Sikap Sikap adalah pernyataan evaluatif-baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Apa saja komponen utama dari sikap ? 1. Komponen Kognitif (cognitive component) : Segmen Opini atau keyakinan dari sikap contohnya, pengawas saya memberi promosi kepada seorang rekan kerja yang tidak begitu pantas mendapatkannya bila dibandingkan dengan diri saya. 2. Komponen Afektif ( affective component ): Segmen emosional atau perasaan dari sikap. Contohnya, saya tidak menyukai pengawas saya. 3. Komponen Perilaku ( behavioral component ) : Kiat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Contohnya, saya akan mencari pekerjaan lain, saya telah mengadukan pengawas saya ke semua orang yang mau mendengarkan saya. Seberapa Konsinstenkah Sikap Itu ? Mungkin anda pernah mendengar tentang organisasi mahasiswa, misalnya : seorang mahasiswa baru yakin bahwa perkumpulan mahasiswa merupakan sesuatu hal yang bagus dan menjadi anggota dalam dalam organisasi mahasiswa adalah penting. Akan tetapi, apabila ia gagal untuk menjadi anggota sebuah organisasi mahasiswa , ia mungkin berkata, “Aku tahu bahwa bagaimanapun juga suatu organisasi mahasiswa tidak begitu menyenangkan”. Cerita diatas menunjukkan bahwa tidak adanya ketidak konsistenan atau ketidaksesuaian antara sikap dan perilakunya dan individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat konsisten dan rasional. Pada akhir tahun 1950-an, Leon Festinger mengemukakan teori “Ketidaksesuaian Kognitif” yang menunjuk pada ketidaksesuaian yang dirasakan oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Alternatif yang dapat dilakukan untuk menghindari ketidaksesuaian ini yaitu : Ia bisa mengubah perilakunya, mengurangi ketidaksesuaian dengan menyimpulkan bahwa perilaku yang tidak sesuai bagaimanapun juga tidak begitu penting, serta mengubah sikapnya. Apakah Perilaku Selalu Mengikuti Sikap ? Penelitian sebelumnya menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku yaitu : sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun, berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku atau, paling banyak , hanya berhubungan sedikit. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku kemungkinan besar muncul ketika tekanan sosial untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu yang luar biasa . Akhirnya sikap dan perilaku mungkin sekali menjadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu dengan mana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.
Festinger mengusulkan bahwa kasus sikap mengikut perilaku mengilustrasikan efek 1. Disonansi kognitif (cognitive dissonance), setiapa ketidakcocokan yang individu rasakan antara dua atau lebih sikap atau antara perilaku dan sikap. 2. Variabel moderasi , moderator yang paling kuat dari hubungan sikap adalah pentingnya sikap itu, korespondensinya dengan perilaku , aksesibilitasnya, keberadaan tekanan sosial, dan apakah seseorang memiliki pengalaman langsung dengan sikap itu. Apakah Sikap Kerja yang Utama ? Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi PO menfokuskan perhatian pada jumlah yang sangat terbatas mengenai sikap yang berkaitan dengan kerja. Sebagian besar penelitian dalam PO berhubungan dengan tiga sikap, yaitu : 1. Kepuasan Kerja ( Job Satisfaction ). Kepuasan Kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya. 2. Keterlibatan Pekerjaan ( Job Involvement ). Keterlibatan pekerjaan adalah Tingkat sampai mana seseorang memihak sebuah pekerjaan, berpartisipasi secara aktif di dalamnya, dan menganggap kinerja penting sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang memiliki keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Di dalam keterlibatan pekerjaan juga terdapat konsep Pemberian Wewenag Psikologis ( Psychological empowerment ), yaitu keyakinan karyawan terhadap sejauh apa mereka memiliki lingkungan kerja, kompetensi, makna pekerjaan, dan otonomi dalam pekerjaan, juga sangat berkaitan dengan sikap kerja. 3. Komitmen Organisasional ( Organizational Commitment ). Komitmen Organisasional didefinikasn sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. 4. Dukungan organisasi yang dirasakan (perceived organizational support). Tingkat dimana para pekerja mempercayai bahwa organisasi menilai kontribusinya dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Bagaimana Sikap Karyawan dapat Diukur ? Sikap karyawan dapat diukur dengan adanya survey sikap. Survey Sikap adalah upaya mendapatkan respons dari karyawan melalui kuesioner mengenai perasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja, penyelia, dan organisasi. Penggunaan survey secara teratur memberi manajer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktik yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan atau kelompok karyawan tertentu. Hal ini dikarenakan karena perilaku karyawan didasarkan pada persepsi, bukan kenyataan.
Apa Arti Penting dari Sikap terhadap Keberagaman di Tempat Kerja ? Seperti apakah program keberagaman ini dan bagaimana hal ini menyampaikan perubahan sikap ? Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri. Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta meghadapi stereotip etnis dan kultural yang mungkin mereka miliki. Kemudian, para partisipan biasanya ambil bagian dalam diskusi kelompok atau panel-panel dengan wakil dari berbagai kelompok. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif terhadap individu yang berbeda dari para partisipan.
Kepuasan Kerja
Bagaimana Kita Mengukur Kepuasan Kerja ? Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan. Pertanyaannya bagaimana kita mengukur konsep tersebut? Ada dua pendekatan yang paling lugas digunakan yaitu : 1. Metode Penilaian Tunggal Secara Umum. Metode ini sekadar meminta individu untuk merespons satu pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri anda denga pekerjaan anda?” dan para responder menjawab sesuai dengan keinginannya. Pendekatan ini mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor khusus yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini, peluang Promosi, dan hubungan rekan-rekan kerja. 2. Nilai Penyajian Akhir yang terdiri atas sejumlah aspek Pekerjaan. Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian akhir faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang menunjukkan bahwa pada dasarnya yang pertama sama validnya dengan yang terakhir. Seberapa Puas Individu dengan Pekerjaan Mereka ? Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan mengalami banyak perubahan tergantung pada segi kepuasan kerja. Mereka akan mengatakan puas apabila upah yang diterimanya sesuai dengan apa pekerjaan yang telah dilakukannya . Apakah yang Menyebabkan Kepuasan Kerja ? Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, rekan kerja ), menikmati kerja itu sendiri hampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Dengan kata lain, sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada kerja yang dapat diramalkan dan rutin. Pengaruh dari Karyawan yang Tidak Puas dan Puas di Tempat Kerja Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan begitupun sebaliknya. Sebuah kerangka teoritis-kerangka keluar-suara-kesetiaan-pengabaian sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan. Empar respons kerangka kerja , yang membedakan dua dimensi : konstruktif/destruktif/dan aktif/pasif. Responsnya adalah :
1. Keluar (exit) : ketidakpuasan yang diungkapkan melalui perilaku yang mengarah pada meninggalkan organisasi. 2. Suara ( voice) : ketidakpuasan yang diungkapkan melalui percobaan untuk memperbaiki kondisi secara aktif dan konstruktif. 3. Kesetiaan ( loyalty) : ketidakpuasan yang diungkapkan melalui secara pasif menunggu kondisi-kondisi itu membaik. 4. Pengabaian ( neglect) : ketidakpuasan yang diungkapkan dengan membiarkan kondisi memburuk. Kegunaan kerangka kerja ini cukup umum , kita sekarang membahas hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja ditempat kerja. 1. Kepuasan kerja dan kinerja Seperti yang disimpulkan dalam “mitos dan ilmu pengetahuan”, pekerja yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut. Akan tetapi beberapa peneliti biasanya percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. 2. Kepuasan Kerja dan OCB Tampaknya adalah logis untuk menganggap bahwa kepuasan kerja seharusnya menjadi factor penentu utama dari perilaku kewargaan organisasional atau OCB seorang karyawan. Karyawan yang puas tampaknya cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan. Selain itu, karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka ingin merespons pengalaman positif mereka. 3. Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan Karyawan dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan. Karena manajemen organisasi jasa harus menyenangkan pelanggan adalah masuk untuk bertanya : apakah kepuasan karyawan berhubungan dengan hasil pelanggan yang positif? Untuk karyawan garis depan yang mempunyai hubungan tetap dengan para pelanggan, jawabannya adalah “ya”. 4. Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran Kita menemukan hubungan negative yang konsisten antara kepuasan dan ketidakhadiran, tetapi korelasi tersebut berkisar antara sedang sampai lemah. Sementara adalah masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan, factor – factor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Sebagai contoh, organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati para karyawan mereka termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil cuti. 5. Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan Kepuasan juga berhubungan negative dengan perputaran karyawan, tetapi korelasi tersebut lebih kuat daripada apa yang kita ketahui untuk ketidakhadiran. Namun sekali lagi factor – factor lain sperti kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang peluang pekerjaan laternaitf, dan lamanya masa jabatan dengan organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan yang actual untuk
meningkatkan pekerjaan seseorang pada saat ini. Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan – perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan. 6. Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja Ketidakpuasan kerja memprediksi banyak perilaku khusus, termasuk upaya pembentukan seriakt kerja, penyalahgunaan hakikat, pencurian di tempat kerja, pergaulan yang tidak pantas, dan kelambanan. Para peneliti berpendapat bahwa perilaku ini adalah indicator sebuah sindrom yang lebih luas yang sering kita sebut perilaku menyimpang di tempat kerja. Jika para pekerja tidak menyukai lingkungan kerjanya, mereka akan merespons,meskipun tidak selalu mudah untuk meramalkan secara pasti bagaimana.
7. Manajer sering “tidak paham” Seharusnya tidak mengejutkan bahwa kepuasan kerja dapat memengaruhi hasil akhir. Satu studi oleh firma konsultan manajemen memisahkan organisasi-organisasi besar ke dalam moral tinggi (lebih dari 70% pekerja mengungkapkan kepuasan kerja keseluruhan) dan moral medium atau rendah ( lebih sedikit dari 70%). Banyak manajer yang tidak peduli mengenai kepuasan kerja pekerja . manajer lain masih beranggapan berlebihan bahwa para pekerja puas dengan pekerjaannya, sehingga mereka tidak berfikir ada masalah saat benar-benar ada masalah. Survai teratur dapat mengurangi kesenjangan antara apa yang dipikirkan manajer mengenai apa yang dirasakan pekerja dana pa yang mereka sesungguhnya rasakan. Ini dapat memengaruhi hasil akhir dalam lokasi lisensi kecil sebagaimana diperusahaan besar.