Sgd 1 Lbm 2 Musculo.docx

  • Uploaded by: Verina Gian Daniswari
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sgd 1 Lbm 2 Musculo.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,090
  • Pages: 35
Note: Pengumpulan LI harikamis, jam 21.00 (lengkap) SGD 1 LBM 2 STEP 1 -

Hipestesi: Penurunan kepekaan secara abnormal terhadap rangsangan Reflex patologi: Suatu aksi yg aktif dan spontan yg ditimbulkan Karena stimulus yg abnormal Reflex fisiologi: suatu aksi yg aktif dan spontan yg ditimbulkan Karena stimulus yg normal

STEP 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Otot2 apa saja yg berfungsi untuk berjalan, kedua lengan, mata! Koordinasi system lokomosi dgn system gerak? Fisiologi dari perjalanan sensorik? Apa penyebab dari pelemahan otot? Apa saja derajat kontraksi otot? Contoh reflex patologi dan fisiologi? Apa saja pemeriksaan sensorik yg dpat dilakukan dalam scenario? Bagaimana patofisiologi dari scenario? (bahassemua) Apa diagnosis banding dari scenario? Perbedaan gangguan LMN dan UMN? Apa hubungan riwayat demam dgn kelumpuhan? Pemeriksaan penunjang dalam scenario?

STEP 3 1. Otot2 apa saja yg berfungsi untuk berjalan, kedua lengan, mata! EKSTREMITAS Superior  BAHU

OTOT

FUNGSI

GAMBAR

m. pectoralis major

  

Bagian atas = flexi dan endorotasi terhadap articulation humeri Bagian bawah = adduks dan endorotasi Penting untuk mendorong, melempar, dan memukul

m. pectoralis minor

 

Gelang bahu = depresi Thorax = mengangkat sternum dan costacosta bagian atas (membantu inspirasi)

M. seratus anterior



Pars superior= mengangkat scapula Pars media = depresi scapula Pars inferior = bersama-sama dengan m.trapezius, depresi scapula dan rotasi angulus inferior ke luar agar lengan dapat diangkat lebih tinggi daripada horizontal Gelang bahu= depresi, antagonis terhadap traksi clavicula ke arah lateral

 

M. subclavius

OTOT PUNGGUNG



OTOT M. trapezius

FUNGSI Pars decendens = elevasi scapula Pars tranversa = adduksi scapula Pars ascendans = depresi scapula

m. latissimus dorsi

Terhadap sendi bahu = adduksi, rotasi medial, retroversi Terhadap gelang bahu = menarik scapula dan lengan ke medial dank e bawah

m. levator scapula

Elevasi scapula dan rotasi cavitas glenoidal ke bawah

GAMBAR

m. rhomboideus mayor

Adduksi, elevasi, dan rotasi kebawah scapula

m. rhomboideus minor

Adduksi, elevasi,dan rotasi ke bawah scapula

OTOT BAHU OTOT M. DELTOIDEUS

FUNGSI Bagian anterior = membantu flexi dan endorotasi Bagian tengah = abduksi ( abductor utama humerus) Bagian posterior = membantu retrofleksi exorotasi

GAMBAR

M. SUBSCAPULARIS

Endorotasi lengan

M. SUPRASPINATA

Abduksi lengan atas, memegang caput humeri dalam cavitas glenoidalis

M. INFRASPINATA

Exorotasi lengan atas

M. TERES MAYOR

Adduksi, endorotasi, retrofleksi lengan atas

M. TERES MINOR

Exorotasi lengan atas

LOGE FLEXOR (KOMPARTEMEN ANTERIOR OTOT FUNGSI M. CHORACOBRACHIALIS Membantu flexi dan adduksi lengan atas

M.BISEPS BRACHII

Flexi lengan bawah

M.BRACHIALIS

Flexi lengan bawah

LOGE EKSTENSOR (KOMPARTEMEN POSTERIOR OTOT FUNGSI

GAMBAR

GAMBAR

M. TRICEPS BRACHII

Ekstensi lengan bawah

M. ANCONEUS

Membantu ekstensi lengan bawah

EKTREMITAS INFERIOR OTOT DAERAH ILIUM OTOT M. ILIACUS

FUNGSI Fleksi dan endorotasi pada articulation coxae

GAMBAR

M. PSOAS MAYOR

Articulation coxae= flexi, adduksi, endorotasi collumna vertebralis= jika collumna ertebralis dipertahankan dalam posisi lurus, kontraksi m.psoas akan mengakibatkan flexi terhadap paha

M. PSOAS MINOR

Articulation coxae = flexi, adduksi, endorotaso collumna vertebralis dipertahankan dalam posisi lurus, kontraksi m.psoas akan mengakibatkan fleksi terhadap paha.

OTOT GLUTEA OTOT

FUNGSI

GAMBAR

M. GLUTEUS MAXIMUS

Ekstensi dan eksorotasi articuatio coxae

M. GLUTEUS MEDIUS

Abduksi kuat tungkai atas pada articuatio coxae

M. GLUTEUS MINIMUS

Abduksi kuat tungkai atas pada articuatio coxae

M. OBTURATORIUS INTERNUS

Rotasi lateral tungkai atas pada articulation coxae, ekstensi paha, abduksi paha

M. OBTORATORIUS EKSTERNUS

Rotasi lateral tungkai atas pada articulation coxae ( eksorotasi paha)

M. GEMELUS SUPERIOR

Rotasi lateral tungkai atas pada articulation coxae,

M. GEMELLUS INFERIOR

Rotasi lateral tungkai atas pada articulation coxae,

M. QUADRATUS FEMORIS

Rotasi lateral tungkai atas pada articulation coxae,

M.PIRIFORMIS

Rotasi lateral tungkai atas pada articulation coxae (eksorotasi paha), ekstensi paha, abduksi paha

M.TENSOR FACIA LATAE

Stabilisasi lutut ekstensi

LOGE EKSTENSOR TUNGKAI ATAS OTOT FUNGSI M. SARTORIUS Fleksi art.coxae sedikit eksorotasi, sedikit eksorotasi pada art. Genue, fleksi tungkai bawah,endorotasi tibia bila lutut daam keadaan fleksi

GAMBAR

M. RRECTUS FEMORIS

Fleksi paha, ekstensi tungkai atas

MM. VASTI

Ekstensi tungkai bawah

LOGE ADDUKTOR TUNGKAI ATAS OTOT FUNGSI M. GRACILIS Adduksi tungkai atas pada art. Coxae dan fleksi tungkai bawah pada art. Genue

GAMBAR

M. PECTINEUS

Fleksi dan addusi tungkai pada art. Coxae

M. ADDUKTOR LONGUS

Adduksi tungkai atas pada art. Coxae dan membantu rotasi lateral

M. ADDUKTOR BREVIS

Adduksi tungkai atas pada art. Coxae dan membantu rotasi lateral

M. ADDUKTOR MAGNUS

Bagian adductor= adduksi tungkai atas art. Coxae dan juga membantu rotasi lateral Bagian hamstring =n ekstensi tungkai atas pada art.coxae

LOGE FLEKSOR TUNGKAI ATAS OTOT FUNGSI

GAMBAR

M. BISEP FEMORIS

Fleksi dan rotasi lateral tungkai bawah pada art. Genue. Caput longum mengekstensikan tungkai atas pada art. Coxae

M. SEMITENDINSUS

Fleksi dan rotadi medial tungkai bawah pada sendi lutut. Otot ini juga mengekstensikan tungkai atas pada art.coxae

M. SEMI MEMBRANOSUS

Fleksi dan rotasi medial tungkai bawah pada sendi lutut. Otot ini juga mengekstensikan tungkai atas pada art.coxae.

OTOT TUNGKAI BAWAH LOGE FLEXOR TUNGKAI BAWAH OTOT FUNGSI M. GASTROCNEMIUS Plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki dan art, genue

GAMBAR

M. PLANTARIS

Plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki dan art, genue

M. SOLEUS

Fleksi plantar sendi pergelangan kaki supinasi sendi talotorsalis

Loge peroneus tungkai bawah OTOT FUNGSI

GAMBAR

M. PERONEUS (FIBULARIS) LONGUS

Fleksi plantar sendi pergelangan kaki, pronasi sendi talotarsalis

M. PERONEUS (FIBULARIS) BREVIS

Fleksi plantar sendi pergelangan kaki, pronasi sendi talotarsalis

2. Koordinasi system lokomosi dgn system gerak? System lokomotif - Tulang - Saraf - Otot - Sendi Syarat lokomotif yaitu saraf dan otot 3. Fisiologi dari perjalanan sensorik? a. Gerak involuntary olehlengkungreflek Mekanisme: Rangsangan diterima oleh reseptor sensorik Masuk ke medulla spinalis melalui neuron aferenkornu posterior  [adasebagian yang ke pusatkesadaran] kornu anterior  neuron eferenefektor

Gerak Voluntary Kebanyakan gerak volenter diawali oleh kortek serebri. Kortek serebri/korteks motoric dibagi menjadi 3 area yang masing masing memiliki perwakilan topografisnya sendiri pada kelompok-kelompok otot dan fungsi motoric spesifik:  Korteks motoric primer  Area premotorik  Area motoric suplementer (pelengkap)

A. Korteks motoric primer Terletak pada lipatan pertama bagian frontal lobus anterior sampai ke sulcus sentralis B. Korteks premotorik Sinyal-sinyal saraf yang dibentuk di area premotorik menyebabkan pola pergerakan yang kompleks dari pada pola khusus yang terbentuk didalam korteks motoric primer. Contohnya, pola tersebut mengatur posisi bahu dan lengan sehingga tangan terarah secara benar untuk menjalankan tugas spesifik. C. Korteks motoric suplementer Terletak di fissure longitudinalis tetapi meluas beberapa cm ke frontalis superior, umumnya fungsi area ini berkaitan dengan area premotorik untuk menghasilkan gerakan atau sikap tubuh yang luas, contohnya sebagai pendukung gerakan motoric halus pada lengan dan tangan oleh area premotorik dan korteks motoric primer. Dalam pengaturan gerak volunteer terdapat system pyramidal dan ekstra piramidal PIRAMIDAL TRACT

Korteks MS melaluitrakturkortikospinalis Korikospinal tract ada yang lateral (menyilang) dan ventral Extrapyramidal tract

Korteks motoric  MS melalui jalur selain traktus kortikospinalis ex. Ganglia Basalis, Nucleus Ruberdsb. Sistem Ekstrapyramidal terdiri dari beberapa lintasan:  Sistem Ekstra pyramidal Lintasan 1 Dari area 4 dan 6melalui olive inferior dilanjutkan ke ventrolateral thalamus [system feedback]  Sistem Ekstra pyramidal Lintasan 2 Area 4s dan area 6substansi anigramens encephalonglobus palidusventrolateral thalamus inhibisi korteks piramidalis dan korteks ekstra piramidalis  Sistem Ekstra pyramidal LIntasan 3 Area 4s dan 8 nucleus kaudatusglobus palidus dan nucleus venterolateral thalamus korteks pyramidal dan ekstra pyramidal untuk inhibisi SUmber: Principles of Anatomy and Physiology; 14th edition; Gerard J Tortora Guyton and Hall; Buku Ajar FisiologiKedokteran; edisi 12 Peran system ekstra pyramidal untuk regulasi dan integrasi gerakan sekutu sebagai komponen tonik dari gerakan volunteer.

4. Apa penyebab dari kelemahan otot? Konduksi neuromuscularnya terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cedera autoimun antibody terhadap protein reseptor asetilkolin telah ditemukan dalam serum banyak penderita. Penentuan bahwa hal ini akibat kerusakan reseptor primer atau sekunder yang disebabkan oleh agen primer yang tidak diketahui.

-

Gangguan pada myelin saraf motoric ( demielinasi polineuropati akut), penyebab tersering karena virus yang merusak system saraf dimulai dari myelin. Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC Macam2 hipestesi: berdasarkan saraf sensorik Hipestesi akustik: pendengaran berkurang Hipestesi gustatorik: pengecapan berkurang Hipestesi hiposmi: penciuman berkurang Hipestesi taktil: berkurangnya sensasi perabahan

5. Apa saja derajat kontraksi otot? 0-5 0: tdk kontraksi sama sekali (plegi) 1: kotraksi gerak (kontraksilemah) 2: bisa bergeser 3: bisa mengangkat tapi jatuh 4: bisa mengangkat tapi jatuh jk diberi beban 5: normal 1-4: Paresis

6. Contoh reflex patologi dan fisiologi? REFLEK PATOLOGIS 1. Reflek Hoffman-tromer  jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores, (+) bila ada gerakan fleksi pada jari lainnya 2. Reflek Jaw  kerusakan korkospinalis bilateral, eferen, dan aferennya nervous trigenius. Dengan mengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, (+) bila mulut terkatup 3. Reflek regresi  kerusakan traktus pirimidalis bilateral/ otak bilateral. 4. Reflek glabella  mengetuk dahi diantara kedua mat, (+) bila membuat kedua mata klien tertutup 5. Reflek Snout  mengutuk pertengahan bibir atas, (+) bila mulutnya terkucur saliva 6. Reflek Sucking  menaruh jari pada bibir klien (+) bila klien menghisap jari tersebut 7. Reflek grasp  taruh jari pada tangan klien (+) bila klien memegangnya 8. Reflek palmomental  gores telapak tangan didaerah distal (+) bila otot dagu kontraksi 9. Reflek rosolimo  ketuk telapak kaki depan (+) bila jari kaki ventrofleksi 10. Reflek mendel Bechterew mengetuk daerah dorsal kaki-kaki sebelah depan (+) bila jari kaki ventrofleksI REFLEK FISIOLOGIS 1. Reflek kornea  dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, (+) bila mengedip (N IV & VII) 2. Reflek faring  faring digores dengan spatel (+) bila ada reaksi muntahan ( N IX & X) 3. Reflek Abdominal  menggoreskan dinding perut dari lateral ke umbilicu, (-) pada orang tua, wanita multi para, obesitas (+) bila terdapat reaksi otot 4. Reflek kremaster  menggoreskan paha bagian dalam bawah, (+) bila skrotum sisi yang sama naik/ kontriksi ( L 1-2) 5. Reflek anal  menggoreskan kulit anal (+) bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5) 6. Reflek Bulbo Cavernosus  tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan ke dalam anus (+) bila kontraksi spincter ani ( S3-4 / saraf spinal) 7. Reflek bisep ( C5-6) 8. Reflek Trisep ( C5-6-7) 9. Reflek Brachioradialis ( C5-6) 10. Reflek Pattela ( L 2-3-4) 11. REflek tendon Achiles ( L5-S2) 12. Reflek Moro  reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan 13. Reflek Babinski  goreskan ujung reflek hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke jari, (+) bila pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa ( jari kaki meregang/ adduksi ekstensi) 14. Reflek sucking  reflek menghisap pada bayi 15. Reflek grasping  reflek memegang pada bayi 16. Rooting reflek  bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi. 7.

Apa saja pemeriksaan sensorik yg dpat dilakukan dalam scenario? PEMERIKSAAN SENSORIK DAN INTENSITAS NYERI





Lokalisasi lesi dalam sistem saraf : 1. Lesi kortikal / Lobus parietal: - Streognosis, - Grafestesia, - Sensasi posisi, - Lokalisasi titik / inattention. 2. Lesi Sub kortikal (Kapsula Interna, GangliaBasalis, thalamus) - Gangguan tusuk jarum, - Gangguan Raba. 3.Lesi pada batang otak : - Penurunan sensasi nyeri - Penurunan sensasi suhu, - Refleks kornea. 4.Lesi pada Medulla Spinalis : -Gangguan sensasi nyeri tusuk jarum, -Gangguan Rasa getar. a. Lesi Transversal total. Hyperestesi pada bagian atas dan hilang pada bagian bawah. b. Separuh dari medulla spinalis, Hilangnya posisi sendi dan getaran pada sisi yang sama dengan lesi dan hilangnya rasa nyeri dan suhu pada sisi yang berlawanan . c. Medulla spinalis sentral. Hilangnya sensasi rasa sakit dan suhu pada tingkat lesi. d. Columna posterior Hilangnya posisi sendi dan getaran dengan modalitas nyeri dan suhu yang masih utuh, e. Sindrom spinalis anterior, Hilangnya rasa nyeri dan suhu dibawah tingkat lesi, dengan posisi sendi dan getaran yg masih normal. Penyebab umum dari adanya Lesi :  Lesi Saraf tunggal : (N. Medianus, N. Ulnaris, N. Radialis). Neuropati akibat saraf terjepit.  Lesi Multipel Saraf Tunggal : Vaskulitis , Neuropati yg lebih difus.  Lesi Saraf perifer : DM, Defisiensi Vit. B1, GBS.  Lesi pada Med. Spinalis : Trauma, Kompresi medulla spinalis oleh tumor.  Lesi pada batang otak :  Stroke pada batang otak.  Gangguan thalamus dan kortikal:  Stroke, trauma, tumor otak. PEMERIKSAAN SENSORIK : Diseluruh bagian tes sensorik, pasien perlu kita ajari terlebih dahulu mengenai tes yg akan dilakukan. Kemudian lakukan tes tersebut. Akhirnya cek apakah pasien telah mengerti dan



   

melakukan tes tersebut dengan semestinya. Untuk semua tes, mulailah dari daerah yang mengalami gangguan sensorik ke daerah yang normal. LENGAN : Terdapat 4 nervus yang sering terganggu di lengan, yaitu : N. Medianus, N. Ulnaris, N. Radialis, N. Aksilaris. § TUNGKAI : Defisit sensorik pada seseorang lebih sering terlihat pada nervus-nervus berikut : § nervus kutaneus lateralis, (paha bag. Dpn dan samping). § nervus peroneus communis (betis depan, samping, dan sebagian belakang) Nervus femoralis (paha depan bagian medial sampai ke tungkai bawah. Nervus ischiadicus (paha belakang bag. Tengah sampai ke tungkai bawah). TES SENSORIK PRIMER : RABA HALUS: Gunakan sepotong kapas, beberapa orang lebih menyukai menggunakan ujung jari. Sentuhkan kapas tersebut diatas kulit. Cobalah untuk mengulangi rangsangannya. Peragakan – dengan kedua mata pasien terbuka, tunjukkan padanya bahwa anda akan meraba kulitnya. Mintalah pasien mangatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan. TES – perintahkan pasien untuk menutup matanya, lakukan tes pada daerah kulit yang bermasalah. • TES NYERI: Roda bergerigi atau rader sering digunakan Dr. Wartenberg, bisa juga dengan menggunakan peniti atau jarum tajam dan tumpul. • Peragakan – Tunjukkan kepada pasien apa yg anda kerjakan, Jelaskan bahwa anda ingin agar pasien memberitahukan apakah jarum yang dirasakan tajam atau tumpul. Sentuh area yang terganggu dengan jarum dan kemudian sentuh dengan jarum tumpul pada area yg sehat. • TES – mintalah pasien menutup kedua matanya kemudian beri rangsangan tajam dan tumpul secara acak, dan perhatikan respon pasien. • Dermatom – Pada lesi radiks saraf, timbul area penurunan sensasi yang terbatas pada distribusi segmental. Area kulit yang dipersarafi oleh radiks spesifik dinamai dermatom. • Baal - Sering pasien mengeluh area baal. Pasien harus diinstruksikan untuk melukiskan area ini dengan satu jari tangan. Kemudian pemeriksa harus menempatkan peniti di pusat area baal merangsang ke arah luar sampai pasien memperhatikan rasa nyeri, dengan cara ini batas kehilangan sensorik dapat ditentukan. • TES SENSASI SUHU: Isi tabung dengan air hangat dan dingin. Peragakan – “ saya mau anda mengatakan sesuatu jika saya sentuh anda dengan tabung yang panas atau dingin. Sentuhkan secara acak tabung air panas dan dingin pada tangan, kaki atau daerah kulit yang terganggu. • TES PROPRIOSEPSI (Indera posisi) Propriosepsi harus dites pada jari tangan dan kaki bilateral dengan memegang sisi lateral phalanx distal, sementara bagian proksimal phalanx dipertahankan tetap. Mula-mula tes ini dijelaskan kepada pasien dengan matanya terbuka pemeriksa memperlihtakan apa artinya

“keatas” dan “kebawah”. Kemudian pasien menutup mata & pemeriksa menggerakkan phalanxnya keatas dan kebawah. Pasien hrs menjawab apakah sendinya ke atas atau ke bawah. • SENSASI RASA GETAR : Gunakan garpu tala 128 Hz. Garpu tala dengan frequensi yg lebih tinggi (256 atau 512 Hz) tidak adekuat. Peragakan – Pastikan pasien mengerti bahwa dia akan merasakan getaran, dengan memukulkan garpu tala dan meletakkannya diatas sternum atau dagu. TES –mintalah pasien menutup matanya, tempatkan garpu tala pada tonjolan tulang, tanyakan pasien dapat merasakan getaran tersebut. Letakkan pada sendi metatarsal falangeal, malleolus medialis, tuberositas tibialis, spina iliaka anterior superior, di lengan dan pada ujung jari, masing-masing sendi interfalangeal, pergelangan tangan, siku dan bahu. Bila sensasi bagian distal normal, tes tidak perlu dilakukan pada bagian proksimal • PEMERIKSAAN SENSORIK SEKUNDER : • Streognosis : Identifikasi taktil obyek dinamai sebagai streognosis. Banyak jenis obyek yang lazim dapat digunakan seperti uang logam, penjepit kertas, kunci atau kancing baju. Obyek yg tidak diakrabi harus dihindari. Ketidak mampuan mengenal suatu obyek dinamai astereognois atau agnosia taktil. • Grafestesia : Ketidakmampuan mengenal angka atau huruf yang dituliskan pada kulit dinamai grafestesia. Angka sekitar 1 cm tingginya digambarkan pada bantalan jari tangan dengan menggunakan pensil. Kehilangan kemampuan membedakan angka atau huruf dikenal sebagai grafenestesia. • Diskriminasi dua titik : Kemampuan membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari dua ujungdisebut diskriminasi dua titik. Berbagai daerah tubuh bervariasi dalam kemampuan membedakan dua titik pada tingkat derajat pemisahan ber-variasi. Normalnya dua titik terpisah 2– 4 mm dpt dibedakan pd ujung jari tangan, 30-40mm dpt dibedakan pada dorsum pedis. Tes dpt menggunakan kompas, jepitan rambut. • Sensory inattention. Mintalah pasien untuk mengatakan kepada anda bagian mana yang anda sentuh (baik dengan kapas ataupun dengan jarum). Sentuhlah pada bagian kanan dan kemudian pada bagian kirinya. Jika pasien dpt membedakan masing-masing secara terpisah, kemudian sentuhkan kedua bagian pada saat yg sama. Pengertian Nyeri : • Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). • Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Fisiologi Nyeri : • Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang

berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. INTENSITAS NYERI : • Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Pengukuran intensitas nyeri : 1. Skala Intensitas nyeri Deskriptif

2. Skala Intensitas Nyeri Numerik:

3. Skala nyeri Analog visual :

4. Pengukuran Nyeri Wong Baker :

5. Verbal Descriptive Scale ( VDS) — Pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala, yaitu nilai : 1 = Tidak nyeri 2 = Nyeri sangat ringan 3 = Nyeri ringan 4 = Nyeri tidak begitu berat 5 = Nyeri cukup berat 6 = Nyeri berat 7 = Nyeri hampir tak tertahankan — Skala Lima Tingkat merupakan parameter pengukuran derajat nyeri dengan memakai 5 skala, yaitu derajat : 0 = Tidak nyeri, tidak ada rasa nyeri pada waktu istirahat dan aktivitas 1 = Minimal, istirahat tidak ada nyeri, perasaan nyeri timbul sewaktu bekerja lama, berat dan pada penekanan kuat terasa sakit 2 = Ringan, rasa sakit terus menerus atau kadang-kadang timbul, tetapi masih dapat diabaikan /tidak menganggu. LGS normal, pada peneka nan kuat terasa sakit, fleksi dan ekstensi sakit. 3 = Sedang, keluhan seperti pada derajat 2, ditambah keluhan tersebut menganggu aktivi tas dn LGS terganggu. 4 = Berat, nyeri menyulitkan lansia hampir tak tertahankan dan gerakan fleksi/ekstensi hampir tidak ada/tidak mampu. 1. Fuller Geraint. Panduan Praktis Pemeriksaan Neurologis. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008 2. Weiner L. Howard et al. Buku Saku Neurologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2001 8. Bagaimana patofisiologi dari scenario? (bahas semua) Semua otot yang ada ditubuh kita diaktifkan oleh rangsangan syaraf yang berjalan sepanjang batang syaraf dari otak dan urat syaraf tulang belakang . Bila rangsangan saraf mencapai persimpangan neuromuscular , titik dari sambungan serabut saraf berakhir pada serabut otot , zat yang dihasilkan disebut Acetylcholine (AcH) , dimana reseptor pada membrane otot yang diserang serta menghasilkan kontraksi otot . Pasien dengan MG akan membuat blocking antibody , dimana akan menumpuk pada membrane otot reseptor dan mencegah masuknya molekul AcH . Hasil yang didapatkan akan melemahkan otot dan terkadang terjadi apa yang dinamakan “ Frank Paralysis “. Karakteristik klinis Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel pada arah otot yang lemah

Dalam hal ini mungkin akan melihat baik kesemua arah kecuali keatas , dimana salah satu otot elevatornya lemah . Untuk mengkompensasi kelemahan tersebut penderita dapat memiringkan kepalanya atau memutar wajahnya kearah otot yang lebih kuat . Sebagai contoh penderita akan memiringkan kepalanya kebelakang ,meskipun matanya relative melihat kearah bawah yang diakibatkan dari kelemahan otot elevator . Kekuatan otot mata pada MG setara dengan menelan , berbicara serta kekuatan kaki yang mungkin normal atau sedikit berpengaruh ketika penderita beristirahat , tetapi biasanya kelemahan tersebut dapat dihilangkan dengan latihan . Dalam hal ini tanyakan ke penderita untuk melihat keatas selama 60 detik , dengan demikian tes ketahanan otot vertical mata dan kelopak atas dilakukan secara bergantian , penderita mungkin akan mengalani perubahan kelemahan dari normal ke extreme dengan diplopia yang mencolok atau ptosis . Meskipun gerakan mata keatas dilakukan diawal ,otot extraocular tidak akan mengikuti . Kelemahan dari gerakan mata pada horizontal pun biasanya sama . Pada dasarnya banyak contoh dari tidak berfungsinya otot gerak mata yang mungkin berkembang tetapi dihambat oleh kelumpuhan otot atau ketidakmampuan mata untuk berkembang , kadang pada kondisi medis lain seperi stroke , tumors , thyroid , infeksi dan multiple sclerosis . Tanda meliputi :  kelemahan otot wajah termasuk kelopak mata yg menggantung  penglihatan ganda  kesulitan bernafas , berbicara & mengunyah  kelemahan pada otot tangan & kaki  kelelahan yg disebabkan karena factor emosional Gejala yang umum yang terlihat pada pasien dengan Myasthenia gravis adalah : * Diplopia( penglihatan ganda ) * Ptosis ( kelopak mata yang menggantung ) * dan mata yang tidak dapat menutup rapat Gejala ini timbul karena lemahnya otot yang mengontrol bola mata dan pergerakan kelopak mata, sensitif terhadap cahaya Sumber :Robbins kumar. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 2. Jakarta : EGC. Karena reseptor antibody menempel pada reseptor ACH tdk terjadinya kontraksi pada otot 9. Apa diagnosis banding dari scenario? 1.

TROMBOSIS ARTERI BASILER

Sebuah proses yang progresif dari gejala atau serangan iskemik transient di daerah vertebrobasilar terlihat pada pasien dengan oklusi aterosklerosis. Sebanyak 50% dari pasien mengalami serangan iskemik transient atau waxing dan waning kursus selama beberapa hari untuk minggu sebelum oklusi. Gejala yang paling umum adalah sebagai berikut :

·

Motorik defisit seperti hemiparesis atau tetraparesis dan paresis wajah - 40-67% kasus

·

Dysarthria dan pidato penurunan - 30-63% kasus

·

Vertigo, mual, dan muntah - 54-73% kasus

·

Sakit kepala - 40-42% kasus

·

Visual gangguan - 21-33% kasus

·

Diubah kesadaran - 17-33% kasus

Dalam beberapa kasus, kejang terjadi bersama dengan hemiparesis (pemberita hemiparesis) mungkin menjadi satu-satunya petunjuk diagnostik.

Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, pasien mungkin hadir dengan vertigo terisolasi atau pusing, tanpa gejala neurologis lainnya. Adanya faktor risiko vaskular, sakit kepala, dan ketidakmampuan untuk berjalan mungkin mengarah pada insufisiensi vertebrobasilar. Tanda-tanda neurologis terkait disfungsi batang otak juga mendukung diagnosis insufisiensi vertebrobasilar. Berdasarkan geja temporal yang muncul, trombosis arteri basilar dapat bermanifestasi dalam setidaknya ini 3 cara yang berbeda, sebagai berikut: ·

Defisit motorik yang parah dan gejala bulbar dengan gangguan kesadaran

·

Tentu saja bertahap atau sebagai kombinasi dari gejala yang diuraikan di atas yang berakhir dengan gejala bulbar, gangguan kesadaran, atau keduanya

·

Gejala prodromal yang mungkin termasuk kehilangan penglihatan, diplopia, dysarthria, vertigo, hemiparesis, parestesia, ketidakseimbangan, dan kejang-seperti gerakan (gejala-gejala ini dapat mendahului trombosis arteri basilar monophasic oleh beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan)

·

Tingkat abnormal dari tanda-tanda kesadaran dan motorik, seperti hemiparesis atau quadriparesis (biasanya asimetris), terlihat pada lebih dari 70% dari pasien. Tanda-tanda bulbar dan pseudobulbar adalah temuan yang paling umum dalam satu seri, dilaporkan mempengaruhi 74% dari pasien. Kelainan pupil, tanda-tanda oculomotor, dan manifestasi pseudobulbar (yaitu, kelemahan wajah, disfonia, dysarthria, disfagia) terlihat di lebih dari 40% dari pasien. Hal ini disebabkan oleh infark dari Pontis secara sekunder terhadap penyakit oklusi dari segmen proksimal dan tengah arteri basilar, sehingga quadriplegia. Karena tegmentum dari pons terhindar, pasien memiliki tingkat kesadaran yang menurun, gerakan mata vertikal, dan berkedip.

Koma dikaitkan dengan kelainan oculomotor dan quadriplegia juga menunjukkan oklusi arteri basilar proksimal dan penyakit oklusi midbasilar dengan iskemia pontine. Ini adalah manifestasi dari batang otak atas dan iskemia diencephalic disebabkan oleh oklusi dari arteri basilar rostral, biasanya oleh embolus. Pasien hadir dengan perubahan tingkat kesadaran. Mereka mungkin mengalami gejala visual seperti halusinasi dan / atau kebutaan. Kelumpuhan nervus Ketiga dan kelainan pupil juga sering. Kelainan motorik meliputi gerakan atau sikap yang tidak normal.

2.

MYELOPATI SERVIKAL

Myelopati servikal adalah kondisi berbahaya dari medula spinalis, yang jika dibiarkan berkembang bisa menyebabkan kelumpuhan permanen dan bahkan kematian. Ada banyak penyebab myelopati servikal, apa pun yang mengganggu aliran normal impuls saraf melalui tulang belakang dapat menyebabkan myelopathy klinis. Beberapa penyebab adalah trauma, proses virus, gangguan inflamasi atau autoimun, tumor, atau proses degeneratif termasuk spondylosis dan herniasi intervertebralis. Namun, Myelopati servikal biasanya disebabkan oleh apa yang dikenal sebagai spondilosis myelopati atau trauma. Myelopati servikal adalah berbahaya, karena saraf dikompresi sehingga medula spinalis terasa sakit dan sulit bagi pasien untuk mengatakan kapan gejala dimulai. Gejala myelopati servikal terjadi perlahanlahan, sebagai akibat dari stenosis kanal tulang belakang. Ini adalah degenerasi lambat tulang belakang yang disebut spondylosis, yang menyebabkan penyempitan kanal tulang belakang. Myelopati servikal dimulai dengan kompresi medula spinalis di tulang belakang leher. Edema mulai terjadi di sekitar medula spinalis sebagai upaya untuk melindungi dirinya sendiri. Edema ini muncul dengan warna putih dalam gambaran MRI. Awal gejala myelopati serviks: ·

perasaan berat di kaki

·

Tidak dapat berjalan dengan langkah cepat

·

Gangguan keseimbangan terlebih saat berjalan dengan mata tertutup

·

Penurunan dalam keterampilan motorik halus (seperti tulisan tangan atau mengancingkan kemeja)

·

Perasaan mati rasa, kesemutan, atau rasa terbakar yang dirasakan seperti nyeri di lengan dan / atau kaki

·

saat membungkuk kepala mereka mundur atau jauh ke depan (dikenal sebagai fenomena Lermitte).

·

Inkontinensia urin atau gangguan seksual.

Sedangkan pada Pemeriksaan Fisik yang dilakukan dapat terjadi : ·

meningkatnya ketegangan di otot kaki

·

hiperrefkelsia terutama bila dilakukan refleks lutut dan pergelangan kaki

·

Ekstensi paksa pergelangan kaki dapat menyebabkan kaki untuk naik dan turun dengan cepat (clonus)

·

Merangsang telapak kaki dapat menyebabkan jempol kaki untuk naik (Babinski refleks) bukannya turun (refleks normal)

·

Menjentikkan jari tengah dapat menyebabkan ibu jari dan jari telunjuk untuk fleksibel (refleks Hoffman)

·

Gangguan Koordinasi yang dapat dibuktikan dengan kesulitan berjalan dan menempatkan satu kaki di depan yang lain.

Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan radiografi dan studi yang mengkonfirmasi stenosis servikal kritis dengan kompresi sumsum tulang belakang. Pascamyelography computed tomography (CT-myelo) atau magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan untuk memperoleh gambar resolusi tinggi dari kanal tulang belakang servikal dan sumsum tulang belakang. Kehadiran signifikan dari kanal tulang belakang dengan tekanan pada medula spinalis di lokasi yang tepat untuk menjelaskan gejala pasien umumnya cukup untuk membuat diagnosis dari myelopati spondylotic servikal.

10. Perbedaangangguan LMN dan UMN? UMN LMN DISTRIBUSI KELEMAHAN/ KELUMPUHAN OTOT  Ekstremitas superior  Distribusi = abductor, eksternal segmental yang rotator and ekstensor tipikal  Ektremitas inferior =  Lokasi lesi fleksor, internal dapat diketahui rotator and dari informasi dorsifleksor distribusi  akibatnya “ spastic kelemahan/ posture” ( tangan dan kelumpuhan pergelangan tangan otot. fleksi, kaki ekstensi )  lesi diatas pyramidal decussation = efek pada sisi kontralateral

 lesi dibawah pyramidal descution = efek pada sisi ipsilateral  otot midline/ aksial = tidak terefek melainkan lesi bilateral, karena menerima inervasi dual dari hemisfera kiri dan kanan otak ( laring, leher, wajah atas, mastikasi, lidah) TONUS OTOT DAN MUSCLE WASTING  Lesi kronik :  Tiada resistensi spasticity, “clasp terhadap knife” pada regangan pasif regangan pasif.  Otot menjadi Resistensi flaccid pada 2-3 meningkat pada minggu setelah kelajuan regangan onset penyakit  Lesi akut : flaccidity dan hypotonia  Bisa tidak terjadi sembarang atrofi karena masih terdapat LMN, tetapi pada jangka lama bisa terjaddi atrofi karena otot tidak digunakan REFLEK  Lesi kronis =  Tiada deep hiperfleksik pada deep tendon reflek ( tendon reflek ( reflek bagian eferen arc masih ada), juga reflex arc terjadi Babinski sign berkurang) klonus  Reflex  Lesi akut = tiada atau abnormal tidak lemahnya deep tendon pernah ada reflek Fasciculation ( tanda-tanda dinervasi)  Tidak ada  Ada Ex. Stroke dan Parkinson Ex. GBS dan MG

11. Apa hubungan riwayat demam dgn kelumpuhan? MANIFESTASI KLINIS Demam yang terjadi pada anak dapat mengakibatkan pengaruh pada organ dan fungsi tubuh pada anak, gejala yang bisa terjadi pada anak dengan demam adalah :  peningkatan denyut jantung, curah jantung  malaise, perasaan tidak enak, kurang nafsu makan, tidak bisa tidur dan gelisah, kejang.  Pengeluaran panas melalui paru dan kulit berupa napas cepat dan berkeringat banyak  Bila panas mendadak sangat tinggi biasanya disertai menggigil dan biru di sekitar bibir, telapak tangan dan kaki terutama daerah kuku.  Kebutuhan cairan dan elektrolit meningkat sehingga anak beresiko terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.  Pada anak tertentu dan penyakit infeksi tertentu panas badan disertai dengan sakit kepala yang berat, nyeri perut dan muntah.  Pada anak dengan riwayat alergi kulit biasanya panas badan memicu timbulnya dermatitis atau bercak dan bintil merah pada kulit.  Kerusakan jaringan biasanya terjadi bila suhu lebih tinggi dari 41,1oC. Jaringan yang paling mudah terkena ialah susunan saraf pusat (otak) dan otot. Kerusakan otak bersifat menetap dan bila batang otak rusak, termostat hipotalamus dapat terganggu dan dapat terjadi panas sentral yang tidak bisa diatasi dengan obat penurun panas (antipiretik) berupa koma, kejang, kelumpuhan dan udem otak. Terdapat perbedaan tingginya demam antara bayi kecil dan anak disebabkan karena kemampuan meningkatkan set-point, dimana bayi berumur kurang dari 3 bulan jarang suhu tubuh sampai lebih dari 40oC. Bayi berumur kurang dari 2 bulan lebih sering menunjukkan demam minimal atau tidak demam sama sekali pada saat menderita infeksi. 12. Pemeriksaanpenunjangdalam scenario? Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium - LED; umumnya normal atau sedikit meningkat - Leukosit; umumnya dalam batas normal - Hemoglobin; normal 2. Pemeriksaan cairan Serebrospinal Kadang-kadang ditemukan protein yang meninggi tetapi jumlah sel masih dalam batas normal (disosiasi sitoalbuminik). 3. EKG - Gelombang T yang mendatar atau terbalik - Peninggian kompleks QRS - Deviasi sumbu ke kiri - Penurunan segmen ST - Memanjangnya interval QT - Kelainan ini dapat terjadi pada keadaan tekanan darah normal dan tidak ada hubungannya dengan derajat kelumpuhan. 4. EMG Gangguan konduksi serta perubahan pola kontraksi otot.

Terapi Dikarenakan etiologi yang belum jelas, sehingga pengobatan biasanya bersifat simptomatis dan suportif. a. Terapi Suportif (Umum) - Monitor respirasi, bila perlu lakukan trakeostomi - Pasang NGT - Monitor EKG - Fisioterapi aktif menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan fungsi alat gerak, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan keseimbangan - Fisioterapi pasif setelah terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan kekuatan otot. b. Terapi Simptomatis (Khusus) - Plasmaphoresis Pertukaran plasma yang ditujukan untuk membuang antibodi yang rusak. Tindakan ini dipercaya dapat membebaskan plasma darah dari antibodi yang rusak yang menyerang sistem saraf tepi. - Imunoglobulin intravena Immunoglobulin donor mengandung antibodi yang sehat. Dosis tinggi dapat mengurangi jumlah antibodi yang sudah rusak. - Kortikosteroid Belum terbukti manfaatnya. Interferonβ pernah dilaporkan pada beberapa kasus tetapi efisiensi dan efikasinya belum teruji secara klinis.

Related Documents

Sgd 1 Lbm 2 Musculo.docx
December 2019 33
Sgd Lbm 2 Neo.docx
May 2020 28
Sgd Lbm 1.docx
April 2020 40
Sgd 1 Lbm 1.docx
December 2019 45
Lbm 1 Sgd 1.docx
April 2020 33

More Documents from "Zhraa"