Pembahasan Saus Cabe.docx

  • Uploaded by: Tsabit Muhammad
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan Saus Cabe.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 845
  • Pages: 4
PEMBAHASAN 1. Keadaan 1.1 Bau Bau yang dipersyaratkan oleh SNI 01-2976-2006 adalah normal. Bau normal disini memiliki arti saus cabai tidak memiliki aroma yang menyimpang dari bahan dasar yang digunakan dalam pembuatannya, yaitu cabai. Pada saus cabai dapat juga ditemukan bau selain cabai yang muncul dari penggunaan rempah-rempah dalam proses pembuatannya. Bau yang tidak normal atau menyimpang, dapat menjadi indikasi dari kerusakan bahan pangan, baik bahan dasar yang digunakan, ataupun produk akhir berupa saus cabai. 1.2 Rasa Rasa yang diatur oleh SNI 01-2976-2006 mengenai saus cabai adalah normal. Sama seperti bau, hal ini memiliki arti bahwa rasa dari saus cabai tidak menyimpang dari rasa bahan dasar yang digunakan, serta tidak mengindikasikan kerusakan pada bahan dasar atau produk saus cabai itu sendiri 2. Jumlah Padatan Terlarut Jumlah padatan merupakan salah satu persyaratan yang diminta dari SNI 01-2976-2006. Jumlah padatan terlarut yang dipersyaratkan adalah minimal 20 obrix. Jumlah padatan terlarut pada saus cabai dipengaruhi oleh adanya penambahan gula. 3. Mikroskopis Menurut SNI 01-2976-2006, karakteristik mikroskopis saus cabai harus memiliki nilai positip cabai. Berdasarkan sumber yang sama, prosedur yang dilakukan adalah mengamati preparat yang dibuat dengan membasahi cuplikan saus di atas mikroskop. Kemudian dibandingkan dengan cabai asli. Menurut Suyanti (2007), proses pembuatan saus cabai dilakukan dengan menghaluskan cabai dengan menggunakan metode kukus dan blending. Perlakuan ini meminimalisir terjadi perubahan struktur kimia pada cabai, sehingga karakteristik mikroskopis saus cabai yang baik seharusnya sama dengan karakteristik mikroskopis dari cabai utuh. 4. pH Nilai pH yang dipersyaratkan untuk saus cabai maksimal 4 (SNI 2006). Dengan demikian, produk saus cabai digolongkan sebagai bahan pangan asam. Produk saus cabai

memiliki pH yang rendah karena telah dilakukan penambahan asam asetat ke dalamnya. Penambahan asam asetat berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba terutama bakteri, sehingga produk akan menjadi lebih awet (Syarifudin 2003). Selain penambahan asam, pengawet juga ditambahkan ke dalam saus cabai. Pengawet yang digunakan adalah natrium benzoat. Pengawet ini memiliki pH optimum pada 2.5-4 karena pada pH tersebut pengawet masih berada dalam kondisi yang belum terdisosiasi. 5. Bahan Tambahan Pangan 5.1 Pewarna Pewarna pada saus cabe diatur sesuai peraturan di bidang makanan yang berlaku. Pewarna yang ditambahkan pada bahan saus cabe digunakan untuk menyeragamkan produk olahan saus cabe, karena warna pada saus cabe sudah merah dari bahan baku aslinya yaitu cabe segar. Cabe segar adalah cabe yang matang dan merah merata, masih dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak cacat atau rusak dan bebas hama penyakit. Syarat mutu cabe mengacu pada SNI 01-4480-1998. 5.2 Pengawet Pengawet pada saus cabe diatur sesuai peraturan di bidang makanan yang berlaku. Bahan pengawet yang biasa digunakan untuk pengolahan saus cabe adalah Natrium Benzoat (C7H5NaO2). Untuk 1,5 kg cabe merah yang digunakan diperlukan sekitar, 2 gram Natrium Benzoat. Batas maksimum penggunaan Natrium Benzoat mengacu pada SNI 01-0222-1995. 5.3 Pemanis Buatan Pemanis buatan pada saus cabe diatur sesuia peraturan di bidang makanan yang berlaku. Namun pada pengolahan saus cabe seringkali ditambahkan bahan penguat cita rasa. Bahan penguat cita rasa yang digunakan dalam pengolahan saus cabai antara lain bawang putih, gula, garam, dan merica. Disamping untuk penguat cita rasa gula dan garam berfungsi sebagai pengawet sehingga saus cabai mempunyai daya simpan yang panjang walaupun mengandung air yang cukup tinggi. Demikian juga dengan asam cuka/asam asetat berfungsi sebagai pengawet dan pengatur keasaman. 6. Cemaran logam 6.1 Timbal (Pb)

6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Timah (Sn) 6.5 Raksa (Hg)

7. Cemaran Arsen (As) 8. Cemaran Mikroba 8.1 Angka Lempeng Total Angka lempeng total merupakan salah satu parameter yang dipersyaratkan dalam SNI 012976-2006. Parameter ini dilakukan untuk mengetahui jumlah semua mikroba aerob (mesofil) yang terdapat pada produk. Mutu mikrobiologis ini juga perlu diketahui sebagai indikator terjadinya kebusukan pada bahan pangan yang berkaitan langsung dengan umur simpannya. Jumlah maksimum angka lempeng total yang terdapat pada produk saus cabai adalah 1 x 104 koloni/gram. Jumlah ALT pada saus cabe dapat disebabkan oleh telah matinya sel-sel vegetatif pada proses pemanasan produk. Selain itu, rendahnya pH saus cabai dan adanya penambahan bahan pengawet juga dapat mematikan mikroba, sehingga diharapkan produk akan menjadi lebih awet.

8.2 Bakteri Koliform Bakteri koliform umumnya tidak terdapat pada bahan pangan secara alami. Keberadaan koliform pada umumnya disebabkan oleh adanya kontaminasi dari luar. Koliform merupakan petunjuk adanya polusi yang berasal dari kotoran manusia atau hewan dan menunjukkan kondisi sanitasi yang buruk. Syarat jumlah koliform pada saus cabai adalah < 3 APM/gram.

8.3 Kapang Kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan, dari yang sederhana hingga yang kompleks sebagai media pertumbuhannya (Fardiaz 1992). Kapang dapat tumbuh pada pH 2 – 8.5 dan tumbuh dengan sangat baik pada pH rendah atau asam. Produk saus cabai adalah bahan pangan yang memiliki pH yang rendah yang berarti cocok untuk ditumbuhi oleh

kapang. SNI 01-2976-2006 mensyaratkan bahwa saus cabai tidak boleh memiliki jumlah kapang melebihi 50 koloni/gram.

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. SNI 01-2976-2006. Saus Cabe. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta SNI 01-0222-1995. Bahan Tambahan Makanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. SNI 01-4480-1998, Cabe Merah Segar. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta Syarifudin A. 2003. Aplikasi hazard analysis critical control point (HACCP) pada saus cabai di PT Heinz ABC Indonesia, Karawang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Related Documents

Kepiting Saus
November 2019 6
Pembahasan
August 2019 65
Pembahasan
July 2020 39
Broccoli In Hollandse Saus
November 2019 4
Pembahasan Iodoform.docx
December 2019 31

More Documents from "Yusuf Ammar"