Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

  • Uploaded by: afif futaqi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami as PDF for free.

More details

  • Words: 2,221
  • Pages: 8
Perubahan Sosial Budaya Studi kasus nias pasca tsunami Afif futaqi dkk Kata “booming” mungkin bisa dijabarkan untuk menggambarkan situasi dua tahun terakhir di kepulauan Nias, dimana dalam sekejap mata semua aspek dan sendisendi kehidupan sosial berubah total. Dan perubahan tersebut melaju dengan kecepatan tinggi. Perubahan tadi memiliki konsekuensi dan efek yang tidak mengenal istilah menunggu dan tanpa bisa dikembalikan atau sekedar diputar ulang kembali. Penjabaran perubahan ini tidak bisa dijabarkan satu per satu. Semua perubahan ini bersifat intensif serta memberi tekanan pada masyarakat sekitar bahwa perubahan tersebut pasti berakibat positif. Akibat positif di sini belum bisa dijabarkan, karena membutuhkan kajian dan pembuktian di lapangan, akan tetapi setidaknya melihat fenomena yang terjadi di masyarakat kepulauan Nias saat ini adalah nyata positif dimana terlihat sudah banyak masuk proyek-proyek pasca tsunami melanda pulau ini. BRR (Badan Rekonstruksi dan Rekonstruksi) Aceh-Nias terbentuk karena solidaritas masyarakat Indonesia setelah bencana Tsunami 2004 terjadi. Dan ternyata pada bulan Maret 2005, bencana besar (gempa bumi) kembali menimpa Nias. Dalam hal ini, BRR tidak hanya bertugas mengeluarkan kebijakan untuk penanganan korban melainkan juga menangani berbagai perbaikan infrastruktur. Dalam kunjungan terakhir pada bulan Agustus 2006 sudah terlihat banyak sekali perubahan yang terjadi dalam infrastruktur yang dibangun bukan hanya oleh BRR namun juga oleh badan organisasi lainnya. Booming proyek yang tersebut di atas resminya hingga akhir tahun 2009 terjadi, karena program kerja BRR memang hanya sampai tahun tersebut. Pastinya perubahan yang terjadi dengan kinerja BRR dalam masa tugasnya memang baru dapat dievaluasi dan dinilai setelah masa tugas BRR Aceh-Nias selesai. Yang terjadi pada perubahan dalam masyarakat Nias sesaat setelah bencana gempa, diantaranya adalah munculnya beberapa tawaran untuk sekolah kepada anak-anak asal kepulauan Nias berlimpah. Dalam proyek ini, ada yang berkelanjutan

namun ada yang diberitakan mengalami beragam masalah dalam sekolah setelah berlalu sekian bulan. Ribuan proyek besar-kecil, dalam sekejap mata menjadi sarapan pagi utama dalam perbincangan siapa saja di kepulauan Nias. Mulai dari proyek realistis hingga proyek manipulasi, mulai dari yang menguntungkan hingga yang merugikan masyarakat yang ditimpa bencana. Tidak jarang pula, banyak yang mendadak kaya secara materi karena berbagai peluang (selain proyek bangunan), seperti lapangan pekerjaan dengan gaji di atas rata-rata, lapangan usaha baru karena pelaku ekonomi sebelumnya tidak aktif lagi, aksi pendirian berbagai yayasan atau LSM, dll. Secara langsung atau tidak langsung, arus perputaran roda ekonomi dipaksa secara tiba-tiba mengikuti kekuatan pasar (aktivitas dari pendatang) menciptakan situasi pasar yang ada sekarang di kepulauan Nias. Rongsokan besi menjadi bisnis menjanjikan, sesaat setelah gempa. Bisnis mainan anak luar biasa mendapat respon pasar, karena memang efek penenangan emosi anak-anak pasca gempa dianggap bisa terwujudkan dengan memberikan banyak mainan yang menyenangkan mereka. Disamping itu, bantuan uang tunai yang mengalir deras pada enam bulan pertama dipakai untuk membeli berbagai barang keperluan rumah tangga, pakaian, perhiasan hingga hal-hal sepele, sekalipun harga pasar saat itu tidak realistis lagi mahalnya. Hotel, restoran dan cafe menjamur dengan berbagai macam tawaran menu dan fasilitas. Singkatnya mekanisme pasar pun ikut berubah. Secara umum, infrastruktur di kepulauan Nias menjadi sorotan utama dalam proses perbaikan. Untuk membantu pelaksanaan proyek, tidak terhitung lagi banyaknya perubahan dan perbaikan sarana infrastruktur seperti jalan raya, sarana air bersih, sekolah, jembatan, telekomunikasi, dll. Dalam melaksanakan proyek tersebut, membutuhkan waktu yang tidak singkat dan menjadi prioritas utama yang diperhitungkan pada pelaksanaan proyek di lapangan karena semua menunggu dan bergantung kepada infrastruktur yang telah lancar. Seperti pada jalan raya dari jalan Sirao ke arah Sifalaete Km.3 yang dibuat semewah mungkin untuk menciptakan image bangga bahwa jalan raya tingkat propinsi dengan kualitas baik pun akhirnya dibuat di ibukota Kabupaten Nias. Jalan raya yang lebar dan mulus secara tidak langsung mendorong peningkatan laju kecepatan kendaraan. Bukan hal aneh lagi bila kecelakaan di jalan raya terjadi setelah itu. Pemakai jalan menjadi takut menyebrang, pejalan kaki menjadi semakin tidak

dihargai; lebarnya jalanan secara tidak langsung meregangkan hubungan sosial masyarakat, dimana tetangga depan rumah menjadi sulit untuk dihubungi dengan sekejap karena jalanan bukan lagi sesuatu yang aman untuk dilewati. Ribuan kendaraan super besar dan kuantitas yang meningkat lebih dari 100 % menciptakan suara bising dan partikel debu berbagai ukuran dan memicu hiruk pikuk kota Gunungsitoli. Suara kendaraan dan debu/asap dari kendaraan bermotor mendorong penduduk setempat menikmati musik lebih keras lagi, dimana suara tape recorder dari setiap rumah aktif mulai pkl. 08.00 hingga pkl. 19.00. Sekilas tampaknya ini mengusir rasa bosan, tetapi masyarakat tidak menyadari, ini bisa meningkatkan agresivitas sosial, stress dan mengancam keselamatan jiwa di kemudian hari. Jalanan lebar dan mulus tanpa menyisakan tempat untuk pejalan kaki bahkan untuk menanam pohon sekalipun terutama di daerah pusat kota dan pesisir pantai yang terbukti rawan dan tak layak dibangun bukanlah hal yang bijaksana untuk penduduk setempat di masa mendatang, karena kemungkinan jalanan itu hanya sebagai sarana sekejap bagi kendaraan roda berat para pelaksana proyek. Hiruk-pikuk dan suara keras yang intens dari pagi hingga malam bukan lagi sesuatu yang sehat untuk penduduk yang masih trauma dan stress pasca bencana. Belum habis protes mengenai kualitas pembangunan rumah, ada hal yang nyaris luput dari perhatian ketika proyek pembangunan rumah penduduk di sebuah tempat di Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan direncanakan. Menyamaratakan situasi desa kendati di sebuah pulau kecil sekalipun berakibat fatal di kemudian hari. Rumah penduduk desa di daerah selatan umumnya berada dalam satu lingkungan atau berjejer dalam satu barisan, atau saling berhadapan. Akan tetapi di daerah utara, tidaklah demikian, rumah-rumah penduduk menyebar tidak beraturan, ada yang terhubungkan jalan raya beraspal, ada yang tidak. Ketika proyek dilaksanakan di lapangan, biaya transprotasi pengadaan bahan bangunan di desa-desa bagian utara Pulau Nias tinggi sekali atau bahkan tidak bisa terangkut sama sekali. Kontraktor atau Pimpro yang mungkin berasal dari luar Nias kebingungan bagaimana membangun rumah yang tersebar di satu desa, karena sangkaannya seperti membangun perumahan saja, sekaligus 50 rumah di satu blok perumahan, selesai. Hal ini mungkin sepele buat Ono Niha, tapi sebuah pelajaran yang

baik untuk menyadari betapa pola anutan budaya dan sosial setempat di satu pulau ini memiliki nilai yang berbeda-beda. Benar bila kinerja kerja BRR Aceh-Nias harus diawasi dan dikontrol. Namun, sebagai masyarakat awam, hal lain yang ingin dilihat adalah seberapa banyakkah hal baru dan penting telah memperluas wawasan Ono Niha dan meningkatkan kualitas kerja di kemudian hari pasca kontrak dengan BRR Aceh-Nias kelak. Tugas ini menjadi beban moral BRR Aceh-Nias karena kredibilitas organisasi di mata dunia internasional sangat dipentingkan. Sebagai contoh nyata, anak-anak muda tidak lebih dari umur 27 tahun begitu aktif dalam proyek pembangunan perumahan atau gedung sekolah. Dahulu, para orang tua pasti mengelus dada melihat tingkah laku yang dianggap sangat agresiv untuk ukuran budaya Ono Niha. Tapi dengan etos kerja yang setaraf internasional, kepala proyek pun harus lipat lengan baju untuk angkat mesin berat dan bicara tanpa omong besar. Cara berkomunikasi, disiplin, membina kerjasama yang baik dengan instansi lain, berinisiatif meraup kontak sebanyak mungkin, bahasa tubuh yang menampilkan strategi memikat pada pertemuan tender serta penuh keyakinan ketika berjalan bukan lagi budaya haram bila tidak ingin ditindas atau keluar dari persaingan kerja dengan angkatan kerja asal luar Nias. Masyarakat Nias sudah menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa dunia tempat tinggal mereka, yaitu kepulauan Nias, sebenarnya bukanlah tempat yang aman untuk didiami dan bahwa tingkat ketertarikan yang demikian rendah untuk membangun Nias sejak dahulu dari pihak pemerintah terjawab sudah hingga saat bencana-bencana terjadi. Kesadaran

masyarakat

ini

sangat

penting

dan

menjadi

basis

untuk

mempertahankan hidupnya di kemudian hari. Namun ada yang terluput dari perhatian, bahwa nenek moyang Ono Niha senang menciptakan atau merancang sesuatu dan menjadi anutan atau falsafah hidupnya karena telah disesuaikan dengan situasi tempat tinggalnya. Belajar dari paham yang telah dianut oleh nenek moyang suku Ono Niha di Utara dan Selatan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti prinsip membangun rumah, prinsip perawatan pohon besar (yang dahulu sebagai animisme, tetapi terbukti sebagai penyedia air tanah dan memperkokoh permukaan tanah), dlsb, jangan lagi dianggap sebelah mata. Dalam hal ini tetua-tetua Ono Niha memegang

kebenaran hakiki pada penerapan strategi penyelamatan hidup di daerah rawan bencana. Bila belajar dari sejarah, suku Ono Niha mampu menciptakan keunikan yang tidak dimiliki oleh suku mana pun di muka bumi, ini sudah semacam “sifat genetis” yang menetralisir sifat-sifat atau kondisi yang kurang menguntungkan dari suku Ono Niha. Perubahan ini bersifat lambat tapi pasti bergerak ke arah positif karena dipicu dengan kesadaran untuk mempertahankan hidup. Nilai moral yang dikuasai oleh cinta kasih kepada sesama manusia memperkuat strategi mempertahankan hidup ke arah yang lebih manusiawi. Secara psikologis, masyarakat Ono Niha masih diselimuti dukacita. Normalnya, dalam situasi dukacita, pemikiran mantap mengenai perencanaan yang berjangka waktu lama masih berada jauh di fase berikutnya, bukan tepat ketika bencana baru saja usai. Faktanya, gempa susulan (ataukah gempa tersendiri), hingga tulisan ini diturunkan, masih tetap terjadi di kepulauan Nias. Perhatian utama adalah, stress atau tekanan setelah bencana alam dan dukacita jangan dianggap sebelah mata. Sangat patut dihargai bila BRR dalam pelaksanaan proyek kemanusiaan di lapangan melihat salah sisi nyata kemanusiaan di tempat kejadian, sehingga setidaknya mengurangi tindakan tidak terpuji dari karyawan BRR Aceh-Nias, dari masyarakat dan dari mitra kerja BRR AcehNias. Nias merupakan salah satu korban tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004. Pada saat itu terjadi gempa bumi Samudra Hindia 2004 terjadi di wilayah pantai barat pulau ini sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan Mandrehe, Nias. Tsunami yang terjadi ini memakan 122 korban jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah. Bencana yang terjadi tidak berhenti disitu karena ada gempa bumi susulan yang terjadi pada 28 Maret 2005, tadinya diyakini sebagai gempa susulan setelah insiden Desember 2004, peristiwa tersebut merupakan gempa bumi terkuat kedua di dunia sejak 1965. Sedikitnya 638 orang dilaporkan tewas, serta ratusan bangunan hancur. Hampir tidak ada bangunan perumahan rakyat di seluruh Pulau Nias yang tidak mengalami kerusakan akibat gempa itu. Menurut Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Perwakilan Nias, bencana tersebut telah menyebabkan 13.000 rumah rusak total, 24.000 rumah rusak berat, dan sekitar 34.000 rumah rusak ringan. Sebanyak 12 pelabuhan dan dermaga hancur, 403 jembatan rusak dan 800 km jalan kabupaten dan 266 km jalan provinsi hancur. Sebanyak 723 sekolah dan 1.938 tempat ibadah rusak.

Perubahan fisik tentunya terjadi setelah tsunami dan gempa bumi melanda Nias dengan banyaknya bangunan yang hancur karena bencana. Perubahan social budaya yang terjadi akibat tsunami dan gempa bumi di Nias cukup terlihat. Apabila menggunakan variable metodologi yang digunakan dalam melihat perubahan, perubahan yang terjadi di Nias merupakan perubahan yang berdasarkan waktu yang masuk dalam waktu ekologi atau ecological time, perubahan yang terjadi pada alam. Waktu menentukan perubahan alam yang terjadi. Sangat terlihat adanya perbedaan dan perubahan ekologi yang terjadi di Nias yang dapat dilihat pada saat sebelum tsunami dan sesudah tsunami terjadi. Setelah terjadinya tsunami, wilayah Nias mulai terkikis dan wilayahnya mengecil, perubahan struktur tanah yang mengubah posisi lahan sawah dan sebagainya. Perubahan lainnya terlihat dalam perubahan infrastruktur karena secara umum, infrastruktur di kepulauan Nias menjadi sorotan utama dalam proses perbaikan. Untuk membantu pelaksanaan proyek, banyaknya perubahan dan perbaikan sarana infrastruktur seperti jalan raya, sarana air bersih, sekolah, jembatan, telekomunikasi, dan lainnya. Perbaikan infrastruktur merupakan proyek-proyek yang berasal dari luar Nias, ada LSM dalam negri maupun luar negri, perusahaan dan sebagainya yang ingin membangun infrastruktur yang ada di Nias. Pembangunan kembali infrastruktur ini merupakan perubahan yang besar bagi masyarakat Nias karena adanya bentuk infrastruktur yang baru yang ada dalam lingkungan mereka dan juga proyek yang berasal dari luar yang merubah bentuk lama yang hancur. Perubahan ini berasal dari luar dengan ide-ide yang juga berasal dari luar. Perubahan ini dapat dikategorikan kedalam perubahan eksternal-internal dimana adanya agen-agen dari luar yang merubah suatu masyarakat dan diterima oleh masyarakat tersebut. Hal inilah yang terjadi di Nias dimana adanya pihak-pihak yang ingin membangun infrastruktur baru setelah bencana alam terjadi dan hal ini juga dikehendaki oleh masyarakat Nias karena pembangunan memang dibutuhkan pasca tsunami. Perubahan lainnya yang juga berasal dari luar terlihat dalam perubahan ekonomi. Banyak yang mendadak kaya secara materi karena berbagai peluang yang bisa didapat, seperti lapangan pekerjaan dengan gaji di atas rata-rata, lapangan usaha baru karena pelaku ekonomi sebelumnya tidak aktif lagi, aksi pendirian berbagai yayasan atau LSM,

dan sebagainya. Perubahan ekonomi ini berasal dari luar karena banyaknya yayasan atau LSM yang membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Hal ini juga merupakan perubahan eksternal-internal yang berasal dari luar dan dapat diterima oleh masyarakat setempat. Perubahan yang terjadi merupakan dampak dari bencana alam yang terjadi. Bencana alam yang melanda Nias membawa banyak sekali perubahan, tidak hanya perubahan dalam infrastruktur dan ekonomi tetapi juga adanya perubahan perilaku dari masyarakatnya. Perubahan yang terjadi terlihat dari masyarakat yang berubah menjadi materialistis dan juga masyarakat berubah menjadi agresif. Masyarakat berubah menjadi materialistis karena adanya desakan untuk mendapatkan uang agar dapat bertahan hidup. Barang-barang yang tidak berguna seperti rongsokan besi, mulai digunakan dan dijual. Segala hal yang dapat diuangkan mulai digunakan. Semua kesempatan yang ada digunakan oleh mereka untuk mendapatkan uang dan melakukan bisnis. Dampak lain yang terjadi pada masyarakat adalah tingkat agresivitas masyarakat yang sedikit demi sedikit mulai meningkat, yang disebabkan oleh stress akibat dari bencana alam yang terjadi, seperti menciptakan suara bising dan memicu hiruk pikuk. Suara kendaraan dan debu/asal knalpot mendorong penduduk setempat menikmati musik lebih keras lagi, dimana suara tape recorder dari setiap rumah aktif mulai pkl. 08.00 hingga pkl. 19.00. perubahan perilaku yang membuat agresivitas meningkat ini akibat stress masyarakat yang disebabkan oleh dampak dari bencana alam

DAFTAR PUSTAKA

Bee, Robert L. Pattern and Prosess. The free press 2001

Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antar Budaya. Bandung:PT.

Remaja Rosda Karya Hasan Saddly, dkk, Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Houve www.niasonline.com http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Nias 1991

Sudharmono, Ratu E.N. Indonesia Untaian Manikam di Khatulistiwa. Jakarta. PT.

Gramedia Pustaka Utama

Related Documents


More Documents from "Khaerul Umam Noer"