Pembahasan Ra.docx

  • Uploaded by: nurrahmi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan Ra.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,821
  • Pages: 9
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengutip pendapat dari Sjamsuhidayat (1997), artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausnya multifaktor. Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling sering di tangan.selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Atritis kronik yang terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan atritis reumatoid juvenil. Neor S (1996) atritis reumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi sistem kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah prioritas yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.

B.

Rumusan Masalah

1. Apakah yang di maksud dengan Reumatoid Artritis? 2. Factor apakah yang menyebabkan Reumatoid Artritis? 3. Bagaimana manifestasi klinis dari Reumatoid Artritis? 4. Apasajakah pemeriksaan penunjanjang dalam penanganan penyakit Reumatoid Artritis? 5. Bagaimana Pelaktanasaan penyakit Reumatoid Artritis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui defenisi Reumatoid Artritis? 2. Untuk mengetahui penyebab Reumatoid Artritis s? 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Reumatoid Artritis? 4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjanjang dalam penanganan penyakit Reumatoid Artritis? 5. Untuk mengetahui Pelaktanasaan i penyakit Reumatoid Artritis?

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Rheumathoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif cenderung kronik yang mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secata simetris. ( Amin Huda Nurarif, dan hardi kusuma. 2015. Hal. 94) Reumatoid artritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan ploriferansi pada membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformatis. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang di perantarai oleh imunitas. ( Lukman dan Nurna Ningsi. 2009. Hal. 216-217) B. Etiologi Penyebab reumatoid artritis masi belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor ( berbagai kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun. (Lukman dan Nurna Ningsi. 2009. Hal.217) Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab rheumathoid arthritis, yaitu : 1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan steptokokus non-hemolitikus 2. Endokrin 3. Autoimun

4. Metabolic 5. Factor genetic serta factor pemicu lingkungan Pada saat ini , rheumathoid arthritis diduga disebabkan oleh factor autoimun dan ifeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II ; factor injeksi mngkin disebabkan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group difterioid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi penderita. Kelainan yang dapat terjadi pada rheumathoid arthritis yaitu : 1. Kelainan pada daerah artikeler a. Stadium I (stadium sinivitis) b. Stadium II (stadium destruksi) c. Stadium III (stadium deformitas) 2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikeler Perubahan patologis yang sapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :  Otot : terjadi miopati  Nodul subkutan  Pembuluh darah perifer : terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada pembuluh darah arteriol dan venosa  Kelenjar limfe : terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aloiran limfe sendi, hiperplasi folikeler, peningkatan aktivitas system retikuloendotelial dan proliferasi yang mengakibatkan splenomegali  Saraf : terjadi nekrosis fokal, reaksi epiteloid serta infiltrasi leukosit  Visera ( Amin Huda Nurarif, dan hardi kusuma. 2015. Hal. 94-95) C. Manifestasi klinis Gejala awal terjadi pada bberapa sendi sehingga disebut pili arthritis rheumathoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tanagn , pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul yang biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terkadi pada satu sendi disebut rheumathod arthritis mono-artikular. 1. Stadium awal Malaise., penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia. Gejala lokal yang berupa pembengkakan. Nyeri dan gangguan gerak pada sendi matakapofalangeal

Pemeriksaan fisik : tenodinofitas pada daerah ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari-jari. Pada sendi besar (misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa pembengkakan nyeri serta tanda-tanda efusi sendi. 2. Stadium lanjut Kerusakan

sendi

dan

deformitas

yang

bersifat

permamen,

timbul/ketidakstabilan sendi akibat rupture tendo/ligament

selanjutnya

yang menyebabkan

deformitas rheumathoid yang khas berupa deviasi ulner jari-jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki. Untuk menegakkan diagnosis dipakai criteria diagnosis dari ACR tahun 1987 dimana untuk mendiagnosis RA diperlukan 4 dari 7 karakter tersebut. Kriteria

Definisi

Kaku pagi hari

Kekakuan pagi hari pada persendian dan sekitarnya sekurangkurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

Arthritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi persendian atau lebih

(bukan pertumbuhan tulang) sekurang-kurangnya pada 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter

Arthritis pada persendian Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan suatu persendian tangan

tangan seperti yang tertera diatas

Arthritis simetris

Keterlibatan sendi yang sama (seperti criteria yang tertera 2 pada kedua belah sisi) keterlibatan PIP, MCP, atau MTP bilateral

Nodul remathoid

Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter

Factor reumathoid serum Terdapat titer abnormal factor rheumathoid serum yang positif

diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kuranag dari 5% kelompok control yang diperiksa. Pemeriksaan hasilnya negative tdak menyingkirkan adanya RA

Perubahan

gambaran Perubahan gambaran radiologi yang khas bagi reumathoid

radiologis

arthritis pada pemeriksaan sinar x tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi

( Amin Huda Nurarif, dan hardi kusuma. 2015. Hal. 95-96) D. Pemeriksaan penunjang 1. Factor rheumathoid, viksasi lateks, reaksi-reaksi aglutinasi 2.

Laju endap darah : umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala meningkat

3. Protein C-reaktif : positif selama masa eksasebrasi 4. Leukosit meningkat pada waktu timbul proses inflamasi 5. Haemoglobin : umumnya menunjukan anemia sedang 6. Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukan proses autoimun sebagai penyebab RA 7. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoarthritis yang terjadi secara bersamaan 8. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium 9. Artroskopi langsung, aspirasi cairan sinovial 10. Biopsi membrane sinovial : menunjukan peubahan inflamasi dan perkembangan panas. ( Amin Huda Nurarif, dan hardi kusuma. 2015. Hal. 96)

E. Penatalaksanaan Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatlaksanaan yang sengaja dirancancang untuk mencapai tujuan- tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat- obatan. Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara dini. (Lukman dan Nurna Ningsi. 2009. Hal. 221) Setelah diagnosis RA dapat ditegakan, pendekan pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. 1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik adan terjamin ketaatan pasien 2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering di jumpai. OAINS yang diberikan yaitu:

a. Aspirin; pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikan 0,3-0,6 g/minggu sampai terjadi pebaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/bl b. Ibu profen, naprokse, piroksikam, diklofenak dan sebagainya 3. DMARD (disease-modifying antirheumatic drugs) digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses detruksi akibat rheumathoid athtritis. Mula kasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses rhemathoid akan berkurang. Jenis-jenis yang digunakan yaitu: a. Klorokuin; paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih renda disbanding dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari, hidrosiklorokuin 400 mg/hari b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditngkatkan 500 mg/minggu, samapi mencapai dosis 4 x 500 mg. setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat kasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi c. D-penisilamin, kurang di sukai karna bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditinggikan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250-300 mg/hari d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Kasiatnya tidak di ragukan lagi meskipun sering timbul efek samping. Aurosodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian dosis kedua 20 mg. seminggu kemudian diberikan dosis penih 50 mg/minggu selama 30 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika di perlukan, dapat di berikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadan remisi tercapai e. Obat imusupresif atau imunoregulator; metotreksat sangat muda digunakan dan waktu mula kerjanya relative pendek. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukan perbaikan, dosis harus ditinggkatkan. Disis jarang melebihi 20 mg/minggu. Penggunaan siklosporin untuk rheumathoid athtritis masih dalam penelitian

f. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan rheumathoid athtritis dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti faskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (prednisone 5-7,5 mg/hari) sangat bermanfaat sebagai bridging terapi dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat paradangan yang berat. Infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu obat 4. Riwayat penyakit alamiah Pada umumnya 25% pasien akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hnya mengalami satu episode RA dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak lain sebagian besar pasien akn menderita penyakit ini sepajang hidup dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita RA yang progresif disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi. Sampai saat ini belum berhasil dijumpai obat yang bersifat sebagai disearse controlling antirheumatic therapy (DC-ART) 5. Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan kemampuan pasien RA dengan tujuan: a. Mengurangi rasa nyeri b. Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi c. Mencegah terjadinya atrofi otot dan kelemahan otot d. Mencegah terjadinya deformitas e. Meningkatkan rasa nyaman dan keparcayaan diri f. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain . ( Amin Huda Nurarif, dan hardi kusuma. 2015. Hal. 96-98)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Rheumathoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif cenderung kronik yang mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secata simetris. Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatlaksanaan yang sengaja dirancancang untuk mencapai tujuan- tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat- obatan. Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara dini.

B. Saran Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat mengerti konsep rheumatoid atritis serta dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.

DAFTAR PUSTAKA Huda, Amin Nurarif dan Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogakarta: Mediaaction Publishing. Lukman dan Ningsih Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Related Documents

Pembahasan
August 2019 65
Pembahasan
July 2020 39
Pembahasan Iodoform.docx
December 2019 31
Pembahasan Wiwin.docx
April 2020 23
Pembahasan Lap.docx
December 2019 26
Pembahasan Formol.docx
December 2019 27

More Documents from "Nicholas Gerry"