan lahir rendah (BBLR), kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini (KPD),2,3 namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena terjadi perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri eksternum, disertai nyeri perut sedikit atau tidak sama sekali, serviks tertutup, dan janin masih hidup.3 Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak memiliki kelainan genetik. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan
2
pada kromosom. Disamping kelainan kromosom, abortus spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan, seperti konsumsi kafein selama kehamilan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Abortus didefinisikan sebagai suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Batasnya adalah kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram. 2 Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan disengaja. Abortus terapeutik ialah abortus provokatus yang dilakukan atas indikasi medik. 2 EPIDEMIOLOGI Reproduksi manusia yang tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan. Namun angka kejadian abortus sangat tergantung kapada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran hidup. Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%. Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan. Insiden abortus spontan secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Angka tersebut berasal dari datadata dengan sekurangkurangnyaada 2 hal yang selalu berubah, yaitu kegagalan untuk mengikutsertakan abortus diniyang karena itu tidak diketahui, dan pengikutsertaan
3
abortus yang ditimbulkan secarailegal serta dinyatakan sebagai abortus spontan. Abortus iminens sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi. 2
KLASIFIKASI ABORTUS Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent abortion), abortus infeksiosus, dan abortus septik. a. Abortus Spontan Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktorfaktor mekanis ataupun medialis, semata-mata disebabkan oleh faktorfaktor alamiah. Biasanya disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. - Abortus imminens (threaned abortion) Pengertian abortus imminens adalah perdarahan yang berasal dari intra uterine sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan atau tanpa kontraksi, tanpa dilatasi cerviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi. Abortus imminens sifatnya adalah mengancam,
tetapi
masih
ada
kemungkinan
untuk
mempertahankan hasil konsepsi. Abortus imminens ditegakan pada wanita yang hamil dengan gejala perdarahan pervaginam yang timbul dalam waktu kehamilan trimester pertama.
4
Perdarahan pada abortus imminens lebih ringan, namun dapat menetap dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. Hal ini akan mengakibatkan gangguan terhadap hasil konsepsi berupa persalinan preterm, berat badan lahir rendah serta kematian prenatal. - Abortus insipiens (inivitable) Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan perdarahan pervaginam <20 minggu dengan adanya pembukaan serviks, namun tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan. -
Abortus inkompletus Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang dari 500 gram dan masih terdapat hasil konsepsi yang tertinggal di dalam uterus.
-
Abortus kompletus Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong (Sastrawinata, 2008).
b. Abortus Provokatus
5
Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan, baik menggunakan alat maupun obat-obatan. Jenis abortus provokatus dibagi berdasarkan alasan melakukan abortus adalah : -
Abortus terapeutik adalah abortus provokatus yang dilakukan atas indikasi medis.
-
Abortus kriminalis adalah abortus provokatus yang dilakukan bukan karena indikasi medis tetapi perbuatan yang tidak legal atau melanggar hukum (Cunningham, 2007).
Abortus iminens dapat berujung pada abortus inkomplet yang memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu karena adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak. Sangat penting bagi para pelayan kesehatan untuk mengetahui lebih dalam tentang abortus iminensagar mampu menegakkan diagnosis dan kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi. ETIOLOGI Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus.2 Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari ayahnya.2
6
I. Perkembangan Zigot yang Abnormal Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah
penelitian
meta-analisis
menemukan
kasus
abnormalitas
kromosom sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%).2 II. Faktor Maternal Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi.2 a. Infeksi Organisme
seperti
Treponema
pallidum,
Chlamydia
trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek, cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama.2 b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan Pada
awal
kehamilan,
penyakit-penyakit
kronis
yang
melemahkan keadaan ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan Abortus.2 Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur.
7
Diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya.2 c. Pengaruh Endokrin Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes
mellitus,
dan
defisiensi
progesteron.
Diabetes
tidak
menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.2 d. Nutrisi Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya
menjadi
predisposisi
meningkatnya
kemungkinan abortus. Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi abortus spontan.2 e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.2 f. Faktor-faktor Imunologis Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain : lupus anticoagulant (LAC) dan anticardiolipin antibody (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta destruksi plasenta.2 g. Gamet yang Menua
8
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karenaitu disimpulkan bahwa gamet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut.2 h. Laparotomi Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus. 2 i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas.2 j. Kelainan Uterus Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara pontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan
abortus
adalah
leiomioma
dan
perlekatan
intrauteri.
Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu
9
disertai dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.2 k. Inkompetensi serviks Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.2 III. Faktor Paternal Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma dapat menimbulkan zigot yang mengandung bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.2 a. Faktor fetal Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan
10
kematian janin pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin antara lain kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna dan pengaruh dari luar. Kelainan kromosom merupakan kelainan yang sering ditemukan pada abortus spotan seperti trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks. Lingkungan yang kurang sempurna terjadi bila lingkungan endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zatzat makanan pada hasil konsepsi terganggu. Pengaruh dari luar seperti radiasi,virus, obatobat yang sifatnya teratogenik.2
b. Faktor plasenta Seperti endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi yang menahun. PATOGENESIS Proses abortus iminens biasanya berlangsung secara spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Pada abortus iminens nekrosis yang terjadi tidak cukup dalam untuk menimbulkan pelepasan hasil konsepsi dari dinding uterus. Namun jika tidak segera ditangani, nekrosis dapat meluas dan menimbulkan inkompetensi desidua dalam menjaga hasil konseptus sehingga dapat berlanjut kepada abortus inkomplet atau komplet. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai
11
14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mulamula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.2
DIAGNOSIS Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berharihari atau bermingguminggu. Dari semua itu setengah dari kehamilan ini akan mengalami abortus, walaupun resiko lebih rendah jika denyut jantung janin dapat direkam. Meskipun tanpa terjadinya abortus fetus ini akan mengalami resiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm, bayi lahir rendah, kematian perinatal. Pentingnya resiko terjadinya malformasi tampak tidak meningkat. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pegenceran dan
12
pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara transabdominal maupun transvaginal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Ultrasonografi (USG) Transvaginal dan Observasi Denyut Jantung Janin Pemeriksaan USG transvaginal penting untuk menentukan apakah janin viabel atau non viabel dan membedakan antara kehamilan intrauteri, ekstrauteri, mola, atau missed abortion. Jika perdarahan berlanjut, ulangi pemeriksaan USG dalam tujuh hari kemudian untuk mengetahui viabilitas janin. Jika hasil pemeriksaan meragukan, pemeriksaan dapat diulang 1-2 minggu kemudian. 3 USG dapat digunakan untuk mengetahui prognosis. Pada umur kehamilan tujuh minggu, fetal pole dan aktifitas jantung janin dapat terlihat. Aktivitas jantung seharusnya tampak dengan USG saat panjang fetal pole minimal lima milimeter. Bila kantong gestasit erlihat, keguguran dapat terjadi pada 11,5% pasien. Kantong gestasi kosong dengan diameter 15 mm pada usia tujuh minggu dan 21mm pada usia gestasi delapan minggu memiliki angka keguguran 90,8%. Apabila terdapat yolk sac, angka keguguran 8,5%; dengan embrio 5mm, angka keguguran adalah 7,2%; dengan embrio 6-10mm angka keguguran 3,2%; dan apabila embrio 10mm, angka keguguran hanya 0,5%. 3
13
Angka keguguran setelah kehamilan 14 minggu kurang lebih 2,0%. Pemeriksaan ukuran kantong gestasi transvaginal berguna untuk menentukan viabilitas kehamilan intrauteri. Diameter kantong rata-rata lebih dari 13mm tanpa yolk sac atau diameter rata-rata lebih dari 17mm tanpa mudigah diprediksikan nonviabilitas pada semua kasus dengan spesifisitas dan nilai prediksi positif 100%. Adanya hematoma subkorionik tidak berhubungan dengan prognosis buruk.3 Bradikardia janin dan perbedaan antara usia kehamilan berdasarkan HPHT dengan hasil pemeriksaan USG menunjukkan prognosis buruk. Data prospektif menyebutkan, bahwa jika terdapat satu diantara tiga faktor risiko (bradikardia janin, perbedaan antara kantung kehamilan dengan panjang crown to rump, dan perbedaan antara usia kehamilan berdasarkan HPHT dan pemeriksaan USG lebih dari satu minggu) meningkatkan presentase kejadian keguguran dari 6% menjadi 84%. Penelitian prospektif pada umumnya menunjukkan presentase kejadian keguguran 3,4-5,5% jika perdarahan terjadi setelah jantung janin mulai beraktivitas, dan identifikasi aktivitas jantung janin dengan USG di pelayanan kesehatan primer memberikan presentase berlanjutnya kehamilan hingga lebih dari 20 minggu sebesar 97%.3 Abortus iminens pada kehamilan trimester I biasanya disebabkan oleh perdarahan retrokorionik yang letaknya di belakang korion frondosum, dan perdarahan subkorionik yang letaknya di belakang selaput korion dan mengisi kavum uteri. Perdarahan terjadi karena terlepasnya sebagian korion frondusum dari dinding uterus. Perdarahan retrokorionik dan subkorionik umumnya terjadi bersamaan. Perdarahan yang masih baru akn terlihay hiperekoik terhadap korion; sedangkan perdarahan yang lamanya sudah 1 – 2 minggu akan terlihat hipoekoik atau anekoik. BIOKIMIA SERUM IBU Kadar human chorionic gonadotropin (HCG) kuantitatif serial Evaluasi harus mencakup pemeriksaan hCG serial kecuali pasien mengalami kehamilan intauterin yang terdokumentasi dengan USG, untuk mengeliminasi kemungkinan kehamilan ektopik. Kadar hCG kuantitatif serial
14
diulang setelah 48 jam digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, mola, abortus imminens, dan missed abortion. Kadar hCG serum wanita hamil yang mengalami keguguran diawali dengan gejala abortus imminens pada trimester pertama, lebih rendah dibandingkan wanita hamil dengan gejala abortus imminens yang kehamilannya berlanjut atau dengan wanita hamil tanpa gejala abortus imminens. Sebuah penelitian prospektif menunjukkan bahwa nilai batas β hCG bebas 20 ng/ml dapat digunakan untuk membedakan antara normal (kontrol dan abortus imminens namun kehamilan berlanjut) dan abnormal (abortus imminens yang mengalami keguguran dan kehamilan tuba), dengan sensitifi tas angka prediksi positif 88,3% dan 82,6%. Rasio bioaktif serum imunoreaktif hCG, pada wanita yang mengalami abortus imminens namun kehamilannya berlanjut, lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang akhirnya mengalami keguguran. Namun penelitian hanya melibatkan 24 wanita dengan abortus imminens dan tidak memberikan data tentang aktivitas jantung janin.3 Pemeriksaan kadar progesteron Kadar hormon progesteron relatif stabil pada trimester pertama, sehingga pemeriksaan tunggal dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel; kadar kurang dari 5 ng/mL menunjukkan prognosis kegagalan kehamilan dengan sensitivitas 60%, sedangkan nilai 20 ng/mL menunjukkan kehamilan yang viabel dengan sensitivitas 100%.3
PENCEGAHAN 1. Vitamin, diduga mengonsumsi vitamin sebelum atau selama awal kehamilan dapat mengurangi risiko keguguran, namun dari 28 percobaan yang dilakukan ternyata hal tersebut tidak terbukti.3 2. Antenatal care (ANC), disebut juga prenatal care, merupakan intervensi lengkap pada wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah atau mengidentifi kasi dan mengobati kondisi yang mengancam kesehatan fetus/bayi baru lahir dan/atau ibu, dan membantu wanita dalam menghadapi
kehamilan
dan
kelahiran
sebagai
pengalaman
yang
15
menyenangkan. Penelitian observasional menunjukkan bahwa ANC mencegah masalah kesehatan pada ibu dan bayi. Pada suatu penelitian menunjukkan, kurangnya kunjungan rutin ibu hamil dengan risiko rendah tidak
meningkatkan
risiko
komplikasi
kehamilan
namun
hanya
menurunkan kepuasan pasien. Perdarahan pada kehamilan disebabkan oleh banyak faktor yang dapat didentifi kasi dari riwayat kehamilan terdahulu melalui konseling dan anamnesis. Pada penelitian Herbst, dkk (2003), ibu hamil yang tidak melakukan ANC memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami risiko kelahiran prematur.3 PENATALAKSANAAN Efektivitas penatalaksanaan aktif masih dipertanyakan, karena umumnya penyebab abortus imminens adalah kromosom abnormal pada janin. Meskipun banyak penelitian menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus imminens, penatalaksanaan aktif pada umumnya terdiri atas.3 Tirah Baring Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus imminens karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Pada suatu penelitian, 1228 dari 1279 (96%) dokter umum meresepkan istirahat pada perdarahan hebat yang terjadi pada awal kehamilan, meskipun hanya delapan dari mereka yang merasa hal tersebut perlu, dan hanya satu dari tiga orang yang yakin hal tersebut bekerja baik.3 Sebuah penelitian randomised controlled trial (RCT) tentang efek tirah baring pada abortus imminens menyebutkan bahwa 61 wanita hamil yang mengalami perdarahan pada usia kehamilan kurang dari delapan minggu yang viabel, secara acak diberi perlakuan berbeda yaitu injeksi hCG, plasebo atau tirah baring. Persentase terjadinya keguguran dari ketiga perlakuan tersebut masingmasing 30%, 48%, and 75%. Perbedaan signifi kan tampak antara kelompok injeksi hCG dan tirah baring namun perbedaan antara kelompok injeksi hCG dan plasebo atau antara kelompok plasebo dan tirah baring tidak signifi kan. Meskipun pada penelitian tersebut hCG menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan tirah
16
baring, namun ada kemungkinan terjadi sindrom hiperstimulasi ovarium, dan mengingat terjadinya abortus imminens dipengaruhi banyak faktor, tidak relevan dengan fungsi luteal, menjadikan hal tersebut sebagai pertimbangan untuk tidak melanjutkan penelitian tentang penggunaan hCG.3 Dalam sebuah penelitian retrospektif pada 226 wanita yang dirawat di RS dengan keluhan akibat kehamilannya dan abortus imminens, 16% dari 146 wanita yang melakukan tirah baring mengalami keguguran, dibandingkan dengan seperlima wanita yang tidak melakukan tirah baring. Sebaliknya, sebuah studi kohort observasional terbaru dari 230 wanita dengan abortus imminens yang direkomendasikan tirah baring menunjukkan bahwa 9,9% mengalami keguguran dan 23,3% baik-baik saja (p=0,03). Lamanya perdarahan vagina, ukuran hematoma dan usia kehamilan saat diagnosis tidak mempengaruhi tingkat terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti pasti bahwa istirahat dapat mempengaruhi jalannya kehamilan, membatasi aktivitas selama beberapa hari dapat membantu wanita merasa lebih aman, sehingga memberikan pengaruh emosional. Dosisnya 24-48 jam diikuti dengan tidak melakukan aktivitas berat, namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan sehari-hari.3 Abstinensia Abstinensia sering kali dianjurkan dalam penanganan abortus imminens, karena pada saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi oleh puting atau akibat stimulasi klitoris, selain itu prostaglandin E dalam semen dapat mempercepat pematangan serviks dan meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina.3 Progestogen Progestogen merupakan substansi yang memiliki aktivitas progestasional atau memiliki efek progesteron, diresepkan pada 13-40% wanita dengan abortus imminens. Progesteron merupakan produk utama korpus luteum dan berperan penting pada persiapan uterus untuk implantasi, mempertahankan serta memelihara kehamilan. Sekresi progesteron yang tidak adekuat pada awal kehamilan diduga sebagai salah satu penyebab keguguran sehingga suplementasi progesteron sebagai terapi abortus imminens diduga dapat mencegah keguguran, karena fungsinya yang diharapkan dapat menyokong defisiensi korpus luteum gravidarum dan membuat uterus relaksasi. Sebagian besar ahli tidak setuju,
17
namun mereka yang setuju menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron. Berdasarkan pemikiran bahwa sebagian besar keguguran didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya. Meskipun bukti terbatas, percobaan pada 421 wanita abortus imminens menunjukkan bahwa progestogen efektif diberikan pada penatalaksanaan abortus imminens sebagai upaya mempertahankan kehamilan. Salah satu preparat progestogen adalah dydrogesterone, Penelitian dilakukan pada 154 wanita yang mengalami perdarahan vaginal saat usia kehamilan kurang dari 13 minggu. Persentase keberhasilan mempertahankan kehamilan lebih tinggi (95,9%) pada kelompok yang mendapatkan dosis awal dydrogesterone 40 mg dilanjutkan 10 mg dua kali sehari selama satu minggu dibandingkan kelompok yang mendapatkan terapi konservatif 86,3%. Meskipun tidak ada bukti kuat tentang manfaatnya namun progestogen disebutkan dapat menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring, terlepas dari kemungkinan bahwa pemakaiannya pada abortus imminens mungkin dapat menyebabkan missed abortion, progestogen pada penatalaksanaan abortus imminens terbukti memicu timbulnya hipertensi
kehamilan atau perdarahan
antepartum yang merupakan efek berbahaya bagi ibu. Selain itu, penggunaan progestogen juga tidak terbukti menimbulkan kelainan kongenital. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah lebih besar untuk memperkuat kesimpulan.3 HCG (human chorionic gonadotropin) hCG
diproduksi
plasenta
dan
diketahui
bermanfaat
dalam
mempertahankan kehamilan. Karena itu, hCG digunakan pada abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Namun, hasil tiga penelitian yang melibatkan 312 partisipan menyatakan tidak ada cukup bukti tentang efektivitas penggunaan hCG pada abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Meskipun tidak terdapat laporan efek samping penggunaan hCG pada ibu dan bayi, diperlukan
18
penelitian lanjutan yang lebih berkualitas tentang pengaruh hCG pada keguguran.3 Antibiotik hanya jika ada tanda infeksi Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada usia awal trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang (65%) memiliki flora abnormal vagina. Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin dan tiga dari tujuh wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak mengalami nyeri abdomen dan perdarahan vaginal tanpa kambuh. Disimpulkan bahwa antibiotik dapat digunakan sebagai terapi dan tidak manimbulkan anomali bayi.3 Relaksan otot uterus Buphenine hydrochloride merupakan vasodilator yang juga digunakan sebagai relaksan otot uterus, pada penelitian RCT menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan penggunaan plasebo, namun metode penelitian ini tidak jelas, dan tidak ada penelitian lain yang mendukung pemberian tokolisis pada awal terjadinya abortus imminens. Cochrane Library menyebutkan tidak ada cukup bukti yang menunjukkan efektivitas penggunaan relaksan otot uterus dalam mencegah abortus imminens.3
PROGNOSIS Abortus imminens merupakan salah satu faktor risiko keguguran, kelahiran prematur, BBLR, perdarahan antepartum, KPD dankematian perinatal. Namun, tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, nyeri perut yang disertai pendataran serta pembukaan serviks. (Tabel)3
19
LAPORAN KASUS STATUS GINEKOLOGI DOKTER MUDA SMF OBGIN I. IDENTITAS Nama
: Ny. A
20
Umur
: 34 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Ciracas
Suku/Bangsa : Betawi MRS
: 27 Februari 2019, pkl. 9.57 WIB
MR
: 111304
II. ANAMNESIS
:
Keluhan Utama
: Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan nyeri perut bagian bawah semenjak 1 bulan terakhir. Nyeri perut dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan sering keluar flek, pasien lupa sejak kapan dirinya sering keluar flek. Flek berwarna coklat dan beberapa kali berwarna kemerahan. Pasien menyangkal adanya gumpalan darah yang keluar. Saat ditanya kapan haid terakhir pasien sebelum sering keluar flek, pasien mengatakan terakhir dirinya haid bulan desember 2018. Pasien mengeluhkan mual dan muntah sejak beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan dirinya sering demam saat malam hari sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan keputihan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit sampai saat ini, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak gatal. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat abortus sebelumnya (-).
Riwayat hipertensi (-), kencing manis (-), asma (-), merokok (-).
Riwayat Penyakit Keluarga: Keluarga menderita keganasan (-), diabetes mellitus (-), hipertensi (-), hepatitis (-), TBC (-), asma (-), suami perokok (+). Riwayat Alergi Tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan. Riwayat Menstruasi : -
Menarche
: umur 14 tahun.
21
-
Siklus
: teratur 28 hari sekali.
-
Banyaknya
: normal (2-3 pembalut/ hari)
-
Lamanya
: 7 hari
-
Dismenorea Perdarahan di luar siklus HPHT
: ( – ) : disangkal : Desember 2018
Riwayat Perkawinan
: perkawinan pertama, lama 10 tahun
Riwayat Kehamilan
:
1. Lakilaki 10 tahun, hidup, aterm, jenis persalinan normal, BB 3500 gram. 2. Ini. Riwayat Kontrasepsi
:
KB suntik setiap 1 bulan, telah digunakan selama 7 tahun. III. PEMERIKSAAN FISIK (2/3/19) Status Generalis Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: E4V5M6
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
: 82x/menit
Respirasi
: 16x/menit
Suhu aksila
: 36,3 0C
Mata
: anemis -/-, ikterus -/-
Leher
: KGB tidak teraba
Thorax
: Inspeksi
: massa (-), payudara simetris
Palpasi
: gerakan dinding dada simetris, massa (-).
Perkusi
: sonor (+/+)
Auskultasi
: Cor : S1 S2 tunggal, Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Whezing -/-
Abdomen Inspeksi
: : distensi (-), massa (-), scar bekas operasi (-).
22
Auskultasi
: bising usus (+) normal.
Palpasi
: supel (-), massa (-), TFU belum teraba, tidak ada nyeri tekan, ballotement (+), nyeri tekan (-).
Perkusi Ekstremitas
: timpani : hangat (+/+), edema (-/-)
Status Ginekologis o Inspeksi : genitalia eksterna dalam batas normal, perdarahan pervaginam (-). o Inspekulo : OUE Φ (-), fluxus (+), perdarahan dari OUE (+) minimal. o Pemeriksaan dalam (VT): Φ (-), porsio tebal kaku, nyeri goyang portio (-), cavum uteri antefleksi. IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : DL 27-02-2019
Indikator Hemoglobin Lekosit hematokrit Trombosit
Hasil 12,5 9,700 36 313.000
Normal 12 – 14 g/dL 5.000 – 10.000 106/µL 37,0 – 45,0 % 150.000 – 400.000
Pemeriksaan Laboratorium : Urine Lengkap Indikator Warna Kejernihan Reaksi / pH Berat Jenis Protein Bilirubin Glukosa Keton Darah / Hb Nitrit Urobilinogen Lekosit Sedimen
Hasil Kuning Tua Keruh 6,0 1.020 + + 1,0 +++
Normal 5 – 8,5 1.000 – 1.030 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 0,1 – 1,0 IU Negatif
*Leukosit
PENUH
0–5
*Eritrosit
6-7
1–3
*Sel Epitel
+
*Silinder
-
*Kristal Lain-lain Tes Kehamilan
Bakteri: + Positif
23
USG 2x :di Sp.OG
Hasil USG (28 – 2 – 2019): Gestasional sac tidak terlihat
24
Hasil USG (2 – 3 – 2019) : Gestasional sac intrauterin (+) V. DIAGNOSIS G2P1A0H11mgg, janin tunggal hidup intrauterin, dengan abortus imminens. VII. TATALAKSANA Rencana diagnostik:
USG Transabdominal
Rencana terapi:
Paracetamol 500 mg (k/p)
Clindamisin tab 2 x 300 mg
Duvadilan tab 2 x ½ tab
Duphaston 2 x 1 tab
KIE:
Menjelaskan kepada pasien tentang kondisi ibu dan janin.
Menganjurkan pasien untuk beristirahat saat kembali ke rumah nanti.
Menghindari melakukan hubungan badan untuk sementara waktu.
Kontrol 2 minggu lagi, atau jika ada keluhan segera rumah sakit.
Jika keputihan tidak membaik setelah selesai pengobatan, pasien sebaiknya memeriksakan diri kembali ke dokter.
Follow up: Tanggal 27/2/2019
S
O
A
Nyeri perut (+),
KU: sedang
Kolik abdomen
Bed rest
Perdarahan
Kes : CM
susp. Ab iminens
RL 20 tpm
pervaginam (+),
TD : 120/70
PCT 3 x 500 mg bila perlu
mual (+) muntah 1x
mmHg
Ranitidin 2 x 1 amp
(+)
N: 89 x/m
Inj. Ondansentron 3 x 4
RR : 21xm
amp
T : 36,5 C
Ceftriaxone 2 x 1 gr
o
28/2/2019
P
Nyeri perut (+)
HCG: (+) Kes : CM
G2P1A0H10
Terapi lanjut
25
Perdarahan
TD : 120/70
minggu, dengan
pervaginam (+),
mmHg
abortus iminens
demam (), mulas
N: 89 x/m
(), mual (),
RR : 21xm
muntah ().
T : 36,5oC
Tambahan: Progesteron dengan senyawa dydrogesterone Duphaston 2 x 1 Terbutaline Bricasma 2 x 1/2
USG: GS tidak 1/03/2019
Tremor setelah
terlihat Kes : CM
G2P1A0H10
minum PCT, keluar
TD:120/70 mmHg
minggu, dengan
darah (+), gumpalan
N : 88x/m
abortus iminens
(), BAB (+), BAK
RR : 20xm
(+)
T : 36,5
Terapi lanjut PCT stop
Abdomen: supel (+) Inspeksi vulva : 2/03/2019
Nyeri perut (+),
tenang Kes : CM
G2P1A0H10
perdarahan (),
TD:120/70 mmHg
minggu, dengan
N : 88x/m
abortus iminens
Pasien boleh pulang Duvadilan tab 2 x ½ Duphaston tab 2 x 10gr
RR : 20xm T : 36,5 Abdomen: supel (+) Inspeksi vulva : tenang
BAB III PEMBAHASAN Abortus berdasarkan definisinya adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu dan berat janin belum mencapai 500 gr. Keluhan utama yang dirasakan Ny. P, 34 tahun, adalah nyeri perut. Nyeri perut yang dirasakan pasien adalah nyeri perut yang hilang timbul dan menetap
26
selama 1 bulan. Selain nyeri perut, pasien juga mengeluhkan perdarahan pervaginam sejak 1 bulan yang lalu, darah yang keluar hanya berupa flek, berwarna merah kecoklatan dan tidak ditemukan gumpalan. Selain itu pasien juga mengeluhkan keputihan, tidak disertai rasa gatal maupun berbau. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan positif, tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Dari pemeriksaan dalam didapatkan, terdapat fluksus, tidak ada pembukaan OUE, tak tampak jaringan, nyeri goyang porsio negatif. Pada pasien tersebut, pada anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan telat haid dan mual muntah dipagi hari yang mendukung bahwa pasien sedang hamil. Selain adanya keluhan perdarahan pervaginam yang banyak didapatkan juga keluhan nyeri perut bagian bawah, namun tidak hebat. Berdasarkan data anamnesis tersebut, maka dapat dipikirkan adanya kecurigaan terhadap gejala abortus, terlebih lagi pasien sedang dalam masa reproduksi. Pada kasus ini, setelah dilakukan pemeriksaan dalam tidak didapatkan adanya pembukaan OUE dan tak terlihat massa/jaringan besar dan konsistensi uterus sesuai dengan usia kehamilan 10 minggu. Tidak ditemukan juga adanya nyeri goyang porsio. Berdasarkan gambaran klinis yang jelas inilah kemudian dapat ditegakkan diagnosanya menjadi abortus iminens. Walaupun demikian jika hanya dari anamnesa saja mungkin cukup sulit untuk dapat yakin bahwa itu merupakan suatu abortus iminens oleh karena adanya keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan muda, selain abortus iminens perlu juga dipikirkan kemungkinan lain seperti: kehamilan ektopik, mola hidatidosa. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes kehamilan, dan USG. Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan hemoglobin (Hb) yang rendah 27
akibat dari perdarahan yang bermakna. Hitung sel darah putih dan laju endap darah meningkat bahkan tanpa adanya infeksi. Menurunnya atau kadar plasma yang rendah dari βhCG adalah penanda kehamilan abnormal, baik blighted ovum, abotus spontan, ataupun kehamilan ektopik. Pemeriksaan USG transvaginal berguna untuk mendokumentasikan kehamilan intrauterin. Pada abortus iminens, sakus gestasional biasanya terlihat normal, material ekogenik yang mewakili jaringan plasenta terlihat dalam kavum uteri. Berdasarkan uraian diatas maka diagnosa pasien cenderung mengarah ke abortus iminens, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi jelas didapatkan gejala klinis yang sesuai dengan abortus iminens. Adanya diagnosa banding yaitu kehamilan ektopik, dan mola dapat disingkirkan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hematologi rutin yaitu untuk mencari terutama kadar hemoglobin yang bertujuan dengan mengetahui adanya kadar hemoglobin dibawah normal berarti pasien dalam keadaan anemia yang salah satunya dapat disebabkan oleh adanya perdarahan banyak. Pada kasus ini hasil dari laboratorium darah rutin didapatkan dalam batas normal, sehingga tidak perlu ditakutkan adanya keadaan anemi. Pemeriksaan penunjang lainnya, USG dapat pula menyingkirkan adanya kehamilan ektopik atau suatu mola hidatidosa. Dengan pemeriksaan USG pada trimester awal kehamilan, dapat diketahui kehamilan tersebut intra atau ekstra uteri. Sedangkan pada kasus mola, dengan pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow flake pattern). Pada kasus ini dari pemeriksaan USG ditemukan keadaan janin yang masih baik. Berdasarkan teori, diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, terus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama
28
dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berharihari atau bermingguminggu Penyebab abortus secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan faktor maternal dan faktor hasil konsepsi. Pada pasien ini penyebabnya masih perlu dicari. Dari faktor konsepsi, kelainan perkembangan maupun pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin maupun cacat , tetapi dari hasil pemeriksaan USG tidak didapati kelainan. Penyebab lain bisa berupa kelainan kromosom, dari beberapa penelitian tampak bahwa 50-60% dari abortus dini spontan berhubungan dengan anomali kromosom pada saat konsepsi. Pada pasien ini adanya kelainan kromoson pada janinnya yang menjadi penyebab abortus tidak dapat dibuktikan sebab tidak dilakukan pemeriksaan. Faktor maternal yang memungkinkan menjadi penyebab abortus, antara lain adalah infeksi. Pada pasien ini didapatkan riwayat keputihan yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya abortus terjadinya abortus. Faktor-faktor lain yang bisa menjadi penyebab abortus ,seperti adanya gangguan endokrin, riwayat penyakit kronis, penggunaan obat-obatan maupun riwayat trauma tidak ditemukan pada pasien ini. Pada kasus ini pada saat pasien datang ke rumah sakit keadaan umumnya stabil, dan tidak didapatkan tandatanda syok. Oleh karena pada pemeriksaan fisik tidak teraba massa jaringan dan perdarahan berhetnti setelah dilakukan observasi selanjutnya diberikan medikamentosa berupa tokolitik dan vitamin. Sangat penting selama kehamilan untuk monitoring vital sign dan adanya keluhan. Maka dari itu adanya komplikasi seperti perdarahan ringan sampai berat, infeksi, dan kelainan fungsi pembekuan darah dapat dihindari. Keadaan pasien stabil dan diberikan pengobatan untuk mempertahankan kondisi uterus yang mana berperan dalam menjaga kandungan dan asam mefenamat untuk analgetik. KIE merupakan hal yang sangat penting didalam kasus ini dimana yang harus dititik beratkan adalah tentang diagnosis penyakitnya, tindakan apa yang dilakukan terhadap penyakitnya tersebut, komplikasi apa yang dapat terjadi, rencana monitoring
29
kehamilan yang (persiapan untuk faktor anatomi dan psikologis ibu), kontrol atau evaluasi terhadap tindakan (febris, nyeri) dan yang tidak kalah pentingnya adalah mencari penyebab abortus (untuk persiapan kehamilan beikutnya), disamping itu juga terhadap faktor sosial dimana harapan masih bisa hamil lagi, prognosis abortus yang berulang atau tidak. Teori Pembahasan Keluhan utama yang dirasakan Ny. P, Pasien datang dengan keluhan utama 34 tahun, adalah nyeri perut. Nyeri nyeri perut yang memanjang, dengan perut yang dirasakan pasien adalah rasa sakit yang tidak terlalu parah, dan nyeri perut yang hilang timbul dan keluhan tambahan berupa perdarahan menetap selama 1 bulan.
pervaginam, dan keputihan.
Perdarahan pervaginam sejak 1 Teori mengatakan bahwa nyeri perut bulan yang lalu, darah yang keluar yang terjadi pada pasien dengan abortus hanya berupa flek, berwarna merah iminens bukanlah gejala yang kecoklatan dan tidak ditemukan menonjol, bahkan bisa jadi gejala nyeri gumpalan.
perut tidak ditemukan. Pasien dengan abortus iminens pada umumnya datang
Pasien mengeluhkan keputihan, tidak dengan disertai rasa gatal maupun berbau.
keluhan
perdarahan
pervaginam,
BAB IV SIMPULAN
30
Abortus imminens sering terjadi dan merupakan beban emosional yang serius, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah, kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini, namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Pemeriksaan USG transvaginal penting dilakukan untuk meningkatkan ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan, menentukan apakah janin viabel atau non viabel, kehamilan intrauteri, ekstrauteri, mola, atau missed abortion serta menggambarkan prognosis ibu hamil yang mengalami gejala abortus imminens. Gambaran aktivitas jantung janin umumnya dikaitkan dengan 85-97% tingkat keberhasilan kehamilan, sedangkan kantung kehamilan besar yang kosong atau perbedaan antara perhitungan HPHT dan USG lebih dari seminggu menunjukkan prognosis buruk, semakin tua usia ibu pada saat hamil dan tingginya riwayat keguguran sebelumnya memperburuk prognosis. Pemeriksaan kadar serum β-hCG, progesteron, namun tes ini mungkin tidak berguna dalam penanganan primer. Belum ada cukup bukti yang menjelaskan tentang upaya pencegahan abortus imminens baik melalui pemberian asupan vitamin dan ANC rutin. Hasil tinjauan penatalaksanaan abortus imminens antara lain: 1. Tirah baring. Hampir 96% dokter umum meresepkan, meskipun tidak ada bukti pasti tentang efektivitasnya, namun membantu wanita merasa lebih aman, sehingga memberikan pengaruh emosional. 2. Abstinensia,
diduga
koitus
dapat
sekresi
oksitoksin
dan
dapat
mempercepat pematangan serviks oleh prostaglandin E dalam semen dan meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina. 3. Meskipun tidak ada bukti manfaat yang kuat, progestogen disebutkan dapat menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring, selain itu penggunaannya tidak memicu timbulnya hipertensi kehamilan atau
perdarahan
antepartum
yang
merupakan
efek
yang
dapat
membahayakan ibu. Selain itu, penggunaan progestogen dan hCG tidak menimbulkan kelainan kongenital. 4. Antibiotik diberikan hanya jika ada tanda-tanda infeksi.
31
5. Relaksan otot uterus - tidak ada cukup bukti efektivitas dan keamanan penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
32
Sucipto, N. I. (2013). Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan Penatalaksanaan. CDK , 40. Dharma, A. (2016). LAPORAN KASUS ABORTUS IMINENS JUNI 2015 FAKTOR RESIKO, PATOGENESIS, DAN PENATALAKSANAAN. ISM . Purwaka , B., & Indanwati,, R. (2013). Perbandingan Konsentrasi Progesterone Induced Blocking Factor (PIBF) Urin pada Wanita Hamil Usia Kehamilan < 12 Minggu Normal dan Abortus Iminen di Instalasi Rawat Darurat dan Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Majalah obstetri dan ginekologi , 21.
Williams obstetrics. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, editors. 23rd ed. Ohio: McGrawHill; 2010. Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
33