Sgd 3.docx

  • Uploaded by: Alfera Novitasari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sgd 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,816
  • Pages: 32
MAKALAH PSIKOSOSIAL APLIKASI KEPERAWATAN TRANSCULTURAL PADA KELOMPOK DEWASA

Fasilitator : Rista Fauziningtyas S.Kep., Ns., M.Kep. Oleh : Verantika Setya P.

131611133026

Erva Yulinda M.

131611133033

Putri Aulia K.

131611133027

Indriani Dwi W.

131611133034

Erlina Dwi K.

131611133028

Yenni Nistyasari

131611133035

Alfera Novitasari

131611133029

Elin Nur Anisa

131611133037

Angga Kresna P

131611133030

Nesya Ellyka

131611133038

Ni putu Neni

131611133031

M. Hidayatullah A.

13161113303

Rizky Jian U

131611133032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA NOVEMBER, 2017

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah psikososial yang berjudul Aplikasi Keperawatan Transcultural Pada Kelompok Dewasa. Ucapan terimakasih kami haturkan kepada fasilitator Rista Fauziningtyas S.Kep., Ns., M.Kep. yang telah membimbing kami hingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini kami buat dengan tujuan agar pembaca lebih mengerti dan memahami Aplikasi Keperawatan Transcultural Pada Kelompok Dewasa . Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya. Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 15 November 2017 Penyusun,

Kelompok 03

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1 1.3 Tujuan ........................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Keperawatan Transcultural ......................................................... 3 2.2 Konsep dalam Asuhan Keperawatan Transcultural...................................... 6 2.3 Paradigma Transcultural Nursing ................................................................. 6 2.4 Transcultural Nursing Process ...................................................................... 11 2.5 Aplikasi Asuhan Keperawatan Transcultural pada Klien Dewasa ............... 11 BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 13 3.2 Saran ............................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat. Lima proses keperawatan: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi selalu berkaitan erat dengan intervensi keperawatan. Beda usia, beda pula intervensi yang akan digunakan oleh perawat untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien. Sepanjang daur kehidupan manusia salah satunya meliputi fase dewasa. Intervensi perawatan klien dewasa sangat penting karena pada dewasa inilah siklus terpanjang dari kehidupan, mulai dari bekerja, menikah,memiliki anak hingga berusia 40 tahun. Transcultural pada klien dewasa ini bermacam – macam budaya dan adat yang dimiliki setiap klien. Setiap budaya tersebut ada yang sesuai dengan ilmu medis, namun tidak jarang juga yang bertentangan dengan ilmu medis. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagai seorang perawat perlu memahami mengenai transcultural, hal ini diperlukan karena setiap klien berbeda – beda kebudayaan dan kepercayaannya. Salah satu cara untuk memahami transcultural yaitu dengan melakukan komunikasi dengan komunitas di lingkungan untuk mengenal budaya setempat dan menghormatinya. Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan penyakit yang sudah ada. Kajian mengenai konsekuensi

1

kesehatan perlu memperhatikan konteks budaya dan social masyarakat atau yang sering disebut dengan transcultural. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah ini adalah: 1. Apakah yang disebut dengan keperawatan Transcultural? 2. Apakah yang dimaksud dengan keperawatan Transcultural pada klien dewasa? 3. Bagaimana intervensi dalam menindaklanjuti kasus transcultural klien dewasa ? 4. Bagaimana penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu klien ? 1.3 Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk menjelaskan mengenai keperawatan transcultural 2. Untuk menjelaskan mengenai keperawatan transcultural pada klien dewasa 3. Untuk memaparkan intervensi yang diberikan dalam menindaklanjuti kasus transcultural pada klien dewasa. 4. Untuk memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu klien

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Keperawatan Transcultural Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, keyakinan, sikap dan kebiasaan yang dibagi bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Spector, 2000). Budaya juga menentukan persepsi tentang kesehatan, bagaimana informasi perawatan kesehatan diterima, bagaimana hak dan perlindungan dilaksanakan, apa yang dianggap sebagai masalah kesehatan dan

bagaimana

gejala

serta

kekhawatiran

mengenai

masalah

kesehatan

diungkapkan, siapa yang harus memberikan pengobatan dan bagaiman, serta jenis pengobatan apa yang harus dilakukan (Kozier, 2010). Transkultural merupakan salah satu teori keperawatan yang dipakai sebagai pendekatan dalam menyelesaikan masalah yang menggunakan sumbersumber dari lingkungan, social dan budaya masyarakat. Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya (Leininger, 1978). Keperawatan transkultural merupakan ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya (Leininger, 1984). Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan. Ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger,2002). Tujuan keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Mengetahui nilai-nilai pelayanan budaya klien, arti, kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan antara perawat dan pelayanan kesehatan mewajibkan perawat untuk menerima aturan pelajar atau teman sekerja dengan klien dan keluarganya dalam bentuk karakteristik arti dan keuntungan dalam pelayanan (Leininger,

2002).

Tujuan

penggunaan

keperawatan

transcultural

adalah

3

mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan (kultur – culture) yang spesifik dan universal (Leininger, 1978). Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain seperti pada suku Osing, Tengger, ataupun Dayak. Sedangkan, kebudayaan yang universal adalah kebudayaan yang nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.

2.2 Konsep dalam Asuhan Keperawatan Transkultural 1. Kultur/Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. 2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan. 3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985). 4. Etnosentris

adalah

persepsi

yang

dimiliki

oleh

individu

yang

menganggapbahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. 5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yangdigolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. 6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Ras merupakan klasifikasi orang-orang yang dibagi berdasarkan karakteristik biologis, tanda keturunan (genetik) dan corak. Orang dengan ras yang sama, umumnya mempunyai banyak persamaan karakter. Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua orang dengan ras yang sama memiliki kebudayaan yang sama pula.

4

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologipada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkankesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskandasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan salingmemberikan timbal balik diantara keduanya. 8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadianuntuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkankondisi dan kualitas kehidupan manusia. 9. Caring

adalah

tindakan

langsung

yang

diarahkan

untuk

membimbing,mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaanyang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia. 10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau

memberi

kesempatan

individu,

keluarga

atau

kelompok

untuk

mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. 11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

Terdapat 6 fenomena kultural yang diidentifikasi oleh Giger & Davidhizar (1995). Keenam fenomena ini terdiri dari: 1. Kontrol Lingkungan Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural tertentu untuk merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan faktor keturunan langsung (Giger & Davidhizar, 1995). Di dalamnya mencakup keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit, pengobatan tradisional dan penggunaan penyembuh tradisional. Sehingga, fenomena ini berperan penting dalam cara klien berespons terhadap pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan.

5

2. Variasi Biologis Seseorang dari satu kelompok kultural pasti mempunyai variasi biologis berbeda dengan kelompok kultural lainnya. Beberapa contoh signifikan yang dapat dijadikan pertimbangan, yaitu: -

Struktur dan bentuk tubuh

-

Warna kulit

-

Variasi enzimatik dan genetik

-

Kerentanan terhadap penyakit

-

Variasi nutrisi

3. Organisasi Sosial Lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal berperan penting dalam perkembangan dan identitas kultural mereka. Proses sosialisasi ini menjadi suatu bagian warisan yang diturunkan dan mengacu pada unit keluarga dan organisasi kelompok sosial yang dapat diidentifikasi oleh klien. 4. Komunikasi Perbedaan bahasa antara perawat dengan klien menjadi hal terpenting dalam memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan ini akan berpengaruh pada setiap aspek dan tahapan asuhan keperawatan. Ketidakberhasilan berkomunikasi secara efektif akan membuat penundaan dalam diagnosis dan tindakan terhadap klien. Bahkan bisa lebih dari itu. Perawat tidak seharusnya menganggap klien dapat memahami apa yang sudah diucapkannya. Istilah-istilah medis harus dijelaskan dengan jelas dan terang terutama klien yang mempunyai keterbatasan ketrampilan dalam bahasa perawat. 5. Ruang Ruang personal di sini mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan pada ruang di sekitar mereka. Teritorialitas merupakan suatu sikap yang ditujukan pada area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau reaksi emosional ketika orang-orang lain memasuki area tersebut. Keduanya ini dipengaruhi oleh budaya. Perawat harus berusaha menghargai teritorial klien. Ruang personal ini banyak berhubungan dengan aktivitas keperawatan dan perawat harus sensitif terhadap respons klien berkenaan dengan ruang personal

6

ini. Misalnya, saat memberikan asuhan keperawatan yang mengharuskan perawat menyentuh tubuh klien. 6.

Orientasi Waktu Orientasi waktu berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Perawat yang mempunyai sikap yang berhubungan dengan waktu mungkin menemukan kesulitan untuk memahami dan merencanakan asuhan keperawatan terhadap klien yang mempunyai orientasi waktu yang berbeda. Perbadaan orientasi waktu dapat menjadi hal penting dalam perawatan kesehatan, seperti perencanaan jangka panjang dan penjelasan tentang jadwal medikasi. Misalnya, penjelasan pentingnya keteraturan minum obat pada penderita tekanan darah tinggi.

2.3 Paradigma Transcultural Nursing Paradigma keperawatan transkultural Leininger (1985) diartikan sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsepsentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995). a. Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan

pilihan.

Menurut

Leininger

(1984)

manusia

memiliki

kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat di manapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995). b. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

7

c. Lingkungan Lingkungan

didefinisikan

sebagai

keseluruhan

fenomena

yang

mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti yang bermanfaat untuk mempertahankan kehidupan. Misalnya: pemakaian obat-obatan untuk kesehatan, membuat rumah sesuai iklim dan geografis lingkungan. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. d. Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan atau memberdayakan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan

adalah

perlindungan

atau

mempertahankan

budaya,

mengakomodasi atau negoasiasi budaya dan mengubah atau mengganti budaya klien (Leininger, 1991). Cara I : Mempertahankan budaya. Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya menggunakan obat-obat tradisionil berupa herbal. Cara II : Negosiasi budaya. Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat

8

memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain. Cara III : Restrukturisasi budaya. Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya

yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya

merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

2.4 Transcultural Nursing Proces Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskanasuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu : 1) Faktor teknologi (tecnological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat

penawaran

menyelesaikan

masalah

dalam

pelayanan

kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit,

kebiasaan

berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative misalnya penggunaan herbal dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini. 2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

9

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan. 3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga. 4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri. 5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. 6) Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan

10

klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. 7) Faktor pendidikan (educational factors) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : 1) gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur 2) gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural 3) ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Potensi penggunaan obat herbal yang diyakini dan terbukti secara ilmiah.

3. Perencanaan dan pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan

transkultural

(Andrew

and

Boyle,

1995)

yaitu

:

11

mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. a. Cultural care preservation/maintenance 1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat b. Cultural care accomodation/negotiation 1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien 2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. c. Cultural care repartening/reconstruction 1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan

melaksanakannya.

2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok 3) Gunakan pihak ketiga bila perlu 4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua 5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat

dan

klien

harus

mencoba

untuk

memahami

budaya

masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

12

4. Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

2.5 Aplikasi Asuhan Keperawatan Transcultural pada Klien Dewasa 2.5.1 Pengertian Dewasa Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa anak-anak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mandiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain.

Pertumbuhan

orang

dewasa

dimulai

pertengahan

masa

remaja

(adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong bagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar dengan baik dan sebagainya (Schon DA, 1997).

13

Setiap kebudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Masa dewasa dibagi menjadi tiga periode, yaitu : a. Masa Dewasa Awal (18 – 40 tahun) Perubahan yang nampak pada masa ini adalah perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laku sosial. b. Masa Dewasa Madya (40 – 60 tahun) Kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat menurun. Usia dewasa madya ini merupakan usia transisi dari adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi baik pad fungsi fisik maupun psikisnya. c. Masa Dewasa Akhir (60 – Meninggal) Kempampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang sangat cepat, sehingga seringkali individu terganung pada orang lain. Timbul rasa tidak aman karena faktor ekomoni yang menimbulkan perubahan pada pola hidupnya. 2.5.2 Contoh kasus keperawatan Transkultural pada Kelompok Dewasa

1.

Budaya minum tuak dan bir pada masyarakat Batak Mengkonsumsi tuak sudah merupakan budaya yang sangat melekat pada diri masyarakat Batak dan mempunyai arti yang khusus karena tuak dapat digunakan sebagai sarana keakraban, sebagai pengungkapan rasa terima kasih dan juga sebagai minuman persahabatan.Tuak merupakan sarana perwujudan silaturahmi di antara bagian-bagian Dalihan Na Tolu (DNT) yaitu pihak hula-hula adalah keluarga dari pihak istri yang menempati posisi yang paling dihormati, sehingga dipesankan agar hormat kepada

14

hula-hula (somba marhula-hula), kemudian unsur Dongan Tubu yang sering disebut dengan Dongan Sabutuha yaitu saudara laki-laki satu marga, kemudian unsur yang ketiga yaitu pihak Boru adalah keluarga yang mengambil istri dari suatu marga. Tuak lumrah dikonsumsi semua kalangan pada saat pesta adat sehingga menciptakan hubungan yang akrab, minum tuak juga dapat diartikan sebuah isyarat untuk memudahkan komunikasi secara terbuka di antara sesama anggota masyarakat. Tuak diminum waktu santai, pesta, kelahiran anak, kematian,dan musyawarah.

2.

Budaya minum tuak saat acara ”Moting” pada masyarakat Flores Timur NTT

Moting yaitu suatu kebudayaan kumpul-kumpul, minum tuak, mengobrol, dan diisi dengan berbalas pantun atau dolo-dolo tradisional. Sedangkan minum tuak diartikan sebagai penggambaran semangat gotong royong, misalnya ada rumah warga yang rusak dan perlu perbaikan, maka peserta moting bersepakat untuk menggarapnya ramai-ramai. 3.

Tradisi dilarang buang air 3 hari 3 malam, suku Tidung

(sumber : http://www.cirebonradio.com/2016/08/tradisi-dilarang-buang-air3-hari-3.html )

15

Calon pengantin dilarang buang air selama 3 hari 3 malam atau 72 jam. Untuk mengantisipasi hal itu, mereka pun harus rela mengurangi makan dan minumnya setiap hari nya. Secara bergantian anggota keluarga dari kedua mempelai akan mengawasi calon pengantin agar tidak pergi ke kamar mandi. Tradisi ini dilakukan karena diyakini nantinya mereka akan hidup bahagia dan dikaruniai anak maupun rezeki yang berlimpah. 4.

Budaya menikah muda di Madura

(sumber: http://www.boombastis.com/kebiasaan-nikah-mudanya/58036 ) Menikah muda di Madura adalah hal yang sangat biasa. Rata-rata mudamudi di Madura menikah pada usia 14 tahun. BKKBN memang menyarankan umur tertentu sebagai patokan untuk usia pernikahan. Namun hal ini bukan menjadi penghalang bagi orang tua disana untuk menikahkan anaknya yang belia itu. Orang tua tidak akan keberatan jika si calon menantu sudah sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Orang-orang Madura beranggapan jika hal ini akan mampu membuat anak-anaknya terhindar dari dosa, serta bisa mengurangi beban orang tua. 5.

Tradisi Carok

(sumber: http://www.wawker.com/2016/10/5-fakta-mengerikan-tradisicarok-madura.html )

16

Orang Madura dikenal dengan watak yang keras dan punya harga diri tinggi, sehingga ada kebudayaan ketika menyelesaikan masalah, terkadang mereka memilih cara yang keras, yaitu dengan carok atau duel sampai mati dengan senjata tajam, seperti celurit. 6.

Tradisi Penamou- Maluku

(sumber: https://negaraislam.net/panamou-tradisi-pengasingan-wanita-sukunaulu-yang-memilukan-di-maluku/ ) Wanita yang tengah mengandung atau telah memasuki usia dewasa yang ditandai dengan mulainya siklus haid/dating bulan akan diasingkan di rumah kecil berukuran 2x2 m, beratapkan daun dan berlantai tanah. Pada saat tradisi ini dilakukan, mereka dilarang untuk berkomunikasi atau rumahnya dilewati oleh lelaki. 7.

Kerik Gigi – Sumatra

(sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/12/28/tradisi-unikdan-menyakitkan-suku-mentawai ) Tradisi ini dilakukan oleh seorang wanita sebagai symbol bahwa dirinya telah cukup dewasa. Gigi wanita tersebut akan dikerik menggunakan kayu atau alat besi sehingga lama-kelamaan akan menjadi runcing. Selain tanda kedewasaan, gigi runcing bagi wanita tersebut juga merupakan symbol kecantikan. Kerik gigi ini dilakukan tanpa menggunakan anastesia. 8.

Ikipalin – Papua 17

(sumber: https://elshinta.com/news/26029/2015/09/15/mengenal-tradisiikipalin-di-papua ) Ikipalin adalah ritual memotong jari yang biasa dilakukan oleh suku Dani di Papua. Tradisi suku Dani ini dilakukan sebagai tanda berkabung ketika ada sanank saudara yang meninggal. 9.

Besunat– Lombok Di lombok, sunat juga dilakukan kepada seorang wanita dengan memotong bagian klitorisnya. Menurut kepercayaan setempat, jika sunat ini dilakukan,maka nanti anak yang dilahirkan oleh wanita itu tidak nakal,gairah sex wanita tersebut tidak meluap-luap,dll. Padahal jika di pikir dengan menggunakan nalar hal ini jelas tidak ada kaitannya. Seorang anak nakal itu dikarenakan didikan orang tua atau lingkungan sekitar rumahnya yang tidak baik

10.

Injek jempol – Jawa Di Jawa sering beredar mitos jika seorang wanita di injak jempol kakinya oleh seorang wanita yang sedang menstruasi maka wanita yang di injak kakinya akan mengalami menstruasi juga. Padahal mentruasi itu merupakan siklus yang slalu berputar jika seorang wanita sudah waktunya menstruasi, maka jempol kakinya tidak diinjak oleh seorang wanita yang sedang menstruasipun dia akan tetap menstruasi. Dan sebaliknya jika siklus seorang wanita itu belum mencapai waktunya menstruasi, walau di injak jempol kakinya berkali-kali oleh seorang wanita yang sedang menstruasi, dia tetap tidak akan menstruasi.

11.

Tradisi telinga panjang suku Dayak, Kalimantan Proses pemanjangan telinga dilakukan sejak bayi, bagi suku Dayak Kyan, telinga panjang menunjukkan bahwa orang itu berasal dari bangsawan. Sementara, bila wanita yang memiliki telinga panjang menandakan seorang

18

bangsawan atau budak karena kalah perang atau tidak mampu membayar hutang. Akan tetapi, ada juga anggapan bahwa pemanjangan telinga ini utuk melatih kesabaran dan kesanggupan menahan penderitaan, Pasalnya tradisi ini dilakukan dengan cara menggunakan pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang atau gasing berukuran kecil. 2.5.3 Aplikasi Proses Keperawatan Transkultural pada Kelompok Dewasa Kasus Seorang pasien laki-laki berusia 54 tahun dibawa ke sebuah rumah sakit karena pingsan pada saat rapat dikantornya. Setelah diperiksa dilaboratorium, ditemukan kadar gula darahnya mencapai 450 mg/dL. Pasien telah tiga tahun didiagnosis menderita diabetes mellitus tipe II. Dalam tiga tahun, pasien telah beberapa kali dirawat karena kondisi badannya sering merasa lemah. Pasien yang mengalami kegemukan telah dianjurkan untuk melakukan diet dan olahraga, namun pasien mengatakan kesulitan mengatur makanannya karena kebiasaan budaya jawanya makan makanan yang manis. Proses asuhan keperawatan transcultural : A. Pengkajian 1. Faktor teknologi 

Klien dibawa ke pelayanan kesehatan yaitu ke RS



Klien melakukan pemeriksaan laboratorium dan diketahui bahwa kadar gula darah klien 450 mg/DL

2. Faktor sosial dan keterikatan keluarga Identitas klien Nama

: Tn. X

Umur

: 54 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Bekerja di perkantoran

3. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup Kebiasaan budaya jawa makan makanan manis 4. Faktor politik 

Alasan datang ke RS Sering lemah, pingsan pada saat rapat



Kebijakan yang didapat :

19

Klien melakukan pemeriksaan laboratorium dan disarankan untuk melakukan diet dan olahraga 5. Hasil pemeriksaan fisik a. TTV 

TD

: 130/80 mmHg



Nadi

: 80 x/menit



RR

: 24 x/menit



Suhu : 37,20ᵒ C



TB

: 164 cm



BB

: 89 Kg

b. Body system 

Pernafasan (B 1 : Breathing) Hidung, trahea : tak ada kelainan Suara tambahan : wheezing, ronchi (-) Bentuk dada ka/ki : simetris



Cardiovascular (B 2 : Bleeding) Keluhan : pusing (+) sakit kepala (-), palpitasi, nyeri dada (-), kram kaki (+) Suara jantung : S1/S2 normal/murni



Persyarafan (B 3 : Brain) Kesadaran : CM, GCS : E = 4, V = 5, M = 6 Pupil isokor Refleks tendon : normal, persepsi sensori tak ada kelainan.



Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder) Produksi urine : poliuri (+), frekuensi > 10/hari, warna kuning muda, kejernihanya

: jernih.

Bau: Klien mengatakan sering Bak 

Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) Mulut dan tenggorok : fungsi mengunyah/menelan baik, kebersihan mulut baik. Abdomen : bising usus (+)/normal, distensi (-), nyeri tekan (-), hati/limfa tak teraba. BAB

: 1 x / hari, padat/semi padat, volume biasa.

Diet

: tidak ada

20



Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) Kemampuan pergerakan sendi : lamban, karena obesitas Tulang belakang :tak ada kelainan. Kulit : warna kulit pigmentasi normal, akral hangat, turgor baik.

B. Diagnosis Data

Analisa Data

Data Subjektif: - Pasien pingsan - Badan sering lemah

Dehidrasi insulin

Masalah Keperawatan Kelelahan

Penurunan pemakaian glukosa oleh sel

Diagnosa Keperawatan Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolik

Hiperglikemia Data Objektif: -Gula Darah 450 mg/DL - Riwayat DM tipe 2

Glikosuria Osmotik piuresis Dehidrasi Hemokonsentrasi Trombosis Arterosklerosis Makrovaskuler Kelelahan

Data Subjektif: - Kebiasaan makan makanan manis Data Objektif: -Pasien obesitas

Difiensi Insulin ↓ Reseptor glukosa ↓ dalam sel ↓ Glukosa tidak masuk dalam sel ↓ Asupan glukosa ↓ dalam sel ↓ Proses metabolisme sel terganggu

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakcukupan insulin dari penurunan masukan oral

21

↓ ↓ Produksi ATP ↓ Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Diagnosis Keperawatan Hasil NANDA

(NOC)

Obesitas

Dalam

yang Dicapai Intervensi (NIC)

waktu

3x24 Konseling Nutrisi :

berhubungan dengan jam, klien diharapkan Makan dapat

Persepsi

mengurangi

(Domain penumpukan

Terganggu

yang

2, Kelas 1)

Negoisasi budaya 

lemak

perilaku makan yang

dengan kriteria hasil :

harus dirubah 

Suatu kondisi ketika Status Nutrisi : individu

mengalami

penumpukan abnormal

lemak

Berikan sesuai

kebutuhan,

Asupan gizi

mengenai



Asupan

modifikasi

diet

makanan

kesehatan,

penurunan



Rasio

berat

garam,

pembatasan

melampaui berat badan

badan

pengurangan Patuh:

Aktifitas

yang

Membahas aktivitas

cairan dan seterusnya

Negoisasi budaya 

Dukung pasien untuk

rekomendasi

memeriksa perilakunya

dengan

sendiri

profesional 

kolesterol, pembatasan

Modifikasi Perilaku :

Disarankan : 

bagi

badan,

badan/tinggi

Perilaku

perlunya

berat

dan jenis kelamin yang

berlebih

informasi,



atau

berlebihan terkait usia

untuk

mengidentifikasi

berlebihan,

Definisi :

Fasilitasi



Dukung pasien untuk

kesehatan

berpartisipasi

Mengidentifik

monitor dan pencatatan

asi

perilaku

manfaat

dalam

22



yang



diharapkan

dari

dari

kesehatan

aktivitas

modifikasi dengan cara

aktivitas fisik

yang tepat

yang



Fasilitasi

keterlibatan

diarahkanoleh

keluarga dalam proses

kesehatan

modifikasi

profesioanal

dengan cara yang tepat

Melaporkan



yang

(perilaku),

Dukung pembelajaran mengenai

perilaku

dialami selama

yang

aktivitas

dengan

kepada

teknik modeling 

Perilaku Patuh : Diet yang Disaranakan :

menggunakan

Kembangkan program perubahan perilaku



Memilih

Kembangkan metode

makanan cairan

diinginkan

Restrukturisasi budaya

kesehatan

dan

suatu (misalnya

menggambar

yang

mebuat perubahan-

diet

perubahannya

yang 

Tentukan

atau grafik)

sesuai dengan

ditentukan



lain,

Memodifikasi

profesional



perawatan

sediakan dalam proses

gejala



keterlibatan

fisik

seperti



Fasilitasi

perubahan-

Menggunakan

perubahan

informasi gizi

dengan

pada

membandingkan

label

perilaku

untuk

perilaku

menentukan

sebelumnya

pilihan

dibandingkan

dengan

Memilih porsi

perilaku

setelah

dasar

23

yang

sesuai

dengan

diet Manajemen Nutrisi :

yang

Negoisasi budaya 

ditentukan 

intervensi

Rencana makan

sesuai

dengan

diet

Anjurkan

pasien

mengenai

modifikasi

diet yang diperlukan (misalnya

,

NPO,

yang

cairan bening, cairan

ditentukan

penuh,

lembut,

atau

diet sesuai toleransi) 

Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk

kondisi

sakit

(yaitu : untuk pasien dengan penyakit ginjal, pembatasan

natrium,

kalium , protein, danm cairan) 

Dorong

untuk

(melakukan) bagaimana

cara

menyiapkan (dengan)

makanan

aman

dan

teknik-teknik pengawetan makanan Restrukturisasi budaya 

Atur

diet

diperlukan

yang (yaitu

:

menyediakan makanan protein

tinggi,

menyarankan menggunakan

bumbu

24

dan

rempah-rempah

sebagai alternatif untuk garam,

menyediakan

pengganti

gula;

menambah

atau

mengurangi

kalori,

menambah mengurangi

taau vitamin,

mineral

atau

suplemen).

C. Intervensi 1. Konseling nutrisi Negoisasi budaya 

Fasilitasi untuk mengidentifikasi perilaku makan yang harus dirubah



Beirikan informasi, sesuai kebutuhan, mengenai perlunya modifikasi diet bagi kesehatan, penurunan berat badan, pembatasan garam, pengurangan kolesterol, pembatasan cairan dan seterusnya

2. Modifikasi perilaku Negoisasi budaya 

Dukung pasien untuk memeriksa perilakunya sendiri



Dukung pasien untuk berpartisipasi dalam monitor dan pencatatan perilaku



Fasilitasi keterlibatan dari perawatan kesehatan lain, sediakan dalam proses modifikasi dengan cara yang tepat



Fasilitasi keterlibatan keluarga dalam proses modifikasi (perilaku), dengan cara yang tepat



Dukung pembelajaran mengenai perilaku yang diinginkan dengan menggunakan teknik modeling

Restrukturisasi budaya 

Kembangkan program perubahan perilaku

25



Kembangkan suatu metode (misalnya menggambar atau mebuat grafik) perubahan-perubahannya



Tentukan perubahan-perubahan perilaku dengan membandingkan perilaku dasar sebelumnya dibandingkan dengan perilaku setelah intervensi

3. Manajemen nutrisi Negoisasi budaya 

Anjurkan pasien mengenai modifikasi diet yang diperlukan (misalnya , NPO, cairan bening, cairan penuh, lembut, atau diet sesuai toleransi)



Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit (yaitu : untuk pasien dengan penyakit ginjal, pembatasan natrium, kalium , protein, danm cairan)



Dorong untuk (melakukan) bagaimana cara menyiapkan makanan (dengan) aman dan teknik-teknik pengawetan makanan

Restrukturisasi budaya 

Atur diet yang diperlukan (yaitu : menyediakan makanan protein tinggi, menyarankan menggunakan bumbu dan rempah-rempah sebagai alternatif untuk garam, menyediakan pengganti gula; menambah atau mengurangi kalori, menambah taau mengurangi vitamin, mineral atau suplemen).

26

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budayakepada manusia (Leininger, 2002). Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995). Model matahari terbit (sunrise model) ini melambangkan esensi keperawatan dalam transkulutural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia (world-view) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang berkembang di berbagai belahan dunia (secara global) maupun masyarakat dalam lingkup yang sempit. Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut menurut Leininger dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan, nilai budaya gaya hidup, politik dan hokum, ekonomi, dan pendidikan.

3.2 Saran Diperlukan lebih banyak pengkajian yang lebih mendalam terhadap transkultural nursing pada orang dewasa. Hal tersebut dikarenakan, banyak pemikiran orang dewasa yang tidak sesuai dengan era globalisasi, melainkan terikat dengan pola pemikiran budaya yang dulu. Maka dari itu, perawat diminta untuk dapat melakukan pengkajian dengan sangat baik dengan orang dewasa agar outcome nya juga baik.

27

DAFTAR PUSTAKA Rejeki, S. (2012). HERBAL dan KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN (Suatu Pendekatan Transkultural dalam Praktik Keperawatan Maternitas). In PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/1278/1331

Jannah, E. R. (2017). Hubungan antara religiusitas dan persepsi terhadap kesehatan dengan kebahagiaan pada pria yang menikah diusia dewasa awal (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya). http://digilib.uinsby.ac.id/19388/

Efendi, F. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. http://ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-PENDKEPRAWATAN-2008.pdf

Ferry Efendi, M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: teori dan praktik dalam keperawatan. Ferry Efendi. https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=LKpz4vwQyT8C&oi=fnd&pg=PT37 &dq=keperawatan+kesehatan+komunitas&ots=gk__JWacmh&sig=HBL0v2M9d1nsx0 Oj4NCsWjrLkw8&redir_esc=y#v=onepage&q=keperawatan%20kesehatan%20komunit as&f=false

Prasetyo, Yoyok.B. (2005). Perspektif Keperawatan Trans -Budaya: Budaya Tradisional Masyarakat dan Perawat Terhadap Penyakit Kusta dengan Pendekatan Model Keperawatan Transkultural di Kabupaten Tuban. Jurnal Budaya UMM 2007.

Pratiwi, Arum. (2011). Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Jogjakarta: Gosyen Publishing.

Prima, AE (2011). Transkultural dalam Keperawatan. Dikutip dari http://10107147.blog.unikom.ac.id/ transcultural dalam.n6, 17 Maret 2011

28

. Ratna, Wahyu. (2010).Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu Keperawatan. Jogjakarta: Pustaka Rihama. http://www.tentik.com/10-ritual-menyeramkan-yang-pernah-dipraktekan-di-indonesia/

29

Related Documents

Sgd Kritis.doc
April 2020 19
Sgd Jiwa.docx
May 2020 18
Sgd Insomnia.pptx
May 2020 17
Sgd Perkemihan.docx
June 2020 21
Sgd Ela.pptx
November 2019 21
Slum Demolition Sgd Pak
November 2019 2

More Documents from ""

Sgd 1.docx
May 2020 7
Sgd 4.docx
May 2020 12
Sgd 3.docx
May 2020 1
Dang Ado Vent Re
April 2020 8