TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK II ASUHAN KEPERAWATAN KRONIK ANAK PADA SYSTEM PENCERNAAN: DIARE KRONIS, MAL NUTRISI
Dosen Pembimbing : Iqlima Dwi Kurnia, S.Kep.,Ns.,M Kep
Disusun Oleh: Kelompok 2 Yuliani Puji Lestari 131611133003 Arinda Naimatuz Zahriya 131611133024 Verantika Setya Putri 131611133026 Putri Aulia Kharismawati 131611133027 Erlina Dwi Kurniasari 131611133028 Ni Putu Neni Indrayani 131611133031 Nesya Ellyka 131611133038 Doni Ananda 103181605
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2018 i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan ridha-Nya dan rahmat-Nya. Shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membimbing penulis menuju jalan terang. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Iqlima Dwi Kurnia, S.Kep.,Ns.,M Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penbuatan makalah ini, serta kepada semua pihak yang terlibat, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Kronik Anak Pada System Pencernaan: Diare Kronis, Mal Nutrisi Materi yang penulis paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang ingin mempelajari tentang Asuhan Keperawatan Kronik Anak Pada System Pencernaan: Diare Kronis, Mal Nutrisi
Surabaya, 25 September 2018
Penyusun
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Tujuan
2
1.3. Rumusan Masalah
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1. Diare Kronis…………………………………………………………..3 2.1.1 Definisi Diare Kronis…………………………………………... 3 2.1.2 Etiologi………………………………………………………….3 2.1.3 Manifestasi Klinis……………………………………………… 4 2.1.4 Klasifikasi……………………………………………………… 4 2.1.5 Patofisiologi……………………………………………………. 5 2.1.6 Komplikasi……………………………………………………... 6 2.1.7 WOC…………………………………………………………… 7 2.1.8 Penatalaksanaan………………………………………………... 8 2.1.9 Pemeriksaan Penunjang………………………………………... 11 2.1.10 Pencegahan Diare…………………………………………….. 13 2.2. Malnutrisi ……………………………………………………………. 14 2.2.1 Definisi Malnutrisi……………………………………………... 14 2.2.2 Klasifikasi……………………………………………………… 15 2.2.3 Etiologi…………………………………………………………. 15 2.2.4 Manifestasi Klinis……………………………………………… 16 2.2.5 Patofisiologi……………………………………………………. 17 2.2.6 WOC…………………………………………………………… 18 2.2.7
Penatalaksanaan……………………………………………… 19
BAB III Asuhan Keperawatan……………………………...………………….. 22 3.1. Kasus Diare Kronis…………………………………………………….. 22
iii
3.1.1 Kasus……………………………………………………………22 3.1.2 Pengkajian……………………………………………………….22 3.1.3 Analisa Data……………………………………………………..25 3.1.4 Diagnosa………………………………………………………... 26 3.1.5 Intervensi ………………………………………………………. 26 3.2 Kasus Malnutrisi……………………………………………………….. 30 3.2.1 Kasus…………………………………………………………….30 3.2.2 Pengkajian……………………………………………………….30 3.2.3 Analisa Data……………………………………………………..35 3.2.4 Diagnosa………………………………………………………... 37 3.2.5 Intervensi……………………………………………………….. 37 BAB IV PENUTUP……………………………………………………………. 44 4.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 44 4.2 Saran…………………………………………………………………….. 44 DAFTAR PUSTAKA
45
iv
BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan tau tanpa darah pada tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi mendadak pada orang yang sebelunya sehat dan berlangsung kurang dari 2 minggu (Noerasid dkk., 1988). Angka kesakitan penyakit diare adalah sekitar 200 – 400 kejadian di antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, dengan sebagian besar (70% - 80%) penderita ini adalah anak dibawah umur lima tahun, yang disebabkan karena dehidrasi. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah 350.000 500.000 anak di bawah umur 5 tahun meninggal setiap tahunnya (Noerasid dkk., 1988). Diare sebenarnya bukan merupakan hal asing bagi masyarakat, karena sebagian besar dari anggota masyarakat pernah menderita penyakit ini. Namun, angka kematian yang tinggi akibat diare terutama pada bayi dan anak-anak yaitu sebesar 23,2% di wilayah Surabaya (Zeinb , 2004). Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008, menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak dibawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara(CWS, 2008). Di Indonesia, penderita malnutrisi terdapat di kalangan ibu dan masyarakat yang kurang mampu ekonominya. Kondisi anak dengan gejala Malnutrisi dianggap kondisi “biasa” dan dianggap sepele oleh orang tuanya. Masyarakat di Indonesia, para ibunya berpendapat bahwa anak yang buncit perutnya bukan kekurngan nutrisi, melainkan karena penyakit cacingan. Kematian akibat malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang mengakibatkan kurangnya jumlah makanan yang diberikan, 1
kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah. Selain itu juga karena adanya penyakit, terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
II.
Rumusan masalah 1. Apa definisi dari penyakit diare kronis? 2. Bagaimana penyebab dan faktor resiko penyakit diare kronis? 3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit diare kronis? 4. Bagaimana penatalaksanaan penyakit diare kronis? 5. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan diare kronis? 6. Apa definisi dari penyakit malnutrisi? 7. Bagaimana penyebab dan faktor resiko penyakit malnutrisi? 8. Bagaimana manifestasi klinis penyakit malnutrisi? 9. Bagaimana penatalaksanaan penyakit malnutrisi? 10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan malnutrisi?
III.
Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit diare kronis 2. Untuk mengetahui penyebab dan faktor resiko penyakit diare kronis 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit diare kronis 4. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit diare kronis 5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang mengalami diare kronis 6. Untuk mengetahui definisi dari penyakit malnutrisi 7. Untuk mengetahui penyebab dan faktor resiko penyakit malnutrisi 8. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit malnutrisi 9. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit malnutrisi 10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang mengalami malnutrisi
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare Kronis 2.1.1 Definisi Diare Kronis Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah dan tinja berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (WHO, 2011). Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Diare kronis bersifat menahun atau persisten dan berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2 minggu atau lebih dari 14 hari secara umum diikuti kehilangan berat badan secara signifikan dan malasah nutrisi (Sodikin, 2011).
2.1.2 Etiologi Penyebab diare berasal dari beberapa faktor yang terdiri dari : a. Faktor makanan Faktor makanan disebabkan karena toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penururnan kesempatan untuk menyerap makanan atau minuman yang terkontaminasi mikroorganisme dan paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Escherihcia coli, Salmonella dan Vibro cholera (Maradona, 2011). Faktor makanan juga bisa disebabkan karena makanan yang sudah basi, makanan beracun, dan alergi makanan sehingga usus tidak mampu menyerap dengan baik yang kemudian akan menyebabkan diare (Ngastiyah, 2014). b. Faktor infeksi Faktor infeksi diawali dengan adanya mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian kuman akan berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat mengakibatkan menurunkan permukaan usus (Hidayat, 2006). c. Faktor malabsorbsi 3
Faktor malabsorbsi karbohidrat yaitu terganggunya system pencernaan yang berpengaruh pada penyerapan karbohidrat dalam tubuh. d. Faktor psikoligis Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi terjadinya peristaltic usus sehingga mempengaruhi proses penyerapan makanan. Penyebab diare yang paling sering ditemukan di lapangan atau secara klinis karena infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011). Kemungkinan penyebab diare kronik sangat beragam, dan tidak selalu disebabkan kelainan pada usus. Di negara maju, sindrom usus iritatif dan penyakit radang usus non spesifik (inflamatory bowel disease) merupakan penyebab utama diare kronik. Dinegara berkembang infeksi dan parasit masih menjadi penyebab tersering. Diare kronis dapat terjadi pada kelainan endokrin, kelainan pankreas, kelainan hati, infeksi, keganasan, dan sebagainya. 2.1.3
Manifestasi Klinis Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang
kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi), selaput lendir bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila terus berlanjut, akan terjadi renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun, karena kurang cairan, deuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat, serta nafas cepat dan dalam (pemafasan kusmaul) (Sarwono, 2001). 2.1.4
Klasifikasi Berdasarkan mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya, diare
kronis diklasifikasikan menjadi 3 golongan yaitu: diare sekretorik, diare osmotik dan diare inflamasi. 4
-
Diare sekretorik terjadi karena gangguan transportasi cairan dan elektrolit melewati mukosa enterokolik. Ditandai diare cair, dengan volume feses yang besar, tanpa rasa nyeri dan menetap dengan puasa.
-
Diare osmotik terjadi bila ada asupan makanan, penyerapan yang berkurang, solute osmotik aktif dalam lumen yang melampaui kapasitas resorpsi kolon. Kandungan air feses meningkat sebanding dengan jumlah solut. Diare osmotik ditandai keluhan yang berkurang saat puasa dan menghentikan agen penyebab.
-
Diare inflamasi umumnya disertai dengan nyeri, demam, perdarahan, atau tanda inflamasi yang lainnya. Mekanismenya tidak hanya melalui eksudasi saja, tergantung lokasi lesi, dapat melalui malabsorpsi lemak, gangguan absorpsi air dan atau elektrolit dan hipersekresi atau hipermotilitas karena pelepasan cytokines dan mediator inflamasi yang lain. Ditandai dengan adanya leukosit atau protein yang berasal dari leukosit seperti calpotrectin pada analisa feses.
2.1.5
Patofisiologi Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Menurut Masri (2004), sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan 5
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hipokalemia dan sebagainya), gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah.
2.1.6
Komplikasi Menurut Hasan dan Alatas (1998), sebagai akibat kehilangan cairan dan
elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus, kejang (terutama pada dehidrasi hipertonik), dan malnutrisi energi protein (karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan).
6
2.1.7
WOC
7
2.1.8
Penatalaksaan
A. Penatalaksanaan Secara Umum -
Medika mentosa1 Pengobatan diare kronis ditujukan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah agen anti diare dapar digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan dengan aman pada keadaan gejala stabil. 1. Loperamid : 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum 16 mg/hari. 2. Pada anak dengan intoleransi laktosa diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa, (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwt melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%) 3. Kodein, paregoric: Disebabkan memiliki potensi additive, obat ini sebaiknya dihindari. Kecuali pada keadaan diare yang intractable. Kodein dapat diberikan dengan dosis 15-60 mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-8 ml. 4. Klonidin: ∝2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit intestinal. Diberikan 0,1-0,2/hari selama 7 hari. Bermanfaat pada pasien dengan diare. 5. Octreotide: suatu analog somatosin yang menstimulasi cairan intestinal dan absorpsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptide gastrointestinal.berguna pada pengobatan diare sekretorik yang disebabkan oleh VIPoma dan tumor carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik yang berkaitan dengan AIDS. Dosis efektif 50mg-250mg) sub kutan tiga kali sehari. 6. Cholestiramin: garam empedu yang mengikat resin, berguna pada pasien sekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau penyakit ileum. 7. Dhypenoxylat dengan atropine: diberikan 3-4 hali per hari.
-
Non medika mentosa1 Penatalaksanaan umum atau supportif yang dapat dilakukan yaitu :
8
1. RehidrasiL pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien 2. Perbaiki keadaan umum dan tanda vital: infus dan lain-lain 3. Nutrisi 4. Penyuluhan/edukasi
B. Penatalaksanaan Berdasarkan Derajat Dehidrasi 1. Dehidrasi Ringan-Sedang Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui pemberian
cairan
ORS
(oral
rehydration
solution)
untuk
mengembalikan volume intravaskuler dan mengoreksi asidosis.12 Selama terjadi gastroenteritis, mukosa usus tetap mempertahankan kemampuan absorbsinya. Kandungan natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat secara pasif dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam sirkulasi Jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq/L, kalium 20-25 mEq/L, dan osmolalitas 200-310 mOsm/L. Banyak cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti, misalnya jus apel, susu, air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa terlalu tinggi dan atau rendah natrium. Cairan pengganti yang tidak tepat akan menciptakan diare osmotik, sehingga akan makin memperburuk kondisi dehidrasinya. Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS, kecuali jika ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka rehidrasi secara intravena menjadi alternatif pilihan. Defi sit cairan harus segera dikoreksi dalam 4 jam dan ORS harus diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk meminimalkan distensi lambung dan refl eks muntah. Secara umum, pemberian ORS sejumlah 5 mL setiap menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah tetap terjadi, ORS dengan NGT (nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30 mL/kgBB selama 1-2 jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat pasien telah dapat minum atau makan, asupan oral dapat segera diberikan.
9
2. Dehidrasi Berat Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik. Penanganan kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:
Tahap Pertama Berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien. Apabila perbaikan belum terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis, syok kardiogenik). Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat diindikasikan.
Tahap Kedua Berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah: -
Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
-
Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 10 kg
-
Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 20 kg.
3. Dehidrasi Isotonik Pada kondisi isonatremia, defi sit natrium secara umum dapat dikoreksi dengan mengganti defi sit cairan ditambah dengan cairan pemeliharaan dextrose 5% dalam NaCl 0,45-0,9%. Kalium (20 mEq/L kalium klorida)
10
dapat ditambahkan ke dalam cairan pemeliharaan saat produksi urin membaik dan kadar kalium serum berada dalam rentang aman. 4. Dehidrasi Hipotonik tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% atau RL 20 mL/ kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada hiponatremia derajat berat (<130 mEq/L) harus dipertimbangkan penambahan natrium dalam cairan rehidrasi. Koreksi defisit natrium melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium saat tersebut) x volume distribusi x berat badan (kg). Cara yang cukup mudah adalah memberikan dextrose 5% dalam NaCl 0,9% sebagai cairan pengganti. Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan disesuaikan untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam). Koreksi kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk mencegah mielinolisis pontin (kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi cepat secara parsial menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%; 0,5 mEq/L)
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah sebagai berikut: 1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi
intestinal.
Kultur
Bacteri
dan
pemeriksaan
parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa. 2. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian.
11
Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak. 3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses > 300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif. 4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas. 5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic. 6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam. 7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi
12
intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik. 8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome). 9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.
2.1.10 Pencegahan Diare 1. Air susu ibu ASI dari seorang ibu yang sehat selalu sangat steril dan tidak mungkin menyebabkan infeksi diare. ASI mengandung antibodi (protein kekebalan tubuh) yang membunuh bakteri merugikan. Susu dari botol yang kotor sering mengandung kuman-kuman yang dapat menyebabkan diare. 2. Buang air besar pada tempat yang telah disediakan Jauhkan kotoran manusia dari air minum. Gunakan wc/kamar mandi. Kalau tidak ada fasilitas untuk buang air besar, maka puskesmas bisa membantu membangunnya. 3. Gunakan air bersih agar aman Jika masih ragu dengan kebersihan air, masak airnya atau ikuti petunjuk desinfeksi kimia. Lihat petunjuk “Cara membersihkan air agar bisa diminum”
13
4. Cuci tangan Cuci tangan setelah buang air dan sebelum makan atau menyentuh makanan. Mencuci tangan dengan sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit diare kurang lebih 40 persen. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat sebelum makan maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu intervensi yang paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare pada anak. Disamping mencuci tangan pencegahan diare dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi dan peningkatan sarana air bersih. Sebab 88 persen penyakit diare yang ada di dunia disebabkan oleh air yang terkontaminasi tinja, sanitasi yang tidak memadai, maupun higieni perorangan yang buruk. 5. Jauhkan lalat dari makanan Lalat sering membawa kuman merugikan dari kakus ke tempat makanan. Selalu tutup makanan. 6. Hindari anak untuk makan makanan kotor Jangan biarkan anak makan makanan yang sudah jatuh ke lantai.
2.2
Malnutrisi
2.2.1 Definisi Malnutrisi Gizi (nutrition) adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi (penyerapan), transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi (Pudiastuti, 2011). Gizi kurang atau kurang gizi (sering kali tersebut malnutrisi) muncul akibat asupan energi dan makronutrien yang tidak memadai. Pada beberapa orang kurang gizi juga terkait dengan defisiensi mikronutrien nyata ataupun subklinis (Webster-Gandy, 2014). Malnutrisi
menurut
World
Health
Organization
(WHO)
adalah
ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi untuk menjamin pertumbuhan yang optimal. Hingga saat ini malnutrisi merupakan salah satu
14
masalah serius di bidang kesehatan anak, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. 2.2.2 Klasifikasi Menurut DEPKES RI, (2009) terdapat 3 tipe gizi buruk, yaitu: 1. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. 2. Kwashioskor Penampilan tipe kwashioskor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. 3. Marasmik-Kwashioskor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashioskor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashioskor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. 2.2.3 Etiologi Penyebab malnutrisi pada anak menurut Pudiastuti (2011), antara lain adalah: a. Pola makan yang salah Asupan gizi dari makanan yang dangat berpengaruh besar pada pertumbuhan balita. Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh balita harus
15
diperhatikan, pola makan yang salah dapat menyebabkan balita mengalami gizi kurang. b. Anak sering sakit dan perhatian yang kurang Perhatian dan kasih sayang orang tua pada anak sangat dibutuhkan pada masa perkembangan anak. Rendahnya perhatian dan kasih sayang orang tua pada anak menyebabkan makan anak tidak terkontrol. c. Infeksi penyakit Adanya penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan/ kondisi balita terutama pada balita yang asupan gizinya tidak terkontrol dengan baik. d. Kurangnya asupan gizi Rendahnya asupan gizi pada anak menyebabkan anak mengalami gizi kurang sehingga pertumbuhan tubuh dan otak anak terganggu. e. Berbagai hal buruk yang terkait dengan kemiskinan Status ekonomi yang terlalu rendah menyebabkan keluarga tidak mampu memberikan asupan makanan yang cukup pada anak sehingga penyakit mudah berkembang di tubuh anak.
2.2.4 Manifestasi Klinis Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan: a. Marasmus: -
Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
-
Wajah seperti orang tua
-
Cengeng, rewel
-
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
-
Perut cekung
-
Iga gambang
-
Sering disertai:
- penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
16
- diare b. Kwashiorkor -
Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
-
Wajah membulat dan sembab
-
Pandangan mata sayu
-
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
-
Perubahan status mental, apatis, dan rewel
-
Pembesaran hati
-
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
-
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
-
Sering disertai:
- penyakit infeksi, umumnya akut -
anemia
-
diare.
c. Marasmik-Kwashiorkor: -
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHONCHS disertai edema yang tidak mencolok.
2.2.5 Patofisiologi Gizi kurang biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5 tahun. Tidak tercukupinya makanan dengan gizi seimbang serta kondisi kesehatan yang kurang baik dengan kebersihan yang buruk mengakibatkan balita atau anak-anak menderita gizi kurang yang dapat bertambah menjadi gizi buruk jika tidak terintervensi dengan cepat dan tepat. Karena rendahnya penghasilan keluarga sehingga keluarga tidak mampu mencukupi kebutuhan balita dan keluarga tidak memberikan asuhan pada balita secara tepat dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang (Waryana, 2016).
17
Pada anak gizi kurang dapat mengakibatkan lapisan lemak di bawah kulit berkurang, daya tahan tubuh balita menurun, dan produksi albumin juga menurun sehingga balita mudah terkena infeksi dan mengalami terlambatan perkembangan. Balita dengan gizi kurang juga mengalami peningkatan kadar asam basa pada saluran pencernaan menyebabkan balita mengalami diare sehingga masalah keperawatan yang muncul ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Waryana, 2016). 2.2.6 WOC
Sanitasi pelayanan kesehatan tidak memadai
Program gizi tidak jalan
Sosial ekonomi rendah, malabsorbsi, kegagalan melakukan sintesis protein dan kalori
Pola anak tidak memadai
MK : Defisit Pengetahuan
Pola makan tidak terkontrol
Intake nutrisi kurang Intake nutrisi kurang MALNUTRISI
Hilangnya lemak di bantalan kulit
Daya tahan tubuh menurun
Turgor kulit menurun dan keriput
Keadaan umum lemah
MK : Risiko Kerusakan Integritas Kulit
Asam amino esensial menurun dan produksi albumin menurun
Risiko infeksi saluran pencernaan
Anoreksia
MK : Risiko Infeksi
Hiperperistaltik usus
Gangguan pertumbuhan dan imun tubuh rendah MK : Gangguan Tumbuh Kembang MK : Diare
MK : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh 18
2.2.7 Penatalaksanaan 1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemi Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut. 2) Mencegah dan mengatasi hipotermi Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki. 3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70100ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah. 4) Koreksi gangguan elektrolit Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal). 5) Mencegah dan mengatasi infeksi Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi) 6) Mulai pemberian makan
19
Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari. 7) Koreksi kekurangan zat gizi mikro Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU). 8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein. 9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental, motorik dan kognitif. 10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah Setelah BB/PB mencapai -1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan. 2.2.8 Pengaturan Diet a. Fase Stabilisasi Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula 75 (F 75). Resomal dapat diberikan apabila anak diare/muntah / dehidrasi, 2 jam pertama setiap ½ jam, selanjutnya 10 jam berikutnya diselang seling dengan F75. b. Fase Transisi Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (cath-up). Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram. 20
c. Fase Rehabilitasi Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi berdasarkan BB< 7 kg diberi MP-ASI dan BB ≥ 7 kg diberi makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F 135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135 mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram. d. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB ≥ -2 SD, tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37, 7 oC, tidak muntah atau diare, tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut8.
21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Kasus Diare Kronis 3.1.1 Kasus Anak S. berusia 23 bulan dengan keluhan berak cair kurang lebih 5 kali sehari, dan sudah berlangsung selama 16 hari. Diare dimulai dengan tinja cair tanpa darah/lendir, demam, muntah 2-3X/hari, oralit yang diberikan selalu dimuntahkan, sehingga dirawat oleh karena dehidrasi berat. Anak diperbolehkan pulang setelah dirawat 2 hari, oleh karena sudah tidak dehidrasi, tidak muntah, tidak demam, walaupun berak masih 3-4 kali, lembek. Ibu juga sudah dapat melakukan semua penanganan yang akan dilakukan dirumah, apabila diare belum sembuh sama sekali. Ibu juga sudah diberi penjelasan tentang penyakitnya, dan memahaminya. Sepuluh hari kemudian, Ibu datang kembali dengan keluhan diare belum sembuh, berak lebih sering, cair, berbau asam, berbuih, sampai terlihat luka pada kulit sekitar anus berwarna merah. Selama 10 hari di rumah setelah kunjungan pertama, setiap kali diberi minum susu, anak diare, kembung, kadang-kadang muntah. Apabila susu dihentikan, gejala-gejala membaik, maka ibu menghentikan susu dan mengurangi makan. 3.1.2 Pengkajian 1. Identitas Klien Nama Jenis kelamin Umur Tempat / tgl lahir Agama Suku/bangsa Alamat Tgl. Pengkajian Diagnosa Medis
: An. S : Perempuan : 23 bulan : Surabaya, 5 Oktober 2016 : Islam : Jawa/Indonesia : Surabaya : 23 Juli 2018 : Diare kronis
2. Identitas Penanggung jawab Nama : Ny.A Jenis kelamian : Perempuan Umur : 37 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Surabaya 22
Hub. Dgn klien 3.
: Ibu kandung
Keluhan utama Ibu klien mengatakan klien BAB kurang lebih 5 x/hari, dengan konsistensi cair.
4.
Riwayat Kesehatan Sekarang Pada tanggal 23 Juli 2018 klien datang ke RS, dengan Ibu klien mengatakan keluhan diare belum sembuh, berak lebih sering, cair, berbau asam, berbuih, sampai terlihat luka pada kulit sekitar anus berwarna merah. Selama 10 hari di rumah setelah kunjungan pertama, setiap kali diberi minum susu, anak diare, kembung, kadangkadang muntah. Tidur anak semakin terganggu, dengan setiap malam terbangun karena diare dan anak mengeluh terasa nyeri pada bagian anus saat BAB. Setelah dirawat dua hari sebelumnya, diare klien belum teratasi. Ibu terlihat panik dengan kondisi anaknya yang belum membaik. 5. Riwayat Kesahatan Masa Lalu Ibu klien mengatakan belum pernah mengalami yang dialami sekarang. 6.
7.
Riwayat Kesehatan Keluarga Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit menular dan penyakit yang dialami klien saat ini. Keadaan Umum a. T ingkat kesadaran : composmentis b. Eye (mata) membuka tidak sepontan c. Verbal d. Motorik
:5 :4 :6 + 15
8. Tanda – tanda vital : Suhu : 37,5oC Nadi : 90 Respirasi : 30 x / mnt TD : 120/90 mmHg Penampilan umum : Klien tampak lemah 9. Pemeriksaan Fisik Kepala : Bentuk simetris, rambut Beruban. Mata :Bentuk simetris, cekung, tidak ikterik, fungsi penglihatan baik. Hidung : Bentuk simetris, tidak ada lesi, mukosa merah, fungsi penciuman baik ditandai dengan dapat membedakan bau terasi dengan balsem. Mulut : Bibir merah, bentuk simetris, mukosa lembab. 23
Telinga : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, fungsi pendengaran baik ditandai klien masih dapat merespon pertanyaan perawat dengan baik. Leher :Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran KGB. Dada :Tidak sesak, paru sonor, vesikuler, tidak terdengan ronci, bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising Abdomen : Bentuk simetris, tidak ada lessi, hepar tidak teraba. Ektremitas : Tidak ada keluhan Integumen :Warna kulit putih, turgor kulit baik. 10. Aspek Sosial, Psiko dan spiritual a. Konsep Diri - Body image Keluarga klien mengatakan menyukai semua anggota kliennya - Ideal diri Keluarga klien mengatakan mempunyai keinginan agar klien cepat sembuh - Peran diri Selama di rawat di rumah sakit keluarga klien mengatakan kurang nyaman - Identitas diri Selama dikaji klien dan Ibu klien mampu menjawab pertanyaan dari perawat b. Aspek Sosial - Hubungan Sosial Klien mengatakan bahwa orang yang terdekat dengan klien adalah suaminya - Intraksi selama pengkajian Klien sangat kooperatif dengan perawat pada saat pengkajian c. Aspek Spiritual - Nilai keyakinan Ibu Klien dan klien memandang penyakit yang diderita klien adalah cobaan dan kurang potensi dari keluarga klien terutama dalam mengatur pola makan. - Kegiatan ibadah Klien tidak bisa beribadah, selama klien sakit. 11. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan diagnostik a. Tes darah: HB : 9,5 g/dl 24
Leukosit Trombosit Limfosit Monosit Haemotokrit 2.
: : : : :
10,300/ dl 38,6000/ l 32 % 0% 28,3
Pemberian Terapi - Oralit 1\4 bungkus perhari
3.1.3 Analisa Data DATA
ETIOLOGI
MASALAH
DS: Ibu kelien mengatakan klien BAB kurang lebih 5 x/hari
Bakteri masuk ke dalam intestinal ↓ Iritasi usus ↓ DO: Paristaltik usus meningkat - Konsistensi feses cair ↓ - Feses berbau asam dan Sari makan sulit diserapi berbuih ↓ Sehingga air & garam mineral terbawa ke dalam usus ↓ Cairan & elektrolit terbuang melalui feces DS : Frekuensi Bab lebih dari 3 kali - Ibu mengatakan bahwa sehari anaknya mengeluh terasa ↓ nyeri pada bagian anus saat Peningkatan keasaman dan BAB kelembaban pada area perianal dan sekitarnya ↓ DO : penekanan lama pada area - Terlihat luka pada kulit ↓ sekitar anus berwarna perianal (avaskularisasi) merah ↓ Iritasi kulit area anus ↓ disintegrasi kulit
Kekurangan volume cairan & elektrolit
Kerusakan integritas kulit
25
DS : - Ibu merasa bingung dan panik dengan kondisi anaknya DO : - Ibu nampak bingung dan cemas melihat kondisi anaknya
Diare kronis ↓ Kuman dan bakteri bersifat menular ↓ Kurangnya informasi cara penularan dan pengobatan
Defisien pengetahuan
3.1.4 Diagnosa 1) Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi. 2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi pada kulit 3) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi 3.1.5 Intervensi
NO. I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan (00027)
NOC a. Keseimbangan cairan
Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan kehilangan cairan didalam tubuh pasien tidak aktif, kegagalan terganggu, dengan Kriteria mekanisme regulasi. hasil: 1. Tekanan darah (5) 2. Denyut nadi perifer(5) 3. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam(4) 4. Berat badan stabil(5) 5. Turgor kulit(5) 6. Kelembaban membran mukosa(5)
NIC a. Manajemen cairan Tindakan keperawatan: 1. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan kalori harian rasional : memantau intake secara adequat untuk memaksimalkan metabolisme klien. 2. Kolaborasi pemberian cairan IV rasional : dehidrasi berat perlu pemberian cairan cepat melalui IV line sebai pengganti cairan yang telah hilang. 3. Monitor tanda-tanda vital
26
rasional : tanda – tanda vital dapat mengindikasi penurunan cairan tubuh klien
b.
Manajemen Hipovolemia indakan Keperawatan: 1. Monitor status hidrasi rasional : memantau membran mukosa lembab, denyut nadi secara adekuat 2. Pelihara IV line rasional : memantau status pemberian infus , ada atau tidaknya plebitis 3. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan rasional : memantau respon tubuh pasien terhadap cairan yang diberikan 4. Dorong pasien untuk menambah intake oral rasional : menganjurkan makan sedikit tapi sering
27
II.
Kerusakan integritas kulit
a. Integritas jaringan: Kulit & membran mukosa
(00046) berhubungan dengan iritasi pada kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keutuhan dan fungsi kulit pasien tidak terganggu, dengan Kriteria hasil: 1. Integritas kulit(5) 2. Suhu kulit(5) 3. Elastisitas(5) 4. Hidrasi(4) 5. Perfusi jaringan(5)
a. Perawatan luka Tindakan keperawatan : 1. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun rasional :mencegah pelebaran luka dan infeksi di sekitar rektum 2. Anjurkan keluarga klien untuk mengenal luka dan infeksi rasional : memberikan informasi yang adekuat mengenai infeksi pada orang tua dan keluarga klien 3. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi rasional: memberikan obat luar atau salep untuk mempercepat prsoses penyembuhan luka
28
III.
Defisiensi pengetahuan
a. Manajemen penyakit a. pengajaran : proses penyakit kronik Tindakan Keperawatan
(00126)
Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan keperawatan diharapkan kurangnya informasi pengetahuan dan informasi untuk orang tua dan keluarga adekuat, dengan Kriteria hasil: 1. perjalanan penyakit (5) 2. Tanda dan gejala penyakit kronis (5) 3. pilihan obat yang tersedia(5) 4. sumber informasi penyakit kronis yang terpercaya (4) 5. tindakan yang perlu dilakukan saat darurat (5)
1. Kaji tingkat pengetahuan orangtua dan keluarga klien terkait dengan proses terjadinya penyakit Rasional : mengetahui seberapa dalam orang tua klien mengerti tentang penyebab diare pada anak. 2. Jelaskan tanda dan gejala penyakit, sesuai kebutuhan Rasional : memberikan informasi yang adekuat mengenai diare kronis kepada orangtua dan keluarga klien 3. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah kambuhnya penyakit di masa depan. Rasional : salah satu penyebab diare kronis adalah gaya hidup yang dijalani sehari hari, gaya hidup yang kurang baik dapat memberikan dampak buruk bagi klien,
29
3.2 Kasus Malnutrisi 3.2.1 Kasus Malnutrisi An. Z (laki-laki) usia 2 tahun dirawat di Ruang anak RS Hidayah karena kurang gizi sehingga harus menjalani pengobatan dan perawatan sesuai saran dari dokter hingga dibawa ke RS tersebut. Tubuh Klien tampak lemah, rambut tipis kecoklatan, mata cekung, mukosa mulut kering, wajah keriput, tulang iga tampak jelas, retraksi dinding dada, perut buncit, turgor kurang elastis, edema di ekstremitas atas dan bawah, pantat atropi, belum bisa berjalan. Ibu klien mengatakan bahwa duduk klien harus dibantu dan bicara belum jelas. TD: 80/60 mmHg, Nadi: 70 x/menit, Suhu : 36,5 ˚C, RR: 22 x/menit. An.Z anak ke lima dari keluarga yang kurang mampu, dikehidupan sehari harinya hanya diberikan ASI oleh sang ibu karena keluarga klien tidak mampu membeli susu formula, ibu An. Z atau Ny.Y berumur 40 tahun, TB 150 cm, BB 40 kg, dari pemeriksaan BB An. Z 8 kg. 3.2.2 Pengkajian 3.2.1 Pengkajian Tanggal pengkajian
: 11 November 2015
Nama Pengkaji
: Alfi
Ruang
: Bangsal Dahlia
Waktu pengkajian
: 11.00 WIB
A.
Identitas
1.
Identitas Klien
Nama
: An. Z
Umur
: 2 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
Pekerjaan
:-
Suku bangsa
: Jawa
Alamat
: Sidoharum, Gunung kidul
No.RM
: 20605
Tanggal masuk RS
: 11 November 2015
Dx. Medis
: Kwasiorkhor dan marasmus
2.
pukul 09.30 WIB
Identitas Penanggung jawab
Nama
: Ny.N 30
Umur
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Sidoharum, Gunung kidul
Hubungan dengan klien
: Ibu
B. 1.
Riwayat kesehatan Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan An. Z tampak lemah 2.
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan klien tampak lemah, badannya sangat kurus, kemudian diperiksakan di balai pengobatan desa, menurut hasil dari pemeriksaan, klien didiagnosa Gizi buruk sehingga klien harus menjalani pengobatan dan dokter menganjurkan agar klien dibawa ke RS Hidayah. Pada tanggal 11 November 2015 pukul 09.30 WIB oleh keluarga klien dibawa ke IGD RS Hidayah. Ibu klien mengatakan tampak lemah, badannya sangat kurus, perut buncit, tangan dan kakinya tampak bengkak, belum bisa berjalan, duduk harus dibantu dan bicara belum jelas. Di IGD TTV ; TD : 80/60 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Suhu : 37˚C, dan RR : 24 x/menit. Terapi : infus RL 45 tpm. Saat dikaji pada tanggal 11 November 2015 pukul 11.00 WIB Ibu klien mengatakan tampak lemah, klien hanya di beri ASI karena keluarga klien tidak mampu membeli susu formula , badannya sangat kurus, perut buncit, tangan dan kakinya tampak bengkak, belum bisa berjalan, duduk harus dibantu dan bicara belum jelas. 3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu klien mengatakan kemarin klien sering diare, tetapi klien tidak di bawa ke balai pengobatan ataupun RS. 4.
Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. Dan keluarga tidak ada yang mengalami penyakit seperti TBC, DM, hipertensi maupun penyakit serius lainnya. 5.
Riwayat kehamilan
31
Anak laki laki dari ibu G5 P5 A0. Selama kehamilan klien, ibu klien mengatakan tidak mempunyai masalah khusus, paling hanya mual-mual. 6.
Riwayat Persalinan
Ibu klien mengatakan klien lahir secara normal dan spontan, tidak ada kelainan bawaan dan tidak mempunyai gangguan selama proses persalinan. Klien lahir secara prematur yaitu hamil usia 35 minggu, presentasi bawah kepala. BBL : 3200 gram. 7.
Riwayat imunisasi
Klien mendapat imunisasi BCG dan Polio. 8.
Riwayat tumbuh kembang
Ibu klien mengatakan klien mengalami keterlambatan dalm proses tumbuh kembang. Perkembangan motorik : klien belum bisa berjalan, dan duduk harus dibantu. Perkembangan bahasa: bicara klien belum jelas 9.
Kebutuhan cairan
Kebutuhan cairan klien = 100 cc/ kgBB/ hari = 100 x 8 = 800 ml 10.
Kebutuhan kalori
Kebutuha kalori klien = 1000 kalori + (100 x usia dalam tahun) = 1000 + (100 x 2) = 1000 + 200 = 1200 kalori/hari
C. 1.
Pola Pengkajian Pola Persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan
Sebelum sakit : ibu klien memgatakan klien tinggal di daerah yang jauh dari balai pengobatan, dan klien dari keluarga yang tidak mampu. Saat sakit : Ibu klien mengatakan sekarang klien mendapatkan perawatan setelah di bantu desa. 2.
Pola Nutrisi / Metabolik
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien selama ini hanya minum ASI yaitu 4-5 kali/hari. BB: tidak tahu. 32
Saat dikaji : Klien minum ASI 3-4 kali/hari. Dan makan pendamping ASI 2 kali sesuai diit dari RS tetapi tidak habis. Minum air putih 1 gelas per hari. BB: 8 kg. 3.
Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAB sering mengalami diare warna kuning, tidak ada darah, BAK : 3-4 kali/hari, warna kuning jernih. Saat dikaji : Klien belum BAB 1x lembek, kuning, BAK 2x/hari, warna kuning berbau khas. 4.
Pola aktivitas / latihan
Sebelum sakit : Klien dapat beraktifitas sesuai kemampuan. Saat dikaji : Klien hanya terlihat berbaring ditempat tidur. 5.
Pola Istirahat / tidur
Sebelum sakit : Klien tidur 9 jam sehari, tidur siang kurang lebih 2 jam. Saat dikaji : Klien susah tidur dan sering terbangun pada malam hari. Lama tidur 7 jam sehari. 6.
Pola perseptif kognitif
Sebelum sakit : Klien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan dengan jelas, dalam pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik. Saat dikaji
: Klien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan dengan
jelas, dalam pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap makanan dengan baik. 7.
Pola koping/toleransi stres
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan jika klien merasa tidak nyaman klien menangis. Saat dikaji : Klien hanya tiduran dan apabila klien kesakitan klien menangis dan rewel. 8.
Pola Konsep diri
Tidak terkaji 9.
Pola Seksual dan Reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki, dan tidak ada masalah dalam sistem reproduksi klien. 10.
Pola peran / hubungan
Sebelum sakit : Hubungan klien dengan orangtua dan keluarga baik. Saat dikaji : Klien lebih nyaman ditemani oleh ibunya. 33
11.
Pola nilai / kepercayaan
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien belum melakukan ibadah. Saat dikaji : Ibu klien mengatakan klien belum melakukan ibadah
D.
Pemeriksaan Fisik
1.
TTV
TD
:
: 80/60 mmHg
Nadi : 70 x/menit Suhu : 36,5 ˚C RR 2.
: 22 x/menit Antropometri :
Lingkar Kepala : 48 cm Lingkar Lengan atas : 12 cm BB : 8 Kg TB : 84 cm 3.
Kepala
: mesosepal, rambut tipis kecoklatan
4.
Wajah
: tampak keriput
5.
Mata
: konjungtiva anemis, sklera Anikterik, reflek terhadap cahaya
pupil isokhor, mata cekung 6.
Hidung
: tidak ada polip, tidak ada cuping hidung
7.
Mulut
: bibir terlihat pucat dan kering
8.
Telinga
: normal, tidak ada sekret dan darah
9.
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
10. Dada -
Paru
Inspeksi
: tulang iga tampak jelas, tidak ada otot bantu pernafasan
Palpasi : retraksi dinding dada sama kanan dan kiri, terdapat vocal fomitus kanan kiri Perkusi : sonor Auskultasi : bunyi vesikuler -
Jantung
Inspeksi
: tidak tampak ictus cordis
Palpasi
: tidak terdapat pembesaran jantung
Perkusi
: pekak 34
Auskultasi : S1 dan S2 bunyi reguler -
Abdomen :
Inspeksi
: bentuk buncit
Auskultasi : bising usus 10 x/menit Palpasi
: tidak ada nyeri tekan, cubitan perut lambat
Perkusi
: timpani
11. Genetalia
: laki laki, tidak terpasang DC
12. Anus
: tidak ada lesi, pantat atropi
13. Ekstremitas : atas : akral dingin, CRT : 4 detik, terpasang infus RL 20 tpm, edema bawah : lemah, terdapat edema 14. Kulit
: turgor kulit kurang elastis
E. Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin
: 9 gr/dl
Hematokrit
: L 40
Leukosit
: 14.5
Eritrosit
: 4.1
3.2.3 Analisa Data No
Tanggal
Data Focus
Masalah
DS :
Intake kalori dan Kurang
-
Ibu
klien protein
Penyebab asupan
tidak makanan
mengatakan klien adekuat badannya
sangat
kurus, tidak mau Kebutuhan makan
tubuh
makanan terus meningkat
pendamping ASI DO: - Klien
Mengambil tampak cadangan makanan
lemah - Tulang
dibawah kulit iga
tampak jelas 35
- Perut buncit
Penyusutan
- Pantat atropi
jaringan
- BB nomal : 12 kg
Nutrisi kurang dari
- BB An. Z : 8 kg
kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh DS :
Asupan
- Ibu
nutrisi kehilangan
klien tidak adekuat
cairan
mengatakan klien
aktif
(diare)
hanya minum ASI Absorbsi nutrisi di karena
keluarga usus menurun
klien tidak mampu untuk
Diare
membelikannya susu formula.
Kekurangan
DO :
volume cairan
Turgor kulit > 2 detik Membran mukosa kering
DS:
Intake
Ibu
klien kurang
mengatakan
kulit kebutuhan
nutrisi nutrisi
tidak
dari adekuat (tidak
kering, kemerahan, adekuat) dan rambut rontok Penyusutan DO:
jaringan
1. Kulit bersisik dan kering
36
2. Elastisitas
kulit Hilangnya
menurun
lemak
subkutan
Wajah Kering Kulit tipis, kering, dan keriput.
Kerusakan integritas kulit 3.2.4 Diagnosa 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Kurang asupan makanan 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan nutrisi tidak adekuat 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare) 3.2.5 Intervensi No
Diagnosa
1.
Ketidakseimbangan nutrisi : Manajemen kurang
Intervensi
dari
Rasional Nutrisi
kebutuhan (1100)
tubuh berhubungan dengan Tentukan jumlah kalori Membantu
dalam
kurang asupan makanan. dan jenis nutrisi untuk mengidentifikasi malnutrisi yang Domain 2. Kelas 1. (00002) memenuhi
persyaratan terjadi pada tubuh klien
gizi Setelah dilakukan tindakan keperawtan diharapkan
3x24 klien
memenuhi
jam Atur
konsumsi
dapat diperlukan
yang Untuk meningkatkan kesehatan (yaitu: klien
kebutuhan menyediakan
dengan
menyediakan
makanan makanan tinggi kalori dan protein
tubuhdengan nutrisi yang protein tinggi, menambah seimbang dengan kritaria atau mengurangi kalori) hasil: Status
Makanan yang terlihat menarik Nutrisi:
Nutrisi (1009) 100901
Asupan
Asupan Pastikan disajikan
makanan tubuh akan menghasilkan banyak dengan
cara cairan sehingga membantu dalam
kalori menarik dan pada suhu proses penyerapan nutrisi klien.
terpenuhi 37
100902
Asupan
Protein yang paling cocok untuk
terpenuhi 100905
konsumsi secara optimal Asupan
vitamin
terpenuhi
Mengetahui penyebab pemasukan yang
kurang
Monitor kalori dan asupan menentukan makanan
sehingga
dapat
intervensi
yang
sesuai dan efektif.
Nafsu Makan (1014) 101401
Memiliki
hasrat
untuk makan 101406
Untuk
Intake
makanan Bantuan
kembali normal 101407
nutrisi Monitor
kembali normal
intervensi
peningkatan selanjutnya yang cocok dengan
berat badan (1240)
Intake
mengetahui
asupan
hasil monitor tersebut. kalori
setiap hari
Untuk dapat meningkatkan nafsu makan terlebih dengan makanan yang mengandung protein
Sediakan variasi makanan yang tinggi kalori dan bernutrisi tinggi 2.
Kekurangan volume cairan Manajemen cairan (4120) berhubungan
dengan
kehilangan cairan (diare). Timbang Domain 2 Kelas 5 (00027)
berat
setiap hari
badan Mengidentifikasi seberapa besar penuruna berat badan pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2x24
jam Monitor
diharapkan volume cairan (misalnya,
status
hidrasi Perubahan
status
hidrasi,
membrane membran mukosa, turgor kulit
klien normal dengan kriteria mukosa lembab, denyut menggambarkan berat ringannya hasil :
nadi adekuat, dan tekanan kekurangan cairan.
Keseimbangan
cairan darah ortostatik)
(0601) Berat badan stabil Turgor
kulit
Monitor tanda tanda vital Perubahan kembali pasien
normal
tanda
vital
dapat
menggambarkan keadaan umum klien.
Membran mukosa lembab
38
Dukung
pasien
dan Keluarga
sebagai
keluarga untuk membantu pemenuhan
pendorong
kebutuhan
cairan
dalam pemberian makan klien dengan baik Dokumentasikan masukan oral Monitor status gizi
selama 24 jam , riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
Pemberian makan (1050) Untuk
menentukan
intervensi
Catat asupan dengan tepat penyelesaian
Identifikasi
diet
yang Membantu
disarankan
dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
Dorong
orangtua
atau Partisipasi
keluarga untuk menyuapi penting pasien
proses
keluarga
untuk
sangat
mempermudah
keperawatan
dan
komplikasi
lebih
mencegah lanjut.
3.
Kerusakan Integritas Kulit Terpai nutrisi (1120) berhubungan dengan nutrisi tidak adekuat Domain 11 Monitor intake makanan Mengetahui Kelas 2 (00046).
hasil
pemasukan
atau cairan dan hitung makanan yang dapat diterima
Setelah dilakukan tindakan masukan kalori perhari tubuh dengan baik yang nantinya keperawatan selama 2x24 sesuai kebutuhan
akan berefek positif pada kulit
jam diharapkan kulit klien
klien.
kembali
normal
dengan
kriteria hasil:
Monitor
Integritas jaringan: kulit dan yang membrane mukosa (1101)
instruksi sesuai
memenuhi
diet Dapat menentukan diet yang untuk sesuai dan diperlukan tubuh klien
kebutuhan
39
110108
Meminimalisir nutrisi (pasien) perhari
terjadinya keriput pada kulit sesuai kebutuhan klien 110113
Mempertahankan Pilih
Integritas kulit pada klien 110104
Kulit
suplemen
nutrisi Memilih makanan yang memiliki
sesuai kebutuhan
kandungan yang cocok pada
akan
tubuh klien
terhidrasi dengan baik Sediakan
bagi
pasien Untuk meningkatkan kesehatan
makanan dan minuman klien bernutrisi
yang
dengan
menyediakan
tinggi makanan tinggi kalori dan protein
protein, tinggi kalori dan mudah dikonsumsi, sesuai kebutuhan. Perawat
dapat
berkolaborasi
Tentukan jumlah kalori dengan tim medis lain untuk dan tipe nutrisi
yang pemberian resep obat yang tepat
diperlukan
untuk dan
memenhui
kenutuhan samping
nutrisi
dapat
mengetahui obat
yang
efek tidak
dengan membahayakan bagi klien.
berkolaborasi
bersama
ahli gizi, sesuai kebutuhan
Manajemen
tekanan
(3500)
Untuk mengetahui adanya tanda
Monitor area kulit dari tanda yang terjadi pada tubuh adanya kemerahan dan klien adanya pecah pecah
Monitor pasien
status
sehingga
dilakukan
intervensi yang sesuai.
nutrisi Untuk mengetahui jumlah nutrisi yang tepat pada tubuh klien
40
No
Tanggal
Jam
Implementasi
Jam
Evaluasi
Menentukan jumlah kalori
S: Ibu klien mengatakan
dan jenis nutrisi untuk
ada sedikit penambahan
memenuhi persyaratan gizi
nutrisi pada klien O : Berat badan klien
Mengatur konsumsi yang
sedikit bertambah
diperlukan
A:
(yaitu:
menyediakan
Masalah
nutrisi
makanan
seimbang belum teratasi
protein tinggi, menambah
P: Intervensi dilanjutkan
atau mengurangi kalori)
Memastikan makanan yang disajikan menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi
secara
optimal
Monitor kalori dan asupan makanan
Memonitor asupan kalori setiap hari
Menyediakan
variasi
makanan yang tinggi kalori dan bernutrisi tinggi Menimbang berat badan
S: Ibu klien mengatakan
setiap hari
diare berkurang O: Tampak sedikit encer
Memonitor status hidrasi
pada feses
(misalnya,
A: Masalah volume cairan
membrane
mukosa lembab, denyut
belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan
41
nadi adekuat, dan tekanan darah ortostatik)
Melakukan monitor tanda tanda vital pasien
Memberikan
dukungan
pada pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik
Memonitor status gizi
Mencatat asupan dengan tepat
Mengidentifikasi diet yang disarankan
Memberikan pada
dorongan
orangtua
atau
keluarga untuk menyuapi pasien
Memonitor intake makanan
S: Ibu klien mengatakan
atau cairan dan hitung
kulit yang kering pada
masukan
klien berkurang
kalori
perhari
sesuai kebutuhan
O: Kulit bersisik pada klien sedikit halus
Memonitor instruksi diet
A:
yang
kulit belum teratasi
sesuai
memenuhi
untuk kebutuhan
Masalah
integritas
P: Intervensi dilanjutkan
42
nutrisi
(pasien)
perhari
sesuai kebutuhan
Memilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
Menyediakan makanan
dan
bernutrisi
pasien minuman
yang
tinggi
protein, tinggi kalori dan mudah dikonsumsi, sesuai kebutuhan.
Menentukan jumlah kalori dan
tipe
nutrisi
yang
diperlukan
untukj
memenhui
kenutuhan
nutrisi
dengan
berkolaborasi bersama ahli gizi, sesuai kebutuhan
Memonitor area kulit dari adanya
kemerahan
dan
adanya pecah pecah
Memonitor status nutrisi pasien
43
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Diare adalah buang air besar (defekasi) denganjumlah yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi. Diare terbagi dua berdasarkan mula dan lamanya yaitu; diare aku dan kronik. Penyakit diare ditandai dengan adanya berak encer, biasanya 3x atau lebih dalam sehari, disertai muntah, badan lesu dan lemah, tidak mau makan, panas. Bahaya dari pada diare itu adalah banyaknya kehilangan cairan tubuh, dan menyebabkan kematian, terutama pada usia anak-anak. Malnutrisi menurut World Health Organization (WHO) adalah ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi untuk menjamin pertumbuhan yang optimal Penyakit gizi dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu penyakit-penyakit bawaan, penyakit berdasarkan – ketidakseimbangan antara intake dan requirement dan zat-zat gizi dan penyakit- penyakit keracunan makanan. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya penyakit gizi salah diantaranya : pola makan yang salah, faktor ekonomi, faktor sosial, faktor pendidikan, faktor infeksi.
4.2 Saran Perhatian orang tua sangatlah penting dalam proses tumbuh kembang sang anak, termasuk ketahanan tubuh anak terhadap penyakit merupakan salah satu peran orang tua dan juga perawat dalam memberikan edukasi dan meningkatkan pengetahuan orang tua dalam menangani diare maupun malnutrisi pada anak. Diharapkan melalui makalah ini dapat membantu meningkatkan pengetahuan perawat mengenai penatalaksanaan diare dan malnutrisi pada seorang anak.
44
DAFTAR PUSTAKA Sidiartha, I. G. L. (2016). Insidens malnutrisi rawat inap pada anak balita di Rumah Sakit UmumPusat Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, 9(6), 381-85. Selvi Nafianti, S. A. K. PERUBAHAN HEMATOLOGIS PADA PASIEN MALNUTRISI ENERGI PROTEIN. Sutadi, S. M. (2003). Diare Kronik. Tersedia: http://repository. usu.ac.id/bitstream/ 123456789/ 3391/1/penydalamsrimaryani2. pdf [4 Juli 2011]. http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani2.pdf Wiryani, NGP Cilik, dkk. (2007). Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis. Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 8 Nomor 1 Januari 2007 Sari, Rosa Indra (2016) asuhan keperawatan pada an. A dengan gastroenteritis akut diruang cempaka rumah sakit umum daerah dr. R. Goeteng taroenadibrata purbalingga. Diploma thesis, universitas muhammadiyah purwokerto. http://repository.ump.ac.id/1478/3/ROSA%20INDRA%20SARI%20BAB%20II.pdf Wijayanti, Winda (2010) HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI PUSKESMAS GILINGAN KECAMATANBANJARSARISURAKARTA. Other thesis, Universitas Sebelas Maret Surakarta https://eprints.uns.ac.id/2749/1/167710309201002361.pdf Blackwell, W. (2015-1017). NANDA International, Inc. 9600 Garsington Road, Oxford, OX4 2DQ, UK: The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, PO19 8SQ, UK. Lane, R., & St. Louis, M. (2013). NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION (NIC), SIXTH EDITION. United States of America: Elsevier. Sue Moorhead, P. R. (2014). NURSING OUTCOMES CLASSIFICATION (NOC). Kidlington, Oxford OX5 1GB: Elsevier Global Rights. Webster-Gandy, Joan. 2014. Gizi & Dietetika. Jakarta : EGC. Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Waspadai Penyakit pada Anak. Jakarta : PT Indeks Anonim-4. Terapi Gizi Pada Anak Gizi Buruk. 2009. Available www. Mat.Inti 5 Tatalaksana Gizi Buruk-Aceh.pdf. Pelatihan TOT Fasilitator PKD Bagi Fasilitator Gizi Kabupaten. Managemen Gizi Buruk.2005. Krisnansari, D. (2010). Nutrisi dan gizi buruk. Mandala of Health, 4(1), 60-68. Leksana, E. (2015). Strategi terapi cairan pada dehidrasi. CDK-224, 42(1). Ernawati, F., Soeharto, B. P., & Julianti, H. P. (2012). Pengaruh pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan pengetahuan Tentang Diare Pada 45