Referat Hipertensi Kehamilan.docx

  • Uploaded by: Ahmad
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Hipertensi Kehamilan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,580
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan. Golongan penyakit ini ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kadang-kadang disertai proteinuria, oedema, konvulsi, koma, atau gejala-gejala lain. Hipertensi adalah dimana tekanan darah sistolik

≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90

mmHg.1,2 Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia dan hipertensi gestasional.2,3 Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hipertensi juga dapat terjadi pada saat kehamilan, dan merupakan 5% - 15% penyulit kehamilan, serta merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Ketiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan.3 Terdapat beberapa faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam beberapa faktor seperti primigravida, primipaternitas, hiperplasentosis seperti dalam keadaan mola hidatidosa, umur yang ekstrim, riwayat keluarga pernah menderita ekslamsia dan preeklamsia, penyakit – penyakit ginjal dan hipertensi, dan obesitas.2,4 Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Teori-teori tersebut adalah kelainan vaskularisasi plasenta, iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel, intoleransi imunologik, adaptasi kardiovaskular, genetik, defisiensi gizi dan inflamasi.2,4 Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membuat referat tentang hipertensi dalam kehamilan.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi dalam Kehamilan Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Dikatakan hipertensi jika tekanan sistolik dan diastolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg untuk sistolik dan 90 mmHg untuk

diastolik.

Pengukuran

tekanan

darah

sekurang-kurangnya

dilakukan 2 kali dengan selang waktu 4 jam.2,3,4 Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia dan hipertensi gestasional.2,3 Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis saat umur kehamilan 20 minggu dan menetap 12 minggu pasca persalinan.2 Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini timbul sebelum kehamilan 20 minggu jika terjadi penyakit trofoblastik.2 Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya menunjukkan gejala-gejala preeclampsia (kejangkejang timbul bukan akibat kelainan neurologik).2 Hipertensi gestational (transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi akan menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tanpa proteinuria.2

2

2.2 Epidemiologi Hipertensi dalam Kehamilan Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hipertensi juga dapat terjadi pada saat kehamilan, dan merupakan 5% - 15% penyulit kehamilan, serta merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Ketiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi. Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan.3 Di negara maju, 16% kematian ibu kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensif. Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) terdapat 536.000 ibu hamil meninggal akibat hipertensi dalam kehamilan. Kejadian ini terjadi hampir diseluruh dunia. Angka kematian ibu (AKI) di Asia Tenggara berjumlah 35 per 100.000 kelahiran hidup.3

2.3 Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan yang dapat dikelompokan dalam faktor risiko sebagai berikut:2,5,6 1. Primigravida, primipaternitas 2. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar. 3. Umur yang ekstrim 4. Riwayat keluarga pernah eklampsia/preeklampsia 5. Penyakit-penyakit ginjal hipertensi yang sudah ada sebelum hamil 6. Obesitas

2.4 Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan Patofisiologi hipertesi dalam kehamilan hingga kini sebelum diketahui dengan jelas. Banyak teori dikemukakan tentang terjadinya

3

hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori yang diaggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah: a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta2,6 Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arterias spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi tropolas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meinngkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodelling arteri spiralis”. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodelling arteria spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan

perubahan

yang

menjelaskan

patogenensis

HDK

selanjutnya. Diameter rata-rata arteria spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata rata 200 mikron. Pada

4

hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta. b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel2,6  Iskemia plasenta dan pemberian oksidan atau radikal bebas Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan adalah senyawa penerima elektron atau molekul yang mempunyai elektron tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu disebut “toxemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung bahan asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.  Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya perioksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan misalnya vitamin E pada hipertensi menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksidasi lemak yang relatif tinggi. Peroksidasi lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh tubuh dalam

5

aliran darah akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel yang mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.  Disfungsi sel endotel Keadaan disfungsi endotel akan terjadi : 

Gangguan metebolisme prostagladin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostagladin yaitu menurun produksi prostasiklin suatu vasodilator kuat.



Agregasi

sel-sel

trombosit

pada

daerah

endotel

mengalami degenerasi kerusakan 

Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus



Peningkatan permeabilitas kapiler



Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endotelin



Peningkatan faktor koagualasi

c. Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin2 Faktor imunologis berperan terjadinya hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :  Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan multigravida  Ibu multipara kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan suami sebelumnya d. Teori adaptasi kardiovaskuler2,6 Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan bahan vasopresor. Refrekter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor

yang

lebih

tinggi

untuk

menimbulkan

respon

6

vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi adanya sintesis prostagladin pada sel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostagladin sintesa inhibitor. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipetensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trisemester I. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. e. Teori genetik2,6 Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial dibandingkan genotipe janin. Telah tebukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia. f. Teori defisiensi gizi2 Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga

7

menganggap bahwa defesiensi kalsium pada diet perempuan hamil megakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. g. Teori stimulus inflamasi2 Teori ini berdasarkan lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat stress oksidatif. Bahan bahan ini merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar sehingga inflamasi masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas meningkat.

Perubahan patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan, dan akhirnya menjadi nyata secara klinis. Kecuali proses interupsi oleh pelahiran, perubahan-perubahan ini akhirnya menyebabkan keterlibatan organ multipel dengan spektrum klinis yang berkisar dari nyaris tidak nyata hingga mengancam nyawa ibu maupun janin. Sejumlah besar dampak pada ibu biasanya diuraikan per sistem organ, manifestasi klinis ini sering kali multiple dan bertumpang tindih secara klinis.3 a. Sistem Kardiovaskuler3 Gangguan berat pada fungsi kardiovaskuler normal lazim terjadi pada preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan: (1) peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi (2) preload jantung, yang sangat dipengaruhi hipervolemia pada kehamilan akibat penyakit atau justru meningkat secara iatrogenik akibat infus lantaran kristaloid atau onkotik intravena, (3) aktivasi

8

endotel disertai ekstravasasi cairan intravaskuler ke dalam ruangan ekstrasel dan yang penting kedalam paru paru: 

Perubahan hemodinamik Penyimpangan kardiovaskuler pada penyakit hipertensif terkait kehamilan bervariasi bergantung pada sejumlah faktor. Penyimpangan ini berpusat pada peningkatan afterload, dan mencakup keparahan hipertensi, adanya penyakit kronis yang mendasari, adanya preeklampsia dan stadium perjalanan klinis. Fungsi

jantung

bersifat

hiperdinamis

pada

semua

perempuan, tekanan pengisian bergantung pada infus cairan intravena. Secara khusus, pemberian cairan yang agresif menyebabkan fungsi ventrikel hiperdinamis pada sebagian besar perempuan. Fungsi ventrikel hiperdinamis disertai dengan peningkatan tekanan baji kapiler paru-paru. Pada beberapa perempuan tersebut, edema paru dapat timbul meskipun fungsi ventrikel normal karena adanya kebocoran epitel-endotel pada alveolus, yang diperberat oleh penurunan tekanan onkotik akibat rendahnya kosentrasi albumin serum. Jadi, fungsi ventrikel yang hiperdinamik terutama akibat tekanan baji yang rendah, dan bukan akibat peningkatan kontraktilitas miokardium yang diukur sebagai indeks kerja sekuncup ventrikel kiri. Sebagai perbandingan, perempuan yang diberikan cairan dalam volume yang jelas biasanya memiliki tekanan pengisian yang melebihi normal, tetapi fungsi ventrikel mereka tetap hiperdinamik karena meningkatnya curah jantung. 

Volume darah Hemokosentrasi merupakan tanda utama eklampsia. Pada perempuan eklampsia, hipervolemia yang normalnya adanya mengalami penurunan yang hebat, bahkan tidak terjadi pada sebagian perempuan. Perempuan yang memiliki ukuran tubuh sedang seharusnya memiliki volume darah hampir mencapai 5000

9

ml

pada

beberapa

minggu

terakhir

kehamilan

normal,

dibandingkan dengan sekitar 3500 ml saat tidak hamil. Namun pada eklampsia, sebagian besar atau seluruh penambahan volume sebanyak 1500 ml ini tidak tercapai. Hemokosentrasi tersebut terjadinya akibat vasokontriksi generalisata yang mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran plasma kedalam ruang intertisial akibat bertambahnya permeabilitas. Pada perempuan yang mengalami preeklampsia dan bergantung pada keparahannya, hemokosentrasi biasanya tidak sedemikian nyata. Perempuan dengan hipertensi gestasional, tetapi tanpa preeklampsia biasanya memiliki volume darah yang normal. b. Darah dan Koagulasi2,3,6 Kelainan hematologis timbul pada beberapa perempuan dengan preeklampsia.

Salah

satu

kelainan

yang

lazim

dijumpai

trombositopenia, faktor pembekuan darah dalam plasma dapat berkurang dan eritrosit dapat memperlihatkan bentuk yang aneh serta mengalami hemolisis cepat. c. Homeostasis Volume2.3,6  Perubahan Endokrin Kadar renin, angiotensin II 1-7, dan aldosteron dalam plasma meningkat secara nyata selama kehamilan normal. Pada kasus preeklampsia dan meskipun volume darah berkurang, nilai-nilai ini berkurang secara nyata, tetapi diatas nilai saat tidak hamil.  Perubahan cairan dan elektrolit Pada perempuan dengan preeklampsia berat, volume cairan ekstrasel, yang bermanifestasi sebagai edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan pada perempuan dengan kehamilan normal. Mekanisme berperan dalam retensi patologis cairan ini diduga terjadi akibat cedera endotel. Selain edema umum dan proteinuria,

10

perempuan memiliki tekanan onkotik plasma yang menurun. Penurunan ini menyebabkan ketidakseimbangan filtrasi dan semakin mendorong cairan intravaskuler ke dalam interstitium sekelilingnya. d. Ginjal3,6 Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat secara bermakna. Dengan memperburuknya preeklampsia, Mungkin timbul sejumlah perubahan anatomis dan patofisiologis yang reversibel. Yang penting secara klinis, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus berkurang. Kadar jauh lebih rendah dari nilai normal saat tidak hamil jarang terjadi dan hanya sebagai komplikasi penyakit berat. Filtrasi glomerulus yang sedikit berkurang dapat terjadi akibat penurunan volume plasma. Sebagian besar

penurunan ini

kemungkinan timbul akibat meningkatnya resistensi arteriol aferen, yang dapat meningkatkan hingga lima kali lipat. Terdapat juga perubahan morfologis yang ditandai dengan endoteliosis glomerulus yang menyumbat sawar filtrasi. Penurunan filtrasi menyebabkan nilai kreatinin serum meningkatkan hingga mencapai nilai pada perempuan tidak hamil, yaitu, 1 mg/ml , tetapi kadang kadang bahkan lebih tinggi lagi. Pada kebanyakan perempuan preeklampsia, kadar natrium urin meningkat osmolaritas urin, rasio kreatinin urin : plasma, dan ekskresi natrium fraksional juga merupakan penanda keterlibatan mekanis pre renal. Kadar asam urat plasma biasanya meningkat pada preeklampsia. Peningkatan melebihi penurunan pada laju filtrasi glomerulus dan kemungkinan juga disebabkan oleh bertambahnya reabsorpsi tubular. Pada saat yang sama, preeklampsia dikaitkan dengan berkurangnya ekskresi kalsium dalam urin, mungkin karena peningkatan reabsorpsi kalsium di tubulus. Kemungkinan penyebab lain adalah peningkatan

11

produksi urat dalam plasenta sebagai kompensasi terhadap stress oksidatif.  Proteinuria Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis preeklampsia-eklampsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan beberapa perempuan mungkin telah melahirkan atau mengalami kejang eklampsia sebelum timbul proteinuria. e. Hepar3,7 Keterlibatan hepar pada preeklampsia mungkin bermakna secara klinis dalam kondisi-kondisi berikut :  Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau pertengahan epigastrium, biasanya terjadi pada penyakit berat. Pada banyak kasus, perempuan-perempuan mengalami peningkatan kadar AST atau ALT.  Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum AST dan ALT dianggap merupakan penanda preeklampsia berat.  Perdarahan hepar dari daerah mengalami infark dapat meluas sehingga membentuk hematoma hepatis.  Perlemakan hati akut pada kehamilan kadang-kadang salah diduga sebagai preeklampsia. Perlemakan hati akut juga memiliki awitan pada kehamilan lanjut, dan sering disertai hipertensi, peningkatan kadar transminase dan kreatinin dalam serum, serta trombositopenia. f. Otak3,6,7 Nyeri kepala dan gejala penglihatan lazim terjadi pada preeklampsia berat, dan terjadinya kejang yang berkaitan dengan kedua gejala tersebut menandakan eklampsia. Disfungsi endotel yang

12

menandai sindrom preeklampsia kemungkinan memainkan peran kunci dalam kedua teori :  Teori pertama menyatakan bahwa sebagai respon terhadap hipertensi akut dan berat, terjadi regulasi serebrovaskuler berlebihan sehingga timbul vasospasme. Menurut teori ini, penurunan aliran otak hipotesiskan penyebab iskemia, edema sitotoksik dan akhirnya infark jaringan  Teori kedua mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah sistemik

mendadak

yang

melebihi

kapasitas

autoregulasi

serebrovaskuler. Timbul daerah yang mengalami vasodilatasi dan vasokontriksi paksa, khususnya pada daerah perbatasan arteri. Pada tingkat kapiler, gangguan pada tekanan end-capillary menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, hiperperfusi dan ekstravasasi plasma serta eritrosit melalui celah pada taut-erat endotel sehingga terjadi akumulasi edema vasogenik. Teori ini juga tidak sempurna karena hanya sedikit perempuan dengan eklampsia yang memilki tekanan arteri rerata yang melebihi batas autoregulasi sekitar 160 mmHg.

2.5 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan a. Hipertensi kronik2,3,8  Definisi : Hipertensi yag timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.  Diagnosis :  Umur ibu relatif lebih tua diatas 35 tahun  Tekanan darah sangat tinggi  Umumnya multipara  Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal dan diabetes melitus

13

 Obesitas  Penggunaan obat antihipertensi sebelum kehamilan  Hipertensi yang menetap pasca persalinan b. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklampsia2,3  Definisi : hipertensi kronik disertai tanda tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria  Diagnosis :  Adanya

proteinuria, gejala neurologik, nyeri kepala hebat,

gangguan visus, edema patologik yang menyeluruh, oliguria, edema paru  Kelainan

laboratorium

:

kenaikan

serum

kreatinin,

trombositopenia, kenaikan transminase serum hepar. c. Hipertensi gestasional2,3  Definisi : hipertensi teinduksi kehamilan. Jika tidak timbul sindrom preeklampsia dan hipertensi menghilang 12 minggu pascapartum diagnosis diganti menjadi hipertensi transisional  Diagnosis :  TD sistolik ≥ 140 atau TD diastolik ≥ 90 mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil  Tidak ada proteinuria  Tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu pascapartum  Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pascapartum  Mungkin memiliki gejala atau tanda lain preeklampsia, misalnya dispepsia atau trombositopenia.

14

d. Preeklampsia2,3,8  Definisi : Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.  Diagnosis :  Preeklampsia Ringan :  Hipertensis sistolik/diastolic ≥ 140/90 mmHg  Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥ +1 dipstik  Edema  Preeklampsia Berat :  Tekanan darah sistolik/diastolik ≥ 160/110 mmHg  Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif  Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam  Kenaikan kadar kreatinin plasma  Gangguan visus dan serebral  Nyeri epigastrium atau nyeri kuadnan kanan atas abdomen  Edema paru dan sianosis  Hemolisis mikroangiopatik  Trombositopenia berat  Gangguan fungsi hepar  Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat  Sindrom HELLP  Pembagian preeklampsia berat  Preeklampsia berat dengan impending eklampsia :  Nyeri kepala hebat  Gangguan visus  Muntah-muntah  Nyeri epigastrium dan kenaikan progresif tekanan darah

15

 Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia e. Eklampsia2,3,8  Definisi : Preeklampsia yang disertai dengan kejang atau koma.  Diagnosis  Kehamilan lebih dari 20 minggu, kadang sering pada trimester akhir atau saat persalinan atau masa nifas  Tanda tanda preeklampsia  Kejang-kejang atau koma  Kadang kadang disertai gangguan fungsi organ

2.6 Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan a. Preeklampsia ringan9  Rawat jalan  Banyak istirahat  Makan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam  Sedative ringan fenobarbital 3 x 30 – 60 mg  Robarantia (vitamin dan mineral): vitamin e, vitamin c, calcium, aspilet  Periksa ulang 1 x1 minggu  Evaluasi:  Untuk ibu: - Pitting edema pagi hari bangun tidur - BB tiap pagi bangun tidur - Tentukan indeks gestosis tiap 12 jam pada pagi dan sore hari - TD tiap 6 jam kecuali tidur - Urine 3 jam dan dijumlahkan dalam 24 jam  Untuk plasenta secara teoritis diperlukan pemeriksaan hormon plasenta laktogen dan estradiol  Untuk janin

16

- Fetal well being: USG, FHM, amnioskopi - Fetal maturity: USG, amniosentesis  Persalinan  Penderita preeclampsia ringan yang mencapai normotensif selama perawatan, persalinan ditunggu sampai 40 minggu  Penderita preeclampsia ringan yang tekanan darahnya turun selama perawatan tetapi belum mencapai normotensif terminasi kehamilan dilakukan pada kehamilan 37 minggu  Cara persalinan spontan, bila perlu memperpendek kala II (vakum/forsep) b. Preeklampsia berat8  Perawatan Aktif Indikasi (salah satu atau lebih) :  Ibu - Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia - Kegagalan terapi medikamentosa yaitu setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten atau setelah 24 jam sejak dimulainya

pengobatan

medikamentosa

tidak

ada

perbaikan  Janin - Usia kehamilan 37 minggu atau lebih - Adanya tanda-tanda gawat janin - Adanya tanda Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin  Laboratorium adanya "HELLP syndrome" (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).

17

 Pengobatan medisinal Rencana terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan pada pasien preeklampsia berat yaitu :  Segera masuk rumah sakit  Tirah baring miring ke kiri  Infus dextrose 5% diselingi dengan infus RL (60- 125 cc/jam) 500 cc.  Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat  Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40mg/im.  Anti hipertensi diberikan jika tekanan darah sistolik lebih 160 mmHg, diastolic lebih 110 mmHg seperti nifedipin 4 x 10 mg  Pengelolaan Obstetrik Sebelum

melakukan

pengakhiran

kehamilan

sebaiknya

evaluasi keadaan ibu dan janin. Keadaan ibu dan janin mempengaruhi cara terminasi kehamilan. Cara terminasi kehamilan tergantung apakah penderita sudah inpartu atau belum. 1) Belum inpartu : - Induksi persalinan : amniotomi, drip oksitosin dengan syarat skor Bishop 5 - SC bila : syarat drip oksitosin tidak terpenuhi, 2 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primipara cenderung section caesarea 2) Inpartu :  Kala I : - Fase laten : tunggu 6 jam tetap fase laten maka sectio caesarea - Fase aktif : amniotomi, tetes pitosin 6 jam pembukaan tidak lengkap maka sectio caesarea

18

 Kala II : Pada persalinan pervaginam, kala II dapat diberi kesempatan partus spontan bila diperkirakan dengan mengejan tidak terlampau kuat, janin dapat lahir. Bila tidak, persalinan diselesaikan dengan ekstraksi vakum atau forsep. Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin. 

Perawatan Konservatif Pengobatan

konservatif

adalah

tetap

mempertahankan

kehamilan bersamaan dengan terapi medikamentosa. 1) Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. 2) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. 3) Pengobatan obstetri : - Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi. -

MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi. 4) Penderita dipulangkan bila : - Penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeclampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari. - Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklampsia ringan maka penderita dapat dipulangkan

19

c. Eklampsia8 a. Prinsip tatalaksana :  Menghentikan dan mencegah kejang-kejang  Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin  Mencegah komplikasi  Terminasi kehamilan/ persalinan

b. Obat anti kejang : MgSO4  Dosis awal 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri  Dosis ulangan tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24 jam pasca persalinan atau 24 jam bebas kejang  Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelanpelan. Pemberian IV ulangan hanya sekali saja apabila timbul kejang lagi maka diberikan pentotal 5 mg/kgBB/IV pelan-pelan

c. Bila koma :  Monitor kesadaran dan dalamnya koma  Pencegahan dekubitus  Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka diberikan dalam bentuk NGT

d. Mencegah komplikasi  Obat-obat antihipertensi diberikan pada penderita dengan TD 160/110 mmHg atau lebih yaitu nifedipin, catapres, hidralazin  Diuretika jika terdapat edema paru dam kelainan fungsi ginjal  Kardiotonika jika terdapat tanda payah jantung, edema paru, nadi cepat dan sianosis diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid

e. Terminasi kehamilan/persalinan Stabilisasi 4 – 8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan ini:

20

 Setelah kejang terakhir  Setelah pemberian anti kejang terakhir  Setelah pemberian anti hipertensi terakhir  Penderita mulai sadar  Untuk koma skor tanda vital > 10 boleh diterminasi tetapi jika skor tanda vital < 9 tunda 6 jam d. Hipertensi kronik dalam kehamilan2,8 Pengobatan pada kehamilan, bertujuan untuk meminimalkan atau mencegah dampak buruk pada ibu atau jain akibat hipertensinya sendiri ataupun karena obat antihipertensinya. Secara umum ini berarti mecegah kejadian hipertensi yang lebih berat. a. Pengobatan medisinal  Secara non farmakologis : perubahan pola hidup seperti diet, merokok, alkohol  Antihipertensi diberikan pada batas tekanan darah dianggap hipertensi stage 1 hipertensi tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg:  Alfa-metildopa : dosis awal 500 mg 3x per hari, maksimal 3 gram per hari  Nifedipin : dosis bervariasi 30 - 90 mg per hari, maksimal 120 mg/hari

b. Evaluasi janin Untuk mengetahui apakah terjadi insufisiensi plasenta akut atau kronik perlu dilakukan test dan pemeriksaan ultrasonografi bila curiga adanya fetal growth retriction atau terjadi superimposed preeklamsia.

c. Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik Bila

didapatkan

tekanan

darah

terkendali,

perjalanan

kehamilan normal, pertumbuhan janin normal dan volume amnion

21

normal maka dapat diteruskan sampai aterm. Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk maka segera diterminasi dengan induksi persalinan tanpa memandang unsur kehamilan. 2.7 Komplikasi Hipertensi dalam Kehamilan8,9,10 a. Komplikasi Maternal  Edema paru  Gagal ginjal  Gagal jantung  Solusio plasenta  Ablasio retina  HELLP syndrome  Psikose post partum

b. Komplikasi Janin  IUGR  Gawat janin  Janin mati

2.8 Prognosis Hipertensi dalam Kehamilan Pada penderita hipertensi ringan atau sedang, outcome kehamilan baik dengan kehidupan perinatal sekitar 95-97%. Makin tinggi indeks gestosis maka makin jelek prognosisnya.8,9 Tabel 2.1 Indeks Gestosis8 Edema sesudah istirahat Proteinuria Semi kuantitatif esbach Tensi sistolik Tensi diastolic

0 Tidak ada

1 Pretibial

2 Umum

3 -

< 0,5 -

+ 0,5 - 2

++ 2-5

+++ >5

< 140 < 90

140 -160 90 - 100

160 - 180 100 - 110

> 180 > 110

22

Prognosis eklampsia ditentukan dengan kriteria eden, jika dijumpai satu atau lebih dari gejala maka prognosis buruk:8 -

Koma yang lama (6 jam atau lebih)

-

Nadi 120 x/menit

-

Suhu > 39 C

-

TD > 200 mmHg

-

Konvulsi > 10 kali

-

Proteinuria > 10 g

-

Edema menghilang

-

Kegagalan system kardiovaskuler

-

Elektrolit imbalance

-

Kegagalan dalam pengobatan

23

BAB III KESIMPULAN

1. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan 2. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia dan hipertensi gestasional 3. Faktor

resiko

hipertensi

dalam

kehamilan

meliputi

primigravida,

primipaternitas, hiperplasentosis, umur yang ekstrim, riwayat keluarga pernah eklampsia/preeklampsia dan penyakit-penyakit ginjal hipertensi yang sudah ada sebelum hamil 4. Komplikasi hipertensi dalam kehamilan meliputi maternal (edema paru, gagal ginjal, gagal jantung, solusio plasenta, ablasio retina, HELLP syndrome dan psikose post partum) dan janin (IUGR, gawat janin dan janin mati)

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Luger, R., James, J., & Arnold, J. Pregnancy, Hypertension. Journal of Statpearls,

2017.

(Diunduh

12

Januari

2019).

Tersedia

dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430839/ 2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka, 2013. 3. Cunningham, F. Obstetri William. Jakarta: EGC, 2013. 4. Podymow, & August, P. Hypertension in Pregnancy. Journal of Adv Chronic Kidney Dis, 2017. (Diunduh 12 Januari 2019). Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17395120 5. Alessia. M., Carrara, S., Cavaliere, A., Ermito, S., Dinatale, A., & Pappalardo, E. Hypertensive Disorders of Pregnancy. Journal of Prenatal Medicine,

2009.

(Diunduh

12

Januari

2019).

Tersedia

dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279097/ 6. Mustafa, R., Ahmed, S., Gupta, A., Venuto, R, & Rocco, C. A Comprehensive Review of Hypertension in Pregnancy. Journal of Pregnancy,

2012.

(Diunduh

12

Januari

2019).

Tersedia

dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3366228/ 7. Andrea, G., & Vesna, D. Hypertension of Pregnancy. Journal of HHS Public Access, 2014. (Diunduh 12 Januari 2019). Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3925675/ 8. Prosedur tetap Obstetri dan Ginekologi. Universitas Sriwijaya. 9. Kate, B., Parnell, B., Catherine, N., Paul, T., Poston, L., & Chappell. Chronic Hypertension and Pregnancy Outcomes. Journal of BMJ, 2014. (Diunduh

12

Januari

2019).

Tersedia

dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3988319/ 10. Schausberger, C., Jacobs, V., Ristau, P., & Fischer, T. Hypertensive Disorders of Pregnancy A Life Long Risk. Journal of Geburtshife Frauenheilkd, 2013. (Diunduh 12 Januari 2019). Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3859153/

25

Related Documents

Hipertensi
May 2020 42
Hipertensi
May 2020 37
Hipertensi
June 2020 44
Hipertensi
October 2019 62

More Documents from "marta sari"

M1.docx
July 2020 52
0478_s18_qp_11.pdf
July 2020 41
November 2019 21
709 R01 List.txt
November 2019 36