Referat Ca Cervik Blm Done.docx

  • Uploaded by: desmawita
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Ca Cervik Blm Done.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,747
  • Pages: 39
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan

tubuh yang tidak normal dan dapat menyerang berbagai jaringan di dalam organ tubuh, termasuk organ reproduksi perempuan yang terdiri dari payudara, uterus, ovarium, dan vagina.

Menurut World Health Organization (WHO), kanker

merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia, dengan perkiraan 14 juta kasus baru pada tahun 2012. Kanker merupakan penyakit yang serius, dimana ia merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia, dengan jumlah 8,8 juta kasus kematian pada tahun 2015. Secara global, 1 dari 6 kematian disebabkan oleh kanker.1 Salah satu kanker yang menyebabkan kesakitan dan kematian pada perempuan adalah kanker serviks. Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara, termasuk di Indonesia. Menurut WHO, pada tahun 2012 diperkirakan ada 445.000 kasus baru kanker serviks dan lebih dari 270.000 kematian akibat kanker serviks di seluruh dunia.2 Di Indonesia, diperkirakan insidensi kasus baru kanker serviks adalah sekitar 20.928 kasus pertahunnya, dan menyebabkan hingga 9.498 kematian.3 Penyebab kanker serviks belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor ekstrinsik mempunyai hubungan erat dengan kejadiannya, diantaranya adalah jarang ditemukan pada perawan, insiden tinggi pada wanita yang telah menikah, terutama pada gadis yang koitus pertama dialami pada usia amat muda (kurang dari 16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi apabila jarak persalinan amat dekat, sosioekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang ditemukan pada pasangan suami yang disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi HPV (human papilloma virus) tipe 16 dan 18 dan kebiasaan merokok.4 Beberapa gejala yang ditimbulkan pada kanker serviks antara lain adalah perdarahan melalui vagina, misalnya setelah melakukan koitus (pasca senggama),

atau perdarahan menstruasi yang lebih banyak dan lebih sering, ataupun timbul perdarahan diantara siklus menstruasi. Selain itu terdapat pula gejala keputihan, terjadi perdarahan pervaginam meskipun telah memasuki masa menopause dan timbul nyeri panggul (pelvis).4 Gejala kanker serviks yang banyak terjadi adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,8%), selanjutnya diikuti dengan keputihan (23,8%) dan nyeri panggul (15,2%).5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Sistem Reproduksi Wanita Organ reproduksi perempuan terbagi atas organ genitalia eksterna dan organ genitalia interna. Organ genitalia eksterna adalah bagian untuk sanggama, sedangkan organ genitalia interna adalah bagian untuk ovulasi, tempat pembuahan sel telur, transportasi blastokis, implantasi, dan tumbuh kembang janin.

1

Gambar 2.1. Anatomi Genitalia Eksterna Wanita Organ Genitalia Eksterna  Vulva meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia minora, klitoris, selaput darah (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar dan struktur vascular.  Mons veneris (mons pubis) adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan. Pada perempuan umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan paha.  Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil kebawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.Labia mayora analog dengan skrotum pada pria.  Labia minora (nymphae) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang diatas klitoris membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris membentuk frenulum klitoridis.

2

Ke belakang kedua bibir kecil juga bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi labia minora mengandung banyak glandula sebasea dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensistif.  Klitoris kira-kira sebesar biji kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri

atas

glans

klitoridis,

korpus

klitoridis

dan

dua

krura

yang

menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan ujung saraf, sehingga sangat sensitif.  Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan dibatas di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh perineum (fourchette).  Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara.  Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot koksigis posterior serta fasia yang menutupi kedua otot ini. Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus transverses perinea profunda, otot konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang menutupinya.

3

Gambar 2.2. Anatomi Uterus Organ Genitalia Interna  Vagina merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain, masing-masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 7-10 cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat-lipat dinamakan rugae. Di tengah-tengahnya ada bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Lipatan ini memungkinkan vagina dalam persalinan melebar sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan-lahir. Di vagina tidak didapatkan kelenjar bersekresi. Vagina dapat darah dari (1) arteri uterine, yang melalui cabangnya ke serviks dan vagina memberikan darah ke vagina bagian tengah 1/3 atas; (2) arteria vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberikan darah ke vagina bagian 1/3 tengah; (3) arteria hemoroidalis mediana dan arteria pedundus interna yang memberikan darah ke bagian 1/3 bawah.  Uterus Berbentuk advokat atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar diatas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut

4

dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri). Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri dan (3) serviks uteri.  Tuba Fallopi terdiri atas (1) pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus (2) pars ismikia, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; (3) pars ampularis, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi; dan (4) infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunya fimbria  Ovarium (indung telur) Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm (Prawirohardjo, 2010). Serviks

Serviks uteri atau biasa disebut serviks terdapat di setengah hingga sepertiga bawah uterus, berbentuk silindris, dan menghubungkan uterus dengan vagina melalui kanal endoservikal. Serviks uteri terdiri dari portio vaginalis, yaitu bagian yang menonjol ke arah vagina dan bagian supravaginal. Panjang serviks uteri kira-kira 2,5 – 3cm dan memiliki diameter 2 - 2,5cm. Pada bagian anterior 5

serviks berbatasan dengan kantung kemih. Pada bagian posterior, serviks ditutupi oleh peritoneum yang membentuk garis cul-de-sac. Bagian- bagian serviks: a. Endoserviks : sering disebut juga sebagai kanal endoserviks. b. Ektoserviks (eksoserviks) : bagian vaginal serviks c. Os Eksternal : pembukaan kanal endoserviks ke ektoserviks d. Forniks : refleksi dinding vaginal yang mengelilingi ektoserviks e. Os Internal: bagian batas atas kanal Pada serviks terdapat zona trasformasi (transformation zone ), yaitu: area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks. Terdapat 2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan uterosakral. Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari segmen bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong serviks. Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan vagina dan memanjang hingga vertebra. Serviks memiliki sistem limfatik melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral. Serviks adalah bagian inferior uterus yang struktur histologinya berbeda dari bagian lain uterus. Struktur histologi serviks terdiri dari: a. Endoserviks : Epitel selapis silindris penghasil mukus b. Serabut otot polos polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat padat (85%). c. Ektoserviks : Bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan memiliki lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi oleh sel epitel skuamos nonkeratin. Skuamokolumnar Junction Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos eksoserviks disebut taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ). Epitel serviks mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak lahir hingga usia lanjut.

Sehingga,

letak

taut

skuamokolumnar

ini

juga

berbeda

pada

perkembangannya.

6

a. Saat lahir, seluruh serviks yang “terpajan” dilapisi oleh epitel skuamos. b. Saat dewasa muda, terjadi pertumbuhan epitel silindris yang melapisi endoserviks. Epitel ini tumbuh hingga ke bawah ektoserviks, sehingga epitel silindris terpajan dan letak taut berada di bawah eksoserviks. c. Saat dewasa, dalam perkembangannya terjadi regenerasi epitel skuamos dan silindris. Sehingga epitel skuamos kembali melapisi seluruh ektoserviks dan terpajan, dan letak taut kembali ke tempat awal. Area tempat bertumbuhnya kembali epitel skuamos atau tempat antara letak taut saat lahir dan dewasa muda disebut zona transformasi. Pada perempuan setelah menopause, zona transformasi kembali berada di kanal endoserviks. Selama perkembangannya, epitel silindris penghasil mucus di endoserviks bertemu dengan epitel pipih yang melapisi eksoserviks, keseluruhan serviks yang terpajan dilapisi oleh sel pipih. Epitel silindris tidak tampak dengan mata telanjang atau secara kolposkopi. Seiring dengan waktu pada sebagian besar perempuan muda, terjadi pertumbuhan ke bawah epitel silindris dibawah eksoserviks (ektropion), sehingga SCJ terletak di bawah eksoserviks dan epitel silindris menjadi terpajan. Remodelling terus berlanjut dengan regenerasi epitel pipih dan silindris pada zona transformasi, sehingga SCJ kembali pada tempatnya dan epitel silindris tidak terpajan lagi14. Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.14

7

Gambar 2.3 Skema Pembentukan Zona Transformasi Serviks

8

2.2 Definisi Kanker serviks (karsinoma serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang terjadi pada daerah serviks uterus. Sebagian besar kanker serviks (80-90%) adalah kanker sel skuamosa, sedangkan 10-20% adalah adenokarsinoma. Selain itu, terdapat jenis histologi sel kanker serviks yang lain yaitu yang berjenis sel kecil atau small cell. Gambaran histologi small cell jarang ditemukan, namun sifatnya lebih progresif dan potensial untuk menimbulkan metastase meski dalam stadium awal bila dibandingkan dengan jenis histologi sel kanker serviks yang lain. Prognosisnya pun sangat buruk dengan angka harapan hidup selama 5 tahun pada stadium awal sebesar 31,6% - 36,4%, sedangkan untuk stadium lanjut sebesar 0% - 14%.4,7,8,9 2.3 Epidemiologi `

Kanker serviks adalah keganasan paling umum ketiga pada wanita di

seluruh dunia. Kanker serviks adalah penyebab paling umum kedua dari kematian terkait kanker pada wanita di negara berkembang. Di Amerika Serikat, angka kejadian kanker serviks invasif telah menurun selama beberapa dekade terakhir, terkait dengan penggunaan metode skrining memakai tes Pap (Pap smear).2,7 Secara internasional, lebih dari 500.000 kasus baru didiagnosis setiap tahun; dimana prevalensinya sangat bervariasi, mulai dari insiden tahunan 4.5 kasus per 100.000 di Asia Barat menjadi 34,5 per 100.000 wanita di Afrika Timur.7 Menurut WHO, pada tahun 2012 diperkirakan ada 445.000 kasus baru kanker serviks dan lebih dari 270.000 kematian akibat kanker serviks di seluruh dunia.2 Di Indonesia, diperkirakan insidensi kasus baru kanker serviks adalah sekitar 20.928 kasus pertahunnya, dan menyebabkan hingga 9.498 kematian.3 Surveilans Centers for Disease Control and Prevention (CDC) untuk kanker yang terdeteksi melalui skrining (kolon dan rektum, payudara, dan serviks) di Amerika Serikat dari tahun 2004 hingga 2006 melaporkan bahwa kejadian kanker serviks stadium akhir paling tinggi di antara wanita berusia 50-79 tahun. Namun, kanker serviks dapat didiagnosis pada wanita usia subur. Prevalensi adenokarsinoma serviks telah meningkat pada wanita di bawah usia 40 tahun. 9

Kasus-kasus ini lebih sulit dideteksi dengan skrining tes Pap, dan survival ratenya rendah karena kasus cenderung terdeteksi pada tahap akhir. Selain itu, jenis HPV

yang

menyebabkan

adenokarsinoma

berbeda

dengan

jenis

yang

menyebabkan karsinoma skuamosa. HPV 16 merupakan karsinogen yang lebih kuat daripada jenis HPV lainnya, dan ditemukan lebih sering pada wanita muda daripada yang lebih tua.7 2.4 Etiologi Penyebab terjadinya kanker serviks belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker ini, sebagai berikut: 2.4.1

Usia Kanker serviks terjadi mulai dari dekade kedua kehidupan. Setengah dari perempuan didiagnosis dengan penyakit ini adalah antara 35 - 55 tahun dan jarang mempengaruhi perempuan di bawah usia 20 tahun. Usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker

serviks

pada

usia

lanjut

merupakan

gabungan

dari

meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.4,8,9 2.4.2

Usia pertama menikah Usia

pertama

kali

menikah

atau

berhubungan

seksual

merupakan salah satu faktor yang cukup penting, karena terjadinya kanker serviks dengan masa latennya memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan seksual pertama dianggap awal dari mula proses munculnya kanker serviks. Wanita yang menikah dibawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan terjadinya kanker serviks daripada yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas.4,8,9

10

Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada selsel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang dan terjadi proses metaplasia skuamosa yang aktif yang terjadi di dalam zona transformasi. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma ataupun bahan karsinogenik.4,8,9 Metaplasia skuamosa merupakan suatu proses fisiologi, tetapi di bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona transformasi yang tidak patologik. Perubahan ini menginisiasi suatu proses neoplasia intraepitel serviks (Cervic Intraepithel Neoplasma = CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks.10,11 2.4.3

Paritas Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan risiko mendapat kanker serviks. Pada beberapa penelitian dengan metode case control didapatkan bahwa wanita yang 3 atau 4 kali partus memiliki 2,6 kali risiko untuk terkena kanker serviks, sedangkan wanita yang melahirkan lebih dari 7 memiliki risiko sebesar 3,8 kali.8,9 Alasan fisiologi adanya hubungan antara paritas dan kanker serviks sampai saat ini belum jelas, namun kemungkinan faktor hormonal pada saat kehamilan yang membuat wanita lebih peka terhadap infeksi HPV (human papilloma virus) dan trauma serviks pada saat melahirkan diduga sebagai alasannya.8,9

2.4.4

Kontrasepsi yang pernah digunakan 11

Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1,52,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker serviks karena jaringan serviks merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan.8,9 2.4.5

Berganti-ganti pasangan seksual Kebiasaan

berganti-ganti

pasangan

akan

memungkinkan

tertularnya penyakit kelamin, salah satunya HPV. Risiko terjadinya kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seks 6 atau lebih.4,8,9 2.4.6

Penyakit menular seksual (PMS) Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, diantaranya adalah HPV (human papilloma virus), HSV (herpes simplek virus), HIV (human immunodeficiency virus) dan Klamidia. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen DNA sel pejamu sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel.4,8,9 1. HPV (human papilloma virus) Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker serviks sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker serviks.4,9 Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV merupakan virus risiko rendah yang jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah

12

tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker serviks disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker serviks. Dari berbagai penelitian terdapat tiga golongan HPV yang berhubungan dengan kanker serviks, yaitu: HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11 dan jarang tipe 46 pada kanker invasif), HPV risiko sedang (HPV tipe 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58) dan HPV risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, dan 31).9 Human Papilloma Virus merupakan faktor inisiator kanker serviks. Secara seluler, mekanisme terjadinya kanker serviks berkaitan dengan siklus sel yang diekspresikan oleh HPV. Genom virus ini terdiri dari the early region (E) yang mengkode protein dan berperan pada replikasi genom, sedangkan the late region (L) berisi gen-L yang mengkode protein kapsid.9,10,12 Protein utama yang terkait dengan karsinogen adalah E6 dan E7. Protein E6 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene p53. Protein E7 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene pRb. Protein E7 akan mengikat gen Rb. Gen p53 adalah gen yang mengkode phosphoprotein inti sel dan bertindak sebagai negatif regulator dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen penekan tumor. Gen Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung jawab pada tumor retina mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen penekan tumor.9,10,12 Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier dan terpotong di antara gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV dan DNA manusia menyebabkan gen E2 tidak berfungsi, jika E2 tidak berfungsi akan merangsang E6 dan E7 berikatan dengan gen p53 dan pRb. Protein E6 dari HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-

13

dependent proteolytic pathway (E6AP), sehingga akan terjadi penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7 (oncoprotein) akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti pada protein p53. Ikatan E7 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli proliferasi sel. Siklus sel yang tidak terkontrol menyebabkan proliferasi sel melebihi batas normal sehingga berubah menjadi sel karsinoma.9,10,12

Gambar 2.4 Perjalanan Infeksi HPV menjadi Kanker Serviks Prevalensi puncak infeksi HPV dimulai pada usia sekitar 20 tahun, yaitu setelah wanita memulai aktivitas seksualnya. Kemudian

14

menjadi kondisi pre-kanker setelah 10 tahun kemudian dan mencapai fase invasif pada usia 40-50 tahun.13 2. HIV (human immunodeficiency virus) HIV merupakan virus penyebab AIDS (acquired immue odeficiency syndrome) yang merusak system kekebalan tubuh dan pada wanita meningkatkan risiko terjadinya infeksi HPV. Dengan kata lain, wanita yang terkena AIDS akan meningkatkan risiko kanker serviks. Sistem imun berfungsi penting dalam menghancurkan sel kanker dan memperlambat pertumbuhan dan penyebarannya. Pada wanita dengan HIV, pre kanker serviks lebih cepat berkembang menjadi kanker invasif dibanding wanita non HIV.4,6 3. Klamidia Klamidia merupakan bakteri yang dapat menginfeksi sistem reproduksi. Bakteri ini dapat menyebar melalui kontak seksual. Infeksi Klamidia dapat menyebabkan terjadinya infeksi pelvis yang mengakibatkan infertil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang pernah dan baru terinfeksi Klamidia berdasarkan pemeriksaan tes darah memiliki risiko yang tinggi terhadap kanker serviks. Infeksi Klamidia sering tidak menyebabkan gejala apapun, sehingga wanita tidak tahu jika telah terinfeksi bakteri tersebut.6 2.4.7

Pasangan suami yang tidak sirkumsisi Beberapa penelitian mengatakan bahwa pria yang sudah disirkumsisi akan menurunkan risiko terjadinya infeksi HIV, HSV-2 dan HPV, selain itu juga menurunkan risiko terjadinya trikomoniasis dan vaginosis bakterial pada pasangan wanitanya.4,11 Sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis (preputium). Pria yang belum disirkumsisi, ketika melakukan hubungan seksual akan mengakibatkan terjadinya retraksi preputium sehingga paparan mukosanya mengenai langsung vagina ataupun cairan serviks. Padahal rongga pada preputium kondisinya lembab, sehingga menjadi tempat

15

yang baik bagi pertumbuhan HPV dan HSV-2, sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi.11 2.4.8

Merokok Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap

sebagai

menghasilkan

rokok/sigaret

polycyclic

atau

aromatic

dikunyah. hydrocarbon

Asap

rokok

heterocyclic

nitrosamines. Pada wanita perokok, konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Risiko wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok.8,9. 2.5 Patologi Kanker Mekanisme pembentukan neoplasma atau tumor ganas disebut dengan karsinogenesis. Karsinogenesis merupakan suatu proses multi-tahap. Proses transformasi sel normal menjadi sel ganas melalui displasi terjadi melalui mekanisme yang sangat rumit, tetapi secara umum mekanisme karsinogenesis ini terjadi melalui empat yaitu: 1. Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat irreversible, dimana gen pada sel normal bertransformasi menjadi malignan. DNA dirusak oleh zat-zat inisiator seperti radiasi dan radikal bebas dapat mengganggu proses reparasi normal, sehingga terjadi mutasi DNA dengan kelainan pada kromosomnya. Kerusakan DNA ini diturunkan pada anak-anak sel dan seterusnya. Tahap inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa hari. 2. Tahap Promosi. Pada proses proliferasi sel terjadi pengulangan siklus sel tanpa hambatan dan secara continue terus mengulang. Diteruskan dengan proses metastasis dimana penyebab utama dari kenaikan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan keganasan. Dalam berlangsungnya proses ini melibatkan interaksi kompleks, tidak hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri,

16

namun matriks ekstraseluler, membran basal, reseptor endotel serta respon kekebalan host yang berpartisipasi. Mekanisme metastasis merupakan indikasi bahwa mekanisme pertahanan pasien kanker gagal untuk mengatasi dan memblokir

penyebaran

sel

kanker.

Setelah

itu

terjadi

lagi

proses

neoangiogenesis. 3. Tahap angiogenesis Tahap angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Angiogenesis juga terlibat dalam proses penyembuhan, seperti pembentukan jaringan baru setelah cidera. Angiogenesis juga merupakan tahap yang sangat penting dalam karsiogenesis atau pertumbuhan sel kanker sehingga terjadi perkembangan sel kanker yang tidak terkendali dan bersifat ganas. Angiogenesis dapat berkembang menjadi sesuatu yang bersifat patologis dan berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit kulit dan penyakit mata. Kondisi patologi angiogenesis ini diawali oleh pembentukkan pembuluh darah baru dan penghancuran sel normal yang ada di sekitarnya. Berbeda dangan angiogenesis fisiologis, angiogenesis patologi ini dapat berlangsung lama sampai beberapa tahun dan biasanya berhubungan dengan beberapa gejala klinis. 4. Tahap Progresif Pada tahap progresif gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada tahap progresi ini timbul perubahan benigna menjadi pra-malignan dan malignan. Metastasis kanker terjadi akibat penyebaran sel kanker utama dan terjadi pembentukan tumor di tempat baru yang jauh dari sel kanker utama. Pada awalnya kanker primer harus memiliki akses ke sirkulasi, baik melalui pembuluh darah maupun sistim limfatik, setelah sel kanker mampu menembus saluran tersebut, sel kanker harus mampu bertahan hidup dan pada akhirnya sel kanker tersebut akan menyebar ke organ dan membentuk jaringan baru. Selanjutnya sel kanker harus bisa memulai pertumbuhan jaringan baru dengan membentuk vaskularisasi baru untuk suplay oksigen dan nutrisi.

17

Gen penekan tumor TP53 (dulu P53) adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi dan tidak dapat di klasifikasikan dengan mudah ke dalam kelompok fungsional tertentu yang serupa dengan gen lain. TP53 dapat menimbulkan efek anti proliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis. secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stress, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stress dapat memicu jalur respons TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai, dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respons kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom. TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stress memiliki waktu paruh yang pendek (20 18

menit). Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2, suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi

pascatranskripsi

yang

membebaskannya

dari

MDM2

dan

meningkatkan waktu-paruhnya. Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai suatu faktor transkripsi. Sudah ditemukan lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori umum-gen yang menyebabkan penghentian siklus sel dan gen yang menyebabkan apoptosis. Penghentian siklus sel yang diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respons primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada akhir fase G1 dan disebabkan terutama oleh transkripsi CDK1 dependenTP53 CDKN1A(p21). Gen CDKN1A, seperti telah dijelaskan, menghambat kompleks siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel dapat masuk ke fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena “member napas” bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses dengan menginduksi protein tertentu, seperti GADD45( penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA), yang membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan ( upregulate ) transkripsi MDM2, yang kemudian menkan (down regulate) TP53, sehingga hambatan terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki, Universitas Sumatera Utara TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur” dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu gen pencetus seperti BAX. Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak diketahui dan membantu perbaikan DNA dengan menyebabkan penghentian G1 dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut “pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-arah menuju transformasi keganasan. 2.6 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks

19

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS).

Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif.

20

CIN I

: displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas), dimana sel abnormal terbatas pada sepertiga luar lapisan permukaan yang melapisi serviks. termasuk didalamnya adalah perubahan sel yang disebabkan oleh

CIN II

virus HPV. : displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas), dimana sel abnormal menempati setengah dari

CIN III

lapisan permukaan serviks. : kanker in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar) dan kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya), dimana keseluruhan lapisan epitel tersusun oleh sel abnormal namun belum menyebar ke bawah permukaan.

Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 - 35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki,

21

menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan. 2.7 Histopatologi Kanker Serviks

Gambar 2.5 Squamous cell carcinoma

Gambar 2.6 Adenocarcinoma

22

Gabar 2.7 Small cell carcinoma Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari selsel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mucus. Prognosis dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell carcinoma, namun prognosis paling buruk adalah small cell carcinoma.

23

2.8 Manifestasi Klinis Kanker Serviks Pada stadium dini kanker serviks tidak menunjukkan gejala yang khas atau bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga sulit diketahui. Beberapa tanda dan gejala pada kanker serviks antara lain keputihan, perdarahan vagina yang abnormal, nyeri, anemia dan lain-lain. Pada stadium lanjut baru terlihat tandatanda yang lebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.4,9 Keputihan merupakan keluarnya cairan mukus yang encer, yang keluar dari vagina makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Sedangkan perdarahan timbul sebagai akibat terbukanya pembuluh darah yang makin lama akan lebih sering terjadi. Perdarahan ini dapat terjadi setelah coitus, dicurigai terjadi pada menstruasi yang lama dan banyak dan dapat pula terjadi pada wanita menopause. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat stadium lanjut, terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.4,9 Gejala klinis lain pada kanker serviks yaitu nyeri, rasa nyeri timbul akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Rasa nyeri daerah pelvis dirasakan di perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif, sering dimulai dengan low back pain di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan tungkai bawah. Dapat pula terjadi nyeri pada saat BAK (buang air kecil) atau BAB (buang air besar). Anemia juga dapat terjadi karena adanya perdarahan pervaginam yang berulang. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum), kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total, atau timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.4,9 Berdasarkan dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan: a) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak

24

b) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. Pemeriksaan in spekulo: a) Adanya portio ulseratif b) Adanya fluor albus c) Muncunya darah jika lesi tersentuh (lesi rapuh) d) Terdapat gambaran seperti bunga kol pada stadium lanjut Pemeriksaan bimanual: a) Adanya fluor albus b) Adanya massa benjolan ataupun erosi ataupun ulkus pada portio uteri.4,9 2.9 Stadium Klinik Kanker Serviks

Gambar 2.8 Stadium Klinis Kanker Serviks8

Tabel 1: Stadium Klinik Kanker Serviks Menurut FIGO 20004,8,9

25

Stadium 0 I IA1

Kriteria Lesi belum menembus membrane basalis Lesi tumor masih terbatas di serviks Lesi telah menembus membrane basalis kurang dari 3

IA2

mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm Lesi telah menembus membrane basalis > 3mm tetapi <

IB1

5 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4

IB2

mm Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4

II

mm Lesi telah keluar serviks (meluas ke parametrium dan

IIA IIB

sepertiga proksimal vagina) Lesi telah meluas ke sepertiga vagina proksimal Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai

III

dinding panggul Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium

IIIA

dan atau sepertiga vagina distal) Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal/bawah

IIIB IV IVA

Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding pangul Lesi menyebar keluar dari organ genitalia Lesi meluas keluar rongga panggul, dan atau menyebar

IVB

ke mukosa vesika urinaria Lesi meluas ke mukosa rectum, dan atau meluas ke organ jauh

2.10

Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Serviks

26

Deteksi dini yang dapat dilakukan adalah: 1.

Pemeriksaan Sitologi (Pap Smear) Pemeriksaan ini dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap). Pap smear dapat mendeteksi lesi secara dini dengan tingkat ketelitian sampai 90% pada kasus kanker serviks, akibatnya angka kematian akibat kanker serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.4,6,8 Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut14 : a. Normal b. CIN I : displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas), dimana sel abnormal terbatas pada sepertiga luar lapisan permukaan yang melapisi serviks. termasuk didalamnya adalah perubahan sel yang disebabkan oleh c. CIN II

virus HPV. : displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas), dimana sel abnormal menempati setengah dari

d. CIN III

lapisan permukaan serviks. : kanker in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar) dan kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya), dimana keseluruhan lapisan epitel tersusun oleh sel abnormal namun belum menyebar ke bawah permukaan.

27

2.

Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) IVA merupakan pemeriksaan skrining alternative dari Papsmear karena murah dan praktis, sangat mudah dilakukan dengan peralatan sederhana. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Zat ini akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler epitel abnormal. Cairan ekstraseluler hipertonik ini akan menarik cairan intraseluler sehingga membrane akan kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Akibatnya jika permukaan epitel disinari maka sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma namun akan dipantulkan dan permukaan epitel abnormal akan berwarna putih.4,6 Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan juga akan berwarna putih setelah pengusapan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang, ini yang membedakannya dengan proses pra-kanker dimana epitel putih lebih tajam dan lebih lama

28

menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein yang lebih banyak.4,6 Makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula makin makin tajam batasnya, makin tinggi derajat jaringannya, sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia). Dibutuhkan satu sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan hilang setelah sekitar 50-60 detik. Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih namun dikatakan suatu leukoplakia.4,6

3.

Tes VILI (Inspeksi Visual Lugol Iodin) Pada tes ini digunakan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 10 ml). Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya

29

akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning. 4.

Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture) Tes HPV digunakan untuk mencari keberadaan DNA atau RNA dari tipe HPV risiko tinggi pada sel leher rahim. Tes-tes ini kadang-kadang dapat mendeteksi infeksi HPV sebelum kelainan sel yang jelas. Tes yang paling umum mendeteksi DNA dari tipe HPV risiko tinggi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi jenis tertentu atau jenis yang hadir. Tes lain adalah spesifik untuk DNA dari HPV tipe 16 dan 18, dua jenis yang menyebabkan sebagian besar kanker terkait HPV. Tes ketiga dapat mendeteksi DNA dari beberapa tipe HPV risiko tinggi dan dapat menunjukkan apakah HPV-16 atau HPV-18 hadir. Sebuah tes keempat mendeteksi RNA dari tipe HPV risiko tinggi yang paling umum Sedangkan metode diagnostik yang bisa dilakukan adalah:

1. Biopsi Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.4,6,8 Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika squamocolumnar junction (SCJ) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SCJ tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%. 4,6,8 2. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-15x, untuk menampilkan porsio dipulas terlebih dahulu dengan asam asetat 3-5%. Pada porsio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan corakan pembuluh darah.4,6,8 3.

Konisasi

30

Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, konisasi harus dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi atau dapat pula dengan menggunakan tes Schiller. Pada tes ini digunakan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 10 ml). Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.6,8 Konisasi diagnostic dilakukan pada keadaan dimana proses dicurigai berada di endoserviks rahim, lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi, diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsi, dan jika terdapat kesenjangan hasil sitologi dan histopatologik.6,8 2.11Penatalaksanaan Kanker Serviks 2.11.1

Pencegahan Kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan

menghindari faktor-faktor penyebab kanker. Pencegahan kanker didefinisikan

sebagai

pengidentifikasian

faktor-faktor

yang

menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebabsebab ini tidak efektif dengan cara-cara apapun yang mungkin.11 Pencegahan kanker serviks dapat berupa pencegahan primer sekunder

maupun

tersier.

Pencegahan

primer

merujuk

pada

kegiatan/langkah yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk menghindarkan diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan tumbuhnya kanker. Pencegahan primer ini dapat berupa11 : 1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. 2. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat kelamin dan tidak merokok. Vaksin HPV

31

Dewasa ini, vaksin terhadap infeksi HPV juga telah ditemukan dan terus dikembangkan. Penggunaan vaksin dalam mencegah kanker serviks berdasarkan 99% penyebab kanker serviks adalah infeksi HPV menetap. Vaksin HPV merupakan vaksin kedua di dunia yang dapat mencegah kanker, setelah vaksin Hepatitis B yang dapat mencegah kanker hati. Pengembangan vaksin HPV saat ini lebih menitikberatkan pada teknologi rekombinan DNA VLP (Viral Like Particle Vaccines) yang dibentuk dari protein virus. Tujuan utama vaksin HPV saat ini adalah melindungi manusia terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18, dan telah dipikirkan untuk mengembangkan vaksin HPV untuk HPV tipe lainnya seperti 45, 31, 33, 52, 58, dan seterusnya.11 Data tentang percobaan tentang HPV vaksin ditunjukkan bahwa kadar antibodi menurun setelah mencapai puncaknya setelah imunisasi dan

kemudian

menetap

(plateau),

tetapi

masih

lebih

tinggi

dibandingkan dengan respons kekebalan tubuh yang timbul pada infeksialami dari virus HPV dan kadar tersebut menetap pada 48 bulan setelah vaksinasi. Infeksi HPV bisa terjadi berulang setelah beberapa tahun dan resiko mendapat infeksi baru sangat bergantung pada perilaku seksual dari individu tersebut. Oleh karena itu, natural booster pada individu yang telah mendapat vaksin dan kemudian mendapat paparan terhadap infeksi virus HPV setelah masa perlindungan vaksin belum bisa dibuktikan. Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun, yaitu setelah menstruasi. Berdasarkan pustaka vaksin dapat diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun. Paling efektif di usia 25 – 45 tahun. Infeksi HPV yang menyerang organ genetalia biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, dan imunisasi diberikan untuk melakukan perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus tersebut. Selain itu vaksin diberikan pada usia tersebut 32

maka respon kekebalan tubuh yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah pubertas, baik pada wanita maupun pada pria. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harvard Medical School, vaksinasi pada pria belum menghasilkan efektifitas yang memuaskan. Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi

respon

antibodi.

Bila

respon

antibodi

rendah

dan

tidakmempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Infeksi HPV yang menyerang organ genitalis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan, dan imunisasi diberikan untuk melakukan perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus tersebut. Sebagai target populasi dari imunisasi ini adalah wanita sebelum puber dan usia remaja. Hal ini disebabkan pada usia –usia tersebut dimulainya aktivitas seksual seseorang. Sebaiknya vaksinasi secara rutin diberikan untuk wanita umur 11 – 12 dengan dosis pemberian. Serial vaksinbisa dimulai saat wanita tersebut berumur 9 tahun. Selain itu vaksin juga direkomendasikan untuk diberikan pada umur 13 – 26 tahun yang tidak mendapat pengulangan vaksin atau tidak mendapatkan vaksin secara lengkap. Idealnya vaksin diberikan sebelum usia yang rentan kontak dengan HPV yaitu wanita yang akan memasuki usia seksual aktif sehingga wanita yang mendapat vaksinasi tersebut bisa merasakan keuntungan dari pemberian vaksin. Selain itu apabila vaksin siberikan pada usia tersebut, respons kekebalan tubuh yang

33

dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah pubertas. Pencegahan sekunder diterapkan dengan pengidentifikasian kelompok populasi berisiko tinggi terhadap kanker, skrining populasi tertentu, deteksi dini kanker pada individu yang tidak bergejala (asimtomatik)

dan

pengubahan

perilaku

manusia

sehingga

kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Skrining ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan pap smear pada wanita diatas usia 25 tahun, telah menikah dan sudah mempunyai anak.11 Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan yang relatif murah. Di beberapa negara maju yang telah melakukan program skrining penyakit kanker serviks dalam upaya menemukan penyakit pada tingkat prakanker, dapat menurunkan kematian sampai lebih dari 50%.11 Pencegahan tersier ditujukan pada seseorang yang telah positif menderita kanker serviks dan menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan. Sehingga perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan atau fungsi organ yang cacat, supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks pasca menjalani operasi contohnya yaitu dengan melakukan gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat kemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali.11 2.11.2 Pengobatan

34

Kanker serviks dapat ditangani dengan pembedahan, terapi radiasi atau kemoterapi. Penentuan terapi yang digunakan berdasarkan stadium, ukuran dan lokasi kanker, usia dan kondisi kesehatan pasien. Terapi kanker serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik. Pengobatan pada kanker serviks dapat berupa: 1. Pembedahan Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun

paliatif.

Kuratif

adalah

tindakan

yang

langsung

menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Pembedahan dipilih hanya untuk kanker serviks stadium I sampai IIA. 4,8,9 Ada beberapa macam bentuk terapi bedah, antara lain: a) radical trachelectomy, merupakan suatu cara pembedahan dimana serviks, sebagian vagina dan limfonodi pelvis diangkat. Pembedahan ini ditujukan untuk tumor yang kecil dan pada pasien kanker serviks yang ingin memiliki keturunan lagi; b) total hysterectomy, dilakukan pengangkatan uterus dan serviks; c) radical hysterectomy, dilakukan pengangkatan serviks, beberapa jaringan disekitar serviks, uterus dan sebagian vagina. Pembedahan secara radikal dan total histerektomi harus diikuti dengan pengangkatan jaringan tuba dan ovarium yang dikenal

sebagai

salpingo-oophorectomy,

dan

pengangkatan

limfonodi yang berada didekat tumor. 4,8,9 2. Terapi penyinaran (radioterapi) Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar

berenergi

tinggi

untuk

merusak

sel-sel

kanker

dan

menghentikan pertumbuhannya.24 Terdapat dua macam terapi penyinaran untuk kanker serviks, yaitu: a) terapi radiasi eksternal, dilakukan sebanyak lima kali dalam seminggu (sekali dalam sehari) selama 6 minggu, b) terapi radiasi internal (brachytherapy), terapi ini dilakukan dengan menempatkan kapsul radioaktif di vagina atau

35

dekat serviks. terapi ini dapat diulang dua kali atau lebih selama beberapa minggu. 4,8,9 3. Kemoterapi Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka dianjurkan menjalani kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.4,8,9 4. Terapi biologis Terapi biologi berguna untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.4,8,9 2.12 Prognosis Prognosis kanker serviks tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik tumor. Biasanya penyakit ini ditemukan dalam stadium lanjut, maka angka harapan hidupnya tidak seberapa baik. Harapan hidup selama 5 tahun pada pasien kanker serviks yaitu 100% pada stadium prainvasif, 90% pada stadium I, 82% pada stadium II, 35% pada stadium III dan 10% pada stadium IV.8,14 Pasien kanker serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.4,8,14

36

DAFTAR PUSTAKA 1. WHO (Februari, 2017). Cancer factsheet (online). Diperoleh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/ tanggal 23 Oktober 2018. 2. WHO (Juni, 2016). HPV and Cervical cancer factsheet. Diperoleh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs380/en/ tanggal 23 Oktober 2018. 3. ICO Information Centre on HPV and Cancer (2016). Indonesia – Human papillomavirus and related cancers, factsheet 2016. Barcelona: pengarang. 4. Kampono, N. (2011). Kanker Ganas Alat genital dalam Ilmu Kandungan Sarwono, edisi ketiga (Ed: M. Anwar, A. Baziad, R. P. Prabowo). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 5. Aziz, N., & Yousfani, S. (2013). Pattern of presentation of cervical carcinoma at Nuclear Institute of Medicine and Radiotherapy, Pakistan. Pak J Med Sci, 29 (3): 814-817. 6. American Cancer Society. (2016). Cervical Cancer Overview. 7. Boardman, C. (2014). Cervical Cancer Clinical Presentation. Dipetik December 1,

2015,

dari

Cervical

Cancer

Clinical

Presentation:

http://emedicine.medscape.com/article/253513-clinical#b3

37

8. Cunningham, F. (2007). Williams Ginekolog. Jakarta: EGC 9. Gibbs, R. S., Karlan, B. Y., Haney, A. F., & Nygaard, I. E. (2008). Cervical Cancer. In Danforth’s Obstetry and Gynecology, 10th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 10. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam : Prasetyo A, Pendit BU, Priliono T, editor. Buku Ajar Patologi Volume 1. Edisi 7. Jakarta : EGC; 2007. h. 186-230. 11. Pradipta, B., & S. Saleha. (2007). Penggunaan vaksin HPV dalam Pencegahan Kanker Serviks. Majalah Kedokteran Indonesia 57 (11): 391396. 12. Prayitno A, Darmawan R, Yuliadi I, Mudigdo A. Ekspresi Protein p53, Rb, dan

c-myc

pada

Kanker

Serviks

Uteri

dengan

Pengecatan

Imunohistokimia. Biodiversitas. Surakarta: Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD dr. Muwardi Surakarta; 2005. 6: 157-159. 13. Schiffman M, Castle PE. The Promise of Global Cervical Cancer Prevention. The New England Journal of Medicine; 2005. 353: 2102-2103. 14. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam : Hartanto H.,Darmaniah N., Wulandari N., editor. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC; 2007. h. 765-766.

38

Related Documents

Referat Ca Mammae.docx
November 2019 4
Blm 2.5.1
November 2019 40
Blm Terjemah.docx
December 2019 39
Blm Selesaai.docx
December 2019 36

More Documents from "Helmy Fergiawan"