KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan-Nya, kami dapat menyelesaikan referat dengan judul, Descemet Stripping Endothelial Automatically Keratoplasty (DSAEK). Referat ini dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata. Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas, maka kami sebagai penyusun referat sadar bahwa masih banyak kekurangan dari segi isi, susunan Bahasa, maupun sistematika penulisan. Untuk itu, kami sebagai penyusun referat mengharapkan kritik dan sarat yang bersifat membangun kedepan. Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. dr. Jannes Fritz Tan, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata di RS UKI , yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang berguna dalam proses penyusunan referat ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut serta dalam upaya penyusunan referat ini. Akhir kata kami sebagai penyusun berharap kiranya referat ini dapat menjadi informasi yang berguna bagi tenaga medis, profesi yang bergerak dalam bidang kesehatan, dan juga kaum awam yang terkait dengan DSAEK, khususnya perkembangan terbaru akan DSAEK.
Jakarta,
Maret 2019
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Anatomi Kornea ....................................................................................... 4
1.3
Fisiologi Kornea ....................................................................................... 7
1.4
Fisiologi Endotel Kornea ………………………………………………..
1.5 Patofisiologi Kerusakan Kornea………………..……….…………………11 1.6
Penyakit yang Berhubungan dengan Endotel Kornea……………… 1.6.1
Distrofi Kornea Endotel Fuchs
1.6.2
Pseudoafakia bullous keropati
1.6.3
Distrofi endotel Herediter Bawaan
1.6.4
Iridocorneal Syndrome
ii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................Error! Bookmark not defined. 2.1. Definisi DSAEK .........................................Error! Bookmark not defined. 2.2. Indikasi Tindakan DSAEK .........................Error! Bookmark not defined. 2.3. Alat dan Prosedur Tindakan DSAEK .........Error! Bookmark not defined. 2.4. Hasil dan Efek Samping Tindakan DSAEKError! Bookmark not defined. 2.5. Komplikasi Tindakan DSAEK ....................Error! Bookmark not defined. BAB III PEMBAHASAN ....................................Error! Bookmark not defined. 3.1. Perkembangan Terbaru Mengenai DSAEK Error! Bookmark not defined. 3.2. Keuntungan dan Kerugian DSAEK ............Error! Bookmark not defined. BAB IV KESIMPULAN ......................................Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kornea adalah bagian mata yang transparan dan berposisi paling luar yang menutupi iris, pupil, dan bilik mata anterior. Kornea terdiri dari lima lapisan yaitu, epitelium, membran bowman, stroma, membran desement, dan endotelial. Endotelium merupakan lapisan paling dalam serta lapisan paling tipis, yang bertanggung jawab untuk menjaga kornea agar berada pada kondisi terehidrasi yang mana ini berfungsi untuk menjaga transparansi kornea.1 Sel-sel endotelial akan mengalami regenerasi dengan laju yang sangat lambat dibandingkan dengan proses atau laju peluruhannya sehingga jumlah sel endotelial akan cepat menurun sampai usia 25 tahun. Untuk mempertahankan kejernihan dari kornea, jumlah sel endotelial harus tetap konstan walau dalam keadaan kritis sekalipun. Namun, pada beberapa penyakit seperti Fuch’s Corneal Dystrophy, Pseudophakic Bullous Keratopathy, Posterior Polymorphous Corneal Dystrophy, Iridocorneal Endothelial (ICE) Syndrome, dekompensasi endotelial, dan kegagalan tindakan Penetrating Keratoplasty (PK) diketahui akan mempengaruhi jumlah sel endotelial. Oleh sebab itu, beberapa tindakan telah dikembangkan untuk transplantasi lapisan endotelial, seperti penetrating keratoplasty (PK), keratoplasti endotelial dalam, Descemet Stripping Automated
1
Endothelial Keratoplasty (DSAEK) dan Descemet’s Membrane Endothelial Keratoplasty (DMEK).1 Sejak tahun 1998, berbagai teknik keratoplasti endotelial telah dilakukan untuk transplantasi lamelar dari endotel kornea dengan cangkok posterior melalui sayatan skleral atau limbal. Setelah pengenalan Descemet Stripping Endothelial Keratoplasty (DSEK) pada tahun 2003, konsep keratoplasti endotelial diadopsi di seluruh dunia dan difasilitasi oleh prediseksi mikrokeratome jaringan donor melalui apa yang disebut Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty (DSAEK). Teknik DSEK / DSAEK mungkin lebih disukai daripada keratoplasti penetrasi konvensional karena tidak adanya sayatan pada permukaan kornea atau jahitan yang dapat membatasi astigmatisme pasca operasi, komplikasi terkait jahitan, dan hasil luka yang disebabkan operasi.6
DSAEK adalah suatu prosedur operasi pilihan untuk kerusakan endotel tanpa jaringan parut stoma. Prosedur operasi ini sudah berevolusi secara signifikan di beberapa dekade terakhir. Pada permulaannya, DSAEK dilakukan dari rute anterior dan sekarang, pendekatannya secara bertahap secara posterior. DSAEK menggunakan mikrokeratom automatis dalam prosedur operasinya, dengan demikian endotelial kornea yang rusak dan desemet membran secara selektif diangkat dan endotelium kornea dari pendonor di transplantasi ke dalam carier descemet’s membrane dan posterior stroma yang memiliki variasi ketebalan sekitar 130-240 µm. Dibandingkan dengan cara konvensional PK, DSAEK memiliki keuntungan pemulihan pasca operasi dan rehabilitasi visual yang lebih baik,
2
perubahan minimal astigmatik, retensi dari corneal tectonic strength dan resiko yang rendah dalam rejeksi terhadap sel endotelial. 1,2,3,4 Akan tetapi DSAEK berhubungan dengan kemampuan menangani dan memanipulasi dari jaringan pendonor yang mana akan mengakibatkan komplikasi seperti kegagalan pencakokan iatrogenik primer dan dislokasi pencakokan. Walapun dokter mata memiliki pengalaman dalam DSAEK, mata dengan segmen anterior yang patologis atau pernah menjalankan operasi pada segmen anterior sebelumnya dapat membuat pencakokan lebih menantang dalam peningkatkan resiko komplikasi intraoperatif dan postoperatif.4 DSEK / DSAEK mungkin masih menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, rehabilitasi visual setelah DSEK / DSAEK masih relatif lambat, sedangkan ketajaman visual akhir umumnya terbatas pada 20/40 (0,5). Kedua, DSAEK mungkin kurang dapat diakses oleh banyak ahli bedah kornea karena investasi yang tinggi diperlukan untuk persiapan jaringan donor, seperti microkeratome, atau karena jaringan pre-cut dari bank mata relatif mahal. Ketiga, teknik implantasi DSEK / DSAEK saat ini telah dilaporkan menyebabkan lebih banyak kerusakan sel endotel donor daripada pada penetrasi keratoplasty, yang berpotensi mengakibatkan tingkat kelangsungan hidup transplantasi yang terganggu.6
3
1.2
Anatomi Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang disisipkan ke dalam sklera pada
limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan diameter vertikalnya adalah 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Sepertiga radius tengah disebut zona optik dan lebih cembung sedangkan tepinya lebih datar, dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. 7,8
Gambar 1.Anatomi kornea dan lapisan kornea. (a) Bagian dari bagian anterior mata; (B) Bagian kornea yang menggambarkan enam lapisan; (c) Gambar mikroskopis confocal in vivo dari endotel kornea
4
Kornea normal terdiri dari lima lapisan, termasuk epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotelium. Sel-sel endotel membentuk monolayer heksagonal tunggal yang terletak di kornea posterior. 22
a. Lapisan epitel Lapisan epitel terdiri atas 5-6 lapis sel. Epitel kornea adalah non keratinizing squamous layer yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal terdapat mitosis sel dan sel muda terdorong ke depan menjadi sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. 7,9
b. Membran bowman Lapisan jernih aseluler yang terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur dan berasal dari bagian depan stroma. Membran bowman tidak mempunyai daya regenerasi.2 c. Stroma kornea Stroma menyusun 90% ketebalan korena yang tersusun atas lamella seratserat kolagen dengan lebar 10-250 μm dan tinggi 1-2 μm. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen tipe 1 yang sejajar satu dengan yang lainnya. Stroma kornea tidak dapat beregenerasi. 7,8
5
d. Membran descemet Membran descemet adalah lamina basalis endotel kornea yang aselular, merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup. Saat lahir tebalnya 3 μm dan terus menebal selama hidup, mencapai 10-12 µm.7,8
e. Endotel Endotel memiliki satu lapis sel yang berperan dalam memepertahankan detugesensi stroma kornea. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement. Endotel rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan reparasi endotel hanya dalam bentuk pembesaran dan pergeseran sel dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel menyebabkan edema kornea.7,8 Sel-sel endotel kornea manusia terletak di posterior kornea dan membentuk satu monolayer heksagonal tunggal, yang dibentuk oleh gelombang pertama migrasi sel-sel krista neural yang berasal dari tepi cawan optik invaginasi.
6
1.3
Fisiologi Kornea Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avascular dan deturgesens. Transparasi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitas dan deturgensinya. Deturgesensi, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema local sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata menjadi hipertonik, proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.7 Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V yang berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 7,8
7
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer.7,8
1.4
Fisiologi Endothel Kornea Dua peran utama sel endotel kornea adalah fungsi barrier, yang dimediasi oleh protein seperti zonula occludens-1, dan fungsi pompa, yang dimediasi oleh pompa aktif (Na + / K + -ATPase). Lapisan sel endotel terdiri dari zonula occludens yang tidak lengkap yang memungkinkan molekul untuk masuk stroma kornea dari ruang anterior. Pompa Na + / K + -ATPase aktif secara osmotik mengalirkan air dan ion dari stroma kornea ke dalam cairan berair, yang membantu menjaga ketebalan dan transparansi kornea. 22 Sel-sel endotel kornea ditangkap dalam fase G1 dari siklus sel dan biasanya tidak berkembang biak dan regenerasi in vivo. Oleh karena itu, hilangnya sel-sel endotel kornea menghasilkan pembesaran kompensasi dan migrasi sel-sel residu.22 Endothelium kornea, yang terletak di membran basement (Descemet), adalah lapisan kornea terdalam (Gambar 2). Lapisan ini memiliki fungsi penghalang dan pompa yang penting untuk pemeliharaan kejernihan kornea. Tidak seperti epitel, yang memiliki kapasitas memperbaharui diri , endotelium tidak berkembang biak. Oleh karena itu, kerusakan sel yang disebabkan oleh berbagai patologi merangsang sel-sel endotel yang tersisa
8
untuk membesar dan bermigrasi untuk menutupi setiap kerusakan, dan dengan demikian menjaga transparansi kornea. 22,23 Faktor yang menyebabkan kornea jernih adalah letak epitel kornea yang tertata sangat rapi, letak serabut kolagen yang tertata rapi dan padat, kadar air yang konstan (yang dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel, tidak mempunyai pembuluh darah). Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitas dan deturgensinya. 7,8
Pentingnya endotel kornea dalam menjaga transparansi kornea pertama kali diakui oleh Leber yang menemukan bahwa cairan akan menembus preparasi membran Descemet yang terisolasi lebih mudah setelah endotelium disikat daripada dengan endotelium yang utuh. Pentingnya "membran pembatas", epitelium dan endotelium, tetapi terutama endotelium, untuk pemeliharaan dehidrasi stroma. dan transparansi kemudian ditegaskan kembali,
dan
ditemukan bahwa fungsi deturgesensi (keadaan dehidrasi relatif kornea) dari posterior kornea membutuhkan metabolisme aktif. Jika suhu berkurang, akan menghambat hasil metabolisme seluler dalam hidrasi stroma dan hilangnya transparansi. 22.23 Sementara penghangatan kembali memungkinkan untuk ketebalan dan transparansi
mendekati
normal,
yang
disebut
sebagai
fenomena
"pembalikan suhu". Inaktivasi mekanisme deturgesensi juga ditunjukkan sebagai hasil dari kekurangan oksigen dan efek dari penghambat
9
metabolisme. Hasil-hasil ini mengarah pada pencarian mekanisme pompa air aktif dalam kornea, seperti mekanisme natrium-kalium yang bergantung pada ATP yang diketahui sangat penting di jaringan pengangkut cairan lainnya. Namun, demonstrasi dari potensial listrik koral posterior kecil yang merupakan sisi lensa (-), membuatnya tidak mungkin bahwa mekanisme transportasi cairan dari endothelium bergantung pada kation (Na-K), gradien listrik berada pada arah yang salah. Telah ditentukan bahwa mekanisme pompa yang terutama bertanggung jawab untuk deturgesensi stroma kornea tergantung pada anion bikarbonat yang secara konstan dan aktif dipompa dari stroma ke dalam air oleh endothium. Dalam modifikasi model "pompa bocor".22 Air meresapi kornea posterior dan air menjadi secara osmotik digabungkan dengan ion bikarbonat yang kemudian secara aktif diangkut kembali ke dalam air. Ada bukti yang baik bahwa mekanisme transportasi bikarbonat adalah elektrogenik, dan tergantung pada ATPase anion (bikarbonat). 22,23 Pasokan bikarbonat ke pompa endotel berasal dari dua sumber: dua pertiga dipasok oleh ion bikarbonat eksogen dan sepertiga dengan konversi CO2 eksogen oleh karbonat anhidrase di endotelium. 23
10
Gambar. 2. "Pompa" endotel adalah mekanisme pelepasan primer kornea. Kebocoran air ke kornea posterior dan air secara aktif diangkut oleh kopling osmotik lokal dengan bikarbonat kembali ke ruang anterior. (Dimodifikasi dari Hodson, mikrograf elektron asli 320 X 7,280.) asli 320 X 7,280.)
1.4. Patofisiologi Kerusakan Endotel Kornea Karakteristik endotel kornea manusia, yang sangat penting secara klinis, adalah bahwa endotelium memiliki kapasitas terbatas untuk mitosis: jika endotelium cedera, ia diperbaiki dengan hipertrofi dan penggeseran selsel yang tersisa. mempertahankan atau mengembalikan penutup lengkap kornea posterior. Endotel kornea manusia, yang biasanya tidak memiliki kemampuan untuk perbaikan mitosis, mengalami proliferasi abnormal dan / atau metaplasia di atas trabekulum dan iris setelah trauma. Berikut ini adalah penyakit-penyakit yang menyebabkan kerusakan endotel kornea. 23
11
1.5. Penyakit yang berhubungan dengan kerusakan endotel kornea 1.5.1
Distrofi kornea endotel Fuchs Distrofi ini disebabkan oleh kombinasi faktor lingkungan dan genetik yang kompleks. FECD dapat dikategorikan sebagai onset dini atau onset lambat. FECD onset dini, yang didefinisikan dengan baik secara genetik dan klinis, adalah penyakit keluarga yang jarang dan hampir selalu dengan pewarisan dominan autosomal.25 Bentuk onset lambat, yang menyumbang mayoritas pasien, tampaknya memiliki autosom-dominan. pola transmisi dengan penetrasi yang tidak lengkap. Bentuk penyakit ini biasanya muncul pada dekade kelima kehidupan dan kemajuan lebih dari dua dekade berikutnya. FECD onset lambat lebih heterogen secara genetik dari pada onset awal, dan hanya beberapa pasien yang menunjukkan pengelompokan keluarga. 23 Bentuk awal-awal FECD telah dikaitkan dengan mutasi pada gen COL8A2. penyakitnya adalah FCD1, FCD2, FCD3, dan FCD4. 22,23
12
1.5.2 Psedofakia bulous keropati Keratopati bulosa pseudofakia ditandai oleh edema stroma kornea dengan bula epitel dan subepitel karena kehilangan sel dan dekompensasi endotel melalui trauma selama operasi. Penyebab utama terjadinya keratoplasti bulosa adalah hilangnya sel endotel karena trauma bedah. Jenis operasi juga mempengaruhi risiko dekompensasi konea pasca operasi, resiko ini lebih rendah untuk fakoemulsifikasi dari pada teknik lain yang digunakan dalam operasi katarak, terutama ekstrasi katarak ekstrakapsular. Insiden terbanyak terjadi pada operasi katarak pada pasien usia dekade keenam dengan atau tanpa implantasi lensa. Penyakit ini ditandai dengan adanya edema kornea kronis yang disebabkan oleh disfungsi sel endotel kornea dan terdapat bula (lepuh) pada subepitel.
22
Penyakit ini juga ditandai dengan fibrosis yang luas dengan abnormal deposisi protein matriks ekstraseluler, tenasein-C dan fibrin. Terdapat pula peningkatan kadar IL-2, IL-8, TGF-β dan bone marraw factor-4 (BMP-4). Pseudofakia bullosa keratopati sering disertai dengan jaringan parut dan neovaskular. Normalnya, kepadatan sel endotel >3500 sel/mm2 pada anak-anak akan menurun bertahap sesuai usia sekitar 2000 sel/mm2 pada orang tua dan 2400 sel/mm2 pada orang dewasa. 23,25 Jumlah sel endotel berkurang 0,6% per tahun. Pada keratoplasti bulosa kepadatan sel endotel sekitar 300-500 sel/mm2. Pasien
13
dengan pseudofakia mengalami penurunan penglihatan, robekan, dan nyeri yang disebabkan oleh bula epitel yang pecah. Keratopati bulosa dapat terjadi sekitar pada 1 hingga 2% dari pasien yang menjalani operasi katarak. 23,25
Gambar 3. Psuodofakia bullous keropati
1.5.3. Distrofi endotel herediter bawaan (Congenital hereditary endothelial dystrophy ) Prevalensi CHED1 adalah <1 / 1.000.000. CHED2 adalah penyakit resesif autosomal dan muncul dengan kekeruhan stroma saat lahir atau segera sesudahnya. Data epidemiologis mengenai insiden atau prevalensinya tidak tersedia. Telah disarankan bahwa CHED1 adalah jenis PPCD dengan onset awal dekompensasi kornea. 22
14
1.5.4. Iridocorneal Syndrome (ICE) Sindrom ICE ditandai oleh abnormalitas proliferatif dan struktural dari endotel kornea, obstruksi progresif dari sudut iridocorneal, dan anomali iris seperti atrofi, koreksi, dan polycoria. Konsekuensi dari perubahan ini adalah dekompensasi kornea dan glaukoma sekunder, yang mewakili penyebab paling sering dari kehilangan penglihatan pada pasien ini. 22, 24 Kornea yang dipengaruhi oleh sindrom ICE dikatakan menunjukkan perubahan endotel yang luas di awal perjalanan penyakit, sebelum manifestasi lainnya jelas secara klinis. Limfosit sering ditemukan di endotelium, yang hanya dapat ditemukan pada awal proses penyakit. Epitelisasi
lapisan
menggunakan
studi
sel
endotel
telah
imunohistokimia,
dibuktikan yang
dengan
menghasilkan
proliferasi sel pada sudut iridocorneal yang serupa dengan yang terlihat pada pertumbuhan epitel epitel dan distrofi endotel polimorf posterior. Profil iris abnormal telah dilaporkan menggunakan pemindaian OCT segmen anterior. 24
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Khan S, Shiakolas P, Mootha V. Descemet’s Stripping Automated Endothelial Keratoplasty Tissue Insertion Devices. Journal of Opthalmic and Vision Research. 2015;10(4):461-468 2. Dapena I, Ham L, Melles G. Endotelial Keratoplasty DSAEK/DSEK or DMEK – thinner or better. Curr Opin Ophthalmol. 2009;20:299-307 3. Stuart A, Mannis M, Slomovic A, Suh L. Performing DSAEK A Step by Step Guide. Diambil dari www.eyenet.org. Pada tanggal 26 Februari 2019. 4. Khor W, Kim T. Descemet’s Stripping Automated Endothelial Keratoplasty with A Donor Tissue Injection. J Cataract Refract Surg. 2014(40):17681772. 5. Dickman M, Kruit P, Remeijer L, Rooij J, Lelij A, Wijdh R, Biggelar F, et al. A Randomized Multicenter Clinical Trial of Ultrathin DSAEK. 2016. American Academy of Ophthalmology. 2016; 123:2276-2284 6. Mohebbi M, Rahmi F, Hashemian M. Effect of Venting Incisions on Graft Attachment in Descemet’s Stripping Automated Endothelial Keratoplasty. Journal of Current Ophthalmology. 2018. (30):142-146. 7. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Kornea. Dalam : Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury’s edisi 17. Jakarta. EGC. 2009 ; 125-138. 8. Sidarta I. Keratitis. Dalam : Ilmu penyakit mata edisi Kelima. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2015;152-160
16
9. Suhardjo H, Agni AN. Keratitis. Dalam : Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. 2017 ; 47-59. 10. Droutas K, Lazaridis A, Papaconstantinou D, Brouzas D, Moschos M, Schulze S, Sekundo W. Visual out come after descemet’s membrane endothelial keratoplasty versus descemet’s stripping automated endothelial keratoplasty – comparison of specific matched pairs. Cornea. 2016;35:756771. 11. Sarnicola V, Millacci Chiara, Sarnicola E, Sarnicola C, Sabatino F, Ruggiero A. Suture pull through insertion of graft donor in descement stripping automated endothelial keratoplasty : result of 4 year follow up. Taiwan Journal of Ophthalmology. 2015(5): 144-119. 12. Kanellopoulos J, Asimellis G. Ocular tissue adhesive application in DSAEK a comperative study. JOJ Ophthal. 2015;1(2):1-6. 13. Rooij J, Engel A, Remeijer L,Wubbels, Cleijnenbreugel HV. Longterm functional & anatomical functional DSAEK. Journal of Ophthalmology. 2017;1-5. 14. Hosny M, Marrie A, Sidky M, Gamal S. Result of femtosecond laser assisted DSAEK. Journal of Ophthalmology.2017;1-11. 15. Phillips PM, Phillips LJ, Muthappan V, Maloney CM, Carver CN. Experienced DSAEK surgeon’s transition to DMEK: outcome comparing the last 100 DSAEK surgeries with the first 100 DMEK surgeries
17
exclusively using previously published techniques. European Journal of Ophthalmology. 2017;36:275-279 16. Marques RE, Guerra PS, Sousa DC, Goncalves AI, Quintas AM, Rodrigues W. DMEK vs DSAEK for FUCH’ endothelial Dystrophy : a meta-analysis. European Journal of Ophthalmology. 2018 ; 1-8. 17. Uchino Y, Shimmura S, Yamaguchi T, Kawakita T, Matsumoto Y, Negishi K, Tsubota K. Comparison of corneal thickness and haze in DSAEK and penetrating keratoplasty. Cornea. 2011;30:287-290. 18. Sharma N, Maharana PK, Singhi S, Aron N, Patil M. Descemet’s stripping automated endothelial keratoplasty. Indian J Ophthalmol 2017;65:198-209. 19. Terry MA, Shamie N, Chen ES, Phillips PM, Shah AK, Hoar KL, Friend DJ. Endothelial keratoplasty for fuch dystrophy with cataract. American Academy of Ophthalmology. 2009;116:631-639. 20. Li S, Liu L, Wang W, Huang T, Zhong X, Yuan J, Liang. Efficacy and safety of descemet’s membrane endothelial keratoplasty versus descemet’s stripping endothelial keratoplasty : a systematic review and meta-analysis. PLOS ONE. 2017. 12 (12);1-21. 21. Nuzzi R, Marolo P, Tridico F. From DMEK to corneal endothelial cell therapy
:
technical
and
biological
aspects.
Journal
of
Ophthalmology.2018;1-8. 22. Feizi S. Corneal endothel cell dysfunction: etiologies and management : Therapeutic
Advanced
in
Ophthalmology.
7. doi: 10.1177/2515841418815802.
18
NCBI.
2018
Dec
23. Bahn, C. F., & Sugar, A. (1981). Endothelial physiology and intraocular lens implantation. American Intra-Ocular Implant Society Journal, 7(4), 351–364. doi:10.1016/s0146-2776(81)80035-3 24. Walkden A. Au L. Iridocorneal endothelial syndrome: clinical perspectives. Devopress Clinical Ophthlmology. 175.158.47.13 on 22-Mar2018
25. Stefan P, et al. Pseudophakic bullouskeratopathy. Romanian Jurnal of ophthalmology. 2017; 61(2):90-94
19