ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS
Disusun Oleh : Annisa Nur Oktavia Hilda Rosalinda Indah Permata Sari Shella Gustania N Winda Prawita Tingkat II B Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta I 2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sirosis Hepatis”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Mutarobin S.Kep.Ners, M.Kep, Sp. KMB selaku koordinator mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I dan Ibu Uun Nurulhuda, S.Kep., Ners, M.Kep, Sp. KMB selaku pembimbing yang sudah membimbing kami dalam penyusunan makalah Kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu selama proses penyusunan makalah ini. Harapan kelompok semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kelompok, kelompok yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kelompok sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Jakarta, Oktober 2018
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1 1.2.1 Tujuan Umum ....................................................................................................... 2 1.2.2 Tujuan Khusus ...................................................................................................... 2 1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................................... 3 2.1 Kosep Sirosis Hati ............................................................................................................ 3 2.1.1 Definisi Sirosis Hati .............................................................................................. 4 2.1.2 Anatomi Fisiologi ................................................................................................. 5 2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................................... 6 2.1.4 Patofisiologi .......................................................................................................... 7 2.1.5 Manifestasi klinis ................................................................................................ 11 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 11 2.1.7 Penatalaksanaan Medis ....................................................................................... 12 2.1.8 Komplikasi .......................................................................................................... 13 2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ....................................................................................... 16 2.2.1 Pengkajian ........................................................................................................... 16 2.2.2 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 17 2.2.3 Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 19 2.2.4 Intervensi............................................................................................................. 23 2.2.5 Evaluasi ............................................................................................................... 32 BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................................ 33 3.1 Kasus ............................................................................................................................. 33 BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................................... 58 3
4.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................................... 58 4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................................. 59 4.3 Intervensi Keperawatan ................................................................................................. 59 BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 61 5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 61 5.2 Saran .................................................................................................................................. 61
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada tubuh manusia, hati merupakan salah satu organ yang berperan dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia sirosis hati lebih banyak laki-laki, jika dibandingkan dengan wanita rasionya sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun (Setiati, 2014). Berdasarkan dari data organisasi kesehatan dunia atau World HealthOrganization (WHO) 2010, penyakit sirosis hepatis menempati urutan kelima tertinggi penyakit kronis yang ada di dunia. Lebih dari 600.000 ribu kasus baru didiagnosis secara global setiap tahun. Menurut laporan rumah sakit pemerintah di Indonesia ,rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit yan dirawat. Perbandingan sirosis hati pada pria : wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 40 tahun (PPHI-INA ASL,2013). Di RSPAD Gatot Soebroto sirosis hepatis menempati urutan kedelapan dari sepuluh besar penyakit yang ada di sub-instalasi rawat inap A pada bulan maret 2013, dengan jumlah pasien sebanyak 12 orang. Melihat jumlah pasien sirosis hati semakin bertambah, sangat penting bagi perawat memberika asuhan keperawatan yang tepat mengingat penyakit ini dapat menular dan sering memerlukan perawatan berulang di rumah sakit yang bahkan seringkali menjadi salah satu penyebab kematian seseorang akibat perdarah varises esofagus. 5
1.2Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Tujuan umum pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sirosis Hepatis sesuai dengan konsep dan teori yang didapatkan selama proses pendidikan. 1.2.2 Tujuan khusus Setelah melakukan penulisan makalah ini, penulis diharapkan mampu : a.
Melakukan pengkajian data pada pasien yang menderita sirosis hepatis baik melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik.
b.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien sirosis hepatis.
c.
Membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis.
d.
Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis.
e.
Mengevaluasi atas tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien sirosis hepatis.
f.
Mendokumentasi semua hasil pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa, rencana tindakan, tindakan yang telah dilakukan, serta evaluasi tindakan.
1.3. Manfaat Penulisan Dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan.
6
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Sirosis Hati 2.1.1 DefinisiSirosis Hati Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian selsel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsinya dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan menyebabkan sirkulasi intrahepatik tersumbat (obstruktsi intrahepatik). Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis, hepatitis virus, dan hepatotoksin. Alkoholnisme dan malnutrisi adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis Laennec. Sirosis pascanekrotik akibat hepatoksin adalah sirosis yang paling sering dijumpai. Ada empat macam sirosis, yaitu : a. Sirosis Laennec : sirosis ini disebabkan oleh alkoholnisme dan malnutrisi. Pada tahap awal sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular. b. Sirosis Pascanekrotik : terjadi nekrosis yang berat pada sinosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa. c. Sirosis bilier : penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koledukus komunis (duktus sistikus). Dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
7
Bagian hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus hilaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu dalam hati. Daerah ini menjadi tempat inflamasi dan saluran empedu akan tersumbat oleh empedu serta pus yang mengental. Hati akan berupaya untuk membentuk saluran empedu yang baru, dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
2.1.2 Anatomi fisiologi A. Anatomi Hati Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungks peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannya. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena Porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kliaka yang kaya akan oksigen. Hati, saluran empedu, dan pankreas, semuanya berkembang sebagai cabang dari usus depan fetus pada daerah yang dikemudian hari menjadi duodenum; semuanya berhubungan erat dengan 8
fisiologi pencernaan. Karena letak anatomi yang berdekatan, fungsi yang berkaitan, dan kesamaan dari kompleks gejala yang ditimbulkan oleh gangguan pada ketiga struktur ini, maka cukup beralasan bila ketiga struktur ini dibicarakan secara bersamaan. (Wilson & Lester, 1995).
B. Fisiologi Hati Menurut Corwin (2001), Hati memberi suplai darah dari 2 sumber yang berbeda. Sebagian besar aliran darah hati, sekitar 1000 ml per menit, adalah vena yang berasal dari lambung, usus halus, dan usus besar, pankreas, limfa. Darah ini mengalir ke hati melalui vena porta. Darah ini juga mungkin mengandung toksin atau bakteri. Sumber lain perdarahan hati adalah arteri hepatica yang mengalirkan darah 500 ml per menit. Darah arteri ini memiliki saturasi oksigen yang tinggi. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentrlis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatica. Vena hepatica mengosongkan isinya ke dalam vena cava inferior. Secara hematologis, hati berfungsi membentuk beberapa faktor pembekuan termasuk faktor I (fibrinogen), II (protrombin), VII (prokonvertin). Tanpa produksi zat-zat ini yang adekuat, pembekuan darah akan terganggu dan dapat terjadi pendarahan hebat. Selain itu, vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak yang dibutuhkan untuk membentuk faktor-faktor ini dan yang lainnya. Karena garam-garam empedu di perlukan untuk menyerap semua vitamin larut lemak dan usus, maka disfungsi hati yang menyebabkan penurunan pembekuan atau suplai empedu ke usus juga dapat menimbulkan masalah pendarahan. Menurut Peatce (2002), beberapa fungsi hati: 1. Sebagai perantara metabolisme
9
Hati mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat di dalam tubuh, guna di buat sesuai untuk pemakaiannya dalam jaringan. 2. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dibuat mudah untuk eksresi kedalam empedu dan urine. 3. Fungsi glikogenik Hati menghasilkan glikogen dari konsentrasi glukosa yang di ambil dari makanan hidrat karbon. Zat ini di simpan sementara oleh hati dan kembali diubah menjadi glukosa. Maka hati berfungsi membantu supaya kadar gula dalam darah tetap normal. Hati juga dapat mengubah asam amino menjadi glukosa. 4. Pembentukan ureum. 5. Hati menerima asam amino yang di absorbsi oleh darah, kemudian terjadi deaminasi oleh sel, artinya nitrogen di pisahkan dari bagian asam amino, amonia diubah menjadi ureum. 6. Kerja atas lemak Hati menyiapkan lemak untuk pemecahannya terakhir menjadi hasil asam karbonat dan air. 7. Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin (vitamin Adan D), dan besi. 8. Pertahanan suhu tubuh Hati membantu mempertahankan suhu tubuh. 9. Membuat sebagian besar dari protein plasma 10. Berkenan dengan penghasilan protombin dan fibrinogen yang perlu untuk penggumpalan darah.
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko Menurut Wibisono (2014), seluruh penyakit hati bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis hati. Etiologi tersering di negara barat ialah akibat konsumsi alkohol. Sementara di Indonesia, sirosis utamanya disebabkan oleh hepatitis B/ C krinis. Faktor risiko sirosis hepatis antara lain : a. Malnutrisi b. Alkoholisme 10
c. Virus hepatitis d. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika e. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan) f. Hemokromatosis (kelebihan zat besi) g. Zat toksik Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati menurut Nurarif (2016): a. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. b. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. c. Sirosis biliaris, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
2.1.4 Patofisiologi Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2004). Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2004). Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular. 11
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Wibisono, 2014). Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi struktur sel hati dan kegagalan fungsi hati (corwin, 2009). Distorsi struktur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus)(corwin, 2009). Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema (corwin, 2009). Kerusakan
fungsi
hati;
terjadi
penurunan
metabolisme
bilirubin
(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga ureum
dalam
darah menigkat
yang akan
mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang 12
akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah merah (corwin, 2009).
2.1.5 Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain: 1.
Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2.
Obstruksi Portal dan Asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting 13
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasiarteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3.
Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4.
Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5.
Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat 14
dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Menurut Smeltzer & Bare (2001) pemeriksaan laboratorium yaitu: a. Darah lengkap 1) Kenaikan kadar SGOT, dan SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak. 2) Albumin serum menurunkarena kemampuan sel hati yang berkurang. Dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan mengalami stress. 3) Bilirubin meningkat Kadar bilirubin meningkat akan menyebabkan ikterus (membran mukosa
berwarna
kuning).
Ikterus
mengindikasikan
gangguan
metabolisme bilirubin, gangguan fungsi hati, dan penyakit bilier. 4) Penurunan hemoglobin / hematokrit Hb/ Ht menurun karena perdarahan.Anemia bisa akibat hipersplenisme (lien membesar) dengan leukopenia mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme dan trombositopenia (jumlah leukosit dan trombosit kurang dari normal). 5) Pemeriksaan kadar elektrolit Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet , bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal. 6) Pemanjangan masa protombin Merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemeriksaan 15
hemostatik pada pasien sirosis
hepatis
penting, dalam menilai
kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus, gusi , maupun epistaksis (mimisan). 7) Glukosa serum : hiperglikemi Disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen, kadar gula darah yang tetap tinggi menunjukkan prognosis kurang baik. 8) BUN meningkat Mengetahui fungsi metabolisme protein yang diproduksi oleh hati b. Pemeriksaan Diagnostik Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu: 1) Radiologi : dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal. 2) Esofagoskopi : dapat menunjukkan adanya varises esofagus. 3) USG abdomen : homogenitas adanya massa dapat melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrinning adanya karsinoma hati. 4) Angiografi : untuk mengukur tekanan vena porta. 5) Skan/ biopsi hati : mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati. 6) Partografi transhepatik perkutaneus : memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Tidak ada agen farmakologis yang dapat menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis. Penatalaksanaan pada pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada dan mekanisme penyebabnya. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. a.
Antasid: untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal.
16
b.
Vitamin dan suplemen: untuk meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi klien.
c.
Diuretik yang mempertahankan kalium (Spironolakton): untuk mengurangi asites jika gejala ini terdapat dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit.
d.
Asupan protein dan kalori yang adekuat: bila tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
e.
Makanan yang diberikan berbentuk jus buah manis dan glukosa IV: tindakan biasanya berhasil dilakukan bila diberikan pada awal perjalanan prakoma dan bila kerusakan hati tidak begitu berlanjut.
2.1.8 Komplikasi a. Hipertensi Portal Hipertensi portal (HP) adalah peningkatan Hepatic Venous Pressure Gradient (HVPG) lebih dari 5 mmHg. HP merupakan suatu sindroma klinis yang sering terjadi. Bila gradien tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena porta dan vena cava inferior) diatas 10-12 mmHg, komplikasi HP dapat terjadi. Hipertensi porta terjadi akibat adanya: 1)
Peningkatan resistensi intra hepatik terhadap aliran darah porta akibat adanya nodul degeneratif.
2)
Peningkatan aliran darah splanchnic sekunder akibat vasodilitasi pada splanchnic vascularbed.
b. Asites Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites merupakan manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati. Beberapa faktor patogenesis asites pada sirosis: 1) Hipertensi porta 2) Hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) 3) Meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati 4) Retensi natrium 5) Gangguan eksresi air
17
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena diafragma meningkat. Penanganan asites yaitu tirah baring, diit rendah garam (konsumsi garam 5,2 gram / 90 mmol/hari). Bila tidak berhasil dapat dikombinasikan dengan spironolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan adanya penurunan BB 0,5 kg/hari tanpa edema dan 1 kg/hari bila ada edema. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemid 2040 mg/hari, dengan dosis maksimal 160 mg/hari. Parasentesis adalah tindakan memasukkan suatu kanula ke dalam rongga peritonium untuk mengeluarkan cairan asites. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites sampai 4-6 liter perlu disertai dengan pemberian albumin. Asites bisa menyebabkan kesulitan bernapas yang berat akibat volume cairan yang besar. Beberapa penderita asites juga mengalami efusi pleura, terutama dalam hemitoraks kanan. Cairan diperkirakan memasuki toraks melalui air mata dalam pars tendinosa diafragma karena tekanan abdomen yang meningkat. c.
Varises Gastroesofagus Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistermik yang paling penting. Pecahnya varises esofagus (VE) mengakibatkan perdarahan varises yang berakibat fatal. Varises ini terdapat sekitar 50% penderita sirosis hati dan berhubungan dengan derajat keparahan sirosis hati. Diagnosis VE ditegakkan dengan esogfagusgastroduodenoskopi, sehingga perlu dilakukan skrining untuk mengetahui adanya VE pada semua penderita sirosis hati yang didiagnosis pertama kali. Pencegahan terjadinya perdarahan VE adalah dengan pemberian obat golongan ß blocker (propranolol) maupun ligasi varises. Bila sudah terjadi perdarahan dalam keadaan akut, bisa dilakukan resusitasi dengan cairan kristalod/koloid/penggantian produk darah. Untuk menghentikan perdarahan digunakan preparat vasokonstriktorsplanchnic, somatostatin atau octreotid 50-100 µg/hari dengan infus kontinyu. Setelah itu dilakukan skleroterapi atau ligasi varises. Tindakan endoskopi terapeutik ini juga dilakukan untuk menghentikan perdarahan berulang. Transjugular intrahepatic portosistemic (TIPS) dan
18
pembedahan shunt bisa dilakukan namun sebagai efek samping dapat terjadi ensefalopati hepatik.
d.
Peritonitis Bakterial Spontan Peritonitis bakterial spontan (SBP) merupakan komplikasi berat dan sering terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokus infeksi intraabdominal. Pada penderita sirosis hati dan asites berat, frekuensi SBP berkisar 30% dan angka mortalitas 25%. Escheria coli merupakan bakteri usus yang sering menyebabkan SBP, namun bakteri gram negatif seperti Streptococcus viridians, Staphylococcus amerius bisa ditemukan. Diagnosis SBP ditegakkan bila pada sampel cairan ditemukan angka sel netrofil > 250 mm3.Untuk penanganan SBP diberikan antibiotika golongan sefalosporin generasi kedua atau cefotaxim 2 gram IV tiap 8 jam selama 5 hari.
e.
Ensefalopatik Hepatikum Ensefalopati hepatik (EH) atau koma hepatikum merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Beberapa faktor merupakan presipitasi timbulnya EH diantaranya infeksi, perdarahan, ketidakseimbangan elektrolit, pemberian obat-obatan sedatif dan protein porsi tinggi. Dengan mencegah ataupun menangani faktor-faktor presipitasi EH dapat diturunkan risikonya. Pemberian laktulose, neomisin (antibiotika yang tidak diabsorbsi mukosa usus) cukup efektif mencegah terjadinya EH. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam.
f.
Sindrom Hepatorenal Sindrom hepatorenal (SHR) merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal, yang ditemukan pada sirosis hati tahap lanjut. Sindroma 19
ini sering dijumpai pada penderita sirosis hati dengan asites refakter. SHR tipe 1 ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik prognosisnya daripada tipe 1. Penanganan SHR terbaik adalah dengan transplantasi hati. Belum banyak penelitian yang menguji efektifitas pemberian preparat somatostatin, terlipressi. Untuk prevensi terjadinya SHR perlu dicegah terjadinya hipovolemia pada penderita sirosis hati, dengan menghentikan pemberian diuretik, rehidrasi dan infus albumin. 2.1.8 Klasifikasi a.
Berdasarkan morfologi sirosis hati dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular. 2. Makronodular Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim 3.
Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular.
b.
Secara fungsional sirosis terbagi atas: 1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut laten sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hati dekompensata ( Active sirosis hati), stadium ini biasanya gejalagejalanya sudah jelas, misalnya: ascites, edema, dan icterus. (Sherlock, 1997)
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 20
2.2.1 Pengkajian Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2002) sebagai berikut: a. Pola Fungsional 1) Aktivitas/ istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan. Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus. 2) Sirkulasi Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra (S3,S4), DJV; vena abdomen distensi. 3) Eliminasi Gejala : Flatus. Tanda
:
Distensi
abdomen
(hepatomegali,
splenomegali,
asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat. 4) Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna, mual/ muntah. Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan gusi. 5) Neurosensori Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental. Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas. 6) Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas. Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri. 7) Pernapasan Gejala : Dispnea.
21
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia. 8) Keamanan Gejala : Pruritus. Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis, petekie, angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar. 9) Seksualitas Gejala : Gangguan menstruasi, impoten. Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis) 2.2.2 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2002) sebagai berikut: a.
USG Abdomen Hasil dari pemeriksaan USG abdomen memberikan kesan: sirosis hepatis dengan asites, mukosa kandung empedu menebal, perlemakan berat pankreas, splenomegali, dan kedua ginjal, buli-buli, prostat normal.
b.
Esophago-Gastro Duodenoscopy (EGD) Hasil dari pemeriksaan EGD: skop masuk OES tanpa hambatan, lumen esophagus terbuka, mukosa tampak varises besar, biru, berkelok-kelok, didapatkan stigmata, lumen gaster terbuka, SSA positif, WMSA positif, lumen duodenum terbuka dan mukosa normal. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi varises ssofagus grade 3 dan gastropati portal hipertensi.
c.
Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat 2) Kenaikan kadan enzim transaminase/SGOT. 3) Albumin. 22
Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi 4) Pemeriksaan
CHE
(kolinesterase)
penting
dalam
menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan di bawah nilai normal mempunyai prognosis yang jelek. 5) Pemerikasaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dan diet. Dalam hal enselopati, kadar Na kurang dari 4meq/l menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal 6) Pemanjangan masa protombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K parenteral dapat memperbaiki masa protombin. Pemeriksaan hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epitaksis. 7) Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukkan prognosis kurang baik. 8) Pemerikasaan
marker
serologi
petanda
virus
seperti
HBsAg/HBsAb, HBeAg/HBeAb, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam mentukan etiologi sirosis hati. 9) Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan. Nilai AFP yang terus menaik ,mempumyai nilai diagnostic untuk suatu hepatoma/kanker hari primer. Nilai AFP >500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
23
2.2.3 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2002) sebagaiberikut: a.
Diagnosa I : Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh. Dapat dihubungkan dengan : Diet tidak adekuat; ketidak mampuan untuk memproses/mencerna makanan ; Fungsi usus abnormal Kemungkinan dibuktikan oleh: Penurunan berat badan; Perubahan bunyi dan fungsi usus; Tonus otot buruk/penggunaan otot; Ketidak seimbangan dalam pemeriksaan nutrisi Hasil yang di harapkan : 1) Menunjukan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan 2) Dengan nilai laboraturium normal 3) Tak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut. 4) Tindakan/Intervens Rasional
b.
Diagnosa II : Perubahan volume cairan : Kelebihan Dapat di hubungkan dengan : Gangguan mekanisme regulasi (contoh SIADH, penurunan protein plasma, mal nutrisi); Kelebihan natrium atau masukan cairan. Kemungkinan di buktikan oleh: Edema; anasarka; peningkatan berat badan; Pemasukan lebih besar dari pengeluaran; oliguria; perubahan pada berat jenis urine; Dipsnea; bunyi nafas tambahan; efusi pleural; Perubahan tekanan darah; reflek hepatojugular positif; Gangguan elektrolit; Perubahan status mental. Hasil yang diharapkan /Kriteria evaluasi pasien akan : Menunjukkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda-tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
c.
Diagnosa III : Resiko, kerusakan integritas kulit Dapat dihubungkan dengan : gangguan sirkulasi status metabolik; Akumulasi garam empedu pada kulit; Turgor kulit buruk; penonjolan tulang; adanya edema; asites. 24
Kemungkinan dibuktikan oleh : adanya tanda dan gejala yang mendukung diagnosa. Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi pasien akan :
d.
1)
Mempertahankan integritas kulit
2)
Mengidentifikasi faktor resiko
Diagnosa IV: Pola pernapasan, takefektif, risiko tinggi terhadap Faktor risiko meliputi: pengumpulan cairan intaabdomen (asites), penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret, penurunan energi, kelemahan.Kemungkinan dibuktikan dengan: (tidak ditetapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang membuat diagnosa aktual. Hasil yang diharapkan: 1) Mempertahankan pola pernafasan efektif 2) Bebas dispnea dan sianosis dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
e.
Diagnosa V : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Dapat dihubungkan dengan : Kurang terpajan/mengingat; kesalahan interpretasi;
Ketidakbiasaan
terhadap
sumber-sumber
informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Pentanyaan; permintaan informasi; Penyataan salah konsepsi; Tidak akurat mengikuti instruksi; Terjadi komplikasi. Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi-pasien akan : a)
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis
b)
Menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
c)
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan.
f. Diagnosa VI : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan Dapat dihubungkan dengan : kelelahan dan penurunan berat badan. Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi-pasien akan :
25
1) Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien 2) Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup 3) Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan 4) Bertambah berat tanpa peningkatan edema atau pembentukan acites 5) Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan alkohol dari diet.
g.
Diagnosa VII : Perubahan suhu tubuh: hipertermia Dapat dihubungkan dengan : proses inflamasi pada sirosis Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : 1) Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil atau perspirasi 2) Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat
h. Diagnosa VIII : Gangguan integritas kulit Dapat dihubungkan dengan: ikterus dan status imunologi yang terganggu; pembentukan edema.Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:
1) Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa terlihat luka atau infeksi 2) Melaporkan tidak adanya ruritus 3) Memperlihatkan pengurangan gejala ikterus pada kulit dan sklera 4) Menggunakan emolien dan menghindari pemakaian sabun dalam menjaga hygien sehari hari 5) Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstermitas dan batang tubuh 6) Tidak memperlihatkan luka pada kulit 7) Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang 8) Perubahan posisi dengan sering
i.
Diagnosa IX : risiko cedera
26
Dapat berhubungkan dengan: hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan gangguan dalam proses defoksifikasi obat.Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : 1) Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktur gastrointestinal 2) Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium dan indikator lain yang menunjukan hemoragik serta syok 3) Memperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan tersembunyi gastrointestinal 4) Bebas dari daerah daerah yang mengalami
ekimosis atau
pembentukan hematom 5) Memperlihatkan tanda tanda vital yang normal 6) Mempertahankan istirahat dalam keadaan tenang ketika terjadi perdarahan aktiv 7) Mengenali rasional untuk melakukan transfusi darah dan tindakan guna mengatasi perdarahan. 8) Melakukan tindakan untuk mencegah trauma 9) Tidak mengalami efeksamping pemberian obat 10) Menggunakan semua obat seperti yang diresepkan 11) Mengenali rasional untuk melakukan tindakan penjagaan dengan menggunakan semua obat
j. Diagnosa X : nyeri dan gangguan rasa nyaman Dapat dihubungkan dengan: hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites.Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan : 1) Mempertahankan tirah baring dan mengurangi aktivitas ketika nyeri terasa 2) Menggunakan antispasmodik dan sedatif sesuai indikasi dan resep yang diberikan 3) Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen 4) Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman jika terasa
27
5) Mengurangi asupan natrium dan cairan sesuai kebutuhan sehingga tinggat yang diinstruksikan untuk mengatasi asites 6) Merasakan pengurangan rasa nyeri 7) Memperlihatkan pengurangan lingkare perut dan perubahan berat badan yang sesuai
k. Diagnosa XI : perubahan proses berfikir Dapat yang dihubungkan dengan: kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar anemia. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan: 1) Memperlihatkan perbaikan status mental 2) Memperlihatkan kadar amonia serum dalam batas batas normal 3) Memiliki orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang 4) Melaporkan pola tidur yang normal 5) Menunjukan
perhatian
terhadap
kejadian
dan
aktivitas
di
lingkungannya 6) Memperlihatkan tentang perhatian yang normal 7) Mengikuti dan turut serta dalam percakapan secara tepat 8) Melaporkan kontinensia fekal dan urine 9) Tidak mengalami kejang 2.2.4
Intervensi DX I : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Intervensi Rasional 1. Motivasi pasien untuk makan- Motivasi sangat penting bagi penderita makanan dan suplemen makanan anoreksia dan ganggua gastrointestinal 2. Tawarkan makan-makanan dengan Makanan dengan porsi kecil dan sering porsi sedikit tetapi sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia 3. Hidangkan makanan yang Meningkatkan selera makan dan rasa menimbulka selera dan menarik sehat dalam penyajiannya 4. Pantang alcohol
5. Pelihara makan
hygiene
oral
Menghilangkan makanan dengan “kalori kosong” dan meghindari iritasi lambung oleh alkohol sebelum Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan
28
6. Pasang ice collar untuk mengatasi Dapat mengurasi frekuensi mual mual 7. Berikan obat yang diresepkan untuk Mengurangi gejala gastrointestinal dan mengatasi mual, muntah, diare, atau perasaan tidak enak pada perut yang konstipasi mengurangi selera makan dan keinginan terhadap makanan 8. Motivasi peningkatan asupan cairan Meningkatkan pola defekasi yang dan latihan jika pasien melaporkan normal dan mengurangi rasa tidak enak konstipasi serta distensi pada abdomen 9. Amati gejala yang membuktikan Mendeteksi komplikasi gastrointestinal adanya pendarahan gastorintestinal yang serius
DX II : Kelebihan volume cairan Intervensi 1. Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
2. Awasi TD dan JVD/distensi vena.
CVP.
Rasional Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respons terhadap terapi. Catatan: penurunan volume sirkulasi (perpindahan cairan) dapat mempengaruhi secara langsung fungsi/haluan urine, mengakibatkan sindrom hepatorenal.
Catat Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.
3. Auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan (contoh, krekels).
Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi contoh edema paru.
4. Awasi disritmia jantung. Mungkin disebabkan oleh GJK, Auskultasi bunyi jantung, catat penurunan perfusi arteri koroner, dan terjadinya irama gallop S3/S4. ketidakseimbangan elektrolit. 5. Kaji derajat dependen.
perifer/edema Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin, dan penurunan ADH.
29
6. Ukur lingkar abdomen.
Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam area peritoneal. Catatan: akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume sirkulasi menyebabkan deficit (tanda dehidrasi).
7. Dorong untuk tirah baring bila ada Dapat meningkatkan posisi rekumben asites. untuk dieresis. 8. Berikan perawatan mulut sering; Menurunkan rasa haus. kadang-kadang beri es batu (bila puasa).
DX III : Kerusakan integritas kulit Intervensi 1. Lihat permukaan kulit/titik tekanan secara rutin.Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan yang terusmenerus.Gunakan lotion minyak ; batasi pengguaan sabun untuk mandi.
Rasional Edema jaringan lebih cendrung untuk mengelami kerusakan dan terbentuk dekubitus. Asitas dapat meregangkan kulit sampai pada titik robkan pada sirosis berat.
2. Ubah posisi pada jadwal Pengubahan posisi menurunkan tekanan teratur,saat di kursu atau tempat pada jaringan edema untuk memperbaiki tidur; bantu dengan latihan rentang sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi gerak aktif atau pasif. dan perbaikan atau mempertahankan mobilitas sendi. 3. Tinggikan ekstrenitas bawah.
Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas.
4. Pertahankan sprei kering dan bebas Kelembaban meningkatkan pruritus dan lipatan. meningkatkan risiko kerusakan kulit. 5. Gunting kuku jari hingga pendek: Mencegah pasien dari cidera tambahan berikan sarung tangan bila pada kulit khususnya bila tidur. diindikasikan. 6. Berikan perawatan terineal setelah Mencegah ekskoriasi kulit dari garam berkemih dan defekasi empedu. 7. Gunakan kasur bertekanan tertentu. Menurunkan tekanan kulit, menigkatkan Kasur karton telur, kasur air, kasur sirkulasi dan menurunkan risiko domba, sesuai indikasi. iskemia/kerusakan jaringan. 8. Berikan lotion kalamin, berikan Mungkin menghentikan gatal sehubungan mandi soda kue. dengan ikterik, garam empedu pada kulit.
DX IV : Pola pernapasan, takefektif, risiko tinggi terhadap 30
Intervensi Rasional 1. Observasi frekuensi, kedalaman, Pernapasan dangkal cepat/dispnea dan upaya pernapasan mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan/atau akumulasi cairan dalam abdomen 2. Auskultasi bunyi napas, krekels, mengi, ronki.
3. Pertahankan fowler
posisi
catat Menunjukan adanya komplikasi (contoh: bunyi tambahan menunjukan akumulasi cairan/sekresi; tidak ada/ menurunkan bunyi atelektasi) meningkatkan risiko infeksi . fowler/semi Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diagfragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret
4. Observasi seri GDA, nadi Menyatakan perubahan status pernapasan, oksimetri, dan tanda-tanda vital terjadinya komplikasi paru. 5. Beri tambahan O2 sesuai indikasi
Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
Dx V : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan Intervensi
Rasional
1. Kaji ulang proses Memberikan dasar pengetahuan pada penyakit/prognosis dan klien yang dapat membuat pilihan harapan yang akan datang. informasi. 2. Tekankan pentingnya Alkohol menyebabkan terjadinya sirosis menghindari alcohol. Berikan informasi tentang pelayanan masyarakat yang ada untuk membantu dalam rehabilitasi alcohol sesuai indikasi. 3. Informasikan klien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan atau dijelaskan oleh dokter yang mengenal riwayat klien.
Beberapa obat bersifat hepatotoksik (khususnya narkotik, sedative, dan hipnotik). Selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolism semua obat, potensial efek akumulasi atau meningkatkan kecenderungan perdarahan.
4. Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang dan keju padat. Berikan instruksi diet tertulis.
Pemeliharaan diet yang tepat dan menghindari makanan tinggi ammonia membantu perbaikan gejala dan membantu mencegah kerusakan hati. Instruksi tertulis akan membantu klien sebagai rujukan di rumah.
31
5. Tekankan perlunya Sifat penyakit yang mempunyai potensial mengevaluasi kesehatan dan untuk komplikasi mengancam hidup. mentaati program teraupetik. Memberikan kesempatan untuk evaluasi keefektifan program termasuk patensi pirau yang digunakan. 6. Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label makanan /obat yang dijual bebas.
Meminimalkan asites dan pembentukan edema. Penggunaan berlebihan bahan tambahan mengakibatkan ketidakseimbangan electrolit lain. Makanan, produk yang dijual bebas/pribadi (contoh antasida, beberapa pembersih mulut) dapat mengandung natrium tinggi atau alcohol.
7. Dorong menjadwalkan Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan aktivitas dengan periode metabolic tubuh dan meningkatkan istirahat adekuat simpanan energi untuk regenerasi jaringan 8. Tingkatkan aktivitas hiburan Mencegah kebosanan dan meminimalkan yang dapat dinikmati klien. ansietas dan depresi 9. Anjurkan menghindari infeksi, Penurunan pertahanan, gangguan status khususnya ISK. nutrisi dan respons imun (contoh leucopenia, dapat terjadi pada splenomegali) potensial resiko infeksi. 10. Identifikasi bahaya lingkungan Dapat mencetuskan kekambuhan. contoh karbon tetraklorida tipe pembersih, terpajan pada hepatitis. 11. Anjurkan klien/orang terdekat melihat tanda/gejala yang perlu pemberitahuan pada pemberi perawatan. Contoh peningkatan lingkar abdomen; penurunan/peningkatan berat badan cepat; meningkatkan edema perifer; peningkatan dispenea, demam; darah pada feses atau urine; perdarahan berlebih dalam bentuk apapun, ikterik.
Pelaporan segera tentang gejala menurunkan risiko kerusakan hati lebih lanjut dan memberikan kesempatan untuk mengatasi komplikasi sebelum mengancam hidup.
12. Instruksikan orang terdekat untuk memberitahu pemberi perawatan akan adanya bingung, tidak rapi, tidak berjalan, tremor, atau perubahan kepribadian.
Perubahan (menunjukkan penyimpangan) dapat lebih tampak oleh orang terdekat, meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak dengan klien.
32
Dx VI : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan Intervensi
Rasional
1. Tawarkan diet TKTP (tinggi Memberikan kalori bagi tenaga dan kalori tinggi protein ) protein bagi roses penyembuhan 2. Berikan suplemen vitamin Memberikan nutrisi tambahan (A,B kompleks,C dan K) 3. Motivasi pasien melakukan latihan disellingi istirahat
untuk Menghemat tenaga pasien sambil yang mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien .
4. Motivasi dan bantu pasien Memperbaiki perasaan sehat dan percaya untuk melakukan latihan diri pasien dengan periode waktu yang diinginkan secara bertahap
Dx VII : perubahan suhu tubuh hipotermia Intervensi 1. Catat suhu tubuh secara teratur 2. Motivasi asupan cairan.
Rasional Memeberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi Memperbaiki kehilangan cairan akibat prespirasi serta febris dan meningkatkan kenyamanan pasien
3. Lakukan kompres hangat Menuunkan panas melalui proses untuk menurunkan suhu konduksi serta evaporasi dan meningkatkan kenyamanan pasien 4. Hindari kontak dengan infeksi.
Meminimalkan risiko peningkatan infeksi,suhu tubuh dan laju metaboli
5. Berikan antibiotik seperti yang Meningkatakan konsentrasi antibiotik diresepkan. serum yang tepat untuk mengatasi infeksi. 6. Jaga agar pasien beristirahat Mengurangi laju mtabolik sementara suhu tinggi.
Dx VIII : Gangguan integritas kulit Intervensi
Rasional
33
1. Batasi natrium seperti yang Meminimalkan pembentukan edema diresepkan 2. Berikan perhatian dan Jaringan kuilit yang edematus perawatan yang cermat pada menggangu suplai dan nutrien dan sangat kulit rentan terhadap tekanan serta trauma 3. Baik dan ubah posisi pasien Meminimalkan tekanan yang lama dan dngan sering meningkatkan mobilisasi edema 4. Timbang berat badan dan catat Memungkinkan perkiraan status cairan asupan serta haluaran cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi setiap hari serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik 5. Lakukan latihan gerak secara Meningkatkan mobilisasi edema pasif tinggikan ekstermitas 6. Letakkan bantalan busa kecil Melindungi tonjolan tulang di bawah tumit maleolus dan meminimalkan trauma jika dilakukan tonjolan tulang lainnya dngan benar
Dx IX : Risiko cedera Intervensi
Rasional
1. Amati setiap feses yang di Memungkinkan deteksi perdarahan dalam ekskresi untuk memeriksa traktus gastrointestinal warna ,konsistensi, dan jumlahnya 2. Waspada gejala ansietas, rasa Dapat menunjukkan tanda tanda dini penuh pada perdarahan pada syok epigastrum,kelemahan dan kegelisahan 3. Periksa setiap feses dan Mendeteksi tanda dini yang membuktikan muntahan dalam mendeteksi adanya perdarahan darah yang tersembunyi
Dx X : Nyeri dan gangguan rasa nyaman Intervensi
Rasional
1. Pertahankan tirah baring Mengurangi kebuthan ketika pasien megalami melindungi diri gangguan rasa nyaman
metabolik
dan
34
2. Berikan anti spasmodik dan Mengurangi iritabilitas traktus sedatif seperti yang diresepkan gastrointestinaldan nyeri serta gangguan nyaman pada abdomen 3. Amati,catat dan laporkan Memberikan dasar untuk mendeteksi lebih kberadaan serta sifat neyeri lanjut kemunduran keadaan pasien dan dan gangguan rasa nyaman untuk mengevaluasi intervensi
Dx XI : perubahan proses berfikir Intervensi
Rasional
1. Batasi protein makanan seperti Mengurangi sumber amonia ( makanan yang diresepkan sumber protein ) 2. Berikan makanan sumber Meningkatkan asupan karbohidrat yang karbohidrat dalam porsi kecil adekuat untuk memenuhi kebutuhan tapi sering energi dan mempertahankan protein terhadap proses pemecahannya untuk meghasilkan tenaga 3. Berikan perlindungan terhadap Memperkecil risiko terjadinya infeksi peningkatan kebutuhan metabolik lebih lanjut 4. Pertahankan lingkungan agar Meminimalkan gejala menggigil karena tetap hangat dan bebas dari akan meningkatkan kebutuhan metabolik angin
5. Pelihara hiegine oral sebelum Mengurangi cita rasa yang tidak enak. makan
2.2.5 Evaluasi a.
Nutrisi mencukupi kebutuhan tubuh secara adekuat
b.
Keseimbangan volume cairan adekuat
c.
Tidak terjadi risiko gangguan integritas kulit
d.
Pola napas efektif dan adekuat
e.
Mengetahui pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
f.
Tidak terjadi intoleransi aktivitas
g.
Suhu dalam batas normal
h.
Tidak terjadi gangguan integritas kulit 35
i.
Tidak terjadi risiko cedera
j.
Nyeri berkurang dan peningkatan rasa nyaman
k.
Tidak terjadi perubahan proses berfikir
36
BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 Kasus Seorang laki-laki 57 tahun, Bali Indonesia, petani, Bebandem Karangasem. Pasien meiliki keluhan utama perut membesar. Pasien datang sadar dan diantar oleh keluarga ke Rumah Sakit B pada tanggal 25 Juli 2018 mengeluh perut membesar. Perutnya dikatakan membesar secara perlahan pada seluruh bagian perit sejak 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertamah tegang, namun keluhan perut membesar ini tidak sampai membuat pasien sesak dan kesulitan bernapas. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati sejak 1 bulan namun memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri ulu hati dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan terus –menerus dirasakan oleh pasien sepanjang hari. keluhan ini dikatakan tidak membaik ataupun memburuk dengan makanan. Keluhan nyeri
juga disertai
mualyang dirasakan hilang timbul namun dirasakan sepanjang hari, dan muntah yang biasanya
terjadi setelah makan. Muntahan berisi makanan atau minuman yang
dimakan sebelumnya, dengan volume kurang lebih ½ gelas aqua, tapi tidak ada darah. Keluhan mual dan muntah ini membuat pasien menjadi malas makan (tidak nafsu makan). Pasien juga mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan lemas dikatatakan diarasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan semakin memberat dari hari ke hari hingga akhirnya 6 hari sebelum masuk Rumah Sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari- hari. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki sejak 6 minggu sebelum masuk Rumah Sakit yang membuat pasien suasah berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang ataupun bertambah ketika dipakai berjalan ataupun diistirahatkan. Keluhan kaki bengkak ini tidak disertai rasa nyeri dan kemerahan. Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa buang air besarnya bewarna hitam seperti aspal dengan konsistensi sedikit lunak sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit dengan frekuensi 2kali per hari dan volume kira-kira ½ gelas setiap buang air besar. Buang air ekcil dikatakan berwarna seperti teh sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, dengan frekuensi 4-5 kali 37
per hari dan volumenya kurang lebih ½ gelas tiap kali buang air keil. Rasa yeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien. Paien juga mengatakan bahwa kedua matanya berwarna kuning sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Warna kuning ini muncul perlahan-lahan. Riwayat kulit tubuh pasien menguning disangkal. Selain itu, dikatakan pula bahwa beberapa hari terakhir, pasien merasa gelisah dan susah tidur dimalam hari. Keluhan paans badan, rambut rontok dan gusi berdarah disangkal oleh pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam sakit sedang, kesadaran kompos mentis, berat badan 69 kg, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 92x per menit, laju respirasi 20x per menit, suhu axilla 37°C, dan VAS : 3/10 di daerah epigastrum. Tampak kongjungtiva anemis pada pemerksaan mata dan ginekomastia pada pemeriksaan thoraks. Dari pemeriksaan abdomen, pada inspeksi tampak adanya distensi, dari palpasi didapatkan hepar dan lien sulit dievaluasi dan ada nyeri tekan pada regio abdomen epigastrum dan hipokondrium. Dar perkusi abdomen didapatkan undulasi (+), shifting dullness (+) dan tarube space redup. Tampak edema pada kedua ekstremitas bawah. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang diagnosis pasien ini. Didaptkan bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin pada pasienmeningkat, sedangkan albumin rendah. Peemriksaan HbsAg dan anti HVC hasilnya nonreaktif. Dari pemeriksaan USG Abdomen didapatkan kesan pengecilan hepar dengan splenomegali sesuai dengan gambaran sirosis
hepatis,
acsites,
dan
curiga
nefritis
bilateral.
Dari
pemeriksaan
Esophagogastroduodenoscopy didapatkan varises esofagus grade I 1/3 distal, mucosa bleeding pada gaster dengan kesimpulan GHP berat dan varises esofagus grade I. Dari Pemeriksaan cairan ascites (Tes Rivalta) didapatkan eritrosit 2-3/lp bentuk utuh, cell 261 (poly 30%, mono 70%) albumin 0,32, glukosa 128m, LDH 126, glukosa liquor 50-75. Pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis (Child Pugh C) + ensefalopati hepatikum grade I + melena et causa gastrpati hipertensi portal berta + varises esofagus grade I +acsites grade II. Dimana penatalaksanaan pada pasien ini adalah masuk Rumah Sakit, diet cair (tanpa protein), rendah garam, batasi cairan (1 lt/hari), infuse DS 10% : NS: Aminoleban= 1:1:1→20 tetes per menit, propanolol 2 x 10mg, spironolacton 100mg (pagi), furosemide 40mg (pagi), omeperazole 2 x 40mg, sucralfat syr 3 x CI, asam folat 2 x II, lactulosa sirup 3x CI, paramomycin 4 x 500 38
mg, lavement tiap 12 jam, transfusi albumin 20% 1 kolf/hari → s/d albumin 3 gr/dl, dan nebul ventolin bila mengalami sesak.
39
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Nama Mahasiswa
: Kelompok 3
Tempat praktek
: RS B
Tanggal
: 25 Juli 2018
I.
Identitas diri klien Nama
: Tn. X
Umur
: 57 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Bebandem Karangasem, Bali
Status perkawinan
: Kawin
Agama
: Hindu
Suku
: Bali
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Petani
Lama bekerja
: tidak terkaji
Tanggal masuk RS
: 25 Juli 2018
Tanggal pengkajian
: 25 Juli 2018
Diagnosa Medis
: Sirosis hepatis (child Plugh C) + ensefalopati hepatikum grade 1 + melena et causa gastropati hipertensi portal berat + varises esophagus grade I + ascites grade II
II.
Riwayat Keperawatan
1. Riwayat kesehatan sekarang : a. Keluhan utama: Perut membesar, mengeluh nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus, nyeri yang dirasakan disertai keluhan mual hilang timbul dan muntah bila setelah makan. b. Kronologis keluhan: Perut membesar sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang, tidak ada sesak dan kesulitan bernafas. Klien juga mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 bulan namun memberat sejak 3 hari sebelum masuk RS.
40
2. Riwayat kesehatan masa lalu a. Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan) : Tidak ada b. Riwayat kecelakaan : Tidak ada c. Riwayat di rawat di Rumah Sakit (kapan, alasan dan berapa lama) : Klien sebelumnya tidak pernah di rawat di RS. d. Riwayat pemakaian obat : Tidak ada
3. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan seperti Hepatitis, DM, Hipertensi maupun penyakit lainnya.
4. Penyakit yang pernah di derita oleh anggota keluarga yang menjadi faktor resiko Tidak ada penyakit yang pernah diderita oleh keluarga yang menjadi faktor resiko penyakit klien saat ini.
5. Riwayat psikososial dan spiritual a. Adakah orang terdekat dengan pasien : Istri dan anak sering datang menjenguk pasien selama di rumah sakit
b. Interaksi dalam keluarga : 1) Pola komunikasi
: Baik
2) Pembuat keputusan
: Melibatkan keluarga
3) Kegiatan kemasyarakatan
: Klien memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat
c. Dampak pasien terhadap keluarga : Tidak terkaji
d. Masalah yang mempengaruhi pasien : Tidak terkaji 41
e. Mekanisme koping terhadap stress : ( -) Pemecahan Masalah
( - ) Minum obat
( -) Makan
( - ) Cari pertolongan
(√ ) Tidur
( - ) Lain-lain (Misal : marah, diam)
f. Persepsi pasien terhadap penyakitnya
Hal yang sangat dipikirkan saat ini (tanggungan klien dalam keluarga, seperti : menafkahi keluarga) : Tidak terkaji
Harapan setelah menjalani perawatan : Cepat sembuh
Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : Lemah
g. Sistem nilai kepercayaan :
Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan (nilai yang dianut pasien tetapi bertentangan dengan pasien, contoh : transfusi, larangan mengonsumsi daging sapi, dll): Tidak ada
Aktivitas agama/kepercayaan yang dilakukan : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien rajin melakukan ibadah 5 waktu, dan selama di rumah sakit beribadah menjadi terbatas
h. Kondisi lingkungan rumah (Lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini) : Tidak terkaji
42
Pola Kebiasaan POLA KEBIASAAN Sebelum Sakit Di Rumah Sakit Tidak nafsu Tidak nafsu makan makan karena karena Keluhan mual dan Keluhan mual dan muntah muntah
HAL YANG DIKAJI Pola Nutrisi Nafsu makan : baik/tidak Alasan : (Mual, muntah, sariawan) Porsi makanan yang dihabiskan
½ Porsi
Habis
Makanan yang tidak sukai Makanan yang membuat alergi
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Makanan pantangan
Tidak ada
Tidak ada
Makanan diet
Tidak ada
Diit Cair (tanpa protein) rendah garam 2000 kkal / hari Sucralfat syr 3 x CI Omeprazole 2 x 40 mg
Penggunaan obat-obatan sebelum Tidak ada makan
Tidak ada
Penggunaan alat bantu (NGT, dll)
Pola Eliminasi 1) B.a.k : Frekuensi ........................x/hari
Warna :
Keluhan:
Penggunaan (kateter, dll)
Frekuensi urin 4- Frekuensi urin 5x/hari : 5 x/ hari
4-
Warna urin Warna urin kuning kuning kecoklatan (seperti kecoklatan teh) (seperti teh) Volume urine Volume urine 125cc 125cc Tidak ada Tidak ada alat
bantu Spontan
2) B.a.b : Frekuensi : ................ x/hari
Tidak ada
Waktu : (pagi/siang/malam/tidak tentu)
2x/hari
Spontan
1x/hari
Setiap pagi dan Tidak tentu sore
43
Warna:
Hitam pekat Hitam pekat (seperti aspal)
Konsistensi :
Lunak
Lunak
Keluhan :
Tidak ada
Tidak ada
Penggunaan Laxatif :
Tidak ada
Lactulosa syr 3 x CI
2x/hari
1x/hari
Pagi dan Sore
Sore
2x/hari
Belum pernah
Pola Personal Hygiene 1) Mandi Frekuensi : ………. x/hari Waktu : pagi/sore/malam
2) Oral Hygiene Frekuensi : …………. x/hari
Waktu : pagi/sore/malam
3) Cuci rambut Frekuensi : ……...… x/hari
Pagi dan sore
1x/hari
Belum pernah
Pola istriahat dan tidur Lama tidur siang : …... jam/hari
(+) 6 jam/hari
(+) 6 jam/hari
Tidak ada
Tidak ada
Pagi
Tidak bekerja
Tidak olahraga
Tidak olahraga
Kebiasaan sebelum tidur :
Pola aktivitas dan latihan Waktu bekerja : pagi/siang/malam
Olahraga : ( ) Ya ( ) Tidak Jenis olahraga : ……………. Frekuensi olahraga :….. x/minggu Keluhan dalam beraktivitas
Pergerakan tubuh Pergerakan lemas lemas
Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan 1) Merokok : Ya/Tidak Tidak Frekuensi : ……………. Jumlah : ……………………. Lama pemakaian : …………..
tubuh
Tidak
44
2) Minuman keras NAPZA : Ya/Tidak Frekuensi : …………………. Jumlah : ……………………. Lama pemakaian ; ………….
III.
Ya 2 x 1 hari 500 ml 5 tahun
Tidak
PENGKAJIAN FISIK 1. Pemeriksaan fisik umum : a. Berat badan
: 69 kg
Berat badan sebelum sakit
: 77 kg
LILA
: 18 cm
Lingkar Perut
: 98 cm
b. Tinggi badan
: 178 cm
c. IMT
: 21,78 (Kurus)
d. Tekanan darah
: 110/80 mmHg
e. Nadi
: 92x/menit
f. Frekuensi nafas
: 20x/menit
g. Suhu tubuh
: 37,0ºC
h. Keadaan umum
: ( - ) Ringan ( √ ) Sedang ( - ) Berat
i. GCS
: 15 (E =4
j. Pembesaran kelenjar getah bening
: ( √ ) Tidak
M=6
V =5)
( - ) Ya, Lokasi 2. Sistem penglihatan : a. Posisi mata
: ( √ ) Simetris ( -) Asimetris
b. Kelopak mata
: ( √ ) Normal ( -) Ptosis
c. Pergerakan bola mata
: ( √ ) Normal ( - ) Abnormal
d. Konjungtiva
: ( - ) Merah muda
e. Kornea
: ( √ ) Normal ( - ) Keruh/bekabut
f. Sklera
: ( √ ) Ikterik ( - ) Anikterik
g. Pupil
: ( √ ) Isokor, 2,2 mm ( - ) Anisokor
h. Otot-otot mata
: ( √ ) Tidak ada kelainan
( √ ) Anemis ( - ) Sangat merah
( - ) Juling ke dalam
( - ) Juling keluar ( - ) Berada di atas
i. Fungsi penglihatan
: ( √ ) Baik
j. Tanda-tanda radang
: Tidak ada (Rubor, Kalor, Dolor, Tumor, Fungsiolesa)
( - ) Kabur
( - ) Dua bentuk / diplopia
45
k. Pemakaian kaca mata
: ( √ ) Tidak
(-) Ya, Jenis -
l. Pemakaian lensa kontak : Tidak ada m. Reaksi terhadap cahaya : Baik
3. Sistem pendengaran : a. Daun telinga
: ( √ ) Normal ( - ) Tidak, kanan/kiri
b. Karakteristik serumen (warna, konsistensi, bau) :Tidak ada c. Kondisi telinga tengah
: ( √ ) Normal
( - ) Kemerahan
( - ) Bengkak
( - ) Terdapat lesi
d. Cairan di telinga
: ( √ ) Tidak
( - ) Ada
e. Perasaan penuh di telinga
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak
f. Tinitus
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak
g. Fungsi pendengaran
: ( √ ) Normal
( - ) Kurang
( - ) Tuli, kanan/kiri h. Gangguan keseimbangan
: ( √ ) Tidak
(-) Ya
i. Pemakaian alat bantu
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak
4. Sistem wicara :
( √ ) Normal ( - ) Tidak ( - ) Aphasia ( - ) Aphonia ( - ) Dysatria ( - ) Dysphasia ( - ) Anarthia
5. Sistem pernafasan : a. Jalan nafas
: (√ ) Bersih ( - ) Ada
b. Pernafasan
: (√ ) Tidak sesak
( - ) Sesak ( √ ) Tidak
c. Menggunakan otot bantu nafas : ( - ) Ya d. Frekuensi
: 20 x/menit
e. Irama
: ( √ ) Teratur ( - ) Tidak teratur
f. Jenis pernafasan
: Spontan
g. Kedalaman
: ( √ ) Dalam ( - ) Dangkal
h. Batuk
: ( √ ) Tidak
( - ) Ya 46
i. Sputum
: (√ ) Tidak
( - )Ya
j. Konsistensi
: ( - ) Kental
( - ) Encer
k. Terdapat darah
: ( - ) Ya
( - ) Tidak
l. Palpasi dada
: Tidak teraba massa
m. Perkusi dada
: Suara dada resonan pada kedua lapang paru
n. Suara nafas
: ( √ ) Vesikuler ( - ) Wheezing
( - ) Ronkhi ( - ) Rales
o. Nyeri saat bernafas
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak
p. Penggunaan alat bantu nafas
: ( √ ) Tidak
( - ) Ya
6. Sistem kardiovaskuler : a. Sirkulasi perifer
Nadi 92 x/menit : Irama
: ( √ ) Teratur
Denyut : ( - ) Lemah
( - ) Tidak teratur ( √ ) Kuat
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Distensi vena jugularis
: Kanan : ( √ ) Ya
( - ) Tidak
: ( √ ) Ya
( - ) Tidak
Kiri
Temperatur kulit
: ( √ ) Hangat ( - ) Dingin
Warna kulit
: ( √ ) Pucat
Pengisian kapilar
: 3 detik
Edema
: ( √ ) Ya, letak :
( - ) Cyanosis ( - ) Kemerahan
( - ) Tidak
( √ ) Tungkai atas
(-) Tungkai bawah
( - ) Periorbital
( - ) Muka
( - ) Skrotalis
( - ) Anasarka
b. Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical
: 70 x/menit
Irama
: ( √ ) Teratur ( - ) Tidak teratur
Kelainan bunyi jantung
: ( - ) Mumur ( - ) Gallop
Sakit dada
: ( - ) Ya
Timbulnya
: ( - ) Saat beraktivitas
( √ ) Tidak ada
( √ ) Tidak (√) Tanpa aktivitas
( - ) Seperti ditusuk-tusuk ( - ) Seperti terbakar ( - ) Seperti tertimpa benda berat 47
Skala nyeri
: Tidak ada
7. Sistem hematologik : Gangguan hematologi :
Pucat
: ( √ ) Tidak
( - ) Ya
Pendarahan : ( √ ) Tidak
( - ) Ya
( - ) Ptechie ( - ) Purpura
( - ) Mimisan
( - ) Perdaraah gusi ( -) Echimosis
8. Sistem saraf pusat :
Keluhan sakit kepala
: Tidak ada
Tingkat kesadaran
: ( √ ) Compos mentis ( - ) Apatis ( - ) Somnolent
( - ) Soporokoma
Glasgow coma scale (GCS)
: 15 (E : 4
M :6 V :5)
Tanda-tanda peningkatan TIK
: ( √ ) Tidak
( - ) Ya, ( - ) Muntah proyektil ( - ) Nyeri kepala hebat ( - ) Papil edema
Gangguan sistem persyarafan
: Tidak ada ( - ) Kejang
( -) Pelo
( - ) Mulut mencong (-)Disorientasi (tidak tau waktu, tempat dan orang) ( - ) Polineuritis / kesemutan ( - ) Kelumpuhan ekstremitas (kanan/kiri/atas/bawah)
Pemeriksaan refleks
:
a. Refleks fisiologis : (√ ) Normal
( - ) Tidak
b. Refleks Patologis : (√ ) Tidak
( - ) Ya
9. Sistem pencernaan : a. Keadaan mulut
:
1) Gigi
: ( - ) Caries
( √ ) Tidak
2) Penggunaan gigi palsu
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak 48
3) Stomatitis
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak
4) Lidah kotor
: (√ ) Ya
( - ) Tidak
5) Saliva
: ( √ ) Normal ( - ) Abnormal
b. Muntah
: ( - ) Tidak
( √ ) Ya
Isi : ( √ ) Makanan ( √) Cairan ( - ) Hitam
Warna: ( √ ) Sesuai warna makanan ( - ) Kehijauan ( - ) Cokelat ( - ) Kuning ( - ) Hitam
Frekuensi : 3 x/hari
Jumlah
: 125 ml / 1x muntah
c. Nyeri daerah perut
: ( √ ) Ya, nyeri ulu hati
d. Skala nyeri
: 3 dari 10
e. Lokasi & karakteristik nyeri
: Epigastrium
( - ) Tidak
( √ ) Seperti ditusuk-tusuk
( - ) Melilit-lilit
( - ) Cramp
( - ) Panas/seperti terbakar
( - ) Setempat
( - ) Menyebar
( - ) Berpindah-pindah
( - ) Kanan atas
( - ) Kanan bawah
( - ) Kiri atas
f. Bising usus
: 5x/menit
g. Diare
: ( √ ) Tidak
( - ) Kiri bawah
( - ) Ya,
Lamanya Frekuensi - x/menit h. Warna feces
: ( - ) Kuning ( - ) Putih seperti air cucian beras ( - ) Cokelat ( √ ) Hitam
i. Konsistensi feces
( - ) Dempul
: (√ ) Setengah padat ( - ) Cair ( - ) Berdarah
( - ) Terdapat lender
( - ) Tidak ada kelainan j. Konstipasi
: ( √ ) Tidak Lamanya
( - ) Ya -
hari
k. Hepar
: ( - ) Teraba
(√) Tak teraba
l. Abdomen
: ( - ) Kembung
( √ ) Ascites
( √ ) Distensi 49
10. Sistem endokrin : Perbesaran kelenjar tiroid
: ( √ ) Tidak
( - ) Ya ( - ) Exoptalmus ( - ) Tremor ( - ) Diaporesis
Nafas berbau keton
(√ ) Tidak
: ( - ) Ya ( - ) Poliuri : ( √ ) Tidak
Luka gangren
( - ) Polidipsi ( - ) Poliphagi ( - ) Ya, Lokasi
-
Kondisi luka
-
11. Sistem urogenital : Balance cairan
: Intake cairan Minum 1000 ml + Obat 90 ml + Transfusi Albumin 20% 50 ml + Cairan infus 1500 ml+ Diit cair 2000 ml = 4.640 ml Output cairan Urine (1 ml x 69 kg x 24 jam = 1.656 ml) 1.656 ml + IWL 1.035 ml + Muntah (3x125ml) 375 ml = 3.066 ml Intake–output= 4.640 ml – 3.066 ml =+1.574 ml
Perubahan pola kemih
B.a.k
: ( - ) Retensi ( -) Urgency
( -) Disuria
( - ) Tidak lampias
( - ) Nokturia
( -) Inkontinensia
(- ) Anuria
: terpasang dower catheter Warna : ( - ) Kuning jernih ( -) Merah
( √ ) Kuning kental/coklat ( - ) Putih
Distensi/ketegangan kandung kemih: ( - ) Ya
(√ ) Tidak
Keluhan sakit pinggang
: (- ) Ya
(√ ) Tidak
Skala nyeri
: Tidak ada
12. Sistem integument : Turgor kulit
: ( √ ) Baik
Temperature kulit
: 37,0 Co
( - ) Buruk
50
Warna kulit
: ( - ) Pucat
( - ) Sianosis ( - ) Kemerahan
Keadaan kulit
: (√ ) Baik
( - ) Lesi
( - ) Luka, Lokasi
( - ) Ulkus
-
( - ) Insisi operasi, Lokasi
-
Kondisi ( - ) Gatal-gatal
( - ) Memar/lebam
( - ) Kelainan pigmen ( - ) Luka bakar, Grade - Porsentase ( - ) Dekubitus , Lokasi Kelainan kulit
: ( √ ) Tidak
( - ) Ya, Jenis -
Kondisi kulit daerah pemasangan infus : Tidak ada plebitis Keadaan rambut
: Tekstur
( √ ) Baik
Kebersihan ( √ ) Ya
( - ) Tidak
( - ) Alopesia
( - ) Tidak
13. Sistem musculoskeletal : Kesulitan dalam pergerakan
: ( √ ) Ya
( - ) Tidak
Sakit pada tulang, sendi, kulit
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak
Fraktur
: ( - ) Ya
( √ ) Tidak
Lokasi Lain-lain, sebutkan Kelainan bentuk tulang sendi
: ( - ) Kontraktur
( - ) Bengkak
Lain-lain, sebutkan Kelainan struktur tulang belakang : ( - ) Skoliosis ( - ) Lordosis Keadaan tonus otot
: (√ ) Baik (√ ) Hipertoni
Kekuatan otot
:
( - ) kiposis ( - ) Hipotoni ( - ) Atoni
5555
5555
3333
3333
DATA TAMBAHAN (Pengetahuan tentang penyakit) : Klien mengetahui perutnya membesar karena penyakitnya, tetapi klien belum dapat menjelaskan dengan tepat tentang penyakitnya.
51
DATA PENUNJANG (Pemeriksaan Diagnostik yang menunjang masalah : Lab, Radiologi, Endoskopi, dll) 1. Hasil Lab (25 Juli 2018) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Ket
Kimia Klinik Bilirubin Total Direk Indirek Bilirubin Total
H. 10.60 mg/dL
0.1 - 1.0
Tinggi
Bilirubin Direk
H. 8.58 mg/dL
0.0 – 0.2
Tinggi
Bilirubin Indirek
2.02 mg/dL
-
-
SGOT (AST)
1424 U/L
0 – 35
Tinggi
SGPT (ALT)
526 U/L
0 – 35
Tinggi
Ureum Darah
94 mg/dl
20 – 40
Tinggi
Kreatinin Darah
2.27 mg/dl
0.35 – 0.93
Tinggi
Albumin
0.32 g/dL
3.40 – 4.80
Rendah
Nilai Rujukan
Ket
2. Hasil Lab (25 Juli 2018) Jenis Pemeriksaan
Hasil Imunologi
HbsAg HbsAg (Rapid)
Non Reaktif
Non Reaktif
-
Anti HCV IgM
0.01 Non Reaktif
≤ 0.4
-
Equivocal
0.4 – 0.5 Reaktif
≥ 0.5
-
IgM Anti HCV (Vidas)
Non Reaktif
Non Reaktif
-
Nilai Rujukan
Ket
3. Hasil Lab (25 Juli 2018) Jenis Pemeriksaan
Hasil
52
Hematologi Hemoglobin
10.2 gdl
11.7 – 15.5
Rendah
Hematokrit
31.49 %
32 – 47
Rendah
Eritrosit
2 - 3 juta/µL
3.8 – 5.2
Rendah
Leukosit
9.60 102 3/µL
3.60 – 11.00
Normal
Trombosit
150 ribu/µL
150 – 440
Normal
Elektrolit Natrium (Na)
136 mmol/L
125 – 147
Normal
Kalium (K)
4.2 mmol/L
3.5 – 5.0
Normal
Klorida (Cl)
108 mmol/L
98 – 108
Normal
4. Hasil Radiologi : USG Abdomen (25 Juli 2018) Kesan: Pengecilan hepar dengan splenomegali sesuai dengan gambaran sirosis hepatis, ascites dan curiga nefritis bilateral.
5. Hasil Esophagogastroduodenoscopy (25 Juli 2018) Hasil: -
Varises esophagus grade I 1/3 distal
-
Mucosa bleeding pada gaster
Kesimpulan: GHP (Gastropati Hipertensi Portal) berat dan varises esophagus grade I 6. Hasil Tes Rivalta - Pemeriksaan Cairan Ascites (25 Juli 2018) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Ket
Tes Rivalta Eritrosit
2 - 3 / lp
3.8 – 5.2
Rendah
Cell Glukosa
261 (poly 30% mono 70%) 128
< 140 mg/dl
Normal
LDH
126
100 – 190 unit/L
Normal
Glukosa Liquor
50 – 70
45 – 80 mg%
Normal 53
IV.
PENATALAKSAAN MEDIS B. Cairan : Infus DS 10% 500 ml : NS 0,9%500 ml : Aminoleban 500 ml = 1:1:1 / 24 jam (1 kolf = 20 tpm / 8 jam) C. Diet
: Diit cair tanpa protein, rendah garam 2000 kkal / hari
D. Obat : a. Propanolol 2 x 10 mg jam 08.00 dan 20.00 (PO) Efek: untuk menurunkan tekanan darah. b. Spironolakton 1 x 100 mg jam 08.00(PO) Efek: untuk membuang air dari dalam tubuh melalui urin. c. Furosemide 1 x 40 mgjam 08.00 (PO) Efek: mengurangi cairan berlebih dalam tubuh. d. Omeprazole 2 x 40 mg jam 08.00 dan 20.00 (PO) Efek: untuk tukak lambung. e. Sucralfat syr 3 x CI jam 08.00, 14.00, 22.00 (PO) Efek: untuk mencegah perdarahan sistem pencernaan. f. Asam folat 2 x II jam 08.00 dan 20.00 (PO) Efek : suplemen nutrisi, terapi anemia megaloblastik. g. Lactulosa syr 3 x CI jam 08.00, 14.00, 22.00 (PO) Efek: laksatifdan mencegah ensefalopati hepatikum. h. Paromomycin 4 x 500 mg jam 08.00, 14.00, 20.00, 02.00 (PO) Efek: antibiotik dan untuk mengobati msalah liver. i. Pemberian albumin 20 % 50cc/hr IV s/d albumin > 3 gr/dl. j. Ventolin (inhalasi) bila sesak.
54
A. ANALISA DATA Nama Klien / Umur
: Tn. X / 57tahun
Ruangan / No.Kamar : Cempaka / 501
No. 1.
2
DATA DS : Klien mengatakan : - Perutnya membesar sejak 3 bulan terakhir - Bengkak pada kedua kaki dan sulit berjalan sejak 6 minggu sebelum masuk RS DO :
ETIOLOGI
MASALAH
- Pemeriksaan abdomen adanya distensi pada seluruh kuadran - Hasil perkusi abdomen undulasi +, shifting dullnes +, traube space redup - Tampak edema pada kedua ekstrimitas bawah - JVP meningkat kanan dan kiri - Refleks hepatojugular positif - Lingkar Perut : 98 cm - Balanace cairan : + 1.574 ml
Gangguan mekanisme regulasi cairan
Hipervolemi
DS: - Klien mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 bulan, nyeri bertambah parah sejak 3 hari yang lalu P: Nyeri akibat penyakitnya Q: Seperti ditusuk-tusuk, nyeri terus- Agen pencedera fisiologis : menerus, nyeri tidak membaik sirosis hepatis ataupun memburuk dengan makanan R: Nyeri pada ulu hati S: Klien mengatakan nyeri skala 3 (nyeri ringan) dari rentang 1-10 T: Nyeri terus menerus sepanjang hari
Nyeri Akut
DO : - Hasil TTV : TD = 110/80 mmHg N = 92x/mnt RR = 20x/mnt S = 37,0 °C - Skala nyeri : 3/10 didaerah epigastrium - Ada nya distensi pada abdomen 55
- Adanya nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium - Dari pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan pengecilan hepar dengan splenomegali 3.
DS : Klien mengatakan : - Mual hilang timbul sepanjang hari. - Muntah setelah makan berisi minuman dan makanan yang dimakan sebelumnya dengan volume ±1/2 gelas aqua, tidak ada darah - Tidak nafsu makan - BB sebelum sakit 77 kg dan tinggi badan 178 cm - BAB berwarna hitam seperti aspal dengan konsistensi sedikit lunak sejak tujuh hari yang lalu, dengan frekuensi 2x/hari dan volume ½ gelas
-
Ketidakmampuan mengabsorsi nutrien Intake nutrien yang tidak adekuat
Defisit nutrisi
DO : Antropometri (A) - TB : 178 cm - BB sebelum sakit : 77 kg - BB setelah sakit : 69 kg - Lingkar Lengan : 18 cm Bioclinical (B) - Hemoglobin : 10.2 gdl - Hematokrit : 31.49 % - Albumin : 0.32 g/dL Clinical signs (C) - Konjungtiva : Anemis - Sklera : Ikterik Diit (D) Diit cair tanpa protein, rendah garam 2000 kkal / hari 4.
DS : Klien mengatakan : - Lemas dirasakan terus menerus tidak menghilang walaupun klien telah beristirahat DO : - Klien tidak bisa melakukan aktivitas sehari hari - Klien tampak lemas - Kebutuhan istirahat klien meningkat
Kondisi fisiologis (penyakit kronis)
Keletihan
56
5.
DS : Klien mengatakan : - Tidak nafsu makan - Perut membesar sejak 3 bulan terakhir - Bengkak pada kedua kaki dan sulit berjalan sejak 6 minggu sebelum masuk RS - Defisit nutrisi - Kelebihan volume DO : cairan - TB : 178 cm - BB sebelum sakit : 77 kg - BB setelah sakit : 69 kg - Lingkar Lengan : 18 cm - Lingkar Perut : 98 cm - Hemoglobin : 10.2 gdl - Hematokrit : 31.49 % - Albumin : 0.32 g/dL - Konjungtiva : Anemis - Sklera : Ikterik - Adanya distensi dan asites pada pemeriksaan abdomen - Tampak edema pada kedua ekstrimitas bawah
Resiko Gangguan Integritas Kulit
DIAGNOSA KEPERAWATAN Nama Klien / Umur
: Tn. X / 57 tahun
Ruangan / No.Kamar : Cempaka / 501
NO DX
1.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN (Diisi Berdasarkan Prioritas Masalah) Hipervolemi b.d Gangguan mekanisme regulasi d.d klien mengatakan perutnya membesar, bengkak pada kedua kaki dan sulit berjalan. Pemeriksaan abdomen adanya distensi pada seluruh kuadran, Perkusi abdomen undulasi +, shifting dullnes +, traube space redup, edema pada kedua ekstremitas bawah, JVP meningkat kanan dan kiri, refleks hepatojugular positif, lingkar perut : 98cm, balance cairan : + 1.574 ml. Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorsi intake nutrien yang tidak adekuat d.d Klien mengatakan mual secara hilang timbul sepanjang hari, muntah setelah makan, tidak nafsu makan, BAB berwarna hitam seperti
TANGGAL DITEMUKAN
TANGGAL TERATASI
PARAF DAN NAMA JELAS
25 Juli 2018
KELOMPOK 3
25 Juli 2018
KELOMPOK 3
57
3.
aspal dengan konsistensi sedikit lunak. Antropometri (A) TB : 178cm , BB sebelum sakit : 77kg, BB setelah sakit : 69kg, Lingkar Lengan : 18cm, Bioclinical (B) , Hemoglobin : 10.2 gdl, Hematokrit : 31.49 %, Albumin : 0.32 g/dL. Clinical signs (C), Konjungtiva : Anemis, Sklera : Ikterik, Diit (D), Diit cair tanpa protein, rendah garam. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis d.d Klien mengatakan nyeri sejak 1 bulan, nyeri bertambah parah sejak 3 hari yang lalu. P: Nyeri akibat penyakitnya. Q: Seperti ditusuk-tusuk, nyeri terus-menerus, nyeri tidak membaik ataupun memburuk dengan makanan. R: Nyeri pada ulu hati. S: Klien mengatakan nyeri skala 3 (nyeri ringan) dari rentang 1-10. T: Nyeri terus menerus sepanjang hari. Hasil TTV = TD : 110/80 mmHg, N : 92x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 37,0°C, Skala nyeri : 3/10 di daerah epigastrium, distensi pada abdomen, nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium, USG abdomenkesan pengecilan hepar dengan splenomegali.
25 Juli 2018
KELOMPOK 3
58
C. RENCANA (INTERVENSI) KEPERAWATAN Meliputi Tindakan Keperawatan Independen dan Dependen
Nama Klien / Umur
: Tn.X/57 tahun
No. Register : 20181026
Ruangan / No.Kamar : Cempakai/502
NO DX 1.
TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA HASIL TINDAKAN Tujuan : Mandiri Klien akan menunjukkan tidak 1. Monitor tekanan adanya gangguan hipervolemi darah, nadi, suhu setelah dilakukan tindakan dan status keperawatan selama 3 x 24 pernafasan dengan jam tepat KH : 2. Jaga intake/asupan - TTV dalam batasan normal : yang akurat dan TD:110-120/80-90mmHg catat output pasien N : 60-100 x/menit R : 16-20x/menit S : 36,5 – 37,2ºC - Edema berkurang - Tidak ada distensi vena 3. Ukur lingkar perut jugularis tiap hari - Balance cairan dalam batas normal±200-400 ml - Lingkar perut dalam rentang normal 4. Kaji lokasi dan luas edema
5. Dorong tirah baring untuk ascites
Kolaborasi 6. Pasang urin kateter 7. Berikan obat diuretik: Spironolakton 1 x 100 mg (08.00) (PO) Furosemide 1 x 40
RASIONAL
PARAF & NAMA
Tanda- tanda vital mengetahui keadaan umum klien
Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaik an perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi Untuk mengetahui adanya peningkatan atau penurunan lingkar perut karena asites Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin, dan penurunan ADH Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis Untuk mengukur output urin pasien Untuk mengurangi cairan berlebih dalam tubuh (edema dan ascites) melalui urin,
KELOMPOK 3
59
mg (08.00) (PO)
NO DX 2
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Tujuan : Klien akan menunjukkan meningkatnya asupan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam KH : - Klien mengatakan mual muntahnya berkurang - Nafsu makan klien meningkat - Nutrisi klien terpenuhi - Konjungtiva ananemis - Sklera anikterik - LILA dalam rentang normal (90-110%) LILA klien : 18/29,3x100%= 61,43% (Underweight) - BB klien ideal
RENCANA TINDAKAN Mandiri 1. Kaji frekuensi mual, durasi, tingat keparahan, faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual 2. Anjurkan makan sedikit dan sering sesuai dengan diit klien
3. Berikan makanan halus, hindari makanan sesuai indikasi 4. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
5. Bandingkan perubahan riwayat berat badan dan observasi lingkar perut klien dan LILA klien Kolaborasi : 6. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 7. Berikan obat sesuai indikasi : Omeprazole 2x 40 mg (08.00 dan 20.00) (PO)
Sucralfat syr 3 x CI (08.00, 14.00,
meningkatkan eksresi air sambil menghemat kalium
RASIONAL Apabila karakteristik mual dan faktor penyebab mual diketahui maka dapat menentukan intervensi yang diberikan
PARAF & NAMA
KELOMPOK 3
Memberikan makan sedikit tapi sering dapat menurunkan rasa mual dan meningkatkan nafsu makan klien perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat Pasien cenderung mengalami luka dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi.
makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya dibatasi
Indikasi untuk tukak lambung
Indikasi untuk mencegah perdarahan 60
NO DX 3.
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam KH : - Klien mampu mengontrol nyeri - Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri - Klien menyatakan rasa nyeri berkurang - Nyeri dengan skala 0 - Tanda – tanda vital dalam batasan normal: TD : 110-120/80-90 mmHg N : 60-100 x/menit R : 16-20x/menit S : 36,5 – 37,2ºC
22.00) (PO)
sistem pencernaan
Asam folat 2 x II (08.00 dan 20.00) (PO)
Indikasi suplemen nutrisi, terapi anemia megaloblastik
RENCANA TINDAKAN Mandiri : 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat 2. Observasi nyeri secara komprehensif
RASIONAL
PARAF & NAMA
Tanda vital untuk mengetahui keadaan umum
3. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi napas dalam
Mengetahui daerah nyeri, kualitas, waktu saat nyeri dan berat ringannya nyeri yang dirasakan Untuk mengurangi rasa nyeri dan dapat digunakan oleh klien saat nyeri timbul
4. Atur posisi klien senyaman mungkin sesuai dengan keinginan klien
Posisi yang nyaman membantu otot untuk relaksasi se-optimal mungkin
kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian obat analgetik
Untuk mengurangi nyeri
KELOMPOK 3
61
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengkajian Keperawatan Sirosis hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distrosi struktur hepar dan hilangya sebagian besar fungsi hepar. Penyebab sirosis hepatis antara lain adalah intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis, hepatitis virus, hepatotoksin, alkoholnisme dan malnutrisi. Dalam kasus pada data pengkajian klien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama perut membesar secara perlahan pada seluruh bagian perut sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan ini disebabkan adanya disfungsi hati ; gangguan metabolisme protein menyebabkan hipoalbumin ; transudasi cairan intrasel ke ekstrasel menyebabkan asites dan edema tungkai. Keluhan lain yaitu nyeri ulu hati yang disertai mual dan muntah dan biasanya terjadi setelah makan disebabkan adanya hipertensi portal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah esofagus dan lambung, terjadi varises esofagus dan pendarahan masuk ke saluran cerna atas (lambung) dan bercampur dengan asam lambung menyebabkan erosi hemoralgik pada lambung karena sifat korosif HCl, menyebabkan perforasi dinding lambung yang menyebabkan nyeri ulu hati. Nyeri dirasakan dengan skala 3 di epigastrium seperti ditusuk-tusuk dan tidak menyebar. Selain itu, muntah klien berisi makanan dan cairan dengan warna sesuai dengan warna makanan sekitar 125ml dan frekuensi muntah ialah 3x sehari. Pada pemeriksaan pada mata didapatkan sklera klien mengalami ikterik karena Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin, menimbulkan ikterus dan jaundice, selain itu konjungtiva klien anemis. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum klien dalam sakit sedang dengan GCS 15, kesadaran compos mentis. pada balance cairan yang didapatkan ialah +1.574 ml, nilai normal balance cairan yaitu 200-400ml sehingga dapat dikatakan intake klien lebih besar dibandingkan dengan output.
62
4.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang ditegakkan sebagai tiga prioritas utama sesuai dengan kegawatan, yang mengancam nyawa, dan urutan kebutuhan yaitu diagnosa pertama hipervolemi b.d gangguan mekanisme regulasi d.d klien mengatakan perutnya membesar secara sejak 3 bulan terakhir, bengkak pada kedua kaki dan sulit berjalan. Pemeriksaan abdomen adanya distensi pada seluruh kuadran,perkusi abdomen undulasi +, shifting dullnes +, traube space redup,edema pada kedua ekstremitas bawah, JVP meningkat kanan dan kiri,refleks hepatojugular positif, lingkar perut : 98 cm, balance cairan : + 1.574 ml. Diagnosa kedua yaitu defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorsi intake nutrien yang tidak adekuat d.d klien mengatakan mual secara hilang timbul sepanjang hari,muntah setelah makan, tidak nafsu makan,BAB berwarna hitam seperti aspal dengan konsistensi sedikit lunak, Antropometri (A) TB : 178cm, BB sebelum sakit : 77kg, BB setelah sakit : 69kg, Lingkar Lengan : 18cm, Bioclinical (B) Hemoglobin : 10.2 gdl, Hematokrit : 31.49 %, Albumin : 0.32 g/dL. Clinical signs (C), Konjungtiva : Anemis, Sklera : Ikterik, Diit (D), Diit cair tanpa protein, rendah garam. Diagnosa ketiga yang ditegakkan yaitu nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d klien mengeluh nyeri sejak 1 bulan, nyeri bertambah parah sejak 3 hari yang lalu,P: Nyeri karena penyakitnya, Q: Seperti ditusuk-tusuk, R: Nyeri tidak membaik ataupun memburuk dengan makanan , S: Klien mengatakan nyeri skala 3 dari rentang 1-10 , T: Nyeri terus menerus sepanjang hari, TTV = TD: 110/80 mmHg, N : 92x/mnt,
RR
:
20x/mnt
,
S
:
37,0°C,
Skala
nyeri
:
3/10
didaerah
epigastrium,distensiabdomen,nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium, USG abdomen kesan pengecilan hepar dengan splenomegali. 4.3 Intervensi Keperawatan Intervensi yang akan dilakukan sesuai dengan referensi yang didapat dan kesesuaian dengan kebutuhan klien. Intervensi diagnosa hipervolemi yaitu monitor tanda - tanda vital klien untuk mengetahui keadaan umum klien, agar intake/asupan yang akurat dan catat output pasien, kaji lokasi dan luas edema, Dorong tirah baring, pasang urin kateter, berikan obat diuretik spironolakton 1 x 100 mg (08.00) (PO) dan furosemide 1 x 40 mg (08.00) (PO). hasil yang ingin dicapai dalam diagnosa hipervolemi yaitu edema berkurang, tidak ada distensi vena jugularis, balance cairan
63
dalam batas normal ±200-400 ml dan tanda – tanda vital dalam batasan normal TD : 110-120/80-90 mmHg, N : 60-100 x/menit, R : 16-20x/menit, S : 36,5 – 37,50˚C. Intervensi diagnosa defisit nutrisi yaitu observasi fekuensi mual, durasi, tingat keparahan, faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual, anjurkan makan sedikit dan sering sesuai dengan diit klien, berikan makanan halus, hindari makanan sesuai indikasi, berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, bandingkan perubahan riwayat berat badan dan observasi lingkar perut klien dan LILA klien, berikan obasesuai indikasi yaitu omeprazole 2x40 mg (PO) dan Asam folat 2 x II. Hasil yang ingin dicapai yaitu Klien mengatakan mual muntahnya berkurang, nafsu makan klien meningkat, nutrisi klien terpenuhi, konjungtiva an-anemis, sklera anikterik, LILA dalam rentang normal (90-110%) LILA klien : 18/29,3x100%= 61,43% (Underweight), lingkar perut dalam rentang normal, BB klien ideal. Intervensi diagnosa nyeri akut yaitu monitor tanda - tanda vital klien, observasi nyeri secara komprehensif, ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi napas dalam, . atur posisi klien senyaman mungkin sesuai dengan keinginan klien, kolaborasi pemberian obat analgetik. Kriteria hasil yang ingin dicapai yaitu - klien mampu mengontrol nyeri, klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, klien menyatakan rasa nyeri berkurang, nyeri dengan skala 0, tanda – tanda vital dalam batasan normal TD : 110-120/80-90 mmHg, N : 60-100 x/menit, R : 1620x/menit, S : 36,5 – 37,50˚C
64
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Sirosis hati adalah penyakit menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada payah jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada sindrom Felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Tjokronegoro, 2002). Pentingnya
identifikasi
diniterhadap
gejala
yang
timbul
merupakan
penatalaksanaan preventif segera dan tepat akan menurunkan risiko komplikasi dan progresifitas penyakit. Kemampuan pertawat klinik yang memadai dalam memahami kondisi sirosis hepatis.
5.2 Saran Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis hepatis ini, hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selain itu asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung dengan klien dengan sirosis hepatis.
65
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Destiana. 2013. Analisis Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis di Ruang PU 6 RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Depok : Karya Ilmiah Akhir FIK UI Baradero, Mary, dkk.2005. Klien Gangguan Hati. Jakarta : EGC Dongeous, Marilynn E, dkk.2002. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman UntukPerencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS Berdasarkan Penerapan Diagnose Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus. Edisi Revisi. Jilid 2. Jogjakarta: MediAction. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Setiati, dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing Sherlock, S. (1997). Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Oxford : England Blackwell.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Sudoyo, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jilid IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 2002. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Wibisono, Elita et., all. 2014. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Edisi IV. Bagian II. Jakarta: Media Aesculapius.
66
67