Sgd 1.docx

  • Uploaded by: Alfera Novitasari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sgd 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,029
  • Pages: 44
TUGAS MATA KULIAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN APLIKASI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL PADA KELOMPOK IBU HAMIL

Dosen Pembimbing: Aria Aulia, S.Kep., Ns., M.Kep Disusun oleh: Kelompok 1 Kelas A1 Angkatan 2016 Eliesa Rachma Putri Yuliani Puji L. Chusnul Hotimah Adelia Dwi L. Sarah Maulida R. Cucu Eka Pertiwi Locita Artika I. Ni'matus Sholeha Reffy Shania Novianti Nabila Hanin Lubnatsary Ragil Titi Hatmanti

(131611133001) (131611133003) (131611133004) (131611133005) (131611133006) (131611133007) (131611133008) (131611133009) (131611133010) (131611133011) (131611133012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SEMESTER 3 NOVEMBER 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Aplikasi Keperawatan Transkultural pada Kelompok Ibu Hamil” ini tepat waktu. Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjannya. Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Aria Aulia S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, yang telah memberikan bimbingan, sehingga terselesaikannya makalah ini. 2. Teman-teman angkatan 2016 Program Studi S1 Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, yang telah memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Semua pihak yang telah mendukung menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis butuhkan demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya.

Penulis, 03 November 2017

Kelompok 1

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1Latar Belakang ....................................................... Error! Bookmark not defined.3 1.2 Rumusan Masalah................................................... Error! Bookmark not defined. 1.3Tujuan ..................................................................... Error! Bookmark not defined.3 BAB 2TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4 2.1 Pengertian Transcultural Nursing........................................................................ 4 2.2 Paradigma Transcultural Nursing ....................................................................... 7 2.3Proses Transcultural Nursing ............................................................................... 9 2.4 Ibu Hamil ............................................................................................................. 14 2.5 Transcultural terkait Ibu Hamil di Indonesia................................................... 16 2.6 Budaya Ibu Hamil yang berkembang di Indonesia ........................................ 17 2.7 Budaya Terkait Kesehatan Ibu Hamil dan Melahirkan di Indonesia ........... 26 BAB 3 KASUS ........................................................................................................... 32 3.1 Kasus .................................................................................................................... 32 3.1 Asuhan Keperawatan Transcultural Nursing ................................................... 33 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................ 37 4.1 Pembahasan Kasus ............................................................................................. 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 39

ii

iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Di Indonesia kesehatan ibu hamil masih memerlukan perhatian dan menjadi persoalan utama pembangunan di Indonesia. Pencapaian program kesehatan ibu dan anak di indonesia mengalami penurunan kalaupun ada peningkatan belum menunjukkan angka yang signifikan. Penyebab kematian ibu tidak langung menjadi akar permasalahan dimana erat kaitannya dengan aspek sosial dan budaya, seperti kebiasaan, keyakinan, kepercayaan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap perawatan ibu hamil. Tradisi budaya dalam perawatan kehamilan banyak dijumpai di beberapa belahan dunia. Di Pedesaan Senegal, ibu yang akan bersalin diasingkan dan melahirkan sendiri di hutan dan semak-semak. Berbeda dengan masyarakat di Brazil Tengah, handai tolan termasuk anak-anak bisa berkerumun didepan pintu yang terbuka, untuk menyaksikan proses persalinan di luar ruangan. Beberapa konteks perilaku dan budaya dalam kehamilan misalnya yaitu pantang makanan tertentu masih harus dijalani ibu hamil yang mengakibatkan banyak ibu hamil yang tidak dapat mengkonsumsi makanan tinggi protein. Berdasarkan hasil penelitian kecamatan Rakit Kulim pada tahun 2015 merupakan wilayah dengan cakupan program ibu terendah. Cakupan KI 62% dari target 95%, K4 hanya 60% dari target 90% dan persalinan oleh tenaga kesehatan 68% dari target 90% . Suku Talak Mamak di Kecamatan Rakit Kulim masih menjunjung tinggi adat istiadat sehingga pelaksanaan beberapa program kesehatan ibu dan anak mengalami kendala karena dianggap bertentangan dengan nilai budaya yang diyakininya.

1

Kronologis masalah latar belakang budaya terhadap kesehatan ibu hamil yaitu misalnya pada daerah Madura banyak ibu hamil yang lebih memilih melahirkan pada dukun dikarenakan bila ibu hamil melakukan persalianan pada tenaga kesehatan maka dianggap sulit persalinanya yang menyebabkan ibu hamil merasa malu jika persalinannya dikatakan sulit. Dan jika ibu hamil melakukan persalinan pada tenaga kesehatan memerlukan biaya yang mahal. Perilaku yang dilakukan ibu hamil di daerah tersebut dapat menyebabkan angka kematian ibu dan anak meningkat. Pengaruh budaya dan adat istiadat di lingkungan cukup kuat seperti adanya kehamilan dan persalinan. Mitos atau pantangan yang harus dilakukan pada ibu hamil yaitu pantangan terhadap makanan yang berasal dari hewani (telur dan ikan laut) dan nabati (nanas, terong). Misalnya nanas tidak boleh dimakan khawatir menimbulkan rasa panas dan tidak boleh makan-makanan pedas karena khawatir bayinya sakit mata. Beberapa responden mempercayai adanya mitos atau pantangan tersebut karena khawatir akan mengalami keguguran dan biasanya anjuran orang tua sering terkabul. Selain itu ibu hamil juga melakukan pantangan yang lain seperti duduk di tengah pintu dan duduk di lantai tanpa alas atau tikar atau bangku kecil serta mereka masih percaya pada adanya gangguan jin yang mengancam keselamatan bayi dalam kandungan atau bayi yang baru saja dilahirkan. Adanya pengaruh budaya atau mitos seputar kehamilan yang cukup kuat mengakibatkan sebagian besar ibu hamil lebih percaya budaya tersebut daripada anjuran tenaga kesehatan. Mereka tetap melakukan pemeriksaan kehamilan ke dukun karena menganggap bahwa dukun lebih mengerti posisi bayi dalam kandungan dan dapat pemijatan perut yang mempermudah saat persalinan. Ketika periksa kehamilan ke pelayanan kesehatan, mereka hanya ingin diperiksa dan memastikan bahwa kondisinya sehat dan diberi obat. Perilaku ibu hamil berdasarkan budaya dan adat kebiasaan inilah yang dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ibu hamil dan bayinya serta dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.

2

Solusi dari permasalahan tersebut, sebagai seorang perawat adalah dengan memberikan pengertian serta penyuluhan dengan sebaik-baiknya, bahwa budaya pantangan makan tertentu yang mengandung gizi adalah dapat menyebabkan kesehatan ibu hamil terganggu, memberikan informasi budaya mana yang perlu dipertahankan dan mana yang perlu dicegah melalui penyuluhan terhadap keluarga binaan.

1.1 Rumusan Masalah 1) Apa pengertian Transcultural Nursing? 2) Bagaimana Paradigma Transcultural Nursing? 3) Bagaimana Proses Transcultural Nursing? 4) Bagaimana Transcultural terkait ibu hamil di Indonesia ? 5) Bagaimana budaya ibu hamil yang berkembang di Indonesia ? 6) Bagaimana budaya terkait kesehatan ibu hamil dan melahirkan di Indonesia ? 1.2 Tujuan 1) Untuk mengetahui pengertian Transcultural Nursing 2) Untuk mengetahui Paradigma Transcultural Nursing 3) Untuk mengetahui Proses Transcultural Nursing 4) Untuk mengetahui Transcultural terkait ibu hamil di Indonesia 5) Untuk mengetahui ibu hamil yang berkembang di Indonesia 6) Untuk mengetahui budaya terkait kesehatan ibu hamil dan melahirkan di Indonesia

3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Keperawatan Transkultural Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan. Ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusian (Leininger,2002). Leininger mendefinisikan “Transcultural Nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana berfokus pada komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang spesifik dan kultur yang universasl dalam keperawatan (Andrews and Boyle,1997: Leininger dan McFarland,2002). Tujuan dari transkultural dalam keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. Selain itu juga untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang humanis sehingga terbentuk praktik keperawatan sesuai dengan kultur dan universal (leininger,1978). Asumsi mendasari dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang

4

universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satutempat dengan tempat lainnya.

Konsep dalam Transcultural Nursing menurut Leininger:

1. Kultur/Budaya Kultur/Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

2. Nilai budaya Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

5

5. Etnis Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

6. Ras Ras

adalah

perbedaan

macam-macam

manusia

didasarkan

pada

mendiskreditkan asal muasal manusia

7. Etnografi Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian

etnografi

memungkinkan

perawat

untuk

mengembangkan

kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.

8. Care Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk

memenuhi

kebutuhan

baik

aktual

maupun

potensial

untuk

meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9. Caring Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu,

keluarga atau kelompok pada

keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

10. Cultural Care Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung

6

atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

11. Cultural imposition Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

2.2 Paradigma Transcultural Nursing Paradigma Transcultural Nursing Leininger (1985) diartikan sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995). 1. Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan

pilihan.

Menurut

Leininger

(1984)

manusia

memiliki

kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

2. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama

7

yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

3. Lingkungan Lingkungan

didefinisikan

sebagai

keseluruhan

fenomena

yang

mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti yang bermanfaat untuk mempertahankan kehidupan. Misalnya: pemakaian obat-obatan untuk kesehatan, membuat rumah sesuai iklim dan geografis lingkungan. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas yang mempengaruhi kehidupan.

4. Keperawatan Asuhan Keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.

Asuhan

keperawatan

ditujukan

memandirikan

atau

memberdayakan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

A. Cara I : Mempertahankan budaya Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan

dengan

kesehatan.

Perencanaan

dan

implementasi

keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan

8

status kesehatannya, misalnya budaya

menggunakan obat-obat

tradisionil berupa herbal

B. Cara II : Negosiasi budaya Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.

C. Cara III : Restrukturisasi budaya Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

2.3 Proses Keperawatan Transkultural Model

konseptual

yang

dikembangkan

oleh

Leininger

dalam

menjelaskanasuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

9

A. Pengkajian Pengkajian

adalah

proses

mengumpulkan

mengidentifikasi masalah kesehatan

data

untuk

klien sesuai dengan latar

belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu : 1) Faktor teknologi (tecnological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative misalnya penggunaan herbal dan persepsi klien tentang penggunaan

dan

pemanfaatan

teknologi

untuk

mengatasi

permasalahan kesehatan saat ini.

2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors): Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.

3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis

10

kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.

4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Normanorma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan

dengan

aktivitas

sehari-hari

dan

kebiasaan

membersihkan diri.

5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

6) Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya

11

asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.

7) Faktor pendidikan (educational factors) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat

pendidikan

klien,

jenis

pendidikan

serta

kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

B. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan Transcultural

Nursing

yang sering ditegakkan dalam asuhan yaitu

:

gangguan

komunikasi

verbal

berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Potensi penggunaan obat herbal yang diyakini dan terbukti secara ilmiah.

C. Perencanaan dan Pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam Transcultural Nursing adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan

12

pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. A. Cultural care preservation/maintenance 1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat 2. Bersikap

tenang

dan

tidak

terburu-buru

saat

berinterkasi dengan klien 3. Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat. B. Cultural care accomodation/negotiation 1. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien 2. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3. Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana

kesepakatan

berdasarkan

pengetahuan

biomedis, pandangan klien dan standar etik. C. Cultural care repartening/reconstruction 1. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan

melaksanakannya

2. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok 3. Gunakan pihak ketiga bila perlu 4. Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua

13

5. Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan. Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing

melalui

proses

akulturasi,

yaitu

proses

mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.

Bila perawat tidak

memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. D. Evaluasi Evaluasi asuhan Transcultural Nursing dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

2.4 Ibu Hamil Hamil adalah sebuah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan bertumbuh (BKKBN, 2004). Seorang ibu belum tentu dikatakan hamil apabila hanya memiliki tanda-tanda seperti terlambat haid, mual, muntah, perut dan payudara membesar karena dikatakan hamil apabila sudah terdengar bunyi denyut jantung janin serta terlihatnya tulang janin melalui Ultra Sono Grafi (USG). Kehamilan dibagi menjadi tiga buah Trimester yaitu Kehamilan Trimester I, Kehamilan Trimester

14

II dan Kehamilan Trimester III. Dalam setiap kehamilannya banyak ibu hamil yang mengalami permasalahan kehamilan di tiap masa kehamilan yang berbeda, tetapi lepas dari hal tersebut semua ibu hamil memiliki kebutuhan dasar yang sama dan harus dipenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi ibu hamil antara lain: 1.

Umur

2.

Berat badan

3.

Suhu lingkungan

4.

Aktivitas

5.

Status kesehatan

6.

Pengetahuan zat gizi dalam makanan

7.

Status ekonomi Pemenuhan gizi ibu hamil adalah yang terpenting pada masa

kehamilan. Dengan mendapatkan gizi yang seimbang dan baik, ibu hamil dapat mengurangi resiko kesehatan pada janin dan sang ibu. Oleh sebab itu, memperhatikan asupan makanan dan juga nutrisi sangat penting dilakukan oleh ibu hamil maupun keluarganya. Gizi ibu hamil sebetulnya tidak jauh dari gizi untuk pola makanan sehat. Hanya saja, adanya janin di kandungan mengharuskan ibu hamil ekstra hati-hati dalam mengkonsumsi. Ibu hamil yang kekurangan gizi dapat mengakibatkan terjadinya keguguran, bayi lahir prematur, kematian janin, kelainan sistem syaraf pusat bayi maupun perkembangan yang tidak normal. Selain memperhatikan asupan makanan pada gizi ibu hamil, ibu hamil juga perlu memperhatikan anjuran untuk tidak melakukan program diet, meminum minuman beralkohol dan kafein, maupun obat-obat herbal (jamu) tanpa konsultasi dokter. Sedangkan untuk olahraga, ibu hamil tetap dapat melakukannya dengan pantauan dokter, yang terpenting dalam pemenuhan gizi ibu hamil bukan pada kuantitasnya, tetapi kualitas dan keseimbangan komposisi yang cukup.

15

Ibu hamil hendaknya mengetahui bagaimana caranya memperlakukan diri dengan baik dan body mekanik (sikap tubuh yang baik), ini diinstruksikan kepada wanita hamil karena diperlukan untuk membentuk aktivitas sehari-hari yang

aman

dan

nyaman

selama

kehamilan. Dengan

meningkatnya

pengetahuan akan kesehatan, kini kaum wanita mulai memiliki kesadaran akan pentingnya kebutuhan-kebutuhan dasar yang dia butuhkan selama masa kehamilannya.

2.5 Transcultural terkait Ibu Hamil di Indonesia Indonesia memiliki beragam budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakatnya, termasuk dalam hal yang telah menjadi warisan dan dianggap menjadi sebuah system kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan tersebut masih dianut dan dipatuhi oleh beberapa masyarakat di Indonesia hingga sekarang seperti sebuah kejadian yang disangkut pautkan dengan hal-hal mistis. Kehamilan yang dapat dijelaskan secara ilmiah tidak luput dari unsur keyakinan nenek moyang yang telah dipercayai sejak dahulu. Ini adalah contoh pengertian hamil ditinjau dari transcultural di Indonesia. 1. Kehamilan dan kelahiran dianggap sebagai peristiwa yang merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. 2. Bagi orang Hatam, hamil adalah suatu gejala alamiah dan bukan suatu penyakit. 3. Orang Kaureh memiliki kepercayaan bahwa kehamilan adalah sebagai suatu masa krisis, dimana penuh risiko dan secara alamiah harus diamali oleh seorang ibu. 4. Orang Walsa beranggapan bahwa kehamilan adalah kondisi dimana ibu dalam situasi yang baru, dimana terjadi perubahan fisik, dan bagi mereka bukan suatu kondisi penyakit. 5. Orang Moi Kalabra memiliki kepercayaan bahwa hamil adalah si ibu mengalami situasi yang baru dan bukan sebuah penyakit.

16

6. Masyarakat Indonesia menganggap jika adanya kehamilan sebelum adanya pernikahan itu adalah sebuah aib. 7. Ajaran agama ada yang berkeyakinanbahwakehamilanadalah jihad bagi para wanitadanmerupakansebuahanugrah 8. Kehamilan adalah sebuah kutukan jika ketika masa mengandung sang ibu mengalami berbagai masalah seperti kesehatan.

2.6 Budaya Ibu Hamil yang berkembang di Indonesia Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan kehidupan manusia. Namun, berbagai kelompok masyarakat dengan kebudayaannya di seluruh dunia memiliki berbagai persepsi, interpretasi, dan respons dalam menghadapinya. Yang patut diperhatikan adalah bahwa kehamilan bukanlah suatu keadaan patologis yang berbahaya. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh wanita usia subur yang telah berhubungan seksual. Dengan demikian kehamilan harus disambut dan dipersiapkan sedemikian rupa agar dapat dilalui dengan aman. Proses pembentukan janin hingga kelahiran bayi, serta pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan ibunya sangat dipengaruhi oleh Faktor Fisik, Psikologis dan Lingkungan. Dalam makalah ini

kami membahas faktor lingkungan terhadap

kehamilan, terutama tentang Faktor Kebiasaan dan Adat Istiadat.

A. Jawa (DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur) 1. Saat seorang wanita suku jawa mengandung pertama kali dan usia kandungannya sudah mencapai tujuh bulan, mereka akan melakukan semacam ritual selamatan yang disebut Mitoni/Tingkeban yang berarti tutup. Hakekat mitoni ini adalah mendoakan calon bayi serta ibu yang mengandungnya agar sehat selamat saat kelahiran nanti (Raffles, 2014). Menurut kepercayaan

17

masyarakat jawa, penciptaan fisik bayi tersebut sudah sempurna pada saat berumur tujuh bulan dalam kandungan. Upacara mitoni merupakan upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulan. 2. Pantang terhadap beberapa jenis makanan. Kehamilan adalah merupakan peristiwa penting bagi setiap wanita. Wanita jawa yang hamil harus mematuhi berbagai pantangan yang ada, pantangan tersebut diantaranya : -

Jangan makan daging kambing karena dapat menyebabkan perdarahan saat persalinan.

-

Jangan makan ikan Lele karena si bayi berukuran besar dan susah lahir.

-

Jangan makan ikan dempet karena dapat menyebabkan bayinya lahir dengan kembar siam.

-

Jangan makan mangga kwueni dan durian karena dapat menyebabkan keguguran.

-

Jangan sering bersedih dan menangis karena akan menyebabkan anaknya nanti jadi cengeng.

-

Jangan makan atau mandi di malam hari karena dapat menyebabkan si anak kelak mudah kena sawan.

-

Jangan menertawakan/melecehkan orang cacat, karena cacatnya orang tersebut bisa menurun pada anaknya

-

Jangan makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir akan mempersulit persalinan dimana bayi besar sehingga sulit untuk lahir

-

Jangan makan jantung pisang, karena dapat menyebabkan anaknya nanti makin lama makin kecil (Achmad, 2014).

Faktanya, dari seluruh pantangan, terdapat pantangan yang masuk akal bila dikaji dari segi psikologis misalnya seorang wanita hamil tidak boleh melecehkan orang cacat, mencacimaki orang, membunuh hewan, sering bersedih dan menangis. Kepribadian atau kebiasaan yang buruk akan berpengaruh terhadap kepribadian si bayi sewaktu masih didalam kandungan. Sebaliknya kepribadian yang baik serta kedamaian suasana batin pada wanita

18

hamil yang di pupuk melalui meditasi, berdzikir, mendengarkan musik klasik dapat memberikan pengaruh positif bagi bayi yang dikandungnya. 3. Pijat Perut saat hamil. Terapi pijat ini dilakukan oleh si dukun pada saat kehamilan memasuki umur 5 bulan. Pemijatan ini dilakukan secara rutin dua minggu sekali atau satu bulan sekali dimulai kandungan berumur 5 bulan, karena janin sudah mulai bergerak, sehingga perlu dilakukan pemijatan yang bertujuan untuk mengatur posisi janin yang normal pada saat akan dilahirkan. Faktanya, salah dalam pengurutan bisa membahayakan kondisi ibu dan sang janin. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Firmansyah, mengatakan: pijat daerah perut saat hamil tidak dianjurkan. “Perut tidak boleh diurut karena berisiko.” Menurutnya, banyak risiko yang bisa timbul jika melakukan pemijatan pada perut ibu hamil. Pertama, posisi janin yang semula sudah bagus malah bisa berbalik menjadi tidak normal, tali pusat bisa melilit hingga mengganggu janin, serta keadaan lain yang bisa membahayakan ibu janin. Belum lagi, dalam perut, selain rahim, ada organ-organ lain seperti usus, lambung, dan organ penting lainnya. 4. Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang karena akan menyebabkan cacat atau gugur sesuai perlakuan yang ditimpakan kepada binatang. Faktanya

secara

medis

biologis

cacat

janin

disebabkan

oleh

kesalahan/kekurangan gizi, penyakit, keturunan, pengaruh radiasi (misalnya karena reaksi nuklir atau gelombang radio aktif). Sedangkan gugurnya janin paling banyak disebabkan karena penyakit (misalnya toksoplasmosis), gerakan ekstrem yang dilakukan oleh ibu (benturan) dan karena psikologis (misalnya shock, stres, pingsan). Kesimpulannya membunuh atau menganiaya binatang tidak ada hubungannya dengan kecacatan atau keguguran janin. Agama melarang menyakiti binatang atau membunuhnya kecuali atas alasan yang hak (yang dibenarkan), baik saat hamil atau tidak hamil (Subakti, 2007). 5. Kebiasaan membawa gunting kecil/pisau/benda tajam lainnya di kantung baju si Ibu agar janin terhindar dari marabahaya. Faktanya hal ini tidak ada

19

hubungannya dengan proses kehamilan maupun kelahiran justru lebih membahayakan apabila benda tajam itu melukai si Ibu. 6. Ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak (Mass, 2004). Selain telur masih ada beberapa bahan makanan yang dipantangkan bagi ibu menyusui, yaitu 14 jenis sayuran, 14 jenis buah, 10 jenis ikan, 5 jenis daging, 3 jenis makanan fermentasi dan berbagai jenis gula. Beberapa alasannya yaitu karena makanan tersebut dianggap berdampak negatif bagi kesehatan ibu dan janin, karena nasihat orang tua atau mertua, serta menghormati orang-orang sekitarnya yang dianggap peduli pada mereka (Nurhikmah, 2009). 7. Pantangan mengadakan pagelaran wayang sewaktu selamatan tujuh bulan kehamilan dikarenakan pada keadaan tersebut bayi belum sepenuhnya berada dalam keadaan selamat melainkan masih tergolong dalam keadaan yang susah dan

masih

diupayakan

untuk

memperoleh

keselamatan.

Sedangkan

mengadakan suatu tontonan merupakan lambang dari suatu sikap bersenangsenang, dan ditakutkan pada akhirnya akan memperoleh hambatan yang lebih sulit, sehingga harus dicegah dan dihindari, jadi orang jawa mengajarkan kaumnya untuk melestarikan sikap prihatin dengan maksdu supaya mendapatkan berkah keselamatan dalam segalanya 8. Pantangan wanita hamil tidak boleh mandi setelah terbenamnya matahari. Pantangan bagi ibu hamil untuk tidak mandi ketika sudah larut malam dipengaruhi oleh faktor kepercayaan yang ada di dalam masyarakat jawa, bahwa jika wanita yang mengandung mandi terlalu malam akan menyebabkan pada saat kelahiran akan mengeluarkan banyak air dan bayi akan keluar secara tersendat-sendat. Hal tersebut merupakan sesuatu yang kurang baik atau dapat menimbulkan celaka bagi dirinya dan bayi yang hendak dilahirkan sehingga harus dicegah salam masa kehamilan 9. Ibu hamil tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat yang akan menganggu janin. Faktanya, secara psikologis, Ibu hamil mentalnya sensitif

20

dan mudah takut sehingga pada malam hari tidak dianjurkan bepergian. Secara medis-biologis, ibu hamil tidak dianjurkan keluar malam terlalu lama, apalagi larut malam. Kondisi ibu dan janin bisa terancam karena udara malam kurang bersahabat disebabkan banyak mengendapkan karbon dioksida (CO2)

B. Madura 1. Ibu hamil dilarang merendam pakaian kotor, karena dapat dipercaya menyebabkan kembar air. Maksud dari kembar air adalah saat hendak melahirkan, sang ibu akan terus mengeluarkan banyak air dari jalan lahir, dan menyebabkan proses persalinan menjadi lama. 2. Ibu hamil dilarang melilitkan handuk ketika hendak mandi, karena dipercaya dapat menyebabkan ari-ari (plasenta) melilit leher bayi yang dapat mempersulit proses kelahiran. 3. Dilarang keluar rumah saat maghrib, karena ditakutkan janinnya diganggu oleh makhluk ghaib. 4. Ibu dilarang mengucapkan atau menegur hal yang tidak pantas, karena dipercaya dapat membuat calon bayi sama seperti hal yang ia ucapkan 5. Ketika ibu hamil menginginkan sesuatu harus dipenuhi, karena jika tidak dipenuhi kelak bayi yang dilahirkan akan ileran. 6. Wanita danibu hamil dilarang makan makanan yang gandeng atau dempet seperti buah-buahan, karena ditakutkan kelak anak yang lahir akan dempet 7. Dilarang makan nanas muda, karena dipercaya memicu keguguran 8. Ketika terjadi bulan gerhana, ibu hamil diwajibkan untuk menggigit benda yang terbuat dari besi seperti pisau dan masuk ke dalam kolong meja 9. Saat ibu hamil tidak sengaja terjatuh, pantat ibu harus ditendang, agar calon bayi tidak mengalami kecacatan

C. Sunda 1. Wanita hamil di suku Baduy dalam, ritual yang dijalani yaitu tradisi Kendit, ritual saat usia kehamilan tujuh bulan dengan cara datang ke Puun

21

(nyareat) dengan membawa seupah dun (sirih, gambir dan apu) dan kanteh hideung (gelang kain berwarna hitam). Kanteh Hideung diberi mantra dan dipakai selama 3 hari 3 malam. Makna Kendit ini diharapkan prosesi kelahiran berjalan lancar. Selain tradisi kendit ada tradisi

Ngaragap

beuteung (pijit dibagian perut) oleh Paraji (dukun beranak) sambil diusap menggunakan koneng bau. Selain dipijit, ibu hamil meminta jampi-jampi bagi keselamatan ibu dan janin yang dikandung. Jampe-jampe (mantera) dari paraji melalui media panglai ada yang dimakan, ada yang dibawabawa di badan sebagai perlindungan diri (tumbal). Namun tradisi Ngaragap beuteung tidak wajib tergantung masing-masing individu termasuk juga untuk waktunya. Ngaragap Beuteung bisa dilakukan sebulan dua kali atau sebulan sekali bahkan tidak sama sekali. 2. Pantangan selama hamil, isteri harus berjalan didepan suami, tidak boleh keluar rumah setelah senja hari, cara membawa kayu bakar posisinya congokna kahareup. 3. Pada hari rabu dan sabtu ibu hamil tidak boleh dipijat 4. Dilarang mengenakan apapun di bagian leher baik itu kalung ataupun syal. 5. Pantangan makanan diantaranya adalah dilarang mengkonsumsi sambal, durian, petai, nenas bisa mengakibatkan panas pada janin. 6. Pantangan lainnya, saat kehamilan memasuki bulan tua tidak boleh mengkonsumsi obat-obatan kimia sampai setelah bayi dilahirkan. Alasan tidak diberikan obat-obatan selama kehamilan ditakutkan berdampak pada janin yang dikandung, kacang mentah (buat anak cacingan); cai panas (janinnya nanti kepanasan). Makanan yang sebaiknya dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil adalah minum air kelapa hijau. 7. Selama hamil mengusap-usap pasir ke perut Ibu yang diyakini bayi yang akan dilahirkan dalam kondisi bersih. 8. Pemilihan penolong persalinan di Suku Baduy dalam mengikuti tradisi turun temurun yaitu dilakukan sendiri tanpa pendampingan dukun paraji apalagi tenaga medis. Tenaga medis dipanggil ketika mengalami kesulitan

22

selama proses melahirkan, sehingga selama proses melahirkan lancar cukup memanggil paraji. Penjemputan paraji dilakukan ketika ibu sudah berhasil melahirkan bayinya. Prosesi melahirkan Suku Baduy dalam dilakukan dengan posisi Ibu duduk bersandar dengan posisi kedua kaki diangkat nyaris seperti posisi jongkok. Tempat yang dipilih untuk bersalin hanya ada dua pilihan tergantung keberadaan Ibu saat hendak melahirkan yaitu di rumah atau di saung yaitu rumah yang didirikan di dekat huma atau ladang milik mereka. D. Papua 1. Bila ibu hamil mengalami pembengkakan pada kaki, berarti ibu tersebut telah melewati

tempat-tempat keramat secara sengaja atau pula telah

melanggar pantangan-pantangan yang diberlakukan selama ibu tersebut hamil. Biasanya akan diberikan pengobatan dengan memberikan air putih yang telah dibacakan mantera untuk diminum ibu tersebut. Juga dapat diberikan pengobatan dengan menggunakan ramuan daun abrisa yang dipanaskan di api, lalu ditempelkan pada kaki yang bengkak sambil diurut-urut. Ada juga yang menggunakan serutan kulit kayu bai yang direbus lalu airnya diminum. 2. Persepsi orang Hatam dan Sough tentang perdarahan selama kehamilan dan

setelah melahirkan. Hal itu berarti ibu hamil telah melanggar

pantangan,

suaminya

telah

melanggar

pantangan

serta

belum

menyelesaikan masalah dengan orang lain atau kerabat secara adat. Bila perdarahan terjadi setelah melahirkan, itu berarti pembuangan darah kotor, dan bagi mereka adalah suatu hal yang biasa dan bukan penyakit. Bila terjadi perdarahan, maka Ndaken akan memberikan air putih yang telah dibacakan matera untuk diminum oleh ibu tersebut. Selain itu akan diberikan ramuan berupa daun-daun dan kulit kayu mpamkwendom yang direbus dan airnya diminum oleh ibu tersebut. Bila terjadi pertikaian dengan kerabat atau orang lain, maka suaminya secara adat harus meminta maaf.

23

3. Persalinan bagi orang Hatam dan Sough adalah suatu masa krisis. Persalinan biasanya di dalam

pondok (semuka) yang dibangun di

belakang rumah. Darah bagi orang Hatam dan Sough bagi ibu yang melahirkan adalah tidak baik untuk kaum laki-laki, karena bila terkena darah tersebut, maka akan mengalami kegagalan dalam aktivitas berburu. Oleh karena itu, seorang ibu yang melahirkan harus terpisah dari rumah induknya. Posisi persalinan dalam bentuk jongkok, karena menurut orang Hatam dan Sough dengan posisi tersebut, maka bayi akan mudah keluar. Pemotongan tali pusar harus ditunggu sampai ari-ari sudah keluar. Apabila dipotong langsung, maka ari-ari tidak akan mau keluar. 4. Menganggap ibu-ibu hamil usia di bawah 5 bulan bila bekerja keras dapat menyebabkan keguguran, tetapi usia kehamilan 5 bulan keatas dengan bekerja keras dapat memperlancar proses persalinan. Karena kepercayaan dan tanggung jawab terhadap keluarga inilah maka ibu-ibu tetap pergi ke hutan dan pantai meski usia kehamilan sudah mendekati persalinan. Karena keyakinan ini pula perempuan tidak merasa keberatan atau tertekan, mereka tetap tersenyum meskipun kelak bersalin tanpa persiapan, di tempat yang kotor, jauh dari pelayanan petugas kesehatan sehingga dapat mengalami berbagai risiko. 5. Penduduk Suku Kamoro mempercayai berbagai jenis makanan pantang yang harus dipatuhi hampir semua jenis makanan yang dipantangkan tersebut mengandung protein tinggi misalnya; ikan belut yang dipercayai dapat menyebabkan bayi cacat, burung kasuari dapat membuat mata bayi kerjap- kerjap, penyu dapat membuat jari tangan dan kaki bayi seperti jari kura-kura, dan kelapa putih dapat membuat tubuh bayi besar 6. Melarang ibu- ibu untuk pergi jauh dari rumah selama 1-2 minggu setelah persalinan. Pada kenyataannya dalam penelitian ini ibu-ibu sudah pergi ke hutan segera setelah lepas tali pusat bayi sekitar 6-7 hari setelah persalinan. Sama seperti budaya suku Bgu Pantai Utara Papua yang melakukan pesta adat 'anak turun' sekitar 8 hari setelah persalinan sebagai

24

tanda ibu sudah bebas pergi ke hutan lagi. Kurun waktu ini sangat singkat bagi pemulihan kesehatan ibu dan kebutuhan bayi karena tubuh ibu masih lemah akibat persalinan, uterus belum kembali normal dan bayipun masih sangat membutuhkan ibu secara fisik terutama untuk ASI dan kebutuhan secara psikologis. Hal ini dapat mengakibatkan perdarahan, prolapsus uteri, berbagai penyakit karena kelemahan fisik ibu dan penyakit pada bayi. 7. Dukun diyakini sebagai orang yang memang mendapat warisan kelebihan dari nenek moyang yang biasanya diberikan turun temurun. Kepercayaan ini dapat merugikan kesehatan ibu karena dukun yang belum dilatih tidak mempunyai pengetahuan tentang anatomi fisiolosi kehamilan dan persalinan sehingga mungkin dapat melakukan tindakan yang salah misalnya tatkala bayi sulit ke luar maka dukun kemudian menginjak perut ibu atau tangan dukun masuk ke perut ibu. Tindakan dukun ini tetap akan dianggap wajar, meskipun ibu sampai meninggal di tangan dukun, bahkan yang disalahkan adalah ibu yang dianggap semasa hamilnya tidak mengikuti aturan adat. 8. Penduduk mempercayai bahwa darah dan kotoran persalinan dapat menimbulkan penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak- anak, karena itu ibu bersalin harus dijauh kan atau disembunyikan 9. Perempuan tabu membuka aurat paha di depan orang yang belum dikenal meski untuk pengobatan atau persalinan. Kepercayaan ini makin memperkuat ibu-ibu untuk tidak berani meminta melakukan persalinan di rumah sakit, klinik, Puskesmas meskipun jaraknya dekat dan tidak membayar sama sekali. Dia khawatir disalahartikan oleh suami bahwa dia mau melanggar tradisi memanjakan diri makan tidur sementara rumah, tetangga atau suami yang mencarikan makanan bagi diri dan anakanaknya 10. Penduduk meyakini bahwa asap kayu bakar membawa kekuatan bagi orang yang sakit atau lemah terrnasuk ibu yang sedang melahirkan.

25

Untuk prinsip iwoto itu juga maka suami membantu dalam proses persalinan istrinya dengan menghidupkan dan menjaga api kayu bakar apinya selalu hidup dan asapnya bertiup mengarah ke tempat ibu dan bayi. Dalam proses persalinannya ibu berusaha mendapat kekuatan dengan rnenghirup asap sebanyak-banyaknya, karena yakin asap membawa kekuatan dari roh atau mbii untuk melancarkan persalinan. Keyakinan ini secara fisik merugikan kesehatan ibu dan bayi yang memungkinkan terjadinya sesak dan infeksi saluran nafas.

2.7 Budaya Terkait Kesehatan Ibu Hamil dan Melahirkan di Indonesia Salah satu budaya terkait kesehatan ibu hamil dan melahirkan yaitu dapat dilihat dari masyarakat jawa salah satunya yaitu mengadakan upacara selamatan Ubarampe yang dibutuhkan untuk keselamatan kelahiran yang biasa disebut brokohan. Pada zaman ini brokohan biasanya terdiri dari : Beras, Telur, Mie instan, Gula, Teh, dan sebagainya. Beberapa kepercayaan yang ada seperti di Jawa Tengah, diantaranya ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Demikian pula dengan di daerah Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Akibatnya ibu akan mengalami kurang gizi, dan berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Pantangan makan pada saat hamil menurut masyarakat Suku Dayak Sanggau tidak terlalu banyak mereka hanya melarang ibu hamil untuk tidak makan daging binatang yang hidup didalam lobang seperti trenggiling, daging ular dan daging labi-labi (sejenis kura-kura) dengan alasan takut kalau melahirkan akan susah keluar (persalinan macet). Keyakinan tersebut didapat

26

secara turun temurun dan harus ditaati agar tidak terkena badi (kualat atau dampak melanggar pantang), seperti pendapat yang diutarakan: Kondisi ini tentunya mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Hasil penelitian di Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa perilaku yang kurang mendukung selama masa nifas yaitu pantang makanan tertentu lebih dikaitkan dengan si bayi antara lain agar ASI tidak berbau amis antara lain daging dan ikan laut. Tradisi masa kehamilan : a. Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang. Sebab, jika itu dilakukan bisa menimbulkan cacat pada janin sesuai dengan perbuatannya itu. Fakta: Tentu saja tidak demikian. Cacat janin disebabkan oleh kesalahan/kekurangan gizi, penyakit, keturunan atau pengaruh radiasi. Sedangkan gugurnya janin paling banyak disebabkan karena penyakit, gerakan ekstrem yang dilakukan oleh ibu (misal benturan) dan karena psikologis (misalnya shock, stres, pingsan).Tapi, yang perlu diingat, membunuh atau menganiaya binatang adalah perbuatan yang tak bisa dibenarkan. b) Membawa gunting kecil / pisau / benda tajam lainnya di kantong baju si Ibu agar janin terhindar dari marabahaya. Fakta: Hal ini justru lebih membahayakan apabila benda tajam

itu

melukai si Ibu. c)

Ibu hamil tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat yang akan mengganggu janin. Fakta: secara psikologis, Ibu hamil mentalnya sensitif dan mudah takut sehingga pada malam hari tidak dianjurkan bepergian. Secara medis-biologis, ibu hamil tidak dianjurkan keluar malam terlalu lama, apalagi larut malam. Kondisi ibu dan janin bisa terancam karena

27

udara malam kurang bersahabat disebabkan banyak mengendapkan karbon dioksida (CO2). d)

Ibu hamil tidak boleh benci terhadap seseorang secara berlebihan, Karena nanti anaknya jadi mirip seperti orang yang dibenci tersebut. Fakta: Jelas ini bertujuan supaya Ibu yang sedang hamil dapat menjaga batinnya agar tidak membenci seseorang secara berlebihan.

e)

Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi kembar siam. Fakta: Secara medis-biologis, lahirnya anak kembar dempet / kembar siam tidak dipengaruhi oleh makanan pisang dempet yang dimakan oleh ibu hamil. Jelas ini hanyalah sebuah mitos belaka.

f)

“Amit-amit” adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai "dzikir" nya orang hamil ketika melihat peristiwa yang menjijikkan, mengerikan, mengecewakan dan sebagainya dengan harapan janin terhindar dari keadaan tersebut. Fakta: Secara psikologis, perilaku tersebut justru dapat berujung pada ketakutan yang tidak bermanfaat.

g)

Ngidam adalah perilaku khas perempuan hamil yang menginginkan sesuatu, makanan atau sifat tertentu terutama di awal kehamilannya. Jika tidak dituruti maka anaknya akan mudah mengeluarkan air liur. Fakta: tidak ada hubungannya produksi air liur dengan ngidam ibu.

h) Dilarang makan nanas, nanas dipercaya dapat menyebabkan janin dalam kandungangugur. Fakta: Secara medis-biologis, getah nanas muda mengandung senyawa yang dapat melunakkan daging. Tetapi buah nanas yang sudah tua atau disimpan lama akan semakin berkurang kadar getahnya. Demikian juga nanas olahan. Yang pasti nanas mengandung vitamin C (asam askorbat) dengan kadar tinggisehingga baik untuk kesehatan.Jangan makan buah stroberi, karena mengakibatkan bercak-bercak pada kulit bayi.

28

Fakta: Tak ada kaitan bercak pada kulit bayi dengan buah stroberi. Yang perlu diingat, jangan makan stroberi terlalu banyak, karena bisa sakit perut.Mungkin memang bayi mengalami infeksi saat di dalam rahim atau di jalan lahir, sehingga timbul bercak-bercak pada kulitnya. i) Jangan makan ikan mentah agar bayinya tak bau amis. Fakta: Bayi yang baru saja dilahirkan dan belum dibersihkan memang sedikit berbau amis darah. Tapi ini bukan lantaran ikan yang dikonsumsi ibu hamil, melainkan karena aroma (bau) cairan ketuban. Yang terbaik, tentu saja makan ikan matang. Karena kebersihannya jelas terjaga dibanding ikan mentah. j) Jangan minum air es agar bayinya tak besar. Minum es atau minuman dingin diyakini menyebabkan janin membesar atau membeku sehingga dikhawatirkan bayi akan sulit keluar. Fakta: Sebenarnya, yang menyebabkan bayi besar adalah makanan yang bergizi baik dan faktor keturunan. Minum es tidak dilarang, asalkan tidak berlebihan. Karena jika terlalu banyak, ulu hati akan terasa sesak dan ini tentu membuat ibu hamil merasa tak nyaman. Lagipula segala sesuatu yang berlebihan akan selalu berdampak tidak baik. k) Wanita hamil dianjurkan minum minyak kelapa (satu sendok makan per hari) menjelang kelahiran. Maksudnya agar proses persalinan berjalan dengan lancar. Fakta: Ini jelas tidak berkaitan. Semua unsur makanan akan dipecah dalam usus halus menjadi asam amino, glukosa, asam lemak, dan lain-lain agar mudah diserap oleh usus. Dalam konteks sosial dan keluarga, kekuasaan dan pengambilan keputusan dalam menunggu keluarga.Bahkan setelah terjadi komplikasi pesalinan pun mereka masih berembuk untuk menentukan sikap sehingga terjadi keterlambatan pertolongan, karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang berbagai opsion yang tersedia.

29

Adapun kebudayaan dari suku Baduy saat seorang ibu mengalami nifas.Budaya kesederhanaan yang dipertahankan dan dijalani ini mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat Baduy. Sebenarnya tidak ada larangan bagi masyarakat Baduy Dalam untuk mengobati penyakit secara modern. Namun pikukuh yang dipegang teguh menurut para informan yang mengungkapkan bahwa pengobatan di Kampung Tangtu cukup berobat ke dukun yang ada di kampung mereka secara tradisional saja. Bagi mereka, mengakses fasilitas pelayanan kesehatan merupakan alternatif paling akhir, meskipun seringkali tidak dipilih. Pemilihan penolong persalinan ke dukun juga dilakukan oleh Suku Bugis, hasil penelitian mengungkap bahwa ibu hamil masih mengakses dukun namun hanya terkait ritual yang harus dilewati selama masa kehamilan misalnya dalam masa perkembangan janin trimester ketiga, dilakukan ritual yang disebut ma’cera wettang. Ritual ini merupakan budaya masyarakat Bugis dalam kehamilan yang dilaksanakan pada bulan ke tujuh kehamilan, masa anggota tubuh janin telah lengkap. Ritual ini dipercaya dapat menjadikan posisi janin sempurna, persalinan lancar dan tidak ada gangguan dari makhluk-makhluk halus. Selain itu ibu hamil melakukan pemijatan terhadap perutnya ke paraji (dukun beranak) yang disebut ritual ngaragap beuteung dengan tujuan proses persalinan berjalan lancar. Prosesi pemijatan menjadi baik bagi kondisi ibu hamil apabila cara pemijatan dilakukan dengan benar. Namun akan berbeda dampaknya apabila cara pemijatan dilakukan dengan penuh tekanan yang dapat mengganggu janin. Tindakan mengurut perut ibu hamil, terutama pada masa trimester tiga, tidak dibenarkan dalam praktik kedokteran/kebidanan yang aman.Indikasi pengurutan hanyalah bila posisi bayi sungsang, itupun harus dilakukan dengan manuver khusus dan dipantau oleh dokter spesialis kebidanan.Prosesi pemijitan dilakukan juga pada Suku Bugis, namun hasil riset Hesty, et all menunjukkan tidak semua ritual adat dilakukan sebagaimana yang diungkapkan informan bahwa perawatan kehamilan yang dianggap

berbahaya

bagi

kehamilan

seperti

mengurut

diyakini

dapat

membahayakan tali pusat. Pada masa kehamilan perilaku yang dapat memberikan risiko buruk pada ibu hamil diantaranya adalah tetap melakukan aktivitas sehari-

30

hari sama seperti sebelum hamil yang termasuk aktivitas berat. Seperti tetap pergi ke huma (ladang) dengan jarak tempuh yang tidak dekat dan medan naik turun cukup curam dan licin. Sejalan dengan masyarakat Suku Dayak Sanggau bahwa selama hamil ibu harus tetap beraktifitas rutin. Sebagian besar bekerja sebagai petani dengan ibu rumah tangga melakukan pekerjaan tersebut mendampingi suami. Porsi pekerjaan wanita di ladang lebih berat daripada pria. Pada saat proses persalinan, ibu melahirkan dilakukan secara mandiri tanpa pendampingan atau penolong persalinan. Kemandirian dalam persalinan berlaku pula pada Suku Ngalum di Oksibil, Suku Towe di Kabupaten Jayapura dan Suku Muyu di Boven Digoel, masyarakat suku tersebut mengucilkan perempuan yang sedang bersalin pada pondokan kecil yang mereka sebut sebagai Sukam dan Bivak.

31

BAB 3 KASUS

3.1

Kasus Kasus 1 Ny.Y umur 23 tahun, agama islam, pendidikan SMP, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, klien menikah dengan Tn. S 26 tahun, agama islam, pendidikan SMA, pekerjaan wiraswasta (penjaga toko), suku Sunda dan tinggal bersama mertuanya.

Kehamilan ini merupakan kehamilan yang pertama. Usia

kehamilan 8 minggu. Ny.Y mendapat informasi tentang kehamilan dari mertuanya. Ny.Y merasa pusing, lemas dan pucat selama 3 hari. Kemudian Ny.Y memeriksakan keadaan dan kehamilannnya di rumah sakit. Setelah diperiksa keadaannnya, seperti tensi, berat badan, tinggi badan, lingkar panggul, USG dan lain-lain. Lalu, dokter memberi advis untuk cek darah yang dapat menunjang diagnosis Ny.Y. Dari hasil, pemeriksaan tersebut didapatkan bahwa kadar Hemoglobin (Hb) nya 8 mg/dl dan dari hasil USG tersebut didapatkan bahwa bayi Ny.Y adalah seorang perempuan dan sungsang. Dokter menyimpulkan bahwa Ny.Y menderita anemia. Kemudian Dokter mengkaji polamakan, istirahat, pola aktivitas dan lain-lainnya. Dari hasil pengkajian tersebut, di daerahnya masih percaya pada sihir dan hal-hal gaib. Pada saat istrinya hamil, suaminya maupun semua anggota keluarganya tidak boleh membunuh binatang yang mengakibatkan nantinya anaknya lahir cacat dan didapatkan pantangan makanan pada ibu hamil yang di yakini di daerahnya yaitu ibu hamil tidak boleh makan ikan laut karena bisa menyebabkan asinya menjadi asin. Ny.Y sering mengkonsumsi jamu yang dianjurkan mertuanya agar setelah bayinya lahir tidak amis. Kepercayaan tersebutdiyakini dan dipatuhi oleh mertua dan semua anggota keluarganya dari pihak laki-laki. Dokter menganjurkan Ny.Y untuk mengurangi aktivitas yang

32

berlebihan, sering berolahraga(jalan-jalan), dianjurkan untuk melakukan senam hamil, istirahat yang cukup dan diberi obat/vitamin penambah darah (Zat Besi). Dari hasil USG menyatakan bahwa bayi Ny.Y sungsang kemudian Ny.Y dan mertuanya membawa ke dukun bayi untuk dipijatkan perutnya. Setelah beberapa hari, keadaan ny.Y tidak membaik karena ny.Y tidak bisa atau jarang minum obat yang diberikan oleh dokter. Akhirnya, ibu di rawat inap di RS. S. 3.2 Asuhan Keperawatan Transcultural Nursing A. Pengkajian 1. Faktor Teknologi

Klien memeriksakan kehamilannya di dokter dan berencana akan melahirkan disana, Klien mendapat informasi tentang kehamilan dari mertua, Klien mengeluh mengalami pusing, lemas dan pucat selama 3 hari. Klien biasa berobat ke dokter, Klien masih percaya pada sihir dan hal-hal gaib pada saat wanita itu hamil. 2. Faktor agama dan filsafah hidup a. Agama yang dianut yaitu agama islam b. Kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan

menurut aturanyang dibuat oleh pemuka agama dan para santri bahwa bagi para laki-laki yang istrinya hamil dilarang membunuh binatang. c. Klien dan keluarga percaya bahwa membunuh binatang pada saat

hamil bisa d. Membuat nantinya anaknya cacat (lahir tidak sempurna) klien

merencanakan akan berobat ke dokter. Klien masih mempercayai adanya hal-hal mistik, seperti tidak boleh memakan ikan laut, sedangkan suaminya pantang untuk membunuh binatang. 3. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan a. Nama lengkap : Ny. Y b. Nama panggilan : Ny.Y c. Umur : 23 tahun

33

d. Jenis kelamin : perempuan e. Status : sudah menikah f.

Tipe keluarga : intim (tinggal sekeluarga tanpa ada keluarga lain)

g. Pengambilan keputusan dalam anggota keluarga : ada pada pihak

laki-laki 4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup a. Makanan pantangan yaitu ikan laut. Ny.Y makan habis dengan 1

porsi 3x sehari. Ibu jarang makan buah. Ibu sesekali minum jamu agar anaknya tidak bau amis pada saat melahirkan. Ny.Y pergi ke dukun bayi untuk membenahkan keadaan kehamilannya yang letak sungsang. Suaminya tidak boleh membunuh binatang yang mengakibatkan anaknya lahir cacat (tidak sempurna). b. Persepsi sehat sakit berhubungan dengan aktifitas sehari-hari,

yaitu: 1) Pasien memeriksakan kehamilannya di dokter dan berencana

akan melahirkan disana. Pasien jarang minum vitamin, pasien jarang berolahraga. 2) Pasien mengeluh mengalami pusing, lemas dan pucat selama

3 hari, pasien dianjurkan untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan, sering berolahraga (jalan-jalan), dianjurkan untuk melakukan senam hamil, istirahat yangcukup dan diberi obat/ vitamin penambah darah (Zat Besi). 5. Faktor politik

Kebijakan dan peraturan RS, yaitu: a. Alasan mereka datang ke RS

Karena pasien mengeluh pusing, lemas, dan pucat selama 3 hari. b. Kebijakan yang didapat di RS

Klien di periksa keadaannnya seperti tensi, berat badan, tinggi badan, lingkar panggul, USG, cek darah dan disuruh untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan, sering berolahraga (jalan-

34

jalan), dianjurkan untuk melakukan senam hamil, istirahat yang cukup dan diberi obat/ vitamin penambah darah (Zat Besi). 6. Faktor ekonomi a. Pekerjaan

Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga b. Sumber biaya pengobatan

Klien dan keluarga telah menyiapkan tabungan untuk persalinan klien c. Sumber ekonomi yang dimanfaatkan klien

Klien menggunakan tabungannya untuk biaya bersalin 7. Faktor pendidikan a. Pendidikan Ny.Y adalah SMP dan suaminya adalah SMA.

Pekerjaan Ny.Yadalah sebagai ibu rumah tangga dan suaminya sebagai wiraswasta (penjaga toko). b. Setelah di diagnosis anemia dan keadaan bayinya sungsang. Klien

tidak menerima dan merencanakan akan pergi ke dukun bayi. Kemampuan klien masih minim karena masih percaya hal-hal gaib daripada medis.

Kasus 2 Seorang klien perempuan berusia 25 tahun sedang hamil 4 bulan. Ini merupakan kehamilannya yang pertama. Klien tersebut berasal dari daerah Sunda sedangkan suaminya berasal dari Tapanuli. Mereka saat ini tinggal di Jakarta. Sejak mengetahui istrinya hamil, suami klien berusaha untuk memanjakan istrinya dan melarangnya bekerja dan meminta orang tua (ibu) klien untuk menemani klien di rumah. Orang tua klien masih sangat ketat mengikuti adat istiadat mereka demikian pula halnya dengan orang tua suami klien. Klien merasa tertekan dengan kondisi kehamilannya dan perlakuan yang diterimanya dari suami, orang tua, dan mertuanya. 35

Kasus 3 Ny. A berusia 37 tahun, beragama islam dan pendidikan terakhirnya SD. Ny. A tidak bekerja (ibu rumah tangga) menikah dengan Tn. B berusia 48 tahun. 2 hari yang lalu, Ny. A melahirkan anak ke 5 yang berjenis kelamin perempuan dengan cara operasi Caesar. Selama 5 kali persalinan, Ny. A selalu mengikuti kebudayaan dan petuah dari mertua dan orang-orang yang disegani di desa Gebang, Madura. Beberapa diantaranya yaitu selama 40 hari Ny. A hanya instirahat total tanpa melakukan aktivitas rumah tangga seperti mencuci, membersihkan rumah dll yang biasanya dilakukan sebelum melahirkan. Selain itu, Ny. A juga harus menggunakan “bukong” untuk mengikat dan menyanggah perut yang “melar” setelah melahirkan. Selama proses pemulihan, mertua dari Ny. A hanya menyajikan nasi, sayur, dan tahu tempe tanpa ada pendamping seperti buah sebagai asupan makanan untuk Ny. A selama proses pemulihan tersebut. Saat perawat mengunjungi rumah Ny. A, Ny. A tampak lesu, lemah, “mata panda”, dan selalu menggaruk kepala. Saat ditanyakan mengenai kualitas istirahat Ny. A, Ny. A mengatakan bahwa dia mengalami kurang tidur karena Ny. A mempercayai bahwa dirinya tidak boleh tidur di siang hari karena akan memberikan nasib yang buruk kepada si bayi. Ny. A juga mengatakan bahwa setelah melahirkan, Ny. A hanya keramas saat setelah operasi usai. Melihat situasi tersebut, perawat ingin memberikan edukasi kepada Ny. A, suami dan mertua Ny. A mengenai kebudayaan-kebudayaan yang dijalani selama ini.

36

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Kasus Dari kasus yang telah disebutkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa budaya dan kepercayaan terhadap hal-hal mitos masih sering dipercaya oleh masyarakat. Budaya masih melekat erat pada kehidupan masyarakat. Kepercayaan terhadap budaya yang sangat erat tersebut mengakibatkan masyarakat melakukan hal-hal yang dianggap membahayakan bagi kesehatan ibu hamil. Seperti menghindari makanan tertentu, dalam budaya sunda ibu hamil bahkan dilarang untuk makan ikan, daging, dan buah-buahan karena dianggap akan membahayakan bayi. Padahal makanan tersebut memiliki kandungan nutrisi yang akan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, jika hal tersebut dilakukan maka akan menimbulkan kekurangan nutrisi dan akan membahayakan kondisi kesehatan keduanya. Bahkan dalam beberapa kasus ditemukan bahwa banyak masyarakat yang lebih mempercayai dukun daripada tenaga medis. Dalam budaya Madura, ibu hamil tidak diperkenankan untuk memeriksakan kandungannya karena dipandang kehamilannya

“sarah” yang berartisi ibu

banyak melakukan kesalahan. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa budaya yang terus turun menurun ini memberikan dampak yang kurang baik bagi kesehatan ibu hamil. Karena pemeriksaan kehamilan sangat dianjurkan bagi ibu dan bayi. Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengetahui kondisi ibu maupun bayi yang dikandung, apakah bayi mengalami kelainan selama dalam masa kandungan, atau apakah ibu bayi kekurangan nutrisi atau zat-zat yang dibutuhkan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, dan untuk memastikan tidak ada gangguan saat akan melahirkan nanti. Jika budaya madura yang tidak memperkenankan ibu hamil untuk memeriksakan kadungannya tetap berlanjut, maka kejadian mortalitas bayi dan ibu saat melahirkan akan meningkat. 37

Maka dari itu peran perawat terhadap kondisi ini adalah: 1. Educator, sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang sesuai. 2. Konsultan, elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik lain. Sesuai dengan teori Leininger, asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi

yang

digunakan

dalam

asuhan

keperawatan

adalah

perlindungan/ mempertahankan budaya, mengakomodasi/ negoasiasi budaya dan mengubah/ mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

38

DAFTAR PUSTAKA

Novitasari, Y., Arum Pratiwi, S. K., Kes, M., Sulastri, S. K., & Kes, M. (2016). Keyakinan Makanan dalam Perspektif Keperawatan Transkultural pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Rejeki, S. (2012). HERBAL dan KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN (Suatu Pendekatan Transkultural dalam Praktik Keperawatan Maternitas). In PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL. Kisbiyanti, H. (2014). Asuhan keperawatan Transkultural pada Ibu Hamil Iskandar, R. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KETIDAK PATUHAN DALAM PENGOBATAN PADA BUDAYA BALI. Universitas Jember Stoppard, Miriam. 2008. Kehamilan dan Kelahiran. Jakarta : Mitra Media publisher. Suprabowo, Edy.(2006), Praktik Budaya dalam Kehamilan, Persalinan dan Nifas pada Suku Dayak Sanggau, Tahun 2006.Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 1, No. 3. Ipa, Mara., Prasetya, Djaka., Kasnodiharjo. (2016). PRAKTIK BUDAYA PERAWATAN DALAM KEHAMILAN PERSALINAN DAN NIFAS PADA ETNIK BADUY DALAM.Cultural Practices in Pregnancy, Birth Delivery and Postpartum Care of Inner Baduy Ethnic Group. Dumatubun, A. E. (2002). Kebudayaan, kesehatan orang Papua dalam perspektif antropologi

kesehatan. Jurnal Antropologi Papua (ISSN: 1693-2099) Volume, 1.

Maas, L. T. (2004). Kesehatan Ibu dan Anak: Persepsi budaya dan dampak kesehatannya. FKM USU.

39

Suryawati, C. (2007). Faktor sosial budaya dalam praktik perawatan kehamilan, persalinan,

dan pasca persalinan (Studi di Kecamatan Bangsri Kabupaten

Jepara). Jurnal

Promosi Kesehatan Indonesia,2(1), 21-31.

Hartiningtiyaswati, S. (2010). Hubungan perilaku pantang makanan dengan lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas Di Kecamatan Srengat Kabupaten

Blitar (Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret).

Alwi, Q. (2007). Tema Budaya Yang Melatarbelakangi Perilaku Ibu-Ibu Penduduk Asli Dalam

Pemeliharaan Kehamilan dan Persalinan di Kabupaten

Mimika. Buletin Penelitian

Kesehatan, 35(3 Sep).

Ipa, M., Prasetyo, D. A., & Kasnodihardjo, K. (2016). PRAKTIK BUDAYA PERAWATAN

DALAM KEHAMILAN PERSALINAN DAN NIFAS

PADA ETNIK BADUY

DALAM. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 7(1),

25-36.

TULIS,

K.

HUBUNGAN

KESEHATAN

DENGAN

ADAT

BUDAYA

KEHAMILAN DAN PERSALINAN DI KELURAHAN SIDOREJO RT 10 PANGKALAN BUN.

40

Related Documents

Sgd Kritis.doc
April 2020 19
Sgd Jiwa.docx
May 2020 18
Sgd Insomnia.pptx
May 2020 17
Sgd Perkemihan.docx
June 2020 21
Sgd Ela.pptx
November 2019 21
Slum Demolition Sgd Pak
November 2019 2

More Documents from ""

Sgd 1.docx
May 2020 7
Sgd 4.docx
May 2020 12
Sgd 3.docx
May 2020 1
Dang Ado Vent Re
April 2020 8