2 Referat Ca Paru Dan Ca Mediastinum.docx

  • Uploaded by: anisa
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2 Referat Ca Paru Dan Ca Mediastinum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,163
  • Pages: 78
BAB I PENDAHULUAN

Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit keganasan yang bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel kanker merusak sel lain. Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah thoraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thoraks. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proses penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti 1

karsinoma metastatik dan banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat daripada mediastinum. Di dalam mediastinum terdapat banyak macam kelainan kongenital dan pembengkakan. Karena pertumbuhannya yang sering lambat tumor mediastinum biasanya lambat memberikan keluhan mekanik. Keluhan ini kemudian menimbulkan kecurigaan akan malignancy. Dari tumor mediastinum yang memberikan gejala, setengahnya adalah maligna. Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah benigna. Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum telah dimungkinkan

dengan

peningkatan

penggunaan

rontgen

dada,

tomografi

komputerisasi (CT Scan), teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance imaging (MRI), serta telah memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi mediastinum. Bersama dengan kemajuan dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam anestesi, kemoterapi, immunoterapi, dan terapi radiasi telah meningkatkan kelangsungan hidup serta memperbaiki kualitas hidup.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mediastinum Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang dibatasi di lateral oleh pleura mediastinalis, di anterior oleh sternum dan di posterior oleh kolumna vertebralis. Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk thoraks di superior (Sabiston, 1994). Mediastinum secara klasik dibagi ke dalam empat bagian. Mediastinum superior dipisahkan dari mediastinum inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus sterni ke ruang intervertrebalis keempat. Kavitas perikardialis membagi lebih lanjut mediastinum inferior menjadi mediastinum anterior, media dan posterior. Penggunaan pembagian ini telah berhasil dalam membedakan lesi di dalam mediastinum, karena lokasi khas banyak neoplasma di dalam mediastinum (Sabiston,1994). 2.1.1 Pembagian Mediastinum Berdasarkan Letak Topograpi Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang berbeda dapat membantu secara praktis proses penegakan diagnosis, sedangkan pendekatan dengan orientasi sistem mempermudah pemahaman patogenesis proses patologi di mediastinum. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003), secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting : 3

a. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra thorakal ke-V dan bagian bawah sternum. b. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di depan jantung. c.

Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke

diafragma di belakang jantung. d. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

(Gambar 2.1 Topograpi mediastinum) dan (Gambar 2.2 Letak topograpi mediastinum secara radiologi)

Bagian mediastinum superior meliputi : 1) Pembuluh darah besar ( Vena dan Arteri ) a) Vena cava superior b) Vena bracheocepalic

4

c) Batang paru d) Lengkungan aorta 2) Saluran dada 3) Trakhea 4) Esofagus 5) Thymus 6) Nervus a) Nervus vagus b) Saraf recurrent laryngeal kiri c) Saraf frenikus (phrenic nerve) Bagian mediastinum inferior meliputi : Anterior terdiri dari : 1)

Thymus Gland (kelenjar timus)

2)

Lymph nodes (kelenjar getah bening)

3)

Lemak

Bagian medial (tengah) mediastinum meliputi : 1)

Jantung

2)

Perikardium

3)

Phrenic nervus (saraf frenikus)

4)

Main bronchi (bronchus utama)

Bagian mediastinum posterior meliputi : 1)

Esofagus 5

2)

Aorta thorakal

3)

Vena azigus

4)

Nervus vagus

5)

Batang saraf simpatik

6)

Thorakal

Gambar 2.3 Anatomi mediastinum 2.2 Anatomi Paru Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Paru-paru terdiri dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas terutama digerakkan oleh otot diafragma (otot yang terletak antara dada dan perut). Saat menghirup udara, otot diafragma akan mendatar, ruang yang menampung paru-paru akan meluas. Begitu pula

6

sebaliknya, saat menghembuskan udara, diafragma akan mengerut dan paru-paru akan mengempis mengeluarkan udara. Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum. Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralis masingmasing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonalis. Setiap paru-paru memiliki : a. Apeks : tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas clavicula. b. Permukaan costo-vertebral : menempel pada bagian dalam dinding dada. c. Permukaan mediastinal : menempel pada pericardium dan jantung. d. Basis pulmonis : terletak pada diafragma. Batas-batas paru : a. Apeks : atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula. b. Atas : dari clavicula sampai dengan costae II depan. c. Tengah : dari costae II sampai dengan costae IV. d. Bawah : dari costae IV sampai dengan diafragma. 2.2.1 Pulmo Dextra/Paru Kanan Pulmo dextra sedikit lebih besar dari pulmo sinistra dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis, pulmo dextra menjadi tiga lobus :

7

lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apeks pulmo. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissure obliqua pada linea axillaris media. Pulmo dextra mempunyai sepuluh segmen, yaitu tiga buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan lima buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobules. Diantara lobules satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah bening, dan saraf. Dalam tiap lobules terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobules, bronkiolus ini bercabangcabang yang disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3mm. Segmen pulmo dextra : a. Lobus superior : -

Segmen apicale

-

Segmen posterior

-

Segmen anterior

b. Lobus medius : -

Segmen lateral

8

-

Segmen medial

c. Lobus inferior : -

Segmen superior

-

Segmen mediobasal

-

Segmen anterobasal

-

Segmen laterobasal

-

Segmen posterobasal

Hilus pulmonalis dextra terdiri dari : a. A. Pulmonalis dextra b. Bronchus principales dextra : bronchus lobaris superior, medius dan inferior c. Vv. Pulmonalis dextra d. Nodule lymphideus 2.2.2 Pulmo Sinistra/Paru Kiri Pulmo sinistra dibagi oleh fissure oblique dengan cara yang sama menjadi dua lobus : lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinistra tidak ada fissure horizontalis. Segmen pulmo sinistra : a. Lobus superior : -

Segmen apicoposterior

-

Segmen anterior

9

-

Segmen lingual superior

-

Segmen lingual inferior

b. Lobus inferior : -

Segmen superior

-

Segmen antero medial basal

-

Segmen laterobasal

-

Segmen posterobasal

Hilus pulmo sinistra : a. A. pulmonalis sinistra b. Bronchus principales sinistra c. Vv. Pumonalis sinistra d. Noduli lymphoideus Pada pulmo sinistra terdapat incisura cardiac yang merupakan lengkung untuk jantung (cardiac notch) dan impression cardiac yang lebih besar, karena 2/3 jantung terletak di pulmo sinistra.

10

Gambar 2.4 Lobus Paru Dextra dan Sinistra

Gambar 2.5 Segmen Paru Dextra dan Sinistra

11

(Gambar 2.6 Batas-batas Paru) dan (Gambar 2.7 Gambaran Radiologi Paru Normal) 2.2.3 Bronkus Bronkus terbentuk dari belahan dua trakhea pada ketinggian kira-kira vertebrata thorakalis ke-V, mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus Terdiri dari : •

Bronkus Principalis



Bronkus Lobaris



Bronkus Segmentalis

Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang

12

dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

Gambar 2.7 Pembagian Bronkus 2.2.4 Alveolus Alveolus

yaitu

tempat

pertukaran

gas

asinus

terdiri

dari

bronkhiolusrespiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trakhea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori Kohn.

13

Gambar 2.8 Struktur Alveoli 2.3 Tumor Paru 2.3.1. Definisi Tumor Paru Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar). Tumor paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru. Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen.. Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas.

14

2.3.2. Etiologi Tumor Paru Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru : a. Merokok Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang definitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor. b. Radiasi Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50% meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif. c. Kanker paru akibat kerja Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja

15

pemecah hematite (paru-paru hematite) dan orang-orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. d. Polusi udara Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. e. Genetik Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni proton oncogen, tumor suppressor gene, gene encoding enzyme. f. Diet Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. 2.3.3 Patofisiologi Tumor Paru Dari

etiologi

yang

menyerang

percabangan

segmen/sub

bronkus

menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di

16

bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dyspneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke strukturstruktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, dan tulang rangka. Intiation agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama mingguan sampai tahunan. Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma mempunyai prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.

17

2.3.4. Klasifikasi Tumor Paru a. Tumor Jinak Paru Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru, biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh lambat sekali. Tumor jinak paru yang sering dijumpai adalah hamartoma. Jenis tumor jinak lain yang lebih jarang dijumpai adalah fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, tumor neurogenik, papiloma, leiomiofibroma, dan lain-lain. Hamartoma merupakan tumor jinak paru yang pertambahan besarnya berlangsung dengan sangat lambat. Tumor ini jarang didapati pada anak-anak, biasanya di atas umur 40 tahun. Sebagian besar (90%) ditemukan di perifer paru dan sebagian lagi di sentral (endobronkial) dan sering terdapat di beberapa bagian paru (multiple). Bentuk tumor bulat atau bergelombang (globulated) dengan batas yang tegas. Biasanya ukuran kurang dari 4 cm dan sering mengandung kalsifikasi berbentuk bercak-bercak garis atau gambaran popcorn. Kalsifikasi ini akan bertambah dengan bertambah besarnya tumor. Pembentukan kavitas tidak pernah terjadi.

18

Gambar 2.9 Hamartoma pada foto thoraks b. Tumor Ganas Paru Tumor ganas paru meliputi semua keganasan mengenai paru, baik berasal dari paru sendiri maupun dari tempat lain yang bermetastasis ke paru. Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC). a. Small Cell Lung Cancer (SCLC) Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20% dari total kejadian kanker paru. Namun jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif.

19

Apabila tidak segera mendapat perlakuan maka hanya dapat bertahan 2 sampai 4 bulan. b. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) Kejadian kanker paru jenis NSCLC ini berkisar 80% dari total kejadian kanker paru. Secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu : a. Adenocarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%). b. Karsinoma Sel Skuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 – 30%. c. Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 – 15%. Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (70 – 80%) sudah dalam stadium lanjut III – IV. Klasifikasi tumor ganas paru menurut Leebow yaitu : I.

Tumor ganas epitelial (Primary malignant epithelial tumours) A. Karsinoma bronkogen 1. Epidermoid (squamous cell ca) : 45-60%. 2. Adenokarsinoma : 15%. 3. Karsinoma anaplastik : 30%. 4. Campuran (mixed). B. Karsinoma

bronkiolar

(Alveolar

cell

carsinoma/Pulmonary

adenomatosis) C. Adenoma bronkial II. Sarkoma A. Differentiatedspindle cell sarcoma 20

B. Differentiatedsarcoma C. Limfosarkoma primer III. Mixed epithelial and sarcomatous tumor (Carcinosarcoma) IV. Neoplasma asal sistem retikuloendotelial (RES) dalam paru V. Metastasis pada paru Sebagian besar (45-60%) tumor ganas paru termasuk karsinoma bronkogen adalah jenis epidermoid. Agaknya insiden karsinoma paru mempunyai kecenderungan meningkat, mungkin berhubungan dengan meningkatnya polusi udara dan mental stress yang sering dihubung-hubungkan. Salah satu pendekatan diagnosis dini adalah pemeriksaan radiologis. Dikatakan karsinoma epidermoid ditemukan terutama pada laki-laki dengan rasio 10-20 banding 1 dengan golongan umur terbanyak pada 60 tahun. Karsinoma epidermoid dapat mengalami nekrosis dan membentuk kavitas, dimana tumor ini dapat menjalar melalui hematogen pada stadium lanjut. Adenokarsinoma lebih sering ditemukan pada wanita dan letaknya sering di perifer paru, kadang-kadang di sentral, perkembangan jenis tumor ini cepat dan cepat bermetastasis melalui hematogen atau limfogen. Karsinoma anaplastik sering ditemukan sentral dengan pembesaran kelenjar hilus dan metastasis melalui saluran limfe, oleh karena itu sering dianggap suatu limfosarkoma. Jenis ini jarang mengalami nekrosis dan membentuk kavitas.

21

Karsinoma sel alveolar bersifat multilokal tetapi beberapa penyelidik menganggap fokus tunggal (single focus) dengan cepat menjalar secara limfogen. Ada 2 bentuk yaitu : 1.

Bentuk noduler.

2.

Bentuk difus yang secara radiologik menyerupai konsolidasi pneumonia.

Adenoma bronkial digolongkan ke dalam tumor ganas karena bermetastasis secara limfogen, tetapi prognosisnya lebih baik dibanding tumor ganas paru lain meskipun pada operasi sudah ditemukan metastasis ke kelenjar hilus. Tumor ini terjadi pada umur relatif muda dan frekuensi pada wanita lebih daripada laki-laki (five years survival rate 90% atau lebih).

Tabel 2.1 Staging Lung Cancer

22

Keterangan Tabel 2.1 : T = Tumor T1 : Tumor dengan ukuran kurang dari 3 cm T2 : Tumor dengan ukuran dan perluasan, sebagai berikut : a. Ukuran lebih dari 3 cm b. Melibatkan bronkus utama yang letaknya sampai 2 cm dari distal karina. c. Perluasan ke pleura viseral d. Perluasan ke hilus T3 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi : a. Tumor menginvasi dinding thorax, diafragma, pleura mediastinalis b. Tumor di dalam bronchus primarius, maksimal 2 cm distal dari carina (tetapi tanpa melibatkan carina) c. Tumor disertai dengan atelektasis atau obstruktif pneumonitis pada seluruh paru T4 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi : a. Tumor menginvasi mediastinum, cor, pembuluh darah besar, trachea, esophagus, corpus vertebra, atau carina b. Tumor dengan efusi pleura dan efusi pericard maligna c. Tumor dengan nodul satelit tumor yang masih dalam satu lobus pulmo ipsilateral N = Status limfonodi regional, meliputi : N0 : Tidak ada metastasis limfonodi regional 23

N1: Metastasis di limfonodi regional atau hilar atau limfonodi intrapulmonary sebagai akibat perluasan langsung daritumor primer N2 : Metastasis di limfonodi retrotracheal, midline prevascular, subcarinal dan mediastinal ipsilateral N3 : Metastasis nodal hilar contralateral atau mediastinal contralateral, serta nodus supraclavicular dan scalenus contralateral atau ipsilateral. N x : Diskripsi N tambahan (tetapi jarang dipakai) metastasis di limfonodi regional sulit diperkirakan M = Metastasis jauh, meliputi : M0 : Tidak ada metastasis jauh M1 : Ada metastasis jauh atau nodul tumor terpisah pada lobus lain dalam pulmo yang sama atau nodul tumor pada pulmo kontralateral (dinyatakan sebagai M1 jika jenis histologinya sama dengan sel tumor primer 2.3.5 Penegakkan Diagnostik Tumor Paru a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan kunci dalam diagnosis yang tepat. Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat : a. Lokal dan sistemik akibat tumor : 1. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis 2. Hemoptisis 24

3. Dada penuh 4. Dispepsi 5. Demam 6. Gejala sistemik non spesifik : anoreksia, penurunan berat badan, kaheksia pada stadium lanjut Segala gejala saluran pernafasan yang tidak sembuh setelah diobati selama 2 minggu lebih harus diwaspadai kemungkinan keberadaan karsinoma paru. b. Gejala invasi keluar dan metastasis karsinoma paru 1. Sindrom obstruksi vena kava superior : ini akibat dari karsinoma paru berlangsung menginvasi atau metastasis kelenjar limfe mediastinum superior kanan mendesak vena kava superior 2. Sindrom horner : disebabkan karsinoma paru atau metastase kelenjar limfe mengenai saraf simpatis paravertebra servikal VII hingga torakal I 3. Sindrom pancoast : tumor lebih lanjut mendistruksi kosta I, II dan saraf pleksus brakialis Gejala lain invasi dan metastase yang sering ditemukan adalah mengenai nervus rekuren laringeus yaitu timbul suara serak, sebagian pasien datang dengan keluhan awal ini, metastase otak timbul cephalgia, muntah, hemiplegia, metastase tulang timbul nyeri menetap di daerah tersebut. 25

c. Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru. Adapun dengan gejala sebagai berikut : 1. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam 2. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi 3. Hipertrofi osteoartropati 4. Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer 5. Neuromiopati 6. Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia) 7. Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratoisis, jari tabuh 8. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH) d. Asimptomatik dengan kelainan radiologis 1. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis 2. Kelainan berupa nodul soliter b. Pemeriksaan Penunjang Tumor Paru a) Radiologis Untuk kanker paru pada pemeriksaan foto thoraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang irreguler, disertai identasi pleura, tumor satelit. Pada foto, tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi pericard dan metastasis intrapulmoner.

26

1. Gambaran radiologis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)

Deskripsi : Tampak gambaran opasitas pada paru bagian kiri atas. Juga tampak gambaran nodul pada paru kanan bagian bawah yang diduga deposit metastasis. Peningkatan opasitas pada paratrakheal paru kanan yang mengindikasikan limfadenopathy. Efusi pleura yang minimal dengan blunting sudut costophrenicus.

27

Deskripsi : Tampak peningkatan opasitas pada hilus dan region peratrakheal kanan dengan penebalan garis paratrakheal kanan. Pengurangan volume juga terlihat pada lobus bawah paru kanan. SCLC sering muncul sebagai massa pada hilus atau mediastinal.

28

2. Gambaran radiologis Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC)

Deskripsi : NSCLC kolaps pada puncak paru kiri yang hampir selalu disebabkan oleh karsinoma endobronkhial bronkhogenik.

29

Deskripsi : NSCLC kolaps penuh pada paru kiri sekunder dari karsinoma bronkhogenik pada bronkus utama kiri.

30

b) CT-Scan CT scan dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto thoraks. CT scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

31

Deskripsi kiri : CT scan potongan paru memperlihatkan kistik post obstruktif bronkiektasis yang berat. Deskripsi kanan : CT scan posisi mediastinal dengan gejala batuk produktif dan hemoptisis. Gambaran hiperdens, karsinoid endobronkhial pada bronkhus intermedius. c) Histopatologi 1. Bronkoskopi Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkhogenik dapat diketahui). 2. Biopsi Trans Thorakal (TTB) Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95%. 3. Thorakoskopi Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara thorakoskopi. 4. Mediastinoskopi Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat. 5. Thorakotomi Thorakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor. 32

2.3.6 Metastasis Paru Paru merupakan salah satu alat tubuh yang sering dihinggapi penyebaran tumor ganas asal tempat lain. Penyebaran dapat melalui hematogen dan limfogen. a. Metastasis hematogen Tumor ganas anak yang sering bermetastasis ke paru adalah tumor Wilms, neuroblastoma, sarkoma osteogenik, sarkoma Ewing. Sedangkan tumor ganas dewasa adalah karsinoma payudara, tumor-tumor ganas alat cerna, ginjal, dan testis. Gambaran radiologis dapat bersifat tunggal (soliter) atau ganda (multiple) dengan bayangan bulat berukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, batas tegas. Bayangan tersebut dapat mengandung bercak kalsifikasi, misalnya pada penyebaran sarkoma osteogenik dan kavitas dapat terbentuk meskipun jarang (5%) yang disebabkan nekrosis iskemik. b. Metastasis limfogen Penyebaran melalui saluran limfogen sering menyebabkan pembesaran kelenjar mediastium yang dapat mengakibatkan penekanan pada trakhea, esofagus, dan vena cava superior, dengan keluhan-keluhannya. Penyebaran juga bisa menetap di saluran limfe peribronkial atau perivaskular yang secara radiologis memberi gambaran bronkovaskular yang kasar secara dua sisi atau satu sisi hemithoraks atau gambaran garisgaris berdensitas tinggi yang halus seperti rambut. Beberapa penyebaran 33

tumor ganas misalnya karsinoma tiroid, silidroma dan kelenjar air liur dapat menetap di paru bertahun-tahun dengan keadaan umum yang baik.

(Gambar 2.10 Metastasis Paru Hematogen) dan (Gambar 2.11 Metastasis Paru Limfogen) Klasifikasi Gambaran Metastasis – Noduler  milier, coin lession hingga cannon ball (diameter 3-4 cm)/golf ball (diameter 4-5 cm) – Limfangitis metastasis – Pleural metastasis – Alveolar dan peribronkhial metastasis a. Noduler –

Milier  contohnya pada : Ca tiroid, paru atau mammae dll



Cannon ball / golf ball  contohnya pada : sarkoma, karsinoma, seminoma, colon, ginjal

34

Metastasis Milier

Cannon ball / coin lession

35

Nodul paru merupakan gambaran manifestasi metastasis paru yang umum didapati. Pada kebanyakan kasus, nodul ini tersebar secara hematogen, sehingga tempat predominannya berada di dasar paru yang menerima lebih banyak darah daripada lobus atas paru. Nodul – nodul ini biasanya bertepi jelas dan berbentuk bulat maupun berlobulasi. Nodul yang berdinding tipis dapat terlihat pada keadaan terdapatnya darah yang mengelilingi nodul tersebut.

Kavitasi dari metastasis jarang muncul seperti pada tumor primer paru, namun dapat muncul kira – kira pada 5% kasus.kavitasi dapat terlihat sebagai nodul yang sangat kecil. Namun begitu, struktur kavitas ini berbeda secara histologis. Kavitasi sering terjadi pada Ca sel skuamosa dan Ca sel transisional, tapi juga bisa terjadi pada adenokarsinoma, sebagian dari kolon, juga pada sarkoma. kavitasi ini juga dapat meningkatkan resiko terjadinya pneumothoraks.

Kalsifikasi pada metastasis, sering terlihat pada sarkoma osteogenik, chondrosarkoma, synovial sarkoma, Ca tiroid, dan adenokarsinoma mucinosa.

1.

Nodul soliter Metastasis paru yang soliter jarang terjadi, kira – kira hanya sebanyak 2 –

10% dari seluruh nodul soliter. Lesi primer yang paling sering membuat nodul soliter yaitu Ca kolon, osteosarkoma, Ca ginjal, testes, maupun Ca mammae. Dan juga

36

melanoma maligna. Ca kolon, khususnya pada area rectosigmoid, menghasilkan kira – kira sepertiga kasus yang berhubungan dengan metastasis paru yang soliter. Harus dipikirkan bahwa banyak pasien yang menunjukkan suatu nodul soliter pada foto polos dada, memiliki nodul – nodul multiple saat diperiksa dengan CT, dengan 1 nodul dominan. Biasanya sulit untuk menghilangkan pemikiran adanya nodul soliter metastasis dari Ca paru primer pada foto thoraks, maupun CT Scan. Pada HRCT Scan, kira – kira 1,5 x dari nodul – nodul metastasis memperlihatkan tepi yang tidak rata. Nodul – nodul tersebut dapat bulat maupun oval, atau dapat pula memiliki batas yang berlobus – lobus. Tepi yang irreguler dengan spekulasi dapat merupakan akibat dari reaksi desmoplastik maupun infiltrasi tumor pada batas sekitar daerah limfatik maupun bronkovaskular.

2. Nodul multiple Metastasis noduler biasanya terjadi multiple. biasanya nodul – nodul ini bervariasi besarnya, memperlihatkan episode yang berbeda dari emboli tumor, ataupun tingkat pertumbuhan yang berbeda. Penampakan ini jarang terjadi pada keadaan penyakit nodular yang jinak, seperti sarkoidosis. Kadang – kadang, semua metastasis berukuran sama. Saat banyak nodul yang terlihat, mereka biasanya terdistribusi ke seluruh paru. Ketika hanya sedikit terlihat gambaran metastasis, maka biasanya tempat predominannya di subpleura.

37

Jumlah dan ukuran nodul – nodul tersebut sangat bervariasi.nodul dapat terlihat sangat kecil (miliar) dan sangat banyak. Hal seperti ini biasanya dapat kita lihat pada tumor dengan perdarahan yang baik (seperti Ca tiroid, renal cell Ca, adenokarsinoma, sarkoma) dan juga dapat memperlihatkan sebaran dari emboli tumor yang masif.

b. Limfangitis metastase

Limfangitis Metastasis

38

Meskipun penyebaran di pembuluh limfe dapat disebabkan oleh neoplasma maligna, namun hal ini biasanya mucul dari tumor yang berasal dari mammae, abdomen, pankreas, paru, atau prostat. Fenomena ini juga disebabkan oleh Ca paru primer, khususnya small cell Ca dan adenokarsinoma. Biasanya juga berhubungan dengan pleura. Gambaran radiologis klasik terdiri dari penebalan septum interlobularis (5 – 10 mm atau lebih kecil) dan terdapat corakan bronkovaskular yang irreguler. Gambaran ini mudah dilihat pada lobus bawah pada kedau paru. Komponen nodular dari penyebaran intraparenkim dapat berhubungan dengan limfangitis karsinomatosis. Hilus dan mediastinal limfadenopati dapat muncul pada 20 – 40% pasien, dan efusi pleura dapat timbul pada 30 – 50% pasien. Diagnosis dini dari limfangitis karsinomatosis biasanya sulit dilihat dengan temuan foto thoraks biasa, yang biasanya ditemukan normal pada 30 – 50% kasus. Namun dapat didiagnosis secara dini dengan menggunakan HRCT scanning.

39

c. Pleural metastase Contohnya pada : Ca mammae, Ca gaster dll

Efusi pleura – pleura metastasis d. Alveolar / peribronkhial metastasis Contohnya pada : Ca paru, Ca esofagus, Ca mammae

40

Alveolar metastase

Beberapa contoh gambaran radiologis Metastasis pada Paru

Metastasis dari tiroid tipe miliar

41

Metastasis Ca paru tipe miliar

Limfangitis payudara

karsinomatosa dengan

Tension

dari

kanker

pneumotoraks

kanan dan efusi pleura kiri

42

Unilateral

limphangitis

karsinomatosa

Karsinoma Bronkus di hilus kanan

43

dari

Unilateral

limphangitis

karsinomatosa

dari

Karsinoma Prostat

Tipe Coin Lession / golf ball metastasis dari karsinoma sel ginjal

44

2.3.7 Penatalaksanaan 1. NSCLC Terapi gabungan multidisiplin karsinoma paru bukan sel kecil (NSCLC) sesuai stadium. a. Terapi NSCLC stadium IA : pilihan pertama adalah operasi, pasca operasi tak diperlukan terapi adjuvan. Jika karena terbatasan faal hingga tak dapat dioperasi, dianjurkan radioterapi konformal terhadap lesi primer. b. Terapi NSCLC stasium IIB dan sebagian IIIA (NI) : pilihan pertama adalah operasi, pasca operasi diberikan adjuvan kemoterapi regimen dua obat mengandung platinum sebanyak 4 siklus c. Terapi NSCLC stadium IIIA (N2) IIIB (NONI) : diberikan kemoterapi neoadjuvan lalu operasi, jika tak dapat dioperasi maka diberikan radioterapi d. Terapi NSCLC stadium IIIA (N2 konfluen) – IIIB (kering, N2): kombinasi radioterapi dan kemoterapi e. Terapi NSCLC stadium IIIB (basah) IV : kemoterapi regimen dua obat mengandung platinum. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya pada reseksi lebih komplit pada Pancoast tumor atau stadium IIIB dilaporkan bermanfaat. Radiasi paliatif pada beberapa kasus sindrom vena cava superior atau kasus dengan komplikasi dalam rongga dada akibat 45

kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter, atelektasis, mengurangi nyeri akibat metastasis kranium dan tulang juga amat berguna. 2. SCLC SCLC dibagi menjadi 2 yaitu : a. Limited stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20% b. Extensive stage disease yang diobati dengan kemoterapi dengan angka respon terapi inisial 60-70% dan angka respon terapi komplit 20-30%. 2.4 Tumor Mediastinum 2.4.1 Definisi Tumor Mediastinum Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakhea, kelenjar thymus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.

46

2.4.2. Klasifikasi Tumor Mediastinum Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor : Anterior

Medial

Posterior

Thymoma

Lymphoma

Esophageal tumor

Teratoma

Pericardial cyst

Neurogenic tumor

Lymphoma

Bronchogenic cyst

Mediastinal Neurofibroma

Carcinoma

Metastatic cyst

Bronchogenic cyst

Parathyroid adenoma

Systemic granuloma

Enteric cyst

Intrathoracic goiter

Xanthogranuloma

Lipoma

Diaphragmatic hernia

Lymphangioma

Meningocele

Aortic aneurysm

Paravertebral absces

A. Jenis Tumor Mediastinum Anterior 1) Thymoma Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Gambaran histologisnya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam oragn-organ sekelilingnya dan tidak dalam b entuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan

47

hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. CT-Scan Thymoma Thymus terdiri atas lobus kanan dan lobus kiri dan terletak di bagian depan mediastinum atas. Pada waktu kelahiran, thymus ini relative besar dan beratnya kirakira 11 gram. Pada waktu pubertas beratnya kira-kira 35 gram, sesudah itu terjadi involusi. Kalau ini terjadi terlalu lama, kita katakan adanya thymus persisten. Hiperplasi thymus didefinisikan sebagai pertambahan besar dan beratnya tanpa perubahan histologik yang jelas. Tetapi, diketahui bahwa berat thymus untuk tiap golongan umur dapat sangat bervariasi. Pada gejala kompresi mungkin diperlukan tindakan pembedahan. Pada hiperplasi thymus yang terdapat pada myasthenia gravis gambarannya ditentukan oleh perubahan histologik dalam arti folikel limfe dengan centrum germinativum. Kista thymus dapat juga mempunyai ukuran yang besar dan layak untuk terapi pembedahan. Gambaran Thymoma Gambaran rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas sampai densitas berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur mediastinum yang berdekatan. Timoma biasanya simptomatik pada waktu diagnosis. Seperti pada massa mediastinum lain, timoma bisa timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek

48

massa local, yang mencakup nyeri dada, dispneu,hemoptisis, batuk dan gejala ya ng berhubungan dengan obstruksi vena cava superior. Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu, banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam sejumlah penyakit sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa, infeksi dan kelainan jaringan ikat. Tumor primer dan kista memberikan banyak variasi tanda dan gejala klinis. Riwayat alamiah kista dan tumor mediastinum bervariasi dari pertumbuhan jinak yang lambat dengan gejala minimum sampai neoplasma invasive yang agresif yang bermetastasis luas dan cepat menyebabkan kematian. Kemajuan dalam teknik diagnostik dan peningkatan penggunaan rontgenografi thorax yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang tepat, jarang dapat diterima.. Lesi mediastinum anterosuperior yang paling mungkin adalah neoplasma timus, limfoma atau tumor sel benih. Lesi mediastinum media yang paling sering adalah kista pericardial atau bronkogenik, karsinoma primer, limfoma atau timoma. Tumor neurogenik, kista bronkogenik atau enteric dan lesi mesenkimal merupakan neoplasma tersering yang ditemukan pada mediastinum posterior. 49

Gambar 2.12 Anatomi Organ Thymus

Gambar 2.13 Radiologi X-ray dan CT-Scan Thymoma

50

Gambar 2.14 CT-Scan Thymoma 2) Lymphoma Jenis tertentu sel darah putih, yang disebut limfosit, sangat penting untuk ketahanan tubuh Anda terhadap penyakit. Sel-sel ini terkena berbagai substansi bahkan tubuh dalam upaya untuk membangun kekebalan. Pada tempat-tempat tertentu sel-sel ini berkumpul untuk menyaring substansi-substansi yang disebut kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening ditemukan di mana saja dalam tubuh, terutama di leher, ketiak, selangkangan, di atas jantung, di sekitar pembuluh darah besar dalam perut. Limfosit juga berkelompok bersama pada limpa, tonsil, dan timus. Limfoma adalah jenis kanker yang berkembang pada limfosit pada daerah tersebut. Menempati urutan kedua setelah timoma dan merupakan 13% dari tumor mediatinum yang 2/3 diantaranya berasal dari metastasis limfoma dan hanya 5-10% merupakan primer dari kelenjar limfa mediastinum.

51

3) Teratoma Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus). Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan. Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. Diagnosis tumor ini bisa dibuat berdasarkan rontgenografi dada rutin dengan menemukan gigi yang sudah sempurna bentuknya. Massa lemaa k dominan dengan unsure dependen padat yang mengandung kalsifikasi globular, tulang atau gigi dan protuberansia padat yang meluas ke dalam rongga kistik, akan ditemukan dengan sidik CT. walaupun ada gambaran khas, namun perbedaan antara teratoma jinak dan ganas tergantung pada pemeriksaan histology B. Jenis Tumor Mediastinum Medial 1) Lymphoma Limfoma adalah kanker ke 8 paling umum yang terjadi pada pria dan kanker ke 9 paling umum yang terjadi pada wanita di Singapura sesuai dengan Pencatatan 52

Kanker Singapura 2005-2009. Terdapat sekitar 368 kasus dilaporkan setiap tahunnya antara tahun 2005-2009. Ini adalah salah satu kanker paling umum yang terjadi pada anak-anak dan juga dewasa muda. Kanker ini mempengaruhi lebih banyak pria daripada wanita. Kebanyakan pasien dewasa mengidap limfoma setelah usia 50 tahun (Alsagaf&Mukhty, 2002). Limfoma adalah salah satu jenis kanker darah yang terjadi ketika limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang menjaga daya tahan tubuh, menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya. Limfoma dapat muncul di berbagai bagian tubuh, seperti nodus limfa, limpa, sumsum tulang, darah, atau organ lainnya,yang pada akhirnya akan membentuk tumor, yang tumbuh dan mengambil ruang jaringan dan organ di sekitarnya, sehingga menghentikan asupan oksigen dan nutrien untuk jaringan atau organ tersebut. Limfoma dapat ditangani dengan melakukan kemoterapi dan kadang kadang radioterapiatau transplantasi

sumsum

tulang,

dan

penyembuhannya

tergantung kepada histologi, jenis, dan tahapan penyakit. Sel kanker tersebut biasanya muncul di nodus limfa, yang juga dapat memengaruhi organ lain seperti kulit, otak, dan tulang (limfoma ekstranodal). Limfoma berhubungan dekat dengan leukemia, yang juga muncul di limfosit, namun hanya pada darah dan sumsum tulang, dan biasanya tidak membentuk tumor yang statis. Ada banyak jenis limfoma, dan limfoma merupakan salah satu penyakit hematologis. Gejala klinis Dapat disebabkan tumornya sendiri, seperti lazimnya tumor mediastinum lain, atau dapat pula sebagai akibat manifestasi penyakit sistem getah bening antara lain 53

panas badan, limfadenopati, hepatomegali atau splenomegali. Diagnosa dapat ditegakkan dengan biopsi kelenjar getah bening terutama kelenjar skalenus, pemeriksaan sumsum tulang dan darah tepi. Gambaran radiologis Umumnya tampak sebagai pelebaran bayangan mediastinum atau berupa massa bulat berbatas tegas atau bergelombang dengan densitas homogen dan dapat dilihat dari hilus sampai leher serta biasanya bilateral namun tidak simetris.

Gambar 2.15 X-Ray Lymphoma

54

Gambar 2.16 X-Ray Lymphoma

Gambar 2.17 X-Ray Lymphoma

55

Gambar 2.18 CT-Scan Lymphoma

Jenis-jenis Lymphoma Limfoma secara luas dibagi menjadi penyakit Hodgkin dan limfoma nonHodgkin, berdasarkan yang terlihat di bawah mikroskop. Terdapat banyak jenis limfoma non-Hodgkin. Ukuran dan bentuk dari sel-sel kanker dan susunan sel-sel kanker di kelenjar getah bening menentukan jenis limfoma non-Hodgkin. Limfoma non-Hodgkin selanjutnya dibagi lebih lanjut menjadi kelompok agresif (tingkat tinggi) atau tumbuh lambat (tingkat rendah). Limfoma Hodgkin didiagnosis ketika sel-sel kanker tertentu muncul. Penatalaksanaan Pengobatan limfoma mungkin memerlukan kemoterapi. Obat kemoterapi disuntikkan ke dalam pembuluh darah di tangan atau ditelan berupa pil. Setiap pengobatan diberikan pada interval yang diatur untuk membunuh sel-sel kanker dan memungkinkan tubuh untuk pulih. Obat-obat beredar ke seluruh tubuh sehingga

56

mencapai sel-sel kanker bahkan ketika mereka menyebar. Terapi radiasi adalah pengobatan terlokalisasi menggunakan sinar energi tinggi untuk membunuh sel-sel limfoma dimanapun sinar diarahkan. Daerah yang dicakup mungkin hanya kelenjar getah bening atau organ yang terlibat oleh limfoma atau, pada beberapa kasus, untuk daerah yang lebih luas meliputi kelenjar getah bening di leher, dada dan di bawah kedua ketiak. Ini dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi. Terapi biologi menggunakan produk yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker. Ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi. Banyak perkembangan baru di bidang terapi biologikal yang muncul. Antibodi terhadap satu jenis limfoma telah dikembangkan dan dapat digunakan ketika terapi konvensional tidak lagi efektif. Pengobatan gabungan kemoterapi dosis tinggi sedang dipelajari untuk pasien tertentu. Disini kemoterapi diberikan pada dosis lebih tinggi dari pengobatan kemoterapi standar untuk membunuh sel-sel limfoma yang tersisa. Tetapi dosis tinggi juga membunuh sumsum tulang yang sehat yang menghasilkan sel darah putih (sel yang melawan infeksi), sel darah merah (sel-sel yang membawa oksigen), dan trombosit (sel yang mencegah pendarahan). Untuk membantu pasien menahan kemoterapi dosis tinggi, sel batang atau sumsum tulang dari pasien atau donor dikumpulkan sebelumnya. Setelah pasien menerima kemoterapi, sel-sel batang sumsum tulang atau dikembalikan kepada pasien melalui infus di pembuluh darah tangan. Tahap limfoma ketika didiagnosis dan apakah itu tumbuh lambat atau agresif akan menentukan jenis terapi yang diberikan.

57

2) Kista Bronkogenik Kista Bronkogenik terbentuk selama embrio sebagai pemula anomali dari kista laryngotracheal. Kista ini dilapisi silia, pseudostratified, epitel kolumnar, dan mengandung kelenjar bronkial dan plates. Sekitar 40% kista bronkogenik mengakibatkan nyeri, batuk, dyspnea atau nyeri dada. Gambaran radiologi, dapat diidentifikasi dengan Rontgen dada, tetapi terbaik didefinisikan oleh CT scan. Pada gambaran radiologi terlihat massa dengan kepadatan homogen mirip dengan air, namun beberapa kista bronkogenik mukoid dapat memberikan kesan sebagai massa seperti pohon (Kumar et al., 2003)

Gambar 2.19 Chest X-Ray dan CT-Scan Kista Bronkogenik

58

Gambar 2.20 Kista Bronkogenik

Gambar 2.21 CT-Scan Kista Bronkogenik

59

3) Kista Perikardial Kista perikardial adalah bagian dari kelompok yang lebih besar dari kista mesothelial, yang kemudian terbentuk sebagai akibat dari parietal recess yang terusmenerus selama embriogenesis. Hal ini diperkirakan terjadi pada 1 dari 100.000 orang. Meskipun kebanyakan bawaan,pada beberapa kasus ditemukan ada kista perikardial. Sering asimtomatik dan diidentifikasi di keempat sampai kelima dekade kehidupan. Kompresi jantung mungkin terjadi, menyebabkan hemodinamik compromise. Gambaran radiologi didapatkan, kista perikardial baik marginated bulat atau berbentuk tetes air mata, massa yang khas berbatasan dengan jantung, dada anterior dinding, dan diafragma. Lokasi paling umum terjadinya kista perikardial adalah di sudut kanan cardiophrenic (70%), diikuti oleh sudut kiri cardiophrenic (22%).Pada CT scan, massa ini muncul sebagai unilocular dan nonenhancing (Takeda et al.,2003)

60

Gambar 2.22 Chest X-Ray Kista Perikardial

Gambar 2.23 Chest X-Ray dan CT-Scan Kista Perikardial

61

Gambar 2.24 CT-Scan Kista Perikardial C. Jenis Tumor Mediastinum Posterior 1) Tumor Esofagus Tumor esofagus merupakan jenis tumor yang paling sering terjadi di dalam sel yang melewati dinding kerongkongan. Tumor esofagus ada yang bersifat jinak dan ada yang bersifat ganas. Tumor jinak yang paling sering terdapat pada esofagus adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma. Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker esofagus. Jenis yang paling sering terjadi pada kanker kerongkongan adalah squamous sel carcinoma dan adenokarsinoma, Dari kedua tumor tersebut sekitar 95% tumor yang ada di esofagus adalah tumor yang bersifat ganas.

62

Esofagus

merupakan

sebuah

saluran

berupa

tabung

berotot

yang

menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm. Tumor esofagus terdiri dari tumor yang bersifat jinak dan tumor yang bersifat ganas (kanker). Berbagai jenis tumor yang bermassa jinak dapat tumbuh dan berkembang dari lapisan dinding yang berbeda yang ada di esofagus. Tumor jenis ini biasanya tanpa gejala dan tumbuh secara lambat, bahkan tumor jinak ini sering tercatat hanya sebagai temuan insidentil selama radiografi rutin atau endoskopi. Tumor jinak yang paling sering terdapat pada esofagus adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma. Karena tumor berasal dari propria muskularis, tumor tersebut ditutupi oleh submukosa yang utuh dan mukosa, sehingga sulit untuk dilakukan biopsi secara endoskopi. Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker esophagus.

63

Gambar 2.25 Gambaran MRI pada Tumor Esofagus

Gambar 2.26 Striktur esofagus akibat tumor

64

2) Tumor Neurogen Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak (Aru W. Sudoyo, 2006) Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis. Dapat dibedakan menjadi tipe-tipe berikut : Neurilemoma, (kadang-kadang varian maligna) dan Neurofibroma (kadangkadang varian maligna) begitu juga tumor-tumor dari selubung Schwann dan atau perineurium, biasanya berasal dari saraf intercostals atau radiks spinal, kadangkadang dari nervus vagus. Tumor ini sifatnya benigna tapi sejumlah presentase kecil lama-kelamaan dapat mengalami degenerasi maligna. Pada pertumbuhan melalui foramen intervertebral terjadi suatu tumor dengan pinggang sempit dengan bahaya

65

kompresi medulla spinalis. Neurofibroma dapat merupakan bagian dari suatu neurofibromatosis generalisata dari Von Recklinghausen. 3) Mediastinal Neurofibroma Tumor ini berkapsul dan tampak sebagai massa homogrn padat, berbatas tegas dalam daerah paravertrebalis mediastinum pada rontgenografi dada. (Sabiston,1994) Ganglioma, merupakan tumor jinak yang berasal dari rantai simpatis, dan terdiri dari sel ganglion dan unsure saraf. Secara makroskopik, lesi ini berkapul dengan permukaan luar yang halus. Pada penampang melintang, tumor ini sering mempunyai daerah degenerasi kistik. Secara klaik, ganglioma mempunyai gambaran memanjang atau segitiga pada foto thorax dengan dasar yang lebih lebar dan meruncing kearah mediastinum. Tumor ini berbatas buruk pada proyeksi lateral serta sering mempunyai batas inferior dan superior yang kabur. Gejala klinis Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.

66

Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nin spesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik. Keluhan yang biasanya dirasakan adalah : a) Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama. b) Gangguan menelan karena kompresi esophagus. c) Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior. d) Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior. e) Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus. Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan. Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding dada atau nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. 67

Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masingmasing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma. Harus ditekankan bahwa walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam menyebabkan gejala yang berhubungan dengan keterlibatan local, namun tumor jinak bisa juga menyebabkan simtomatologi serupa. 2.4.3 Diagnosis A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita pasien sering akan membantu dalam melokalisasi tumor dan bisa menggambarkan kemungkinan diagnosis histology. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tumor dan kista mediastinum sering menunjukkan gambaran positif. Tetapi jarang didapatkan diagnosis tepat dari informasi anamnesis atau pemeriksaan fisik saja. (Sabsiton,1994) B. Rontgenografi Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax dengan kontras atau angiografi sirkulasi pulmonum/aorta mungkin pula diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vascular-bukan vascular. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga 68

berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. (Aru W. Sudoyo, 2006) Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. C. CT-Scan Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum. (Sabiston,1994) Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostic yang jauh lebih sensitive dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. (Sabiston,1994) 69

CT bermanfaat dalam diagnosis Kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relative tumor mediastinum. (Aru W. Sudoyo, 2006) Differensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas. (Aru W. Sudoyo, 2006) D. Magnetic Resonance Imaging Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor. (Sabiston,1994) E. Biopsy Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien

70

dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan. (Sabiston,1994) 2.4.4 Diagnosa Banding Tumor Mediastinum biasanya menunjukkan preferensi untuk lokalisasi tertentu. Yang merupakan petunjuk untuk diagnosis differensial. Tetapi, juga terdapat perkecualian dan tumor besar dapat meluas jauh di luar daerah asalnya. (Aru W. Sudoyo, 2006) Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di samping tumor primer atau kista juga harus dipertimbangkan proses patologik sekunder. Dalam hal ini penting apakah penderita pada umur anak atau orang dewasa. Presentase kelainan maligna pada anak lebih tinggi. Pada orang dewasa, tumor yang sering terdapat di mediastinum adalah tumor neurogen, kista (bronkhogen, pericardial atau enterogen), thymoma dan limfoma. Dalam golongan umur ini harus dikesampingkan kelainan yang berkesan tumor seperti struma, aneurisma, proses inflamasi atau hernia. (Aru W. Sudoyo, 2006) Sejumlah lesi intrathorax dan ekstrathorax bisa menyerupai kista dan tumor primer mediastinum. Kelainan kardiovaskuler seperti aneurisma pembeluh darah besar atau jantung dan pola vascular abnormal yang timbul dalam penyakit congenital bisa tampak sebagai massa mediastinum pada foto thorax. (Sabiston,1994) Kelainan kolumna vertrebalis, seperti meningokel harus dibedakan dari massa mediastinum posterior. Lesi seperti akalasia, divertikulum esophagus, herniasi diafragma, koarktasio aorta, hernia hiatus, herniasi lemak peritoneum dan 71

mediastinits bisa juga meniru gambaran kista dan tumor primer. Melalui penggunaan CT dan myelografi maupun perangkat diagnotik lain, kebanyakan lesi ini harus dibedakan dari massa primer mediastinum sebelum interbensi bedah. 2.4.5 Penatalaksanaan Secara umum, tumor ganas mediastinum seperti limfoma, tumor germ sel, atau thymoma berespon baik terhadap terapi yang dilakukan secara agresif yang mencakup perawatan, radiasi dan kemoterapi. Tumor jinak terkadang lebih mudah diatur penanganannya jika pasien asimptomatik. Pasien dengan massa di mediastinum beresiko untuk terjadinya kolaps/obstruksi saluran napas atau gangguan hemodinamik jika menjalani anestesi umum. 2.4.6 Prognosis Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam (Aru W. Sudoyo, 2006). 2.4.7 Komplikasi Komplikasi dari kelainan mediastinum merefleksikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomi dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui : perluasan 72

dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah : a) Obstruksi trakhea b) Sindrom Vena Cava Superior c) Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan d) Rupture esofagus

73

BAB III PENUTUP

Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Kanker paru merupakan salah satu keganasan yang paling sering terjadi dengan prognosis yang buruk.Prognosis pasien sesuai dengan stadiumnya, namun kanker ini sulit dideteksi secara dini karena biasanya asimptomatik pada stadium awal. Gejala yang muncul pada stadium lanjut antara lain batuk, sesak, hemoptisis, suara serak sampai gejala metastasis seperti nyeri kepala dan nyeri tulang. Modalitas radiologi yang dapat digunakan untuk diagnosis kanker paru meliputi foto polos toraks, CT scan, MRI, PET scan, dan radiologi nuklir.Foto polos toraks masih banyak digunakan untuk deteksi awal kanker paru karena banyak tersedia di berbagai pusat kesehatan namun relatif tidak sensitif. Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proes penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu, banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam 74

sejumlah penyakit sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa, infeksi dan kelainan jaringan ikat. Kemajuan dalam teknik diagnostic dan peningkatan penggunaan rontgenografi thorax yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang tepat, jarang dapat diterima. Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan pembuluh darah besar. Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk 75

membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum.

76

DAFTAR PUSTAKA

Fauci, Braundwald, Kasper, Hauser, Longo, Jemeson, Loscalzo. Harrison’s Principal Of Internal Medicine. 18thed. New York : Mc Graw Hill ; 2012 Mason RJ, Broaddus VC, Martin TR, King Jr TE, Schraufnagel DE, Muray JF, Nadel JA. Murray & Nadel’s. Textbook Of Respiratory Medicine. 5th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier ; 2010 Rasad S. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2011 Danhert W. Radiology Review Manual. 7th ed. North america : LWW ; 2011 Provenzale JM, Nelson RC, Vinson EN. Duke Radiology Case Review. 2nd ed. North America : LWW ; 2011 Mendell J. Core Radiology : A Visual approach to Diagnostic Imaging. 1st ed. Cambridge : Cambridge University ; 2013 Herring W : Learning Radiology : Recognizing the Basics. 2nd Ed. Philadelphia : Saunders Elsevier ; 2011 Alsagaff H & Mukhty A, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabay: Airlangga University Press. Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI. Carter, M. A.,, Gout, dalam Sylvia, A. P. And Lorraine, M. W. (Eds), 2001, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Buku II, 12421246, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 77

Sabiston, David C,. 1994, Buku Ajar Bedah, alih bahasa Petrus Adriyanto, Edisi I, Jilid II, 704-724, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Kumar A, Aggarwal S, Halder S, et al. Thorascopic excision of mediastinal bronchogenic cyst: a case report and review of literature. Ind J Chest Dis Allied Sci 2003; 45:199–201

78

Related Documents

181290181-ca-paru-ppt.ppt
December 2019 7
Kelompok Kmb Ca Paru
August 2019 21
Referat Ca Mammae.docx
November 2019 4
Ca
November 2019 55
Ca
May 2020 41

More Documents from ""