Latar Belakang “ Roda zaman menggilas kita, terseret tertatih-tatih. Sumbu hidup terus diburu berpacu dengan waktu”. (Ebit G Ade) Sepenggal lirik lagu Ebit G Ade ini mengingatkan kita bahwa zaman ini terus berputar dan selalu ada banyak perubahan. Kini kita telah berada di zaman globalisasi yang menuntut setiap individu untuk mampu bersaing untuk dapat bertahan hidup. Derasnya perubahan zaman telah membawa gelombang perubahan yang begitu cepat. Perubahan-perubahan ini tentu membawa dampak yang positif maupun yang negative. Perubahan yang nampak pada saat ini adalah perubahan gaya hidup maupun tata perilaku. Masyarakat tidak lagi mengenal norma dan tatanan adat. Mereka lebih memikirkan diri sendiri bila disbanding dengan lingkungan sekkitarnya. Yogyakarta merupakan kota yang sangat pesat modernisasinya. Kota ini dikenal sebagai kota pelajar dan banyak terdapat lembaga-lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Hal ini menjadi factor pemercepat modernisasi kota ini. Banyak pelajar dari berbagai kota di Indonesia menuntuk ilmu di kota ini. Berbagai macam budaya dan adat istiadat dari berbagai suku bangsa di Indonesia melebur menjadi satu dan menciptakan suatu budaya baru. Makin tinggi pendidikan seseorang, akan diikuti makin baiknya sikap dan perilaku orang tersebut.
pernyataan
tersebut
akan
menjadi
suatu
kenyataan,
jika
dalam
proses
pembelajaran/perkuliahan ada suatu perlakuan yang mengarah pada sikap dan perilaku yang baik. Perlakuan atau tindakan dalam proses pembelajaran tersebut sebagai jaminannya. Atau, mungkin secara teoritikperilaku sebagai aspek konasi merupakan cerminan sikap (afeksi) yang dilandasi oleh kognisi (pengetahuan) dan semua itu harus diperoleh melalui proses pendidikan. Banyak mahasiswa, bahkan yang mengambil program kependidikan masih bersikap, berpakaian, bertutur kata, dan berperilaku yang kurang menunjukkan figure seorang mahasiswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai calon guru. Perubahan budaya ini terlihat jelas di kampus UNY. Mahasiswa-mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta datang dari berbagai tempat dan suku bangsa di Indonesia ini. Kebanyakan dari mereka datang dari pulau
Jawa yang ramah, sopan, santun, dan menjunjung tinggi nilai budaya. Namun pada kenyataannya sekarang terjadi pergeseran perilaku dalam bersikap, berpakaian, bertutur kata dan berperilaku.
Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan tata karma? Apakah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta telah mengaplikasikan nilai-nilai tata karma? Apa dampak dari hilangnya tata krama di kalangan mahasiswa? Bagaimana cara agar mahasiswa dapat mengaplikasikan nilai-nilai tata krama?
Pembahasan Menurut W.J.S Poerwodarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tata karma diartikan sebagai adat, sopan-santun, basa-basi, peradaban, dan kesusilaan. Soekanto Sarjono dalam Kamus Sosiologi mengartikan tata karma sebagai etiquette (etika). Etiquette merupakan perilaku seremonial yang diharapkan dari seseorang dalam suatu kategori terhadap orang dari kategori lain. Peraturan Rektor UNY Nomor: 03 Tahun 2009 tentang Etika dan Tata Tertib Pergaulan Mahasiswa di Kampus pada Bab I Pasal 1 ayat 4 dan ayat 13 dijelaskan mengenai etika. Pada pasal 1 ayat 4 berbunyi Etika adalah pedoman dalam bersikap dan berperilaku yang di dalamnya berisi garis-garis besar bernilai moral dan norma yang mencerminkan masyarakat kampus yang ilmiah, edukatif, kreatif, santun, dan bermartabat. Sedangkan pada pasal 1 ayat 13 tertulis Etika mahasiswa adalah norma-norma yang perlu dilakukan oleh mahasiswa dalam bersikap dan berperilaku sebagai upaya untk mengokohkan visi dan misi UNY serta memperkuat sinergi social dan akadenik di kampus UNY. Dari kalimat di atas telah jelas bahwa setiap mahasiswa harus memiliki norma atau pedoman yang baik di dalam dirinya setiap bersikap dan berperilaku agar terwujud keharmonisan di dalam kampus untuk mewujudkan visi dan misi UNY. David A. karp dan W.C. Yoels (1974)
membagi norma atau pedoman menjadi 3 jenis aturan, yakni aturan mengenai ruang, mengenai waktu dan mengenai gerak dan sikap tubuh. (Sunarto Kamanto, 1993 Pengantar Sosiologi : 45) Pedoman atau norma yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa meliputi sopan-santun di dalam berperilaku, sopan dalam bertutur sapa, dan sopan dalam berpakaian maupun dalam bertata rias. Hal ini juga telah dijelaskan pada Bab IV tentang Sikap dan Perilaku. Pada pasal 6 ayat 2 dijelaskan bahwa Mahasiswa harus mampu mencerminkan sikap sebagai kaum terpelajar dengan bertata rias secara wajar, berpakaian yang bersih, rapi, sopan, serasi sesuai dengan konteks keperluan. Waulaupun telah tertulis jelas di dalam Peraturan Rektor UNY Nomor: 03 tahun 2009 tentang Etika dan Tata Tertib Pergaulan Mahasiswa di Kampus, namun masih banyak mahasiswa yang menunjukkan figure seorang mahasiswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebagai calon guru. Bila kita menghormati orang lain maka tentu orang lain akan menghormati kita, namun jika kita seenaknya terhadap orang lain maka tentu orang lain juga akan bersikap begitu kepada kita. Hal ini juga yang seharusnya dilakukan di kampus. Tindakan itu ditujukan baik kepada teman, dosen, maupun seluruh civitas akademik lainnya. Seperti contoh mahasiswa yang tidur di kelas pada saat dosen mengajar, posisi kaki dan tubuh dengan gaya duduk yang seenaknya bahkan sampai da mahasiswa yang akan berkelahi dengan seorang petugas parker. Kejadian yang seharusnya tidak patut terjadi ini berawal ketika seorang mahasiswa keluar dari tempat parker F MIPA. Sesuai ketentuan parker, bahwa setiap kendaraan yang meninggalkan tempat parker maka harus menunjukkan STNK. Namun mahasiswa itu keluar dengan seenaknya, padahal disana ada petugas parkir yang sedang berjaga. karena merasa tidak dihargai dan memiliki tanggung jawab, kontan petugas parkir mengejar dan menegur mahasiswa itu. Mahasiswa itu tidak menghiraukan sehingga sempat terjadi tarik-menarik diantara keduanya. Mahasiswa juga sering melontarkan kata-kata jorok yang tidak seharusnya terlontar pada saat di dalam kelas maupun berada di lingkungan kampus. Pada saat pembelajaran di kelas ada saja mahasiswa yang melontarkan sepatah dua patah kata yang sangat tidak baik yang ditujukan kepada dosen,walaupun banyak yang tidak dilontarkan secara lantang. Ketika berkumpul dengan teman, banyak mahasiswa yang bercanda sampai kelewat batas dengan mengeluarkan kata-kata yang jorok, porno, dan tak senonoh. Dalam berpakaian lebih nampak lagi, banyak di atara
mahasiswa yang memakai celana jeans yang ketat atau desebut celana pensil sedang mahasiswi memakai rok mini dengan atasan hanya memakai kaos yang ditutupi dengan jamper, mereka juga tidak memakai sepatu lagi namun memakai sandal sesuai dengan mode keluaran terbaru. Ada beberapa dampak dari hilangnya tata krama maupun perilaku dalam bersikap, berpakaian, bertutur kata dan berperilaku. Pertama, akan terjadi pelanggaran terhadap normanorma atau peraturan yang ada di kampus. Jika hal ini terjadi maka mahasiswa akan bersikap semaunya sendiri dalam bersikap, berpakaian, bertutur kata dan berperilaku. Sehingga tidak ada lagi keterkaitan antara mahasiswa dengan civitas akademik lainnya. Mahasiswa tidak lagi mengetahui mana yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai mahasiswa. Kedua, jika peraturan tetap ditegakkan sedang banyak mahasiswa yang melanggar maka akan menjadi kerja keras bagi petugas-petugas yang berwenang dalam hal ini. Ketiga, dalam pencapaian visi dan misi Universitas Negeri Yogyakarta akan terhambat. Hal ini juga akan mengganggu proses pembelajaran di lingkungan kampus UNY.
Kesimpulan Globalisasi akan mempengaruhi perubahan-perubahan gaya dan budaya di kalangan masyarakat. Perubahan itu meliputi perubahan gaya hidup dan perubahan tata perilaku. Fenomena ini juga telah mewabah di dunia pendidikan, khususnya telah menginfeksi mahasiswa. Banyak di antara mahasiswa tidak lagi mengenal tata krama serta norma-norma yang telah ada dan ditetapkan oleh kampus. Mahasiswa cenderung mengikuti gaya dan tren yang berkembang di kalangan kaum muda saat ini yang memang berdampak kurang baik bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Dalam bersikap, berpakaian, bertutur kata dan berperilaku mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta masih kurang menunjukkan figure seorang mahasiswa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebagai calon guru. Jika sikap-sikap ini dibiarkan maka akan mengakibatkan dampak yang