Afif futaqi 0606096585 “the new ecological anthropology by kottak” Dalam kajian antropologi ekologi lama yang terkesan statis. Oleh karena itu untuk lebih mengakomodir kebutuhan dan masalah-masalah baru yang muncul maka menimbulkan kajian-kajian antropologi baru yang lebih bersifat global tetapi berdasarkan pengetahuan serta sistem lokal serta melihat hubungan dari beberapa faktor. Selain itu antropologi ekologi yang baru ini juga menggambungkan antara teori dengan penelitian lapangan yang berdasarkan kenyataan. Selain itu lebih melihat proses dalam pembentukan ekologi. Dengan mengkondisikan kebudayaan sebagai mediator dalam proses perubahan ekologi. 1960an antropologi ekologi berkembang berdasarkan funsionalis serta bersandarkan teori-teori yang terkesan statis tadi. Populasi manusia juga berdampak pada penurunan lingkungan. Perbedaan dengan antropologi yang baru ini adalah diikutsertakannya politik, nilai-nilai dari orientasi, unit analisis, dan metode. Sekarang tidak hanya faktor budaya saja yang sangat mempengaruhi dalam upaya mencari solusi dari isu-isu lingkungan, tetatpi juga peran dari NGO, media masa, dan banyak lagi aksi-aksi tentang lingkungan. Misalnya aktor-aktor yang sangat fokus terhadap kajian tentang lingkungan terhadap politik dan proses sosial terhadap kepemilikan sumberdaya alam. Yang menjadi sangat mungkin adalah dengan diserukannya “sustainable development” sebagai salah satu dari solusi atas kemunduran lingkungan ini. Hubungan antara kebudayaan lokal yang menjadi prioritas utama dan pengetahuan global sebagai proses perubahan terhadap lingkungan ini. Adanya bentrokan-bentrokan yang terjadi antara pengetahuan global, peran pemerintah dan sistem
lokal
sangatlah
menghambat
dalam
berjalanya
proggam
“sustainable
development” ini. Adanya konsep “biodiversity conservation” merupakan salah satu kajian dari antropologi ekologi baru-baru ini yang menyangkut isu politik terhadap lingkungan. Dengan lebih memperhatikan pandangan kekahatiran dan dampak yang buruk dari penurun lingkungan ini menjadikan antropolg sebagai “advocate”, “planer” dan aktor politik dalam pembutan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan lingkungan.
Dengan adanya NGO dan pergerakan lainnya yang sangat fokus terhadap lingkungan ikut serta dalam membantu mengurangi penurunan alam ini. Hal ini dapat dilakukan tanpa meninggalkan keaslian, identitas grup dan selalu menekankan pada kelompok-kelompok minoritas. Selain itu isu-isu perbedaan akan lingkungan membuat adanya diskriminasi atas program, kebijakan atas lingkungan tersebut. Metodelogi yang menekankan pada sinkronik dan diakronik haruslah diterapkan pada wilayah yang sangat tepat dimana dalam penerapannya menggunakan multidisiplin ataupun bisa juga dengan memperhatikan manusia dan keistimewaan dari alam itu sendiri. Penggunaan “maping” dapat membantu mendapatkan data yanga dapat di bandingkan dengan waktu dan tempat yang lain. Dengan melakukan penelitian dari waktu ke waktu akibatnya dapat melihat setiap proses dari perubahan. Penelitian di lakukan dengan “longitudinal” yang di lakukakan secara sistematik. Dengan membandingkan dengan keadaan lingkungan di tempat lain dapat memperkaya data informasi. Penelitin juga melibatkan aktor-aktor pembuat kebijakan. Selanjutnya adanya keberlanjutan dari penelitian tersebut. Selanjutnya bagaimana menempatkan penduduk lokal dan antropologi dalam proses meningkatkan lingkungan. Dibandingkan para pembuat kebijakan tentang lingkungan.