SIROSIS HEPATIS DEKOMPENSATA DISEBABKAN HEPATITIS B KRONIK
Oleh : Angela W.L.C. Pangemana 17014101277 Agung R.E.Hidayani 17014101219
Supervisior Pembimbing dr. B.J. Waleleng, Sp.PD,K-GEH
Residen Pembimbing dr. Danny Wijaya
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Responsi Umum dengan judul :
SIROSIS HEPATIS DEKOMPENSATA DISEBABKAN HEPATITIS B KRONIK
Telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada
Mengetahui Supervisor Pembimbing
dr. B.J. Waleleng, Sp.PD,K-GEH
Residen Pembimbing
dr. Danny Wijaya
Maret 2018
BAB I PENDAHULUAN
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran morfologi dari sirosis hepatis meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika).1 Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien berusia lebih dari 40 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker di negara-negara maju.1 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.2 Sementara di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Agustus 2012-2014 keseluruhan data yang diperoleh berjumlah 51 pasien sirosis hepatis dengan proporsi tertinggi pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu 62,7% dan kelompok umur 50-59 tahun sebanyak 31,4%.3 Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh hepatitis B kronik, hepatitis C kronik, hepatitis autoimun, steatohepatitis non-alkaholik, sirosis bilier, sirosis jantung, penyakit jantung metabolik dan sirosis kriptogenik.4 Pasien sirosis meninggal pada dekade keempat atau kelima kehidupan.1 Tingginya angka kematian pasien sirosis mungkin disebabkan oleh proses penyakit atau akibat komplikasi. Komplikasi yang paling sering timbul adalah varises esofagus, peritonitis bakterial spontan, sindrom hepatorenal dan enselopati hepatikum.1,5 Etiologi sirosis menentukan penanganan pada penyakit ini. Terapi yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit, menghindari bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.6
BAB II LAPORAN KASUS
Seorang perempuan Ny. ST, umur 45 tahun, datang ke RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou pada tanggal 12 Februari 2018 dengan keluhan muntah dan buang air besar (BAB) cair hitam. Muntah hitam dialami sejak 1 hari SMRS, frekuensi 2 kali sehari, volume kira-kira sebanyak 1 gelas air mineral. BAB hitam dialami sejak 3 hari SMRS, konsistensi encer, bau busuk, volume kira-kira ½ gelas air mineral, frekuensi 1-2 kali per hari selama 3 hari. Buang air kecil (BAK) 4-5 kali per hari, volume kira-kira ½ gelas, berwarna kuning, tidak nyeri. Batuk dan demam disangkal. Pasien juga mengeluhkan perut membesar secara perlahan sejak 1 bulan SMRS, bertambah tegang, makin memberat saat minum air, namun tidak membuat pasien sesak, seluruh badan kuning perlahan-lahan. Kedua kaki bengkak, tidak disertai rasa nyeri dan kemerahan sejak 1 bulan SMRS, riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien. Lemah badan, gelisah dan susah tidur sejak 1 minggu SMRS, makin memberat 3 hari SMRS. Penurunan nafsu makan dan berat badan disangkal. Riwayat sakit kuning diakui pasien sejak Februari 2017 dan sudah 8 kali MRS dengan keluhan muntah dan buang air besar (BAB) hitam berulang. Riwayat tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, nyeri persendian, penyakit jantung dan ginjal disangkal. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti ini. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal. Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 100 x/m, regular kuat angkat, respirasi 20 x/m, suhu badan 36,5ºC, saturasi oksigen 99%, berat badan 58 kg, tinggi badan 160 cm, lingkar perut 103 cm. Pada pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil bulat simetris isokor, refleks cahaya normal. Pada pemeriksaan leher ditemukan faring tidak tampak hiperemis, tonsil tidak membesar, tekanan vena jugularis 5+0 cmH20, trakea letak tengah dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan paru ditemukan pergerakan dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan dinamis, stem fremitus kiri dan kanan sama, kiri dan kanan sonor, suara pernapasan vesikuler, tidak ada ronki dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung ditemukan
iktus kordis tidak tampak, tidak teraba, batas jantung kiri terletak pada ruang antar iga V linea midklavikula sinistra, batas jantung kanan pada ruang iga IV linea sternalis dekstra, suara jantung I-II regular, tidak ditemukan gallop dan murmur. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan distensi abdomen, tidak terdapat venektasi, bunyi usus normal, hepar dan lien sulit dievaluasi, terdapat pekak berpindah. Akral teraba hangat, edema pada kedua ekstremitas bawah,spider nevi, eritema palmar,ginekomasti tidak ditemukan pada pasien. Pada pemeriksaan colok dubur terdapat melena, hemoroid tidak ditemukan pada pasien. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Februari 2018 didapatkan leukosit 11.800/µl; eritrosit 2,39x106/µl; Hb 8,7 g/dl; Ht 25.6 %; trombosit 54 x 103/µl; MCHC 34 g/dl; MCV 107/L; MCH 36,4 pg; SGOT 66/µl; SGPT 27/µl; ureum 39 mg/dl; kreatinin 0,5 mg/dl; gula darah sewaktu (GDS) 92 mg/dl; klorida darah 101 mEq/L; kalium darah 4,4 mEq/L; natrium darah 134 mEq/L; PT 26,7 detik; INR 2,71 detik; APTT 36,1 detik; anti HCV kualitatif non reaktif, HBsAg ELISA reaktif, anti HIV ELISA non reaktif. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka pasien ini didiagnosis hematemesis melena et causa (ec) varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hati dekompensata ec Hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas. Pasien diterapi dengan IVFD D5:aminofusin hepar 1:1 20 tpm, octreotide bolus 100 mcg/iv kemudian dilanjutkan dengan NaCl 0,9% 500 cc + Octreotide 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, metronidazole 500 mg per 8 jam PO ,sukralfat syrup 2 sendok makan per 6 jam PO,spironolakton 100 mg 1-00 PO, vitamin K per 8 jam IM, cefotaxime 1 gram per 8 jam IV, diet rendah garam. Pasien direncanakan untuk pemeriksaan foto thorax, elektrokardiogram (EKG) HBV DNA,HbeAG, Ligasi varises dan fibro scan. Pada perawatan hari pertama tanggal 13/02/2018 pasien masih buang air besar (BAB) hitam, gelisah, susah tidur, perut membesar dan kaki bengkak. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 100x/menit, regular kuat angkat, respirasi 22 x/menit, suhu 36,8˚C, saturasi oksigen 99%, berat badan 58 kg, dan lingkar perut 102 cm. Pemeriksaan fisik umum tidak ada perubahan. Pasien ini didiagnosis melena ec varices
esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas. Terapi dilanjutkan dan ditambah dengan asam tranexamat 50 mg per 8 jam IV, transfusi darah PRC 1 bag/ hari sampai HB ≥ 10g/dL. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 13 Februari 2018 didapatkan leukosit 15.700/µl; eritrosit 2,27x106/µl; Hb 7,9 g/dl; Ht 24,7 %; trombosit 45 x 103/µl; MCHC 32 g/dl; MCV 108,8/L; MCH 34,8 pg; eosinofil 0%; basofil 0%; netrofil batang 11%; netrofil segmen 73%; limfosit 13%; monosit 3%; SGOT 59/µl; SGPT 25/µl; ureum 58 mg/dl; kreatinin 0,9 mg/dl; protein total 5,8 g/dL; fosfor 4mg/dL; magnesium 1,16 mg/dL; albumin 1,38 mg/dL; bilirubin total 5,85 mg/dL; bilirubin direct 2,54 mg/dL; klorida darah 106 mEq/L; kalium darah 3,9 mEq/L; natrium darah 131 mEq/L; kalsium 6,93 mg/dL; PT 27,3 detik; INR 2,8 detik; APTT 42,2 detik. Pada perawatan hari kedua tanggal 14/02/2018 pasien masih buang air besar (BAB) hitam, lemah badan, gelisah, susah tidur, perut membesar dan kaki bengkak. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 110x/menit, regular kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu 36,8˚C, saturasi oksigen 99%, berat badan 58 kg, dan lingkar perut 102 cm. Pemeriksaan fisik umum tidak ada perubahan. Pasien ini didiagnosis melena ec varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik , anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas, hipoalbuminemia. Terapi dilanjutkan dan ditambah dengan human albumin 25% 100cc 18 tpm, transfusi darah PRC 1 bag/ hari sampai HB ≥ 10g/dL. Pada perawatan hari ketiga tanggal 15/02/2018 pasien masih buang air besar (BAB) hitam, lemah badan, gelisah,susah tidur, perut membesar dan kaki bengkak. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88x/menit, regular kuat angkat, respirasi 22 x/menit, suhu 36,7˚C, saturasi oksigen 99%, berat badan 58 kg, dan lingkar perut 102 cm. Pemeriksaan fisik umum tidak ada perubahan. Keluhan kuning sudah berkurang, sklera ikterik tidak ada. Pasien ini didiagnosis melena ec varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas,
hipoalbuminemia. Terapi dilanjutkan dan ditambah dengan, ranitidin 50 mg per 12 jam IV. Pada perawatan hari keempat tanggal 16/02/2018 buang air besar (BAB) hitam sudah tidak ada, lemah badan masih dikeluhkan, perut masih besar dan kaki bengkak. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 84x/menit, regular kuat angkat, respirasi 22 x/menit, suhu 36,5˚C, saturasi oksigen 98%, berat badan 58 kg, dan lingkar perut 102 cm. Pemeriksaan fisik umum tidak ada perubahan. Pasien ini didiagnosis melena ec varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas, hipoalbuminemia. Terapi dilanjutkan. Pada perawatan hari kelima tanggal 17/02/2018 buang air besar (BAB) hitam sudah tidak ada, lemah badan masih dikeluhkan, perut masih besar dan kaki bengkak. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 82x/menit, regular kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu 36,5˚C, saturasi oksigen 99%, berat badan 58 kg, dan lingkar perut 102 cm. Pemeriksaan fisik umum tidak ada perubahan. Keluhan kuning sudah berkurang, sklera ikterik tidak ada. Pasien ini didiagnosis post melena ec varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas, hipoalbuminemia. Terapi dilanjutkan tetapi octreotide bolus 100 mcg/iv dan NaCl 0,9% 500 cc + Octreotide 25 mcg/jam dihentikan. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 17 Februari 2018 didapatkan leukosit 2.300/µl; eritrosit 2,25x106/µl; Hb 7,5 g/dl; Ht 23,2 %; trombosit 31 x 103/µl; MCHC 32,5 g/dl; MCV 103,2/L; MCH 33,6 pg; Laju endap darah (LED) LED 30mm; eosinofil 1%; basofil 1%; netrofil batang 9%; netrofil segmen 40%; limfosit 34%; monosit 15%; SGOT 65/µl; SGPT 20/µl; ureum 14 mg/dl; kreatinin 0,8 mg/dl; protein total 5,54 g/dL; fosfor 1,7 mg/dL; magnesium 1,71 mg/dL; albumin 1,9 mg/dL; globulin 3,64 g/dL; klorida darah 100,9 mEq/L; kalium darah 2,76 mEq/L; natrium darah 129 mEq/L; kalsium 6,7 mg/dL; PT 37 detik; INR 3,53 detik; APTT 50,3 detik.
Pada perawatan hari keenam tanggal 18/02/2018 keluhan lemah badan dan perut masih besar. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 78x/menit, regular kuat angkat, respirasi 22 x/menit, suhu 36,6˚C, saturasi oksigen 98%, berat badan 58 kg, dan lingkar perut 102 cm. Pemeriksaan fisik umum tidak ada perubahan. Pasien ini didiagnosis post melena ec varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas, hipoalbuminemia. Terapi dilanjutkan. Pada perawatan hari ketujuh tanggal 19/02/2018 keluhan lemah badan dan perut masih besar. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, regular kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu 36,7˚C, saturasi oksigen 99%, berat badan 58 kg, dan lingkar perut 102 cm. Pemeriksaan fisik umum tidak ada perubahan. Pasien ini didiagnosis post melena ec varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas,hipoalbuminemia. Terapi dilanjutkan. Dilakukan CT Scan abdomen tanggal 19/02/2018 didapatkan hasil ekspertisi sirosis hepatis, splenomegali ringan, asites. Pada perawatan hari kedelapan tanggal 20/02/2018, perut pasien masih membesar namun telah berkurang. Pasien tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84 x/menit, regular kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu 36,7˚C, berat badan 55 kg dan lingkar perut 100cm. post melena ec varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hepatis dekompensata ec hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas, hipoalbuminemia. Terapi dilanjutkan, pasien dianjurkan untuk rawat jalan dan diedukasi untuk diet rendah garam, kontrol ke poli hepatologi.
BAB III PEMBAHASAN
Sirosis merupakan hasil dari berbagai mekanisme cedera hati yang menyebabkan inflamasi dan fibrogenesis. Secara histopatologis sirosis ditandai oleh fibrosis, disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit. Gambaran ini merupakan hasil akhir kerusakan hepatoseluler.6,7 Banyak penderita tidak terdiagnosis sebagai sirosis hepatis sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu otopsi.6 Di seluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita lebih banyak laki-laki, jika dibandingkan dengan wanita rasionya sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata penderita terbanyak golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.1 Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin perempuan dan berumur 45 tahun. Hal ini mungkin karena pada wanita terdapat hormone estrogen yang mengaktifkan sel kupffer sehingga meningkatkan inflamasi dan nekrosis pada hati. Penyebab sirosis hepatis antara lain hepatitis B, hepatitis C, penyakit hati alkoholik,
steatohepatitis
non-alkaholik,
skistosomiasis,
defisiensi
alfa-1
antitripsin, sirosis kardiak, galaktosemia, fibrosis kistik, hepatotoksik akibat obat, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosing primer, hemokromatosis herediter, penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit wilson, sarkoidosis, hipervitaminosis A dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.8 Pada pasien ini kemungkinan penyebab sirosis adalah Hepatitis B kronik, didukung dengan pemeriksaan HBsAg ELISA menunjukkan hasil reaktif. Pada pasien ini juga didapatkan riwayat kuning sebelumnya sejak Februari 2017. Alur pathogenesis yang akhirnya membuat hati gagal menjalankan fungsinya, seperti degenerasi dan nekrosis hepatosit, tergantinya parenkim hepar dengan jaringan fibrosis, serta regenerasi nodul. Pembentukan jaringan ikat (fibrosis) menjadi sebuah precursor penting pada proses pathogenesis dan sebagai evaluasi dari semua penyakit hati kronik.9
Asites yang terjadi pada pasien memiliki dua faktor utama. Pertama yaitu hipertensi portal akan menaikkan tekanan hidrostatik pada sinusoid hepatik dan transundan cairan pada peritoneal. Faktor berikutnya dimana pasien mengalami hipoalbumin sehingga mengalami overfill atau underfill tergantung seberapa berat hepar mengalami kerusakan.10 Pada pemeriksaan fisik didapatkan asites pada tes pekak berpindah. Sementara palpasi hepar pada pasien ini sulit dievaluasi karena besarnya asites. Hematemesis melena terjadi akibat komplikasi dari hipertensi porta, terjadi karena tingginya tekanan vena porta sehingga menyebabkan varises pada esophagus yaitu pecahnya esophagus akibat tingginya tekanan porta. Hipertensi porta pada sirosis sendiri disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul parenkim.9,11 Hematemesis melena yang terjadi dapat berasal dari saluran cerna atas dikarenakan stress ulcer akibat penyakit yang diderita dan gagalnya organ pada pasien. Pasien mengalami muntah hitam 1 hari SMRS, frekuensi 2 kali sehari, volume kira-kira sebanyak 1 gelas air mineral dan BAB hitam dialami 3 hari SMRS, konsistensi encer, bau busuk, volume kira-kira ½ gelas air mineral, frekuensi 1-2 kali per hari selama 3 hari. Komplikasi yang sering terjadi dan paling ditakutkan pada sirosis adalah berkembangnya sirosis menjadi keganasan yaitu hepatoceluler carcinoma. Sementara komplikasi mayor yang lain karena rusaknya fungsi hati ialah bacterial peritonitis,
ensefalopati
hepatikum,
perdarahan
variseal
dan
sindrom
hepatorenal.12 Pada pasien ini belum didapatkan tanda-tanda keganasan yang ditandai dengan penurunan berat badan, nyeri perut hebat namun telah didapatkan ikterus dan perdarahan yang diduga berasal dari variseal esophagus. Pengobatan mutlak pada sirosis hepatis adalah transplantasi hati, penggantian hati yang sudah tidak berfungsi lagi namun jika tidak memungkinkan pasien dapat diberikan penanganan untuk mengurangi progresifitas penyakit dan mengurangi paparan hati terhadap zat-zat kimia serta diberikan terapi paliatif.13 Pada pasien ini dilakukan pengobatan paliatif, menghentikan muntah dan BAB hitam (darah) serta mengatasi asites. Asites dikurangi dengan pemberian obat golongan diuretic yaitu spironolakton.9 Spironolakton adalah antagonis
aldosterone, terutama bertindak pada tubulus distal untuk meningkatkan natriuresis dan melindungi kalium. Spironolakton adalah obat pilihan awal pada pengobatan asites karena sirosis. Spironolakton diberikan setiap 24 jam dengan dosis 100 mg. Sementara muntah dan BAB hitam pada pasien ini diberikan pengobatan anti hipertensi untuk mengurangi tekanan vena porta yang tinggi untuk mencegah esophagus pecah kembali. Pada pasien ini diberikan obat octreotide bolus 100 mcg/iv dan NaCl 0,9% 500 cc + Octreotide 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai
perdarahan berhenti.Pasien juga diberikan obat gastroprotektor yaitu sukralfat yang bertujuan untuk melapisi mukosa dan submukosa lambung. Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child Turcotte Pugh (CTP). Klasifikasi CTP dapat dilihat dilampiran. Sistem klasifikasi CTP dapat memprediksi angka kesintasan pasien dengan sirosis tahap lanjut. Kategori A 5-6 poin, kategori B 7-9 poin, dan kategori C 10-15. Dimana angka kesintasan selama setahun untuk pasien dengan kriteria CTP A adalah 100%, CTP adalah 80%, dan CTP C adalah 45%.14 Pada kasus ini, pasien memiliki angka kesintasan selama 45% karena skor CTP adalah 12.
BAB IV KESIMPULAN
Seorang perempuan, 45 tahun datang dengan keluhan muntah dan buang air besar (BAB) hitam. Pasien didiagnosis dengan post melena et causa (ec) varices esophagus bleeding (VEB) dd peptic ulcer bleeding (PUB), sirosis hati dekompensata ec Hepatitis B kronik, anemia ec perdarahan saluran cerna bagian atas. Pasien mendapat terapi NaCl 0,9%, aminofusin hepar, Octreotide, vitamin K, sukralfat, spironolakton, ranitidin, cefotaxime, human albumin. Pasien mengalami perbaikan pada hari keempat dan pulang pada hari kedelapan. Prognosis pasien ini dubia ad malam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Ms, Setiati S, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. 6 ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2014:1979-81. 2. Hadi, Sudoyo. Hepatologi. Bandung: Bandar Maju; 2000:90-94 . 3. Patasik YZ, Waleleng BJ, Wantania F. Profil Pasien Sirosis Hati yang Dirawat Inap Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 – Agustus 2014. e-Clinic (eCl) 2015; 4(1):101-5. 4. Bacon BR. Harrison Gastroenterlogi dan hepatologi. Jakarta : EGC; 2014: 189-93. 5. Tao L, Kendall K. Gastrointestinal. Jakarta: Kasima Publishing Group; 2014: 80-85. 6. O’Shea R, Dasarathy S, McCullough AJ. Alcoholic liver disease. Hepatology.2010;51(1):307-328. 7. Kasper, Dennis, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th Ed. Amerika: McGraw-Hill Professional; 2015:2058-60. 8. Wiegand J, Berg T. The Etiology, Diagnosis and Prevention of Liver Cirrhosis. Dtsch Arztebl Int. 2013; 110(6): 85-91. 9. Thornton K. Evaluatuin and Prognosis of Patients with Cirrhosis. 2016. 10. Moore KP. Aithal GP. Guidelines on the management of ascites in cirrhosis. Gut. 2006;55. 11. Silvestri C. Foller V. Cipriani F. Epidemiology of Liver Cirrhosis. Journal of Clinical Experimental Hepatology. 2015;5(3):271-72. 12. Triantos C. Kalafatelli M. Endoscopic treatment of esophageal varices in patients with liver cirrhosis. World J Gastroenterol 2014;20(36):1301513026. 13. Valerio G.Lattanzi. Thalheimer U. Merli M. Beta-blockers in liver cirrhosis. Annals of Gastroenterology. 2014;27:20-6.
14. Bircher J, Benhamou JP, McIntyre N, Rizzetto M, Rodes J editors. Textbook of Hepatology From basic science to clinical practice. 3rd ed. UK: Blackwell Publishing; 2010:106-9.
LAMPIRAN
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
Gambar 1. Pasien dengan asites
Gambar 2. USG abdomen