Afif futaqi 0606096585 Krisis ekonomi 1997 lalu melahirkan berbagai dampak sosial antara lain semakin kuatnya kecenderungan migrasi untuk menjadi tenaga kerja baik migrasi internal ataupun transnasional (lintas) Negara. Sebuah analisa tentang kasus ini dengan memperlihatkan bagaimana perubahan sosial terjadi di lingkungan keluarga migran. Fenomena migrasi tenaga kerja baik internal dan dan transnasional mempunyai dampak positif yang menguntungkan dan dampak negatif. Dampak tersebut baik di sektor marial yang dapat dilihat secara fisik dan langsung atupun dampak nonmaterial yang tidak dapat diukur secara material, tetepi dilihat secara nyata di dalam suatu kelompok masyarakat misalnya menyakut perubahanstruktur sosial, norma sosial budaya, perubahan akibat tekanan psikologis. Banyak faktor yang mendorong terjadinya migrasi internal ataupun transnasional ini. Misalnya kemiskinan daerah asal imigran. Tidak adanya peluang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Misalnya pada masyarakat lombok timur yang sebagaian besar masyarakatnya petani banyak yang melakukan migrasi transnasional ini sebagai buruh perekebunan di malaysia baik ilegal ataupun legal. Hal ini di sebabkan karena luas tanah yang ada sangat tidak mencukupi jumlah penduduk yang ada di daerah tersebut. Sehingga peluang untuk meningkatkan kesejahteraan tidak ada. Sehingga penduduk lombok timur tersebut banyak yang meninggalkan desanya demi mendapatkan penghidupan yang layak. Banyaknya migrasi ini membawa dampak ekonomi. Misalnya peningkatan kesejahteraan karena gaji di daerah tujuan migarsi lebih besar dibandingkan di daearah asal. Selainitu fenomena migrasi transnasional ini membawa damapak keterampilan baru yang dibawa para imigran ketika mereka pulang kedaerah asal. Adanya nilai-nilai budaya baru yang dibawa para imigran ketika kembali lagi kedaerah asal memiliki peranan besar sebagai agen-agen perubahan kebudayaan. Misalnya tadinya gadis-gadis desa yang umurnya belasan tahun sudah dinikahkan dengan pria yang lebih tua karena melihat teman-temannya melakukan migrasi internal maupun transnasional berhasil meningkatka perekonomian dan kesejahteraan membuat keinginan para gadis desa itu menunda usia
pernikahan dan lebih memilih melakukan migrasi tenaga kerja. Mengecilnya perbedaan antara suamidan istri mengakibatkan peranan wanita yang sangat lemah dalam pengambilan keputusan di dalam sebuah keluarga kini peranan itu menjadi lenih seimbang. Selainitu dampak negatif yang ditimbulkan dari migarsi transnasional yang biasanya sebagi tenaga kerja pada keluarga yang ditinggalkan di daerah asal tersebut sebagai family disruption. Kehidupan keluarga akan mengalami gangguan bila salah satu anggota keluarganya melakukan migrasi. Perubahan yang terjadi misalnya menyangkut pembagian tugas dalam rumah tangga. Biasanya peran yang mencari nafkah adalah seorang ayah maka kitika seorang ayahnya pergi maka peran ayah tersebut digantikan dengan ibu. Peran ayah sebagai kepala rumah tangga yang bertanggungjawab penuh akan kehidupan keluarganya tidak lagi dapat dipenuhi. Adapun sebaliknya jika dalam sebuah keluarga seorang ibu pergi migrasi maka peran-peran ibu sebagai mengurus anak tidak lagi dapat terpenuhi. Dengan seperti ini maka pembagian kerja di dalam sebuah keluarga menjadi sangat kacau. Dengan perginya para laki-laki dewasa dalam sebuah keluarga, maka beban pekerjaan keluarga tersebut dipikoul oleh para ibu karen banyak dari keluarga migran ini adalah keluarga muda yang baru memiliki anak-anak yang di bawah umur. Akibatnya beban pekerjaan rumah tangga semakin berat. Dalam hal ini terjadi perubahan peran wanita yang menggatikan kedudukan para laki-laki. Wanita bekerja dirumah tangga sekaligus memperoleh penghasilan karena tidak sepenuhnya menggatungkan atau menharapkan kiriman para suami yang melakukan migrasi untuk menjadi tenaga kerja tadi. Apalagi dibulan-bulan awal suami migrasi yang belum dapat penghasilan secara utuh sehingga belum dapat mengirimkan uang kepada keluarganya didaeraha asal. Ada juga istri-istri yang tidak mampu melakukan tanggungjawab dalam keluarga dalam hal mencukupi segala kebutuhan rumahtangga tersebut sehingga mereka mengalami tekanan psikologis. Selain itu beben pekerjaan para istri juga berperan dalam membuat keputusan keluarga, tetapi pihak keluarga suami dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut. Hal ini mencerminkan sistem extented family yang masih berlaku dalam masyarakat itu. Ada juga istri-istri yang ditinggalkan mejadi stres. Hal ini selain karena beban yang dipikul oleh seorang istri menjad lebih berat tetapi
karena perasaan rindu ditinggal suami yang bekerja. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa keluarga migran ini adalah keluarga muda.sehingga para istri yang muda ini banyak mendapat godaan dari luar yang menyebabkan para istri ini tidak tahan sehingga para istri yang ditinggal suami ini menikah lagi tanpa sepengetahuan dari suami. Apalagi sudah lama mereka tidak mendapat kabar dan tidak mendapat kiriman uang dalam waktu yang lama dari suami. Begitu pula sebaliknya para suami yang bermigrasi menikah lagi di tempat migrasi tersebut tanpa sepengetahuan istri mereka. Akibatnya anak-anak mereka menjadi terlantar karena orang tuanya kawin cerai. Anak-anak ini menjadi generasi penerus yang bermutu rendah dan tidak terjamin masa depannya. Pada masyarakat lombok timur para istri yang ditinggalkan suami mendapatkan banyak tekanan seperti kebutuhan nafkah lahir maupun batin. Sehingga ketika ada godaan dari laki-laki lain yang mampu menafkahi baik lahir maupun batin para istri tersebut tidak dapat menolak untuk menikah dengan laki-laki lain dan akhirnya banyak terjadi kasus kawin cerai. Para istri melakukan percerainya baik melakukan jalur hukum ataupun melalui tokoh masyarakat setempat untuk melakukan perceraian tersebut. Referesi Tamtiari, wini. 1999. “dampak sosial migarsi tenaga kerja ke malaysia” Hull, terence. 2006. “mayarakat, kependudukan & kebijakan di Indonesia.” Jakarta, ford foudation