REFERAT Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Anestesi Di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang
Disusun oleh: Retno Sulistyo Unggul Pertiwi 30101307057
Pembimbing: dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp.An KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANAESTESI RUMAH SAKIT RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2018
HALAMAN PENGESAHAN Nama / NIM
: Retno Sulistyo Unggul Pertiwi (30101307057)
Universitas
: Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Fakultas
: Kedokteran
Tingkat
: Program Studi Profesi Dokter
Diajukan
: Desember 2018
Bagian
: Anestesi
Judul
: Hipertensi Pulmonal
Bagian Anestesi RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Mengetahui,
Ketua SMF Anestesi
Pembimbing
dr. Taufik Eko, N, Sp.An
dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp.An
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Hipertensi Pulmonal Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Anestesi RSUD K.M.R.T. Wongsonegoro Kota Semarang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp.An selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik ini dan rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan semangat dan dukungan moril. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ini khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.
Semarang, Desember 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAM JUDUL.........................................................................................................................................1 HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................................................i KATA PENGANTAR...................................................................................................................................ii DAFTAR ISI...............................................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................3 1. Definisi Hipertensi Pulmonal...............................................................................................................3 2. Klasifikasi Klinik Hipertensi Pulmonal................................................................................................3 3. Patologi................................................................................................................................................4 A. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 % dari HPP).........................................................................5 B. Tromboemboli arteriopati (45-50% dari HPP).................................................................................5 C. Oklusi vena pulmonalis....................................................................................................................5 4. Etiopatogenesis.....................................................................................................................................6 A. Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif...........................................................................7 B. Hubungan Dengan Lingkungan.......................................................................................................9 C. Hubungan Dengan Kelainan Genetik...............................................................................................9 5. Diagnosis............................................................................................................................................10 A. Gambaran klinis.............................................................................................................................10 B. Pemeriksaan fisik...........................................................................................................................10 C. Laboratorium.................................................................................................................................15 6. Penatalaksanaan Hipertensi Pulmonal Primer....................................................................................17 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................................25 Kesimpulan............................................................................................................................................25 Saran......................................................................................................................................................25 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................26
3
4
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi pulmonal primer (HPP) atau idiopatik adalah kelainan paru yang jarang didapat(1) dan sering lambat terdiagnosis(2). Dimana didapatkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis jauh diatas normal tanpa penyebab yang jelas. Tekanan arteri pulmonalis normal pada waktu istrahat lebih kurang 14 mmHg. Pada HPP tekanan arteri pulmonalis akan lebih dari 25 mmHg saat istrahat, dan 30 mmHg saat latihan. Suatu diagnosis HPP dibuat bila suatu hipertensi pulmonal tidak ditemukan faktor-faktor resikodan tidak didapatkan adanya penyakit katup jantung kiri, penyakit miokardial, penyakit jantung kongenital dan beberapa penyakit paru lainnya seperti penyakit jaringan ikat atau tromboemboli kronik (kriteria diagnosis National Institute of Health)(3,4). Sehingga HPP juga disebut “unexplained pulmonary hypertension”(4). HPP dan hipertensi pulmonal familial telah dilaporkan berkembang 1–2 kasus per 1 juta orang per tahun di USA.WHO melaporkan insiden kira-kira 2-5 orang per 1 juta penduduk pertahun. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1:1,7 dan umur ratarata saat diagnosis adalah 37 tahun (dekade 3-4)(5). Laporan dari Australia, insiden HPP berkembang kira-kira 3–10 kasus per sejuta penduduk tiap tahunnya (6). Data terbaru, tahun 2004 Scottish population melaporkan bahwa insiden HPP diatas usia 16 tahun padaperiode 1986–2001, adalah 4 kasus per sejuta penduduk (3.0 laki-laki dan 5.0 perempuan). Tingkat yang sama untuk hipertensi pulmonal sehubungan penyakit jaringan ikat dan kelainan kongenital selama periode yang sama adalah 1-3 kasus persejuta penduduk. Sedangkan di Indonesia belum ada data.Tanpa pengobatan prognosis pasien jelek. The National Institutes of Health (NIH) memfollow-up 187 pasien HPP pada 32 senter tahun 1981-1987, menyimpulkan rata-rata harapan hidup pasien HPP adalah 2,8 tahun(6). Suatu epidemik hipertensi pulmonal yang diinduksi oleh aminoreks terjadi di akhirtahun 1960an. Aminorex fumarate (2-amino-5-phenyl-2-Oxazoline, derivat katekolamin) dijual bebas sebagai obat penekan nafsu makan dan telah ditarik dari peredaran pada Oktober 1968. Epidemik hipertensi pulmonal kedua terjadi diakhir tahun 1990-an di Eropadan Amerika, timbul karena mengkonsumsi dexfenfluramine dan fenfluramine untukterapi obesitas(7). Laporan dari International Primary Pulmonary Hypertension Study Group, NEJM (1996), terjadi peningkatan 23 kali lipat insiden hipertensi pulmonal setelah mengkosumsi obat selama 3 bulan. Namun obat-obat ini baru ditarik dari peredaran pada September 1997. Sehubungan dengan epidemik ini WHO sudah 3 kali melakukan konfrensi, pertama di Genewa tahun 1973, kedua di Evian tahun 1998, dan ketiga di Venicetahun 2003. Merumuskan klasifikasi dan diagnostik hipertensi pulmonal serta pelarangan beredarnya anoreksigen tersebut(8). 1
Walaupun dilarang sejak 1997-98 sampai sekarang obat penekan nafsu makan tersebut masih tetap beredar di banyak negara dengan nama yang berbeda, terutama melalui internet sehingga kasus-kasus HPP terus berlanjut. Laporan terbaru oleh Souza Ret al, Perancis, 2008 bahwa HPP terjadi setelah pemakaian fenfluramin selama 6 bulan(9). Tujuan penulisan tinjauan kepustakaan ini adalah untuk memahami patofisiologi, klasifikasi, diagnosis dan managemen terapi hipertensi pulmonal primer.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Hipertensi Pulmonal Hipertensi pulmonal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri pulmonalis rata-rata (mPAP) > 25 mmHg pada saat istrahat, atau > 30 mmHg selama aktifitas atau tekanan sistolik PAP > 45 mmHg, dengan tekanan baji kapiler paru ratarata dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri < 15 mmHg (3,4). Hipertensi pulmonal primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi arteri pulmonal idiopatik (IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP) yang secara histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif fleksiform sel-sel endotel, muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan penebalan tunika media yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos vaskuler. Sehingga meningkatkan tekanan darah pada cabangcabang arteri kecil dan meningkatkan tahanan vaskuler dari aliran darah di paru(4,7,10,11). Beratnya hipertensi pulmonal dibagi dalam 3 tingkatan; ringan bila PAP 25-45 mmHg, sedang PAP 46-64 mmHg dan berat bila PAP > 65 mmHg (12,13). 2. Klasifikasi Klinik Hipertensi Pulmonal Dimasa lalu, hipertensi pulmonal diklasifikasikan sebagai keadaan penyakit primer (idiopatik) atau sekunder. Pada tahun 2003 pada symposium WHO III di Venice mengenai hipertensi pulmonal, dilakukan revisi klasifikasi klinik, dimana hipertensi pulmonal dikelompokan dalam 5 group yang berbeda berdasarkan patofisiologi penyakit, dan hipertensi pulmonal primer atau idiopatik dimasukan dalam hipertensi arteri idiopatik.(Table 1)(14)
3
Tabel 1. Klasifikasi Klinis Hipertensi Pulmonal, Venice 2003(kutip 14)
3. Patologi Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “complaint” dengan sedikitserat otot, yang memungkinkan fungsi “pulmonary vaskuler bed” sebagai sirkuit yang low pressure dan high flow(10). Gambaran patologi vaskuler pada HPP tidak patognomonis untuk kelainan ini, karena menyerupai arteriopati pada hipertensi pulmonal dari berbagai macam penyebab. Kelainan vaskuler HPP mengenai arteri pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan arteriol, berupa hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia intima,dan trombosis in situ(15). Progresif dan penipisan arteri pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan tahanan pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan(1,2,3,6). Pada stadium awal HPP, peningkatan tekanan arteri pulmonalis menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya trombotik arteriopati pulmonal. Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal ini adalah trombosis insitu pada muskularis arteri pulmonalis. Pada stadium lanjut, dimana tekanan pulmonal meningkat secara terus menerus dan progresif, lesi berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai dengan hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan struktur endotel pulmonal normal. Secara patologi HPP dapat dikelompokan dalam 3 subtipe (2,7):
4
A. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 % dari HPP) Secara patologi fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal.Lesi fleksiform merupakan suatu bentuk hipertensi pulmonal berat, kelainan ini ditemui pada pasienyang mempunyai komponen genetik, dimana 7 % adalah familial.
Gambar 1. Lesi Fleksogenik(kutip 7) B. Tromboemboli arteriopati (45-50% dari HPP) Secara patologi subtipe ini ditandai dengan fibrosis eksentrik tunika intima dan gambaran rekanalisasi thrombosis insitu (jaringan dan septum dalam lumen arterial). Subtipe tromboemboli hipertensi pulmonal terdapat 2 bentuk : bentuk makro tromboemboli, yang biasanya ditemukan pada hipertensi pulmonal sekunder danberisi gumpalan besar ditengah lumen, dan kedua bentuk mikro tromboemboli dengan thrombus di distal yang menyumbat pembuluh-pembuluh darah kecil.
Gambar 2. Tromboemboli Arteriopati(kutip 7) C. Oklusi vena pulmonalis Bentuk yang jarang didapat, disebabkan oleh penipisan tunika intima vena pulmonalis.
5
Gambar 3. Oklusi Vena Pulmonalis(kutip 7) 4. Etiopatogenesis Pada HPP, vaskuler paru adalah target eklusif penyakit, meskipun patogenesisnya masih spekulatif. Dunia luas mendukung teori bahwa orang-orang tertentu memiliki predisposisi untuk terjadinya hipertensi pulmonal primer (IPAH), dimana pada orangtersebut beberapa rangsangan dapat mengawali berkembangannya arteriopati, remodeling dinding vaskuler, vasokonstriksi dan trombosis insitu (3,11,16). Hanya sebagian kecil kelompok dengan resiko tinggi (Penyakit vaskuler kolagen, hipertensi portal, infeksi HIV dan obat-obat penekan nafsu makan) dapat menimbulkan gambaran klinis yang samadengan HPP(16). Kejadian HPP dalam suatu keluarga menunjukan kepakaan genetik(3). Bentuk kelainan bawaan adalah autosomal dominan dengan ratio wanita dan pria 2 banding 1. Meskipun melibatkan gen dalam familial HPP belum dapat diidentifikasi, kemungkinan lokasi pada tangan panjang dari kromosom 2 q31.Vasokonstriksi dan hipertrofi media terjadi pada awal HPP. Keadaan ini adalah sekunder terhadap kerusakan sel endotel, yang menyebabkan berkurangnya produksi “endothelium drived vasodilator” atau meningkatkan vasokonstriktor. Kerusakan saluranion pada sel otot polos arteri pulmonalis berperanan penting dalam regulator kontraksidan proliferasi otot polos vaskuler. Vasokonstriksi akan diikuti oleh proliferasi dan fibrosisintima, trombosis insitu, dan perubahan fleksogenik. Peningkatan ekspresi vaskulerendothelial growth factor (VEGF), suatu mitogen sel endotel spesifik yang dihasilkan olehmakrofak dan otot polos vaskuler, berperan dalam remodeling vaskuler(10,15,17).
6
Gambar 4. Patofisiologi Hipertensi Pulmonal Primer (kutip 10) Tiga mekanisme utama yang dikenal pada pasien HPP. (1) Jalur NO : NO dibentuk pada sel-sel endoteloleh NO synthase tipe III (eNOS), yang merangsang konversi Guanylate Cyclase (GC) menjadi GuanosineTriphosphate (GTP) dan akhirnya cGMP, suatu messenger kedua mempertahankan relaksasi otot polosarteri pulmonal dan menghambat proliferasi sel otot polos arteri pulmonal. (2) Jalur Endothelin (ET): Big-ET (atau pro-ET) dikonversi dalam sel endotel menjadi ET-1 (21 amino acids) oleh Endothelin-Converting Enzyme (ECE). ET-1 berikatan dengan reseptor ETA dan ETB sel otot polos arteri pulmonal,yang mana menimbulkan kontraksi, proliferasi dan hipertropi otot muskularis arteri pulmonal. (3) Jalur Prostacyclin : produksi PGI2 (prostacyclin) dikatalis oleh Prostacyclin Synthase (PS) dalam sel endotel. PGI2 menstimulasi Adenylate Cyclase (AC), maka meningkatlah produksi ATP dari cAMP, efek yang kedua adalah relaksasi dan menghambat proliferasi. A. Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif a. Prostasiklin dan Tromboksan A2 (10,18) Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam arakidonat utama sel-sel endotel dan sel-sel otot polos. Prostasiklin merupakan vasodilator poten, menghambat agregasi trombosit dan antiproliferatif, sedangkan tromboksan A2 merupakan vasokonstriktor poten. Pada hipertensi pulmonal keseimbangan kedua molekul ini lebih banyak pada tromboksan A2.Prostasiklin sintase adalah enzim yang merangsang produksi prostasiklin, jumlahnya menurun pada arteri-arteri pulmonal pada pasien hipertensi pulmonal terutama HPP.
7
b. Endotelin-1 Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu vasokonstriktor poten dan memiliki aktifitasmitogenik pada sel-sel otot polos arteri. Peningkatan kadar ET-1 plasma dandinding vaskuler pada pasien IPAH. Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu asam aminopeptide yang dihasilkan oleh enzim konverting endothelium pada sel-sel endotel. Kadar endotelin meningkat pada pasien PAH dan klirennya berkurang pada vaskuler paru. Endotelin beraksi pada 2 reseptor yang berbeda. Reseptor ETA padasel otot polos vaskuler dan Reseptor ETB pada sel otot polos vaskuler dan selendotel vaskuler paru. Kedua reseptor menyebabkan proliferasi sel otot polosvaskuler. Kadar ET-1 Plasma berkorelasi dengan beratnya PAH dan prognosis.(19) c. Nitrik Oksida Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat aktivasi platelet dan penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO dihasilkan sel endotel dari arginin oleh NO sintase, menimbulkan efek vasodilatasi melalui mekanisme yang komplekdengan cGMP. cGMP mengaktifkan cGMP kinase, menyebabkan terbukanya kanalK+ membran sel, sehingga ion K+ keluar, membran depolarisasi dan menghambat kanal Ca2+. Menurunnya Ca2+ masuk dan menurunnya pelepasan Ca2+ sarkoplasma menyebabkan vasodilatasi. Phosphodiesterase-5 (PDE-5), salah satu enzim PDEyang memecah cGMP. Pasien dengan HPP terbukti menurunnya NO sintase, sehingga timbul vasokonstriksi dan proliferasi sel(10,39). NO berkontribusi dalam menjaga fungsi dan struktur vaskuler dalam keadaan normal(15). d. Serotonin Serotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah vasokonstriktor yang meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Peningkatan serotonin plasma telah dilaporkan pada pasien HPP, yang menyebabkan vasokonstriksi. Mekanisme seretonergik yang berimplikasi pada PAH(21). Konsumsi dekfenfluramin, terjadi peningkatan release serotonin dan terhambat reuptake oleh platelet(8). e. Adrenomedulin Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis, meningkatkan aliran darah parudan disintesa sel-sel paru normal. Kadar dalam plasma meningkat pada pasien HPP, kadar adrenomedulin plasma berkorelasi dengan tekanan rata-rata atrium kanan, tahanan vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-rata(10,13). f. Vasoactive Intestinal Peptide Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan vasodilator sistemik poten, menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal pada rabbit dan manusia, juga menghambat aktifasi platelet, dan proliferasi sel otot polos. Studi baru baru ini melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien HP(13,22). g. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
8
Hipoksia akut dan kronik, produksi VEGF meningkat dan yang mana reseptornya, VEGF reseptor-1 dan VEGF-2 pada paru-paru. (13)
B. Hubungan Dengan Lingkungan a. Hipoksia Hipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi menginduksi vasokonstriksi pada vaskuler paru.Respon vaskuler paru terhadap hipoksia berbeda dengan sirkulasi sistemik untuk mengoptimalkan hubungan antara ventilasi dan perfusi.Hipoksia akut diregulasi oleh produk-produk endotel (sepertiendotelin-1 dan serotonin) dan memediasi perubahan aktivitas kanal ion pada selselotot polos arteri paru. Hipoksia akut menyebabkan perubahan yang reversible pada tonus vaskuler paru, sedangkan hipoksia kronik menyebabkan remodeling struktur, proliferasi sel-sel otot polos vaskuler, migrasi dan peningkatan deposisimatrik vaskuler(10,13). b. Anoreksigen Hubungan antara anoreksigen dan hipertensi pulmonal awalnya diobservasi padatahun 1960an saat epidemik HPP di Eropa karena pemakaian aminorex fumarate. Studi hipertensi (IPPHS) mendemonstrasikan hubungan kuat antara HAP dan obat anoreksik. Derifat Fenfluramine adalah suatu inhibitor poten uptake serotonin (5-HT) (8). Aminorex fumarate (2-amino-5-phenyl-2-Oxazoline, derivat katekolamin), aksinya meliputi pelepasan norepinephrine pada ujung saraf bebas dan meningkatkan kadar serotonin serum. Sehingga terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel-sel otot polos arteri paru. Penggunaan obat ini meningkatkan kasus HPP, tergantung dosis dan lama pemakaian. c. Methamphetamine dan Cocaine Methamphetamine dan cocain dilaporkan meningkatkan insiden hipertensi pulmonal. Pada studi autopsi 20 perokok cocain berat, 4 (20%) paru menunjukkan hipertropi medial arteri paru. Mekanisme terjadinya hipertrofi arteri ini masihbelum jelas(13). C. Hubungan Dengan Kelainan Genetik 2 gen dalam kelompok reseptor famili TGF-b mempunyai hubungan yang kuat dengan familial hipertensi pulmonal. Gen bone morphogenetic receptor type 2 (BMPR2), memodulasi pertumbuhan sel-sel vaskuler dengan mengaktivasi jalur intraseluler. Dalam keadaan normal BMP menekan pertumbuhan sel otot polos vaskuler. Lebih dari 45 mutasi yang berbeda BMPR2 telah diidentifikasi pada familial hipertensi arterial pulmonal. BMPR2 adalah suatu komponen reseptor pada sel otot polos vaskuler heteromerik, bagian dari transforming growth factor. Mutasi eksonik pengkodean gen BMPR2, yang berpengaruh pada suatu aberasi transduksi sinyal pada sel otot polos vaskuler paru sehingga menimbulkan proliferasi sel. Mutasi BMPR2 telah diidentifikasi 50%-90% pasien dengan diagnosis HAPF, 25% pada pasien HPP dan 15 % pada pasien HAP sehubungan penggunaan fenfluramine(23). 9
Jenifer R etal menemukan bahwa 27 % pasien HPP dengan mutasi BMPR2. R. Souza et al, 2008, pasien dengan mutasi BMPR2 signifikan lebih cepat timbul gejala dibandingkandengan tanpa mutasi BMPR2(9). 5. Diagnosis A. Gambaran klinis Hipertensi pulmonal primer sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab apakah, dari paruatau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama adalah gejala umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnu saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%(2,3,4), yang merefleksikan ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri koroner normaltetapi disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonalis atau iskemia ventrikelkanan(10). B. Pemeriksaan fisik Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan diagnosis, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari hipertensi pulmonal (sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya normal. Gejala lebih awal dan atau temuan tunggal hanyalah aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 (P2) hampir 90 %.Peninggian suara P2 dihasilkan dari peningkatan kekuatan penutupan katup pulmonal karena respon peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat diastolik. Temuan fisiktambahan sehubungan dengan HP merefleksikan pengaruh HP pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien berkembang menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan overload pada ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi vena jugularis meningkat bila terjadi overload cairan dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin timbul, asites dan retensi cairan di perifer (2,3,4,10,14).
10
Tabel 2. Gejala Klinis Hipertensi Pulmonal(kutip 10)
WHO mengusulkan klasifikasi fungsional HPP dengan memodifikasi klasifikasi fungsionaldari New York Heart Association system. Tabel 3. Klasifikasi Fungsional HP (WHO)(kutip 10)
11
A. Pemeriksaan non invasif Pertama kali mencurigai klinis HPP, harus lakukan pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal, disamping untuk menentukan beratnya atau prognosis. Baru-baru ini suatu consensus merekomendasikan pemeriksaan untuk HPP 1. Ekokardiografi Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi adalah modalitas diagnostic untuk evaluasi atau eklusi penyebab HP sekunder (seperti gagal ventrikel kiri, penyakit jantung katup, penyakit jantung kongenital dengan shunt sistemik pulmonaldan disfungsi diastolik ventrikel kiri). Disamping itu untuk menentukan beratnya hipertensi pulmonal serta prognosisnya(24,25). Dua studi besar yang dilakukan oleh Yeo et all dan Raymon et all menggunakan ekokardiografi untuk konfirmasi diagnosis dan prognosis pasien HPP. Namun demikian ekokardiografi saja tidak cukup adekuat untuk konfirmasi definitif ada atau tidaknya hipertensi pulmonal. Untuk itu direkomendasikan untuk kateterisasi jantung(24,25, 26). Table 4. Penilaian Ekokardiografi Pada Pasien HP
2. Tes Berjalan 6 Menit Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional pasien HP adalah dengan tes ketahanan berjalan 6 menit (6WT).Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional pasien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi pasien HP yang diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian(13,16). 3. Tes Latihan Kardiopulmunal (CPET) Suatu tes noninvasive. Pemeriksaan ini juga prognostik yang signifikan, karena mengukur performen kardiovaskuler dan ventilator saat aktifitas. Menariknya, tekanan darah sistolik menunjukan prediktor independen kematian pasien HPyang tidak diobati, dengan SBP < 120 mmHg berkorelasi dengan kematian yang tinggi dibandingkan dengan SBP > 120 mmHg(6,13). Miyamota and colleagues membandingkan kedua cara penilaian diatas 6 MWT dan CPET dalam suatu kohor 27 pasien HPP, mereka menemukan suatu korelasi yang bagus antara konsumsi oksigen maksimum dan ketahanan 6MWT. Maka meskipun 6MWT tes latihan yang
12
submaksimal, tetapi ditoleransi oleh mayoritas pasien HPP dan berkorelasi dengantes latihan maksimal. Pada pasien dengan HAP, CPET dapat mengukur beratnya HAP dengan menilai gangguan kardiovaskuler dan inefisiensi ventilasi. Penurunan konsumsi oksigen (peak VO2) dan meningkatnya inefisiensi ventilasi adalah proporsi beratnya HP, merefleksikan ketidak mampuan pasien HAP secara adekuat meningkatkan aliran darah paru selama aktifitas(6,13,16,27). 4. Tes Fungsi Paru Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume ekspirasi paksa 1detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MVV), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan HP, yang dapat mengidentifikasi secara signifikan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada HP(27,28). 5. Radiografi Torak Karena radiografi torak adalah noninvasif dan tidak mahal, pasien dengan sesak yang tidak jelas biasanya di skrining dengan radiografi torak. Ro torak sama pentingnya sebagai first-line tes skrining pada pasien PAH untuk melihat penyebab sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan kongesti vena-venaparu. Hampir 85 % terdapat kelainan Radiografi torak pada HP, seperti pembesaran ventrikel kanan dan/atau atrium kanan, dilatasi arteri pulmonal. Tapi tidak biasanyaabnormalitas yang spesifik pada HPP(16).
Gambar 5. Radiografi Torak Pasien Hipertensi Pulmonalkutip 16 6. Eletrokardiografi Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering menunjukan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain ventrikel kanan, dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memiliki nilai prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah indikator yang sensitif untuk penyakit vaskuler paru. Penggunaan perubahan EKG sebagai marker progresi penyakit dan atau respon terapi belum ada dilaporkan(3,4,16,19)
13
Gambar 6. EKG Pasien Hipertensi Pulmonalkutip 16 7. CT Scan Resolusi Tinggi CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah primer atau sekunder. Tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk deteksi dan atau melihat penyakit tromboemboli paru(24,28). B. Pemeriksaan invasif 1. Kateterisasi Jantung Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal adalah goldstandard untuk konfirmasi PAH.Dengan definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP � 25 mHg pada saat istrahat, atau � 30 mmHg pada saat aktifitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk prognostik hipertensi pulmonal (3,4,10) Tabel 5. Pengukuran Kateterisasi Jantung Kanan Pada Pasien PAHkutip 10
Hemodinamik adalah prognostik untuk HPP, nilai prognostik pengukuran hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak
14
mendapat terapi vasodilator, sedangkan bila RAP � 20 mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan(5,28). 2. Tes Vasodilator Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien HAP, pasien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan menggunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon (European Society of Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal paling < 10 mm Hg dengan peningkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral. Rich et al1992, mempelajari 64 pasien HPP dengan nifedipin oral (20 mg) atau diltiazem (60mg), penurunan 20% mPAP dan PVR. Groves et al, 1993, mempelajari respon akut epoprostenol iv pada 44 pasien HPP, peningkatan 14% HR, 5% penurunan mPAP, 47%penigkatan CO, dan 32% penurunan PVR. Respon dengan epoprostenol iv juga dapat memprediksi respon dengan CCB oral. Sitbon et al mengevaluasi 35 pasien terhadap respon vasodilator epoprostenol iv, penurunan 30% PVR. Sitbon 1998, melaporkan hasil tes NO inhalasi (10 ppm) 33 pasien, penurunan mPAP dan PVR 20%.10 dari 33 pasien yang respon akut positif juga respon dengan CCB, pasien yang tidak respon akut dengan NO juga tidak respon dengan CCB. 3. Biopsi paru Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi pulmonal, biopsi parudi indikasikan bila pasien yang diduga HPP, dengan pemeriksaan standar tidak kuatuntuk diagnosis definitif(28,29). C. Laboratorium Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan pemeriksaan laboratorium standar untuk dispnue, yang meliputi pemeriksaan analisa gas darah, pemeriksaan kimia dan darah lengkap. Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada pasien dengan faktor resiko. Dilaporkan bahwa hipertensi pulmonal sehubungan dengan infeksi HIV 100 kali lebih sering dibandingkan dengan HPP(28,29). Tes fungsi hatijuga harus dilakukan untuk eklusi suatu hipertensi portopulmonal disamping untuk pemberian terapi. Biomarkers Biomarker serum yang telah dipelajari dalam menilai prognosis HPP adalah atrialnaturetic peptide (ANP), brain naturetic peptide (BNP), dan katekolamin. Nagaya dan kolega mempelajari 63 pasien HPP antara 1994-1999; ANP dan BNP plasma rendah pada kontrol dan meningkat sesuai fungsional klas pada pasien dengan HPP. ANP dan BNP juga berkorelasi dengan mRAP, mPAP, CO, and TPR.Penelitian tambahan, setelah 3 bulan terapi dengan prostasiklin, 53 pasien terjadi penurunan BNP yang berkorelasi dengan penurunan RVEDP dan TPR.
15
Gambar 7. Algoritme Diagnosis Hipertensi Pulmonalkutip 11
16
6. Penatalaksanaan Hipertensi Pulmonal Primer Terapi konvensional Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan atau aktifitaspada pasien HP, dan pasien sebaiknya harus memperhatikan dan membatasi aktifitasyang berlebihan.Pemberian oksigen untuk mengatasi sesak nafas dan hipoksia, saturasioksigen dipertahankan diatas 90 %.Penggunaan digoksin saat ini masih kontroversial,karena belum ada data terhadap keuntungan dan kerugian penggunaan digoksin padaHPP. Penggunaan diuretik untuk mengurangi sesak dan edema perifer, dapat bermanfatuntuk mengurangi kelebihan cairan terutama bila ada regurgitasi trikuspidal(2,29).Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung kanan dan stasis vena meningkatkan resikoterjadinya tromboemboli paru. Perbaikan survival telah dilaporkan dengan antikoagulanoral, warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8. Telah banyak penelitian untukpengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan : golongan vasodilator, prostanoid, NO,penghambat phosfodiestrase, antagonis reseptor endotelin dan anti koagulan(16,29,30). 1. Calcium-Channel Blocker (CCB) Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai terapi HPP, perbaikanterjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada pasien yang tes vasodilator akut positif.Rich dkk 1992, melaporkan hasil studi prospektif non random, pasien yang respon tesvasodilator akut positif diterapi dengan CCB dosis tinggi selama 5 tahun(30). Survival 1tahun, 3 tahun, dan 5 tahun adalah 94%, 94%, dan 94%. Sementara pasien yang tidakrespon 68%, 47%, dan 38%. Ogata et al(29) 1993, melakukan terapi kombinasiantikoagulan dan vasodilator, 7 pasien diterapi dengan antikoagulan warfarin +vasodilator, 3 dengan isoproterenol, dan 4 dengan nifedipine. Survival 5 tahunsignifikan lebih tinggi pada kelompok dengan antikoagulan + vasodilator (57%) dibanding yang lain 15%. Nifedipine (120-240 mg/hari) atau diltiazem (540900mg/hari) merupakan agen yang paling sering digunakan, sementara verepamilmenimbulkan efek inotropik negative.Efek samping yang bermakna seperti hipotensiyang mengancam hidup pasien dengan fungsi ventrikel kanan yang berat. 2. Prostanoid Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam patogenesis HPP.Christman et al(16) melaporkan defisiensi prostasiklin pada HPP. Tuder et al(30)memperlihatkan penurunan prostasiklin sintase paru pada pasien HPP berat. Studiklinis membuktikan bahwa terapi jangka lama dengan analog prostasiklin eksogenmenguntungkan pada pasien dengan HP sedang sampai berat(16,18). a. Epoprostenol Epoprostenol iv pertama kali disetujui oleh FDA untuk terapi hipertensi pulmonalpada tahun 1995. Pemakaian epoprostenol jangka panjang memperbaikihemodinamik, toleransi latihan, klas fungsional NYHA, dan survival rate penderitaHP. Epoprostenol tidak stabil pada suhu kamar, harus dilindungi selama 17
pemberianinfus, half- life pendek dalam aliran darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asam, dantidak bisa secara oral. Dimulai dengan dosis (1-2 ng/kg/min), dan secara perlahandititrasi 1-2 ng/kg/min, sampai (20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min) (29,30).Dalam suatu trial prospektif, multisenter, random, dengan kontrol selama 12minggu, infus epoprostenol secara kontinua ditambah dengan terapi konvensional(vasodilator oral, antikoagulan, dsb) dibanding dengan hanya terapi konvensionalsebagai kontrol pada 81 orang pasien HPP fungsional klas III dan IV. Kapasitaslatihan (6WT) 41 pasien yang diterapi dengan epoprostenol (rata-rata 362m,sebelumnya 315m), dan penurunan pada terapi konvensional saja (sebelumnya270m dan setelahnya 204m; p < 0.002). Perbaikan kualitas hidup pada pasiendengan terapi epoprostenol (p < 0.01), perbaikan hemodinamik, perubahantekanan arteri pulmonal rata-rata (mPAP) -8% dibandingkan terapi konvensional+3% dan perubahan rata-rata tahanan vaskuler paru (mPVR) adalah -21% denganepoprostenol dan +9% pada kontrol. Shapiro et al and McLaughlin et almenggambarkan keberhasilan pada pasien dengan terapi infus kontinuaepoprostenol setelah follow-up selama 36,3 bulan, perbaikan fungsional klas,toleransi latihan dan hemodinamik.Efek samping yang sering pada terapi epoprostenol meliputi sakit kepala, flushing,jaw pain, diarrhea, nausea, rash eritematosus, dan nyeri muskuloskeletal.Komplikasi lain sehubungan dengan terapi iv jangka lama adalah infeksi, selulitissampai sepsis, bila pemberian melalui katerterisasi vena sentral harus dilakukanpada senter dengan peralatan lengkap, perawat / dokter yang berpengalaman(29). b. Treprostinil Adalah suatu analog prostasiklin dengan half-life 3 jam.Obat stabil pada suhukamar dan dapat diberikan secara subkutan. Untuk menguji hipotesa efekhemodinamik treprostinil sama dengan epoprostenol, 14 pasien denganepoprostenol iv dan kemudian treprostinil iv, kedua obat memberikan efekhemodinamik yang sama. Penurunan 22% PVR dengan epoprostenol dan 20% dengan treprostinil. Untuk menguji pemberian treprostinil secara iv atau subkutan,pada 25 pasien HPP. Penurunan mPAP 6% secara iv dan 13% dengan sc. Danpenurunan PVR 23% secara iv dan 28% secara sc(30). Suatu klinikal trial, randomplasebo-kontrol, selama 8 minggu, treprostinil sc, 15 pasien HPP dengan dosis 1,3-3,1 ng/kg/min dan 9 dengan placebo. Perbaikan 6WT dengan treprostinil sc (37±17m) dibanding placebo terjadi penurunan (379 m jadi 384 m), juga perbaikanhemodinamik dengan penurunan 20 % PVR. Efek samping seperti sakit kepala,diare, flushing sama seperti epoprostenol, disamping nyeri dan eritem padatempat penyuntikan. Pemberian secara subkutan ini lebih aman dan efektif padapasien terutama rawat jalan(18,30). Studi random kontrol-plasebo terbesar (international trial) pemberian treprostinilsc, November 1998 - Oktober 1999 pada 24 senter di North America dan 16 senterdi Europe, Australia, dan Israel. 470 pasien secara randam mendapatkantreprostinil sc ditambah terapi konvensional atau placebo (tanpa treprostinil).Setelah 12 minggu, terdapat perbaikan 6 WT pada terapi trepostinil dan tak adaperobahan pada placebo. Juga perbaikan signifikan pada hemodinamik (mRAP,mPAP, cardiac index dan saturasi oksigen(30). 18
c. Iloprost Inhalasi Iloprost adalah prostasiklin analog dengan bentuk kimia stabil, yang tersediadalam bentuk intravena, oral dan aerosol.Half-live dalam serum 20-25 min. Bentukinhalasi dalam pengobatan HP adalah konsep yang baik dan praktis dalampenggunaan klinik.Iloprost inhalasi mempunyai efek vasodilator yang lebih potendibandingkan dengan NO inhalasi. Illoprost inhalasi mempunyai aksi yang lebihpendek sehingga pemberiannya bisa 6 sampai 9 kali sehari(16,30).Penelitian selama 3 bulan pada 19 pasien HP dengan berbagai sebab, iloprostinhalasi dengan dosis 50-200 μg perhari (612 kali inhalasi perhari), terbuktimemperbaiki fungsional klas, kapasitas latihan dan hemodinamik paru. Padapenelitian lain, penelitian selama 1 tahun, tanpa kontrol pada 24 pasien denganaerosol iloprost dosis 100-150 μg dalam 6-8 kali pemberian perhari terbuktimemberikan hasil yang sama. Suatu penelitian random, double-blind, placebokontrol,multisenter di Eropah(30), sebanyak 203 pasien HPP, dengan dosis illoprost250 μg atau 500 μg perhari dalam 6-9 kali pemberian, terbukti perbaikan 6WT 59meter dan perbaikan fungsional klas, perbaikan kualitas hidup (p < 0.05)dibandingkan dengan kelompok kontrol. d. Beraprost Beraprost adalah analog prostasiklin secara kimia stabil dan aktif untuk oral.Diabsorbsi secara cepat dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak tercapaisetelah 30 menit dan half life 35-40 menit setelah pemberian.Sejak tahun 1995,beraprost telah digunakan sebagai terapi di Jepang. Dalam suatu studiretrospektif, Nagaya et al melaporkan perbaikan kualitas hidup 24 pasien HPP dengan beraprost dibandingkan dengan 34 pasien dengan terapi konvensional. 2studi random, double-blind, kontrol placebo beraprost pada HPP. Studi pertamaselama 12 minggu, 130 orang pasien dengan NYHA fungsional klas II dan IIIBeraprost (dosis rata-rata 80 mg po qd) memperbaiki kapasitas latihan dan 6 WT45 m pada pasien HPP. Studi kedua evaluasi efek beraprost pada pasien HPP,dengan 116 pasien fungsional klas II dan III, selama 12 bulan, double-blind, random,kontrol plasebo. Hasil studi ini menunjukan perlambatan progresifitas penyakitselama 6 bulan, perbaikan ketahanan 6 WT dibandingkan placebo. Tidak adaperubahan yang signifikan terhadap hemodinamik pulmonal(30,31). 3. Antagonis Reseptor Endotelin Pada penelitian terakhir Antagonis reseptor Endotelin efektif dalam mengobatihipertensi pulmonal, karena banyaknya bukti peranan patogenik endotelin1 padahipertensi pulmonal.Endothelin-1 adalah suatu vasokonstriktor yang poten, danmitogen pada otot polos yang menyebabkan meningkatnya tonus vaskuler danhipertrofi vaskuler paru. Dalam studi kontrol kecil pasien IPAH, konsentrasiendothelin plasma berkorelasi dengan PAP and PVR, berkorelasi juga dengankapasitas latihan(16,1829,30). a. Bosentan Penelitian pertama, random, double-blind, control-placebo, multisenter (2 di USdan 1 di Perancis), menilai efek bosentan terhadap kapasitas latihan danhemodinamik kardiopulmonal, menilai keamanan dan tolerabilitas pada pasienHPP berat(31). Sebanyak 32 pasien mendapatkan bosentan dan plasebo (2:1 ratio).Bosentan 62.5 mg 19
bid selama 4 minggu, dilanjutkan sampai dosis 125 mg bid.Setelah 12 minggu kelompok terapi bosentan perbaikan ketahanan 6 WT sampai70 m, dimana tidak ada perubahan dengan plasebo.Perbaikan hemodinamikkardiopulmonal dan penurunan signifikan PVR, penurunan mPAP, penurunantekanan rata-rata atrium kanan.Dibandingkan kelompok plasebo secara kontrasterjadi peningkatan ketiga komponen tersebut. Studi bosentan kedua, doubleblind,control-placebo, mengevaluasi 213 pasien, bosentan 125 bid atau 250 mg bidpaling kurang selama 16 minggu. Studi dilakukan di 27 senter di Eropa, Amerikautara, Israel dan Australia.144 pasien mendapatkan bosentan dan 69 pasienmendapatkan placebo. Terlihat perbaikan ketahanan 6 WT pada pasien terapibosentan 36 menter sedangkan pada terapi placebo -8 m, tidak ada perbedaanefek yang signifikan sehubungan dengan dosis. Efek samping dari bosentan adalahpeningkatan kadar alanine aminotransferase dan/atau aspartate aminotransferase. Gangguan fungsi hati ini berkorelasi dengan dosis, dimana lebih seringterjadi dengan bosentan 250 mg bid. Dan efeknya transien, sehingga USFDAmerekomendasikan pemeriksaan fungsi hati paling tidak 1 bulan sebelum terapi(30). b. Sitaxsentan Penelitian random, double-blind, kontrol-plasebo, selama 12 minggu, sitaxsentanpada 178 pasien HPP fungsional klas II, III dan IV NYHA, dengan dosis 100 mg poqd, atau 300 mg po qd. Perbaikan fungsional klas dan perbaikan 6 WT, 35 mdengan dosis 100 mg dan 33 m dengan dosis 300 mg (p<0,01). Penurunan yangsignifikan PVR dan meningkat pada placebo. Perbaikan yang sama fungsional klas,dan hemodinamik pada kedua kelompok dosis(30). Efek samping terapi dengansitaxsentan berupa abnormalitas fungsi hati, sakit kepala, edem perifer, nausea,nasal kongestan dan pusing. c. Ambrisentan Suatu studi blind selama 12 minggu penggunaan ambrisentan dosis (1, 2.5, 5, atau10 mg perhari) terbukti memperbaiki ketahanan 6 WT dan fungsional klas.Studikedua, 12 minggu, random, double-blind, plasebo-kontrol, multisenter, efikasiambrisentan pada pasien HAP.Ambrisentan 5/10 mg sekali sehari.Selama followupterbukti perbaikan yang signifikan ketahanan 6 WT dan perbaikan fungsionalklas.Tidak terdapat peningkatan transaminase hati (30). 4. Phosphodiesterase Inhibitor Mekanisme yang memodulasi cyclic guanosine 3-5 monophosphate (cGMP) di dalamotot polos vaskuler memainkan peranan dalam regulasi tonus, pertumbuhan danstruktur vaskuler paru.Efek vasodilator NO tergantung pada kemampuannya untukmeningkatkan dan mempertahankan cGMP yang ada pada vaskuler.Sekalidiproduksi, NO secara langsung mengaktifasi guanylate cyclase, yang meningkatkanproduksi cGMP.cGMP kemudian mengaktifasi cGMP kinase, membuka kanalpotassium, dan menyebabkan vasorelaksasi. Efek intraseluler cGMP sangat singkat,sehingga didegradasi cepat oleh phosphodiesterase.Phosphodiesterase merupakan famili enzim yang menghidrolisa cyclic nucleotides,cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cGMP, dan membatasi signal intraselulerdengan menghasilkan produk inaktif 5-adenosine monophosphate dan 5guanosinemonophosphate. Bagaimanapun juga obat-obat yang menginhibisi spesifik 20
cGMPphosphodiesterase (phosphodiesterase type 5 inhibitors) meningkatkan responvaskuler paru pada NO inhalasi dan endogen pada hipertensi pulmonal. (16,18,29) a. Dipyridamole Studi terdahulu mendemonstrasikan bahwa dipyridamole dapat menurunkan PVR,menurunkan hipertensi pulmonal dan meningkatkan atau memperpanjang efekinhalasi NO pada anak dengan hipertensi pulmonal. Pasien yang gagal denganinhalasi NO maka dikombinasi dengan dipyridamole(30). Hasil ini menyokong bahwainhibisi phosphodiesterase type 5 bisa menjadi suatu strategi klinik yang efektifuntuk terapi HPP. b. Sildenafil Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5 yang poten dan lebihspesifik, telah terbukti efektif dan aman untuk terapi disfungsi ereksi.Berdasarkanperkembangnya pemahaman aktifitas phosphodiesterase type 5 dalam sirkulasiparu, suatu studi klinik tanpa kontrol menguji efek hemodinamik akut sildenafildan potensinya dalam terapi jangka panjang pasien HPP. Dilaporkan bahwasildenafil memblok vasokonstriksi paru hipoksik pada dewasa sehat dan menurunkan mPAP pasien PAH(30,33).Michelakis et al mempelajari efek sildenafil pada 13 pasien HPP, melaporkanpenurunan mPAP dan PVR, dan meningkatnya kardiak indek. Perbandingandengan inhalasi NO, sildenafil juga mempunyai efek hemodinamik sistemik dan biladikombinasi dengan inhalasi NO meningkatkan dan memperpanjang efek NOsehingga dapat mencegah rebound vasokonstriksi setelah memberian inhalasiNO(34). Dalam suatu studi dengan mengkombinasikan inhalasi sildenafil denganiloprost dilaporkan terjadi penurunan yang besar mPAP dan PVR dibanding biladiberikan tunggal. Bharani et all mengobati 10 pasien dengan sildenafil atauplacebo selama 2 minggu, terlihat perbaikan yang signifikan 6 WT dan menurunnyasistolik PAP secara ekokardiografi. Studi lain(35) 29 pasien yang diterapi dengansildenafil (25-100 mg tid) selama 5-20 bulan dilaporkan perbaikan fungsional klasNYHA dan 6 WT. 4. NO dan Arginine Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat lahir. GangguanNO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi pulmonal. NO terus menerusmemodulasi tonus dan struktur vaskuler paru sepanjang hidup. NO juga memilikiaktifitas antiplatelet, anti inflamasi dan antioksidan, juga memodulasi efekangiogenesis. NO dihasilkan dalam 3 bentuk NO synthase (NOS), yang muncul dalamsel multiple dan terus menerus aktif (type I dan III) dalam endotelium atau“inducible” (type II) pada sel lainnya seperti makrofag, epitel bronkus dan otot polosvaskuler. Regulasi NOS komplek dan termasuk growth factors hormon (sepertivascular endothelial growth factor), tekanan oksigen, hemodinamik, dan factor lainnya. Sudah jelas bahwa amino acid, L-arginine, adalah substansi NOS, maka itupenting untuk produksi NO(30,36).Arginine eksogen diperlukan untuk memproduksi NO. Arginine masuk dalam seldangan transport aktif dan defek pada mekanisme transpor berkontribusi padaketergantungan arginine dengan meningkatnya kadar ekstraseluler untuk memenuhikebutuhan(36). Dalam endotel, transpor arginin secara kuat berikatan dengan NOS,bila ikatan ini rusak oleh karena 21
injuri endotel maka kadar normal ekstraselulermungkin berkurang untuk memproduksi NO. Defisiensi Arginine telahmemperlihatkan terjadinya PH dan infuse L-arginine (500 mg/kg selama 30 menitpada bayi hipertensi pulmonal terjadi peningkatan PaO2 selama lebih 5 jam. Apakahsuplemen arginin jangka panjang dapat mengurangi injuri vaskuler dan menyebabkanperbaikan struktur sirkulasi paru pada pasien PAH belumlah jelas(37). a. NO inhalasi Merupakan suatu vasodilator pulmonal selektif, diberikan secara inhalasi denganwaktu paruh singkat, hal ini bermanfaat sebagai tes vasodilator pada pengobatanhipertensi pulmonal. Efek inhalasi NO pada pasien hipertensi pulmonal primermemperlihatkan perbaikan dalam parameter hemodinamik, efek jangka panjangbelum diteliti namun beberapa pasien tampak menunjukan manfaat dengan terapitersebut untuk jangka lama(30,35) b. Suplemen Arginine Pemberian L-arginine (500 mg/kg infuse selama 30 menit) pada 10 pasien HPPmenghasilkan penurunan mPAP sampai 15.8 ± 3.6% (p < 0.005) dan PVR sampai 27± 5.8% (p < 0.005), dibandingkan dengan titrasi prostasiklin saja sampai dosismaksimal penurunan mPAP 13.0 ± 5.5% (p < 0.005) dan PVR 46.6 ± 6.2% (p < 0.005).Infus L-arginine mengurangi mPAP dengan memediasi vasodilatasi oleh NOS.Studiyang dipublikasikan oleh Nagaya et al mendukung bahwa suplemen oral L-arginine(0.5 g/10 kg BB) memberikan efek yang menguntungkan pada hemodinamik dankapasitas latihan.19 pasien diterapi Oral L-arginie (1.5 g/10kg BB perhari), setelah 1minggu meningkatkan L-citrulline plasma secara signifikan dimana menunjukanmeningkatnya produksi NO. L-arginine menimbulkan penurunan 9% mPAP (53 ±4sampai 48±4 mm Hg, p < 0.05) dan penurunan 16% PVR (30). 5. Terapi Bedah Atrial Septostomi dan Transplantasi paru Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untukmengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan(38). Denganberkembangnya strategi terapi obat, maka atrial septostomi hanyalah suatu prosedurpaliatif atau sebagai permulaan untuk tranplantasi paru.Pemilihan pasien, waktu danperkiraan ukuran septostomi adalah hal yang masih krusial.Tranplantasi jantung-paruterutama untuk PAH yang gagal dengan semua strategi terapi.Survival pasien PAHyang mengalami tranplantasi paru kira-kira 66%-75% pada 1 tahun pertama.Dan yang paling sering adalah bilateral transplantasi.
22
Gambar 8. Algoritma terapi hipertensi pulmonal primerkutip 10
23
24
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. HPP adalah kelainan paru yang jarang dan sering lambat terdiagnosis. Dimana tekanan arteri pulmonalis > 25 mmHg saat istrahat, dan > 30 mmHg saat latihan, tidak ditemukan faktor-faktor resiko. 2. Kelainan vaskuler HPP berupa proliferasi sel-sel vaskuler, vasokonstriksi, dan trombosis in situ. Secara patologi kelainan spesifik vaskuler pada HPP berupa lesi fleksogenik arteriopati. 3. Tiga patofisiologi terjadinya hipertensi pulmonal primer ; ketidak seimbangan mediator-mediator vasoaktif, faktor lingkungan dan faktor genetic. Anoreksi gen menyebabkan epidemic hipertensi pulmonal di tahun 1960an dan tahun 1990an. 4. Diagnosis HPP komplek, pemeriksaan non invasive harus dilakukan untuk pasien yang diduga HP. Tes berjalan 6 menit sederhana dan mudah dilakukan dapat digunakan untuk menilai kapasitas latihan, diagnosis dan prognosis. Tepatnya kateterisasi jantung kanan direkomendasikan untuk diagnosis PAH dan eklusi penyebab. 5. Strategi terapi HPP sama dengan strategi terapi untuk HAP oleh sebab lainnya, yaitu terapi konvensional, CCB, dan terapi sesuai patofisiologi: jalur prostasiklin,jalur endotelin dan jalur nitrik oksid. Saran 1. Perlunya mempertimbangkan suatu diagnosis hipertensi pulmonal primer pada pasien yang dicurigai hipertensi arteri pulmonal. 2. Hati-hati dan waspada dengan banyaknya obat penurun nafsu makan yangberedar di pasaran yang dapat mencetuskan hipertensi pulmonal primer. 3. Perlu adanya pencatatan dan penelitan kasus hipertensi pulmonal primer.
25
DAFTAR PUSTAKA 1. Arsyad Z. Hipertensi Pulmonal Primer, Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 3, FKUI, Jakarta 2006, Hal ; 1072 2. Diah M, Ghanie A. Hipertensi Pulmonal Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid3 Edisi 3, FKUI, Jakarta 2006, Hal ; 1697-1702 3. Gaine SP, Rubin LJ. Primary Pulmonary Hypertension. Lancet 1998;352:71925.[Erratum, Lancet1999;353:74.] and in N Engl J Med 1997;336:111-17 4. Rich S. World Health Organisation : Primary Pulmonary Hypertension– ExecutiveSummary, World Symposium, Primary Pulmonary Hypertension 1998. Available At:Http://Www.Who.Int/Ncd/Cvd/Pph.Html (Accessed Nov 2003). 5. Stewart S, Murphy N, Mcmurray JJ. Incidence, Prevalence And Prognostic Impact OfPulmonary Arterial Hypertension: A Population-Based Study (Abstract). Eur Heart J 2004: InPress 6. Fishman AP. Historical Perspective : A Century Of Primary (Idiopathic) Pulmonary HypertensionIn Pulmonary Hypertension, Text Book, Boston University, Boston, MA, 2008, 1-13 7. Mark EJ, Patalas ED, Chang HT. Fatal Pulmonary Hypertension Associated With Short-Term Use Of Fenfluramine And Phentermine 1997 Massachusetts Medical Society. NEJM, Vol 337, No.9, 602-607 8. Taichman DB, Mandel J. Epidemiology Of Pulmonary ArterialHypertension Clin Chest Med 28 (2007) 1–22 9. Souza R, Humbert M, Pavec JL, et al. Pulmonary Arterial Hypertension Associated With Fenfluramine Exposure : Report Of 109 Cases, Eur Respir J, 2008,31 ; 343-348. 10. Mclaughlin VV, Mcgoon MD. Reviews In Cardiovascular Medicine :Pulmonary Arterial Hypertension, Circulation 2006;114;1417-1431 11. Farber HW. Pathophysiology of Pulmonary Arterial Hypertension In Pulmonary Hypertension, Text Book, Boston University, Boston, MA, 2008, 51-72 12. Stewart S, Black C, Mcneil K. Disease Background And Epidemiology OfPulmonary Arterial Hypertension, In Pulmonary Arterial Hypertension: A Pocketbook Guide, London And New York A Martin Dunitz Book 2005, Page ;4 13. Farber HW, Loscalzo J. Review Article ; Mechanisms OfDisease Pulmonary Arterial Hypertension N Engl J Med 2004;351:1655-65 14. Simonneau G, Galie N, Rubin LJ, et al. Clinical Classification Of Pulmonary Hypertension. J AmColl Cardiol 2004;43:Suppl S:5S-12S 15. Tuder RM, Marecki JC, Richter A, Fijalkowska I, Flores S. Pathology of Pulmonary Hypertension, Clin Chest Med 28 (2007) 23–42
26
16. Galie N, Torbicki A, Barst R, et al. Guidelines on diagnosis andtreatment of pulmonary arterial hypertension, The Task Force on Diagnosis and Treatment ofPulmonary Arterial Hypertension of the European Society of Cardiology, European Heart Journal(2004) 25, 2243–2278 17. Edullo PFF, Auger WR, Kerr KM, Rubin LJ. Current Concepts Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertension, N Engl J Med, 2001,Vol.345, No. 20 ;1465-1472 18. Humbert M, Sitbon O, Simonneau G. Review article, drug therapy, Treatment of Pulmonary Arterial Hypertension, N Engl J Med 2004;351:1425-36 19. Langleben D. Endothelin Receptor Antagonists in the Treatment of PulmonaryArterial Hypertension Clin Chest Med 28 (2007) 117–125 20. Big Endothelin-1 And Endothelin-1 Plasma Levels Are Correlated With The Severity Of PrimaryPulmonary Hypertension. Chest. 2001;120:1562–1569 21. Griffiths MJD, Evans TW. Review Article, DrugTherapy, Inhaled Nitric Oxide Therapy In Adults. N Engl J Med 2005;353:2683-95 22. Marcos E, Fadel E, Sanchez O, Humbert M, Dartevelle P, Simonneau G, Hamon M, Adnot S, Eddahibi S. Serotonin-Induced Smooth Muscle Hyperplasia In Various Forms Of Human Pulmonary Hypertension. Circ Res.2004;94:1263–1270 23. Gunaydin S, Imai Y, Takanashi Y, et al. The Effects Of Vasoactive Intestinal Peptide On Monocrotaline Induced Pulmonary Hypertensive Rabbits Following Cardiopulmonary Bypass: A Comparative Study With Isoproteronol And Nitroglycerine. Cardiovasc Surg 2002;10:138–45. 24. Elliott CG, Glissmeyer EW, Havlena GT, Carlquist J, McKinney JT, Rich S, McGoon MD, Scholand MB. Relationship of BMPR2 Mutations to Vasoreactivity in Pulmonary Arterial Hypertension,Circulation 2006;113;2509-2515 25. Kim M, Jensen RL, Schmidt JW, Ward K, McGoon M, Gutterman D, Steen V, et al. Screening, early detection, and diagnosis of pulmonary arterial hypertension—ACCP evidence-based clinical practice guidelines. Chest 2004; 126:14S–34S. 26. Eduardo B, Bruno DB, Alfredo M, Luigi A. Pulmonary Arterial Hypertension : The key Roleof Echocardiography, Chest, 2005, 127;18361843 27. Raymond RJ, Hinderliter AL, Willis PW, et al. Echocardiographic predictors of adverse outcomes in primary pulmonary hypertension. J Am Coll Cardiol 2002; 39:1214–9. 28. Gibbs JSR, Higenbottam TW. The British Cardiac Society Guidelines and Medical Practice Committee. Recommendations on the management of pulmonary hypertension in clinicalpractice. Heart 2001; 86 (Suppl I):i1–i13. 29. Oudiz RJ. Diagnostic Approach to Pulmonary Arterial Hypertension, In Pulmonary Hypertension, Text Book, Boston University, Boston, MA, 2008, 33-50 30. Rubin LJ. Diagnosis and management of pulmonary arterial hypertension: ACCP evidencebasedclinical practice guidelines. Chest 2004; 126: 4S–6S. 27
31. Badesch DB, Abman SH, Ahearn GS, et al. Medical Therapy For Pulmonary Arterial Hypertension, ACCP Evidence-Based Clinical Practice Guidelines, Chest 2004;126;35-62 32. Barst RJ, McGoon M, McLaughlin V, et al. Beraprost therapy for pulmonary arterial hypertension. J Am Coll Cardiol 2003; 41:2119–2125 33. Rubin LJ, Badesch DB, Barst RJ, et al. Bosentan therapy for pulmonary arterial hypertension. NEngl J Med 2002; 346:896–903 34. Galiè N, Ghofrani HA, Torbicki A. Sildenafil Citrate Therapy for Pulmonary Arterial Hypertension N Engl J Med 2005;353:2148-57 35. Sastry BK, Narasimhan C, Reddy NK, et al. A study of clinical efficacy of sildenafil in patientswith primary pulmonary hypertension. Indian Heart J 2002; 54:410–414 36. Klinger JR. The Nitric Oxide/cGMP Signaling Pathway in Pulmonary Hypertension,Clin Chest Med 28 (2007) 143–167 37. Arnal JF, Munzel T, Venema RC, et al. Interactions between L-arginine and Lglutamine changeendothelial NO production: an effect independent of NO synthase substrate availability. J ClinInvest 1995; 95:2565–2572 38. Mehta S, Stewart DJ, Langleben D, et al. Short-term pulmonary vasodilation with L-arginine inpulmonary hypertension.Circulation 1995; 92:1539–1545 39. Sager JS, Ahya VN. Surgical Therapies for Pulmonary ArterialHypertension, Clin Chest Med 28 (2007) 187–202
28