Pedoman Pelayanan Ppi.docx

  • Uploaded by: Linalubis
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pedoman Pelayanan Ppi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 27,739
  • Pages: 143
PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ARTHA MAHINRUS Jl.Pasar III No. 151 Terusan Tuasan MEDAN 20237 Telp: (061) 80086111 / 80088892 Fax: (061) 80086404 Email: [email protected] 2018

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di rumah sakit sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta lingkungan dari resiko tertular penyakit infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung ke rumah sakit. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar yang sudah ditentukan. Kebersihan program dan kegiatan PPI di rumah sakit memerlukan keterlibatan semua pihak yaitu keterlibatan semua profesional dan unit kerja (Dokter, Perawat, Analis Laboratorium, K3, Farmasi, Gizi, Sanitasi dan Laundry, dan bagian Rumah Tangga Rumah Sakit), sehingga diperlukan wadah untuk pengorganisasiannya berupa Panitia PPI. Kerjasama organisasi PPI dalam pelaksanaannya harus didukung komitmen tinggi manajerial sehingga menentukan terlaksananya program dan kegiatan dengan baik semuanya itu akan menjamin mutu pelayanan Rumah Sakit. Infeksi rumah sakit merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit, dampak yang muncul

sangat

membebani

rumah

sakit

maupun

pasien.

Adapun

faktor

yang

mempengaruhinya antara lain, banyaknya pasien yang dirawat sebagai sumber infeksi bagi lingkungan pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya maupun petugas kontak langsung antara pasien dengan pasien lainnya, kontak langsung antara petugas dengan pasien yang tercemar, penggunaan peralatan medis yang tercemar kuman, kondisi pasien yang lemah. Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit harus dilaksanakan secara menyeluruh dengan baik dan benar disemua sarana kesehatan rumah sakit, dengan prosedur yang baku untuk setiap tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut, untuk itu perlu adanya suatu pedoman yang digunakan di RSIA Artha Mahinrus. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi merujuk pada Pedoman Manajerial Dan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dari Departemen Kesehatan 2009, infeksi yang berasal dari lingkungan rumah sakit dikenal dengan istilah infeksi nosokomial 1

mengingat seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare – Associated Infections” (HAIs). Diharapkan dengan adanya Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini, seluruh petugas RSIA Artha Mahinrus memiliki sikap dan perilaku yang mendukung standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Artha Mahinrus.

B. Tujuan 

Tujuan Umum :

Menyiapkan agar RSIA Artha Mahinrus dengan sumber daya terbatas dapat menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular (Emerging Infectious Diseases) yang mungkin timbul, khususnya dalam menghadapi kemungkinan pandemic influenza. 

Tujuan Khusus :

Membuat standar pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi bagi petugas kesehatan di RSIA Artha Mahinrus meliputi : 1. Konsep dasar penyakit infeksi 2. Fakta – fakta penting beberapa penyakit menular 3. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Artha Mahinrus 4. Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular 5. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

C. Ruang Lingkup Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di RSIA Artha Mahinrus dalam melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular melalui udara, kontak droplet atau penyakit menular melalui udara, kontak, droplet atau penyakit infeksi lainnya.

2

BAB II KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSIA ARTHA MAHINRUS

A. Visi Mengutamakan pencegahan dan proteksi lingkungan rumah sakit untuk menurunkan angkainfeksi nosokomial.

B. Misi 1. Melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi disemua bagian / instalasi yang terkait. 2. Memberikan pelayanan sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi kepada pasien, petugas kesehatandan pengunjung rumah sakit. 3. Melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari infeksi rumah sakit. 4. Tersedianya pelatihan dan pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi

C. Falsafah dan Tujuan PPI  Falsafah : Melakukan pencegahan dan proteksi agar tidak terjadi infeksi kepada pasien,keluarga, tenaga medis dan non medis selama berada di lingkungan Rumah Sakit.  Tujuan : 1. Menurunkan angka kejadian Infeksi Nosokomial. 2. Menjadikan proteksi / perlindungan terhadap lingkungan Rumah Sakit. 3. Menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian.

D. Dasar Hukum 1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 270/MenKes/2007, tentang Pedoman Manajerial PPI di Rumah sakit dan Fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya. 2. Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 382/MenKes/SK/III/ 2007 : Tentang Pedoman PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

3

3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 129/MenKes/SK/II/2008, tentang standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1165.A/MenKes/SK/X/2004, tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit 5. Surat Keputusan Direktur RSIA Artha Mahinrus Nomor : ?????????tentang Pembentukan Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPPI ) RSIA Artha Mahinrus.

E. Organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi Gambar 1. Struktur Organisasi Berdasarkan Keputusan Direktur RSIA Artha MahinrusNo : ......./SK/DIR/....../...........

STRUKTUR ORGANISASI PANITIA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT DI RSIA ARTHA MAHINRUS DIREKTUR

KA. PANITIA PPI

SEKRETARIS (IPCN) ANGGOTA PANITIA PPI

IPCLN

Ditetapkan di ........................... Pada Tanggal ………………... Direktur RSIA Artha Mahinrus,

(dr. Roro Jenny Satyo P, MARS ) 4

Struktur Organisasi Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Artha Mahinrus Medan. Ketua Sekretaris Anggota

: dr. Shinly Melvita Ginting : Ns. Rial Renaldi, S.Kep : juwita Hotlina Widya

IPCLN

: -

K.S, AMK N. A. S, AMK N. S (Bidan) L.S, AMK M.M, AMK R.S, AMK

(IPCLN Unit Gawat Darurat) (IPCLN Unit Rawat Intensif) (IPCLN Unit Kamar Operasi) (IPCLN Unit Kamar Bersalin) ( IPCLN Unit Rawat Inap Lt. II) (IPCLN Unit Rawat Inap Lt. III) (IPCLN Unit Perinatologi)

Uraian Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang : Direktur Tugas dan Tanggung Jawab 1. Membentuk Panitia PPIRS dengan Surat Keputusan. 2. Bertanggung jawab dan miliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian HAIs 3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan. 4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs 5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian HAIs berdasarkan saran dari Panitia PPIRS. 6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik yang rasional dan disinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari Panitia PPIRS. 7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap berdasarkan saran dari Panitia PPIRS. 8. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk PPIRS.

Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit 5

1. Ketua Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSIA Artha Mahinrus a. Uraian Tugas : 1) Membuat dan mengevaluasi kebijakan Pencegahan Pengendalian Infeksi 2) Melaksanakan sosialisasi kebijakan Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit, agar kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit. 3) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar. 4) Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans. 5) Mengidentifikasi dan melaporkan kuman pathogen dan pola resistensi antibiotika. 6) Mengadakan kegiatan konsultasi/penyuluhan masalah infeksi kepada Tenaga Medik, Non Medik dan Tenaga Lainnya serta pengguna jasa RSIA Artha Mahinrus. 7) Menelaah pelaksanaan surveilans infeksi nosokomial, serta memberikan umpan baliknya kepada pihak yang terkait tentang data surveilans pencegahan dan pengendalian infeksi yang relevan. 8) Pengembangan program pendidikan dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan infeksi nosokomial bagi staf yang membutuhkan. 9) Mengkoordinasikan pelatihan kewaspadaan universal diseluruh lapisan karyawan rumah sakit. 10) Bekerjasama dengan anggota dalam melakukan investigasi masalah atau kejadian luar biasa infeksi nosokomial. 11) Berkoordinasi dengan unit terkait lainnya. 12) Menerima laporan dari Anggota Panitia pencegahan pengendalian infeksi dan membuat laporan kepada Direktur. b. Wewenang : 1) Melakukan pengawasan terhadap kepatuhan staf/pegawai RSIA Artha Mahinrus dalam melaksanakan kebijakan direktur tentang Pencegahan danPengendalian Infeksi Rumah Sakit. 2) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan pengendalian infeksi. 3) Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional dirumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika. 4) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam pencegahan pengendalian infeksi. 5) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip pencegahan pengendalian infeksi dan aman bagi yang menggunakan. 6) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi. c. Tanggung Jawab : 6

1) Bertanggung jawab terhadap penyusunan dan pelaksanaan program PPI dan program pelatihan dan pendidikan PPI 2) Bertanggung jawab terhadap evaluasi, rekomendasi dan tindak lanjut program dengan melaksanakan pertemuan & pelaporan berkala setiap 3 bulan sekali 3) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyelidikan sewaktu ada indikasi kejadian luar biasa (KLB) di Rumah Sakit dan mengevaluasi efektivitas dan dampak dari kebijakan pengendalian infeksi, prosedur dan peralatan. 2. Sekretaris a. Uraian Tugas : 1) Pengadaan kelengkapan administrasiprogram pencegahan dan pengendalian Infeksi 2) Penyusunan kebutuhan anggaranuntuk kegiatan Pencegahan & Pengendalian Infeksi 3) Melaksanakan kegiatanadministrasi umum Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit 4) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi dilingkungan kerjanya baik rumah sakit dan fasilitas dan pelayanan kesehatan lainnya 5) Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit 6) Mendesain, melaksanakan,memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 7) Memonitor kesehatan lingkungan 8) Memonitor kesehatan, petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya b. Wewenang : 1) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan Isolasi 2) Memonitor terhadap pengendalian antibiotik yang rasional 3) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI 4) Memberikan saran design ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI 5) Audit pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk penatalaksanaan limbah, laundry, gizi dan lain lain dengan menggunakan daftar tilik 6) Sebagai koordinator antar unit kerja dalam mendeteksi,mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit. 7) Menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit. c. Tanggung Jawab : 1) Bertanggung jawab terhadap pencatatan dan pelaporan kegiatan Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial 7

2) Bersama Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di rumah sakit 3) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi 4) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit 5) Melakukan penyelidikan sewaktu ada indikasi kejadian luar biasa (KLB) di Rumah Sakit dan bersama Panitia memperbaiki kesalahan yang terjadi 3. Anggota Panitia a. Uraian Tugas Anggota Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RumahSakit : 1. Bersama Ka. Panitia PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di Rumah Sakit 2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di setiap unit rawat inap 3. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung Rumah Sakit tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit 4. Melakukan investigasi terhadap KLB dam bersama-sama Ka. Panitia memperbaiki kesalahan yang terjadi 5. Mendesain melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilens yang terjadi di Rumah Sakit 6. Berkoordinasi dengan Panitia PPI saat terjadi KLB diruang rawat inap 7. Konsultasi dengan Panitia PPI dalam pelaksanaan prosedur yang harus dijalankan bila belum paham

b. Wewenang : 1) Melakukan pengawasan terhadap kepatuhan staf/pegawai RSIA Artha Mahinrus dalam melaksanakan kebijakan direktur tentang Pencegahan danPengendalian Infeksi Rumah Sakit 2) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan pengendalian infeksi 3) Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional dirumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika 4) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam pencegahan pengendalian infeksi 8

5) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip pencegahan pengendalian infeksi dan aman bagi yang menggunakan 6) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi c. Tanggung Jawab : 1) Bertanggung jawab terhadap penyusunan dan pelaksanaan program PPI dan program pelatihan dan pendidikan PPI 2) Bertanggung jawab terhadap evaluasi, rekomendasi, dan tindak lanjut program dengan melaksanakan pertemuan & pelaporan berkala setiap 3 bulan sekali 3) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyelidikan sewaktu ada indikasi kejadian luar biasa (KLB) di Rumah Sakit dan mengevaluasi efektivitas dan dampak dari kebijakan pengendalian infeksi, prosedur dan peralatan 4. IPCLN a. Uraian Tugas : 1) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien diunit rawat inap masing-masing dan menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang 2) Berkoordinasi dangan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung diruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham b. Wewenang : 1) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing 2) Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi c. Tanggung Jawab : Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi pada pasien

9

BAB III KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI DAN PENYAKIT MENULAR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk indonesia, ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi berasal dari Komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit ( Hospital Acquired infection ) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khusus dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (Home Care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, baik bagi pasien atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti dengan istilah baru yaitu ” Healthcare- associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga difasilitas pelayanan kesehatan lainnya juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital infection).  Beberapa Batasan / Definisi a. Kolonisasi Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuhdan berkembang biak, tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut keorang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai ”Carrier”. b. Infeksi Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.

10

c. Penyakit Infeksi Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit menular atau infeksius Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang keorang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung

e. Inflamasi Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen karena infeksi, trauma, pembedahan atau luka bakar yang ditandai dengan adanya sakit / nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi. f. ”Systemic Inflammatory Response Syndrome”(SIRS) Sekumpulan gajala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut : Hipertermi / hipotermi / suhu tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia atau hitung jenis leukosit jumlah sel muda lebih dari 10% pada dewasa dan 20% pada bayi. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitisatau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut ”sepsis”.  Rantai Penularan Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan.Apabila satu rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau di hentikan.Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah : a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau ”load”).

11

b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas,usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.

c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membran mukosa,transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita yang suseptibel.Ada beberapa cara yaitu : (1) Kontak langsung dan tidak langsung, (2) Droplet, (3) airbone, (4) melalui venikulum (makanan, air / minuman, darah) dan (5) melalui vector biasanya serangga dan binatang pengerat.

e. Pintu masuk (portal of entri) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu yang suseptibel. Pintu

masuk bisa melalui saluran pernafasan,

pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).

f. Pejamu (host) yang susptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan.Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

12

Agen

Host/ pejamur entan

reservoir

Infeksi Tempat keluar

Tempat Masuk

Metode Penularan

Gambar 2 . Skema rantai penularan penyakit infeksi 

Faktor Risiko ” Healthcare- Associated Infections” (HAIs) a. Umur : neonatus dan lanjut usia lebih rentan b. Status imun yang rendah / terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obatan imunosupresan c. Interupsi barier anatomis :  Keteter urine

: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).

 Prosedur Operasi

: dapat menyebabkan infeksi luka operasi atau ”

Surgical Site Infection” (SSI)  Intubasi Pernafasan

:

meningkatkan

kejadian



Hospital

Acquired

Pneumonia (HAP/VAP)  Kanula Vena dan Arteri

: meningkatkan infeksi luka infus (ILI), ”Blood Stream Infection” (BSI)

 Luka bakar dan Trauma  Implantasi benda asing :

Indwelling catheter Surgical suture material Cerebrospinal fluid shunts Valvular / vascular prostheses

 Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotik yang tidak bijaksana menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba. 13

Pencegahan dan pengendalian infeksi Proses terjadinya infeksi tergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan, identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya HAIs, baik pada pasien ataupun pada petugas. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari : a.

Peningkatan daya tahan pejamu Dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), imunisasi pasif

(immunoglobulin), dan promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi adekuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

b.

Inaktivasi agen penyebab infeksi Dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi, contohnya metode fisik adalah :

pemanasan (pasteurisasi dan sterilisasi) dan memasak makanan metode kimiawi termasuk klorisasi air, desinfeksi dll.

c.

Memutus rantai penularan Merupakan cara yang paling mudah untuk pencegahan penularan penyakit infeksi,

tetapi hasilnya tergantung dari ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini dengan cara melaksanakan ” Isolation Precautions” (Kewaspadaan isolasi) yang terdiri dari dua pilar / tingkatan yaitu ” Standard precautions” (kewaspadaan berdasarkan cara penularan).

d.

Tindakan pencegahan pasca pajanan (”Post exposure prophilaxis” / PEP) yaitu suatu tindakan terhadap petugas kesehatan. Pencegahan agen infeksi yang

ditularkanmelalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.

14

B. FAKTA-FAKTA PENTING PENYAKIT MENULAR 1. INFLUENZA 1.1. Influenza musiman dan influenza A (H5NI) a. Pengertian Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan, ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu dan batuk.

b. Penyebab Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi / pandemi. Subtipe virus influenza A dapat menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi pencampuran antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang sangat virulen dan mudah menular serta berpotensi menyebabkan pandemi.

c. Epidemiologi Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan di wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa terjadi epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus yang mengalami ”antigenic drift”, namun dapat terjadi pandemi global akibat virus yang mengalami ”antigenic drift”.

d. Cara Penularan Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi. Masa inkubasi biasanya 1-3 hari.

e. Gejala Klinis Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise. Biasanya influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

f. Masa Penularan Mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks, pada anak muda sampai 7 hari.

15

g.

Kerentanan dan Kekebalan

Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik. Lamanya antibodi bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan tergantung tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

h.

Cara Pencegahan  Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan penularan melalui batuk, bersin,kontak tidak langsung melalui tangan dan selaput lendir saluran pernapasan.  Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80% perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam vaksin sama atau mirip dengan strain virus yang sedang beredar (musim), pada orang usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya penyakit, kejadian komplikasi dan kematian.  Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir dan penghantar M2 channel rimantadin, amatadin) dapat dipertimbangkan terutama pada mereka yang beresiko mengalami komplikasi (orang tua, orang dengan penyakit jantung / paru menahun). Akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi terhadap amantadin, rimantadin yang semakin meningkat.  Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat epidemi isolasi dilakukan terhadap pasien dengan cara menempatkan mereka secara kohort.

1.2. Influenza A (H5N1) atau Flu burung a. Pengertian Flu burung adalah salah satu penyakit yang dikhawatirkan dapat menyebabkan pandemi. Penyakit flu burung penting untuk diketahui sebagai Emerging infectious Diseases.

b.

Penyebab

Flu burung (Avian influenza) disebabkan virus influenza subtipe H5N1, flu burung dapat terjadi secara alami pada semua burung. Burung membawa virus kemudian menyebarkan melalui saliva, sekresi patuk, dan feses.

16

Burung yang kontak dengan burung pembawa virus, dapat tertular dan menimbulkan sakit, sekretnya akan tetap infeksius selama sepuluh hari. Feses burung yang terinfeksi dapat mengeluarkan virus dalam jumlah besar. c. Epidemiologi Flu burung pada manusia sampaisaat ini telah dilaporkan dibanyak negara terutama di Asia. Di daerah dimana terdapat interaksi tinggi antara populasi hewan khususnya unggas dan manusia (animal- human interface) resiko terjadi penularan pada manusia. Saat ini flu burung dianggap sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pandemi influenza. Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang dilaporkan terjadi akibat dekat dan kontak erat dengan unggas terinfeksi atau benda terkontaminasi. Angka kematian tinggi, antara 50-80 %. Meskipun terdapat potensi penularan virus H5N1 dari manusia ke manusia, model penularan semacam ini belum terbukti.

d. Kelompok usia yang beresiko Virus H5N1 menyerang dan membunuh kelompok usia muda. Sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang sebelumnya sehat.

e. Mengapa virus H5N1 perlu mendapat perhatian khusus Dari 15 subtipe virus flu burung, virus H5N1 menjadi perhatian khusus, dengan alasan sebagai berikut : 

Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas di Asia pada populasi unggas dan bergerak ke Eropa pada tahun 2005. Selain itu terjadi perluasan host (pejamu) dari burung ke mamalia.



Resiko manusia terinfeksi H5N1 tinggi, dipedesaan Asia unggas di ternakkan dekat wilayah pemukiman dan dibiarkan berkeliaran secara bebas.



Virus ini telah menyebabkan penyakit yang parah pada manusia dengan kematian tinggi (dilaporkan mencapai sekitar 50%, meskipun data surveilans mungkin tidak lengkap).



Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat bermutasi secara cepat dan berkemampuan memperoleh gen dari virus yang menginfeksi spesies hewan lain.

f. Cara penularan ke manusia

17

Kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang terkontaminasi, oleh feses burung saat ini sebagai jalur utama penularan terhadap manusia.

g. Masa Inkubasi Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat yaitu 2 sampai 3 hari, berkisar 1 sampai 7 hari. Pada influenza A (H5N1) masa inkubasi 3 hari berkisar 2 sampai 8 hari.

h. Gejala-gejala pada manusia Gejala-gejala flu burung pada manusia adalah :  Demam tinggi (suhu ≥ 38o C )  Batuk  Pilek  Nyeri Tenggorokan  Nyeri Otot  Nyeri Kepala  Gangguan pernapasan atau sesak napas

Gejala tambahan yang mungkin ditemukan :  Infeksi selaput mata  Diare atau gangguan saluran cerna  Fatigue / letih

Catatan : Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh ≥38o C ) ditambah 1 atau lebih gejala dan tanda diatas patut dicurigai sebagai kasus flu burung ; terutama bila dalam anamnesa diperoleh keterangan salah satu atau lebih dibawah ini :  Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan penderita influenza A / H5N1 yang telah di konfirmasi  Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan unggas, termasuk ayam mati karena penyakit

18

 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah bekerja memproses sample dari orang atau hewan yang diduga mengalami infeksi virus flu burung patogen tinggi ( High Patogenic Avian Influenza / HPAI).  Tinggal diwilayah / dekat dengan kasus HPAI yang dicurigai atau telah dikonfirmasi.

i. Pencegahan Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu; 1) Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau benda terkontraminasi 2) Menghindari peternakan unggas 3) Hati-hati ketika menangani unggas 4) Memasak unggas dengan baik (60o selama 30 menit atau 80o selama1 menit). 5) Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan : - Setelah memegang unggas - Setelah memegang daging unggas - Setelah memasak - Sebelum makan

j. Pengobatan anti virus untuk influenza Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus, sehingga dapatmengurangi gejala dan komplikasi orang yang terinfeksi. Obat anti virus influenza tersebut yaitu : 

Amantadine



Rimantadine



Oseltamivir ( Tamiflu)



Zanamivir ( Relenza )

k. Penularan di Rumah Sakit 

Virus mungkin masuk ke rumah sakit melalui cairan tubuh ( terutama dari pernapasan ) pasien yang sudah didiagnosis menderita flu burung atau masih suspek maupun probable.



Semua tenaga kesehatan, laboratorium, radiologi, petugas kebersihan, atau pasien lain dan pengunjung rumah sakit beresiko terpajan flu burung.



Penularan lewat udara, droplet dan kontak. 19

l. Penatalaksanaan 

Identifikasi dan isolasi pasien

Semua pasien yang datang kerumah sakit dengan demam, dan gejala infeksi pernapasan harus ditangani sesuai dengan tindakan hygiene saluran pernapasan seperti yang dibahas dalam buku ini. Pasien dengan riwayat perjalanan kedaerah yang terjangkit flu burung dalam waktu 10 hari terakhir, dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan berat atau berada dalam pengamatan untuk flu burung, harus ditangani dengan menggunakan kewaspadaan standar dan kewaspadaan penularan lewat kontak, droplet dan udara seperti pada pasien SARS. Kewaspadaan ini harus dilakukan selama 7 hari setelah turun demam pada orang dewasa, 21 hari sejak onset penyakit pada anak-anak dibawah 12 tahun, sampai diagnosis alternatif ditegakkan atau hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi oleh virus influenza A. 

Langkah penting pencegahan dan pengendalian infeksi

Pencegahan dan pengendalian penyebaran flu burung di RSIA Artha Mahinrus :  Pengawasan terhadap implementasi kewaspadaan standard dan kewaspadaan penularan lewat udara, droplet dan kontak  Bilamana terdapat pasien dengan diagnosa pasti flu burung akan segera dirujuk ke RS yang memiliki sarana kamar isolasi

2. HIV - AIDS a. Pengertian AIDS (Acquaired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).

b. Penyebab Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2 tipe : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2).

c. Cara Penularan Penularan HIV dari orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi, baik homo maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi, kontak kulit yang lecet 20

dengan bahan infeksius, transfusi darah atau komponennya yang terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi melalui placenta dan hampir 20% bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular. Penularan dapat juga terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang mengandung darah yang terinfeksi.

d. Masa Inkubasi Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksidan terdeteksinya antibodisekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS sekitar<1tahun hingga >15 tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang dewasayang terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.

e. Gejala Klinis Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti :  Penurunan berat badan secara drastis  Diare yang berkelanjutan  Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak  Batuk terus menerus  Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis infeksi oportunistikyang terjadi.

f. Pengobatan Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3 obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di negara maju menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.

g. Masa Penularan Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.

21

h. Kerentanan dan Kekebalan Diduga semua orang rentan. Terutama pada PMS ( Penyakit Menular Seksual ) dan pria yang tidak dikhitan kerentanan meningkat.

i. Cara Pencegahan Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan, menghindari penggunaan alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman serta praktek medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi standar. j. Profilaksis paska pajanan  Diberikan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV terhadap petugas kesehatan setelah terpajan. Studi kasus kelola menyatakan bahwa pemberian ARV segera setelah pejanan perkutan menurunkan resiko infeksi HIV sebesar 80%

(Cardo dkk. N.Engl J Med 1997). Efektifitas ARV

apabila diberikan dalam 1 jam setelah pejanan selama 28 hari  Pemeriksaan sample darah HIV  Pemeriksaan antibodi pada bulan ke-3 dan ke-6  Petugas yang terpajan dimonitor oleh dokter penyakit dalam atau anak dan perlu dukungan psikologis

3. ANTRAKS a.

Pengertian

Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran pernapasan atau saluran pencernaan.

b.

Epidemiologi

Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah pertanian dan industri. Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :  Orang yang kontak dengan binatang yang sakit  Digigit serangga tercemar antraks  Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi  Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung spora antraks.

22

c.

Penyebab

Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.

d.

Cara Penularan

Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau tanah yang terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora (antraks paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan baik (antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari orang ke orang. e.

Masa Inkubasi

Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari.

f.

Gejala klinis

Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit, paru, saluran pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks kulit. 1) Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul makula kecil warna merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak nyeri. Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas antraks kulit kurang dari 1%. 2) Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun, abdomen akut, hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat mengakibatkan kematian. 3) Gejala antraks saluran pernapasan meliputi : - Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar menelan, limfadenopati regional. - Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3 hari pertama muncul gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk non produktif, nyeri otot, mual, muntah, tidak terdapat coryza. Tahap kedua ditandai gagal napas, stridor, penurunan kesadaran dan sepsis sampai syok sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks terjadi pada 50% kasus antraks paru.

g. Masa Penularan 23

Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan tahun

h.

Kerentanan dan Kekebalan

Kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua kemungkinan terjadi tetapi tidak ada gejala.

i.

Cara Pencegahan

Pencegahan penyakit antraks dengan : 1) Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan, memasak daging yang matang. 2) Memberikan vaksinasi kepada kelompok resiko tinggi 3) Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari tanpa vaksin atau selama 30 hari ditambah 3 kali dosis vaksin, dapat dimulai sampai 24 jam paska pajanan. 4) Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi spora yang menetap lama dijaringan paru dan kelenjar getah bening. Antibiotika yang dipakai adalah siprofloksasin 500mg dua kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali sehari. 5) Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui inhalasi dengan 

Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan



Petugas

kesehatan

menggunakan

APD,

dan

segera

mandi

menggunakan sabun dan air mengalir yang cukup banyak 

Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis antibiotika



APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibuang kesampah medis untuk dimasukkan ke incinerator/ dibakar



Jenazah

pasien

antraks

dibungkus

dengan

kantong

plastik,

dimasukkan kedalam peti mati yang ditutup rapat dan disegel. Bila memungkinkan dibakar 

Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus dibersihkan dan disterilkan dengan autoklaf 120 o c selama 30 menit 24



Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan semestinya.

4. TUBERKULOSIS a. Penyebab Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni mycobacterium tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi ada yang bertahan hidup, beberapa jenis mycobacterium dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua organ tubuh bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru. b. Epidemiologi Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke- 3 dunia dalam hal jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap tahun diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95% pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3 juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75%-85% pasien TB berasal dari kelompok usia produktif.Faktor resikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan merokok.

c. Cara Penularan Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak (droplet) dari orang keorang, sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman TB dan dapat menulari orang sekitarnya.

d. Masa Inkubasi Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test tuberkolosis positif memerlukan waktu 2-10 minggu. Resiko menjadi TB paru (breakdown) dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa lebih pendek.

e. Masa Penularan 25

Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA. Penularan bertambah apabila pasien yang tidak diobati atau diobati tidak adekuat dan pasien dengan ”persistent AFB positive” dapat menjadi sumber penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan,virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan tindakan medis beresiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.

f. Gejala Klinis Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai dahak selama3 minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering demam, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.

g. Pengobatan 

Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan metode DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), pengobatan dengan regimen jangka pendek dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat (PMO).



Untuk pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat setiap hari selama 2 bulan terdiri dari Rifampisin, INH, PZA dan ethambutol diikuti INH dan rifampisin 3 kali seminggu selama 4 bulan.

h. Cara Pencegahan 

Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan dengan menghilangkan sumber penularan



Imunisasi BCG sedini mungkin



Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi



Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan negatif setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron

26

BAB IV PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSIA ARTHA MAHINRUS

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSIA Artha Mahinrus meliputi : A. Kewaspadaan Standar 1.

Kebersihan Tangan

2.

Penggunaan Alat Pelindung Diri

3.

Pemprosesan Peralatan Pasien Dan Penatalaksanaan Linen

4.

Pengelolaan Limbah

5.

Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit

6.

Kesehatan Karyawan/ Perlindungan Petugas Kesehatan

7.

Penempatan Pasien

8.

Hygiene Respirasi/ Etika Batuk

9.

Praktek Menyuntik yang Aman

10. Praktek Untuk Lumbal Punksi

1. Kebersihan Tangan a. Definisi  Kebersihan tangan dari sudut pandang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, adalah praktek membersihkan tangan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan. 27

 Mencuci tangan : proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasadan air (handwash) danantiseptik berbasis alkohol (handrub).  Flora transien dan flora residen pada kulit : Flora transien pada tangan diperolah melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungan (misalnya meja periksa, lantai, atau toilet). Organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air mengalir. Flora Residen tinggal dilapisan kulityang lebih dalam serta didalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan pencucian dan pembilasan dengan sabun dan air bersih.  Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya dan memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan normal minimal air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut/keruh).  Sabun : produk-produk pembersih/sabun cair yang menurunkan tegangan permukaansehingga

membantu

melepaskan

kotoran,

debris

dan

mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan, sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik (antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dari sebagian besar mikroorganisme.  Agen anti septik atau anti mikroba : bahan kimia yang digunakan untuk mencuci tangan dengan menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga mengurangi jumlah bakteri.  Emollient : cairan organik seperti gliserol, propilen delikol, atau sorbitol yang ditambahkan pada handrub dan lotion. Kegunaannya untuk melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi dan dermatitis) akibat pencucian tangan.

b. Indikasi membersihkan tangan  Segera : setelah tiba ditempat kerja  Sebelum : - Kontak langsung dengan pasien 28

- Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif - Menyediakan/atau mempersiapkan obat-obatan - Mempersiapkan makanan - Memberi makan pasien - Meninggalkan rumah sakit  Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontraminasi, untuk menghindari kontaminasi silang  Setelah : - Kontak dengan pasien - Melepas sarung tangan - Melepas alat pelindung diri - Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksudat luka dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, feses/ urine apakah menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan - Menggunakan toilet, menyentuh/melap hidung dengan tangan

c. Persiapan membersihkan tangan : 

Air mengalir



Sabun



Larutan antiseptik



Lap tangan / kertas tissueyang bersih dan kering

d. Prosedur Standar Membersihkan Tangan Teknik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di bawah ini : 1.

Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih

2.

Tuangkan sabun secukupnya

3.

Ratakan sabun dengan menggosok pada kedua telapak tangan

4.

Gosok punggung tangan dan sela-sela jari, lakukan pada kedua tangan

5.

Gosok kedua telapak dan sela-sela jari kedua tangan

6.

Gosok punggung jari kedua tangan dengan posisi tangan saling mengunci

29

7.

Gosok ibu jari kiri dengan diputar dalam genggaman tangan kanan, lakukan juga pada tangan satunya

8.

Usapkan ujung kuku tangan kanan dengan diputar di telapak tangan kiri,lakukan juga pada tangan satunya kemudian dibilas

9.

Bilas kedua tangan dengan air mengalir

10. Keringkan dengan tissue sampai benar-benar kering 11. Tutup keran air dengan tissue 12. Buang tissue ke tempat sampah injak yang tersedia

CARA MENCUCI TANGAN DENGAN SABUN DAN AIR

30

Gambar 3. Cara mencuci tangan dengan sabun dan air (hand wash)

e. Teknik membersihkan tangan dengan handrub antiseptik (handrub berbasis alkohol) 1) Ambil alkohol secukupnya dan gosokkan pada kedua telapak tangan 31

2) Gosok punggung tangan dan sela-sela jari,lakukan pada kedua tangan 3) Gosok kedua telapak dan sela–sela jari kedua tangan 4) Gosok punggung jari kedua tangan dengan posisi tangan saling mengunci 5) Gosok ibu jari kiri dengan diputar dalam genggaman tangan kanan lakukan juga pada tangan satunya 6) Usapkan ujung kuku tangan kanan dengan diputar di telapak tangan kiri,lakukan juga pada tangan satunya

CARA MENCUCI

TANGAN DENGAN

HANDRUB

ANTISEPTIK

32

20 –

30 detik

Gambar 4. Cara mencuci tangan dengan Handrub

f. Hal-hal yang harus diperhatikan 

Bila tangan kotor dan terkontraminasi harus cuci tangan dengan sabun dan air mengalir



Bila tidak jelas kotor atau terkontraminasi, cuci tangan dengan handrub



Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan



Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang



Jangan mengisi sabun yang masih ada isinya, penambahan dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.



Jangan menggunakan baskom yang berisi air, walaupun menggunakan antiseptik



Jari harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari



Tidak boleh menggunakan kuku buatan karena dapat menimbulkan HAIs (Hedderwick et al.2000) sebagai reservoar untuk bakteri gram negatif. 33



Tidak diperkenankan menggunakan cat kuku dan perhiasan.

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri a. Definisi Alat pelindung diri adalah alat pelindung sebagai barrier yang digunakan untuk melindungi pasien dan petugas dari mikroorganisme yang ada diRumah Sakit. b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri ( APD ) 1)

Sarung tangan

2)

Masker

3)

Kaca Mata

4)

Topi

5)

Gaun

6)

Apron

7)

Pelindung Kaki

1) Sarung Tangan Definisi : Alat yang digunakan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.

Tujuannya : a) Untuk menciptakan barier protektif dan mencegah kontaminasi yang berat misalnya untuk menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mukus membran, kulit yang tidak utuh. b) Menghindari transmisi mikroba dari petugas kepada pasien saat melakukan tindakan pada kulit pasien yang tidak utuh. c) Mencegah transmisi mikroba dari pasien ke pasien lain melalui tangan petugas.

Penggunaan sarung tangan oleh petugas pada keadaan : a) Kontak tangan dengan darah, cairan tubuh, membran atau kulit yang tidak utuh 34

b) Melakukan tindakan invasif c)

Menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontraminasi atau menyentuh bahan tercemar

d) Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak

Jenis-jenis sarung tangan : a. sarung tangan bersih b. sarung tangan steril c. sarung tangan rumah tangga

TANPA SARUNG TANGAN Apakah kontak dengan darah/ cairan tubuh ?

Tidak

35

Gambar 5. Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan Hal hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :  Gunakan ukuran sarung tangan yang sesuai, khususnya untuk tindakan bedah, karena dapat mengganggu tindakan dan mudah robek  Kuku harus pendek, agar tidak cepat robek  Tarik sarung tangan keatas manset gaun untuk melindungi pergelangan tangan 36

 Gunakan pelembab yang larut dalam air, untuk mencegah kulit tangan kering/ berkerut  Jangan gunakan lotion yang mengandung minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah  Jangan menggunakan lotion yang mengandung parfum karena dapat mengiritasi kulit  Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu terlalu panas atau terlalu dingin misalnya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rongent, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitas sebagai pelindung

2) Masker Definisi : Masker adalah alat yang digunakan untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot).

Tujuan :  Untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin  Untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan

Jenis Masker : Masker bedah, merupakan masker terbaik dapat menyaring partikel berukuran besar ( > 5µm), sekalipun tidak dirancang untuk menutup secara benar-benar menutup secara erat, sehingga tidak dapat secara efektif menyaring udara

3)Alat Pelindung Mata Definisi Alat untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata.

37

Jenis alat pelindung mata : Kaca mata ( Goggles )

4) Topi Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan.

Tujuannya : Untuk melindungi petugas dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

5)Gaun Pelindung / Jas operasi Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lainpada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet / airbone.

Tujuannya : 

Untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi



Untuk melindungi dari penyakit menular



Untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpecik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi, atau eksresi.

Manfaatnya : 

Dapat menurunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung



Dapat menurunkan angka pemakaian apron plastik saat merawat pasien bedah abdomen dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari

6) Apron Definisi : Adalah alat yang terbuat dari karet atau plastik sebagai pelindung bagi petugas kesehatan dan tahan air. Digunakan pada saat : 

Merawat pasien langsung



Membersihkan pasien



Melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. 38

7) Pelindung Kaki Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki.

Jenis-jenis pelindung kaki : - Sepatu Boot Karet - Sandal operasi

c. Pemakaiaan Alat pelindung diri (APD) di Rumah Sakit : Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pemakaian APD  Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan  Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi  Lepas dan buang hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah disediakan,lepas masker diluar ruangan  Segeralakukan

pembersihan

tangan

dengan

langkah-langkah

membersihkan tangan sesuai yang berlaku

Cara menggunakan APD a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung b. Kenakan pelindung kaki c. Kenakan sepasang sarung tangan pertama d. Kenakan gaun luar e. Kenakan celemek plastik f. Kenakan sepasang sarung tangan kedua g. Kenakan masker h. Kenakan penutup kepala i. Kenakan pelindung mata

Cara melepaskan APD a.

Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar

b.

Disinfeksi celemek dan pelindung kaki

c.

Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar 39

d.

Lepaskan celemek

e.

Lepaskan gaun bagian Luar

f.

Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan

g.

Lepaskan Pelindung Mata

h.

Lepaskan Penutup Kepala

i.

Lepaskan Masker

j.

Lepaskan Pelindung kaki

k.

Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam

l.

Cuci tangan dengan sabun dan air bersih

40

3. Pemprosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen 3.1. Pemprosesan Peralatan Pasien a.

Alur pemprosesan peralatan pasien Pre- cleaning (Pembersihan awal) Menggunakan detergen atau Enzymatic, sikat

Pembersihan ( Cuci bersih dan tiriskan )

DISINFEKSI

Disinfeksi Tingkat Tinggi

Disinfeksi Tingkat Rendah

(Peralatan semi kritikal)

(Peralatan non kritikal)

Masuk dalam mukosa tubuh

Hanya pada permukaan tubuh yang utuh

Endotracheal tube.NGT

Tensimeter, termometer Direbus dengan autoclave basah/kimiawi

Kimiawi

Bersihkan dengan air mengalir dan keringkan / autoclave kering

Gambar 6. Alur pemprosesan peralatan pasien

41

b.

Tingkatan Proses Disinfeksi

1. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) Mematikan kuman dalam waktu 20 menit -12 jam akan mematikan semua mikroba kecuali spora bakteri. 2. Disinfeksi Tingkat Sedang (DTS ) Mematikan mikrobakteria vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora bakteria. 3. Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR) Mematikan hampir semua bakteri vegetatif, beberapa jamur, beberapa virus dalam waktu <10 menit.

c. 

Definisi

Preclenaing/ Prabilas : proses yang membuat mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV ) dan mengurangitapi

tidak

menghilangkan

jumlah

mikroorganisme

yang

mengkontaminasi. 

Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi petugas yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.



Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.



Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi, dan parasit termasuk endospora bacterial) dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (autoclave, pabas kering (oven), sterilisasi, kimiawi, atau radiasi.

3.2.

Pengelolaan Linen Definisi : Pengelolaan Linen adalah penanganan linendi rumah sakit meliputi proses penyimpanan, pendistribusian, pemisahan linen kotor dan pencucian.

42

Tujuan : Mencegah terjadinya penularan melalui linen yang terkontraminasi dari pasien kepetugas maupun kepasien lain dan lingkungan sekitarnya. Prinsip Umum :  Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong/wadah yang tidak rusak saat diangkut.  Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.

Prosedur Pengelolaan Linen :  Linen yang kotor diletakkan, dipisahkan linen yang infeksius dan non infeksius dengan menggunakan APD. Kantong kuning untuk yang infeksius, dan yang hitam untuk yang non infeksius, kemudian diikat yang rapih.  Hilangkan bahan padat dari linen yang sangat kotor dengan menggunakan APD yang sesuai dan buang ketempatnya, kemudian linen dimasukkan kekantong cucian.  Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati dan menggunakan trolley linen dengan membedakan tempat linen bersih dan yang kotor, untuk mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya.  Jangan memilah linen ditempat perawatan pasienatau mengibas-ibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang.  Cuci dan keringkan linen sesuai dengan standar dan prosedur tetap di Rumah Sakit.

4. Pengelolaan Limbah Pengelolaan Limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dirumah sakit. Limbah rumah sakit berupa limbah yang sudah terkontaminasi atau tidak terkontaminasi. Sekitar 85% limbah umum yang dihasilkan Rumah Sakit tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani, namun demikian penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar. 4.1.

Pengertian Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumahsakit dalam bentuk padat, cair dan gas. 43

4.2.

Tujuan Pengelolaan Limbah  Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan  Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan  Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya  Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan Toksik) dengan aman

4.3.

Jenis-jenis Limbah a.

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentukpadat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :  Limbah medis padat adalah : limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah kimiawi dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.  Limbah pada non medis adalah : limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, dan halamanyang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.

b.

Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan

mengandung mikroorganisme, bahan kimia

beracunyang berbahaya bagi kesehatan. c. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran dirumah sakit seperti dapur, perlengkapan generatordan anastesi. d.

Limbah infeksius adalah limbah yang terkontraminasi dengan darah, cairan tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.

4.3.

Pengelolaan Limbah a. Identifikasi Limbah :  Padat  Cair  Tajam  Infeksius  Non infeksius b. Pemisahan  Pemisahan dimulai dari awal penghasilan limbah  Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah  Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya  Limbah cair segera dibuang ke closet 44

c. Labeling  Limbah padat infeksius : plastik kantong kuning  Limbah padat non infeksius : plastik kantong warna hitam  Limbah benda tajam : wadah tahan tusuk dan air (safety box) d. Kantong pembuangan diberi label sesuai jenis limbah e. Packing  Tempatkan dalam wadah limbah tertutup  Tutup mudah dibuka, sebaliknya bisa dengan menggunakan kaki  Kontainer dalam keadaan bersih  Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat  Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20 meter  Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh  Kontainer limbah harus dicuci setiap hari f. Penyimpanan  Simpan limbah di tempat penampungan sementara  Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat  Beri label pada kantong plastik limbah  Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara  Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya dengan kondisi kering. g. Pengangkutan  Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus  Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup  Tidak boleh ada yang tercecer  Sebaliknya jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien  Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah h. Treatment  Limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator  Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan limbah umum  Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator  Limbah cair dalam closet 45

 Limbah feses, urine kedalam WC 4.4.

Penanganan Limbah Benda Tajam  Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam  Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat  Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia (safety box), tahan tusuk dan tahan air  Selalu buang sendiri oleh si pemakai  Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai  Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

4.5.

Penanganan limbah pecahan kaca  Gunakan sarung tangan rumah tangga  Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut, kemudian bungkus dengan kertas  Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri label

4.6.

Instalasi Penanganan Air Limbah (IPAL)  Kolam oksidasi air limbah  Sistem proses pembusukan anaerob  Septik tank

4.7.

Pembuangan Limbah Terkontaminasi  Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup  Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus mikroorganismenya. Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan limbah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume limbah dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai ulang. Bagaimanapun juga pembakaran akan dapat mengeluarkan kimia beracun ke udara.  Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak tersentuh lagi

4.8.

Cara penanganan limbah terkontaminasi  Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh logam dengan tutup yang rapat.  Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda tajam 46

 Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan mudah dicapai oleh pemakai.  Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak boleh dipakai untuk keperluan lain diklinik atau rumah sakit.  Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan dan bilas teratur dengan air  Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.  Gunakan alat perlindungan diri (APD) ketika menangani limbah  Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani limbah. 4.9.

Cara Pembuangan Limbah a. Enkapluasi : dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antibocor. Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen, pasir, setelah bahan-bahan menjadi padat dan kering, wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam. b. Insinerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi berat dan isi limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ke tempat pembuangan limbah c. Pembakaran terbuka tidak dianjurkan karena berbahaya, batas pandangan tidak jelas, dan angin dapat menyebarkan limbah kesekitarnya d. Mengubur

limbah

difasilitasi

kesehatan

dengan

sumber

terbatas,

penguburan limbah secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya alternatif untuk pembuangan limbah. Caranya : buat lubang sedalam 2,5 m setiap tinggi limbah 75cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah samapai 75cm, kemudian dikubur. Untuk mengurangi resiko dan polusi lingkungan, beberapa aturan dasar adalah : 47

 Batas akses ketempat pembuangan limbah tersebut  Tempat penguburan sebaiknya dibatasi dengan lahan yang mempunyai permeabilitas rendah (seperti tanah liat), jika ada  Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter dari sumber air untuk mencegah kontaminasi permukaan air  Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik, lebih rendah dari sumur, bebas genangan air dan tidak didaerah rawan banjir. e. Membuang limbah berbahaya : bahan-bahan kimia termasuk sisa-sisa bahan-bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau kimia dikomposisi, atau bahan kimia tidak dapat dipakai lagi. Bahan kimia yang tidak terlalu banyak dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi, dan kemudian diindinerasi, enkapsulasi atau dikubur. Pada jumlah yang banyak, tidak boleh dikumpulkan dengan limbah terinfeksi. Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan penanganannya sebagai berikut : 

Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk pembuangan limbah kimia.



Jika ini tidak mungkin, kembalikan limbah kimia tersebut kepemasok karena kedua metode ini mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar limbah kimia terdapat seminimal mungkin.

f. Limbah Farmasi Dalam jumlah yang sedikit limbah farmasi (obat dan bahan obat-obatan), dapat dikumpulkan dalam wadah dengan limbah terinfeksi dan dibuang dengan cara yang sama insinerasi, enkapluasi atau dikubur secara aman. Perlu dicatat bahwa suhu yang dicapai dalam insinerasi kamar tunggal seperti tong atau insinerator dari bata adalah tidak cukup untuk menghancurkan total limbah farmasi ini, sehingga tetap berbahaya. Sejumlah kecil limbah farmasi, seperti obat-obatan kadaluarsa (kecuali sitotoksik dan antibiotik) dapat dibuang ke pembuangan kotoran tapi tidak boleh dibuang kesungai, kali, telaga, atau danau. Jika jumlahnya banyak, limbah farmasi dapat dibuang dengan metode berikut :  Sitotoksik dan antibiotik dapat diinsenerasi, sisanya dikubur di tempat pemerataan tanah (gunakan insinerator seperti untuk membuat semen 48

yang mampu mencapai suhu pembakaran hingga 800°C). Jika insinerator tidak tersedia, bahan farmasi direkapsulasi.  Bahan yang larut dengan air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan vitamin, obat batuk, cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain dapat diencerkan dengan sejumlah besar air lalu dibuang dalam tempat pembuangan kotoran.  Jika semua gagal, kembalikan kepemasok, jika mungkin. Rekomendasi berikut dapat juga diikuti : 

Sisa-sisa obat sitotoksik atau limbah sitotoksik lain tidak boleh dicampur dengan sisa-sisa limbah farmasi lainnya.



Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang disungai, kali, telaga, danau atau area pemerataan tanah

g. Limbah dengan bahan mengandung logam berat Baterai, termometer, dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air raksa atau kadmium. Cara pembuangannya sebagai berikut : 

Pelayanan daur ulang tersedia



Enkapsulasi, jika daur ulang tidak mungkin maka pembuangan limbah enkapsulasi dapat dilakukan, jika tersedia.

Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena uap logam beracun yang dikeluarkan, juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan polusilapisan air tanah.Biasanya, limbah jenis ini hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan. Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan aliran air lainnya. Untuk mengurangi resiko polusi, benda-benda yang mengandung air raksa seperti termometer dan tensimeter sebaiknya dengan yang tidak mengandung air raksa. Jika termometer pecah :  Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua tangan  Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan tuangkan dalam wadah kecil tertutup untuk dibuang dan tidak dipakai kembali 49

Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang 

Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur



Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena dapat meledak

Sebagai kesimpulan, sedapat-dapatnya hindarkan membeli atau memakai produk kimia yang sukar atau sangat mahal untuk dibuang.

5. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan salah satu aspek dalam upaya pencegahan pengendalian infeksi dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Lingkungan rumah sakit jarang menimbulkan transmisi

penyakit

infeksi

nosokomial,

namun

pada

pasien-pasien

yang

immunocompromise harus lebih diwaspadai dan diperhatikan karena dapat menimbulkan beberapa penyakit infeksi lainnya seperti infeksi saluran pernapasan, aspergillus, legionella, mycobacterium TB, varicella zoster, virus hepatitis B, HIV. Pengendalian lingkungan Rumah Sakit meliputi ruang bangunan, penghawaan, kebersihan, saluran limbah dan lain sebagainya. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan melakukan : 1. Pembersihan Lingkungan 2. Disinfeksi lingkungan yang terkontraminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien 3. Melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat 4. Mempertahankan mutu air bersih 5. Memperhatikan ventilasi yang baik

5.1.

Pengertian Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau sebagian besar patogen dari permukaan dan benda yang terkontraminasi. Pembersihan permukaan dilingkungan pasien sangat penting karena agen infeksius yang dapat menyebabkan ISPA dapat bertahan dilingkungan selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Pembersihan dapat dilakukan dengan air dan detergen netral

50

Tujuan Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman dan nyaman sehingga dapat memimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat disekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan kerja dapat dicegah.

5.2.

Prinsip dasar pembersihan lingkungan  Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.  Bila permukaan tersebut, meja pemeriksaan atau peralatan lainnya pernah bersentuhan

langsung

dengan

pasien,

permukaan

tersebut

harus

dibersihkan dan disinfeksi diantara pasien-pasien yang berbeda  Semuakain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan, membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari.  Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai dengan peraturan setempat.  Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah digunakan.  Kain lap pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan setelah digunakan.  Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.  Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah digunakan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan

51

kekhawatiran harus dibersihkan dengan disinfektan segera setelah digunakan.

5.3.

APD untuk pembersihan Lingkungan Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak pekerja dan dilingkungan tertentu resiko terpajan benda-benda tajam sangat tinggi. Petugas kesehatan harus mengenakan :  Sarung tangan karet  Gaun pelindung dan celemek  Sepatu yang rapat dan kuat seperti sepatu bot

5.4 .

Pembersihan tumpahan dan percikan Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atausekresi, petugas kesehatan harus menggunakan APD yang memadai, termasuk sarung tangan karet dan gaun pelindung.

5.5.

Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut : - Pasang gaun pelindung atau celemek dan sarung tangan karet - Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan tersebut dengan air dan

detergen menggunakan kain pembersih sekali pakai

- Buang kain pembersih kewadah limbah tahan bocor yang sesuai - Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan - Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan perlengkapan tersebut kewadah yang sesuai untuk pembersihan dan disinfeksi lebih lanjut - Tempatkan gaun pelindung dan masukkan kewadah yang sesuai - Bersihkan tangan

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi - Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur. - Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk menghindari aerosolisasi debu.

52

- Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/mukosa pasien dan permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan. - Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan pembersihan dan disinfeksi peralatan pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah APD dilepas.

6. Ruang Lingkup Pengendalian Lingkungan 6.1 Kontruksi Bangunan Rumah Sakit a.Dinding Permukaan dibuat harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan secara periodik dengan jadwal yang tetap 3-6 bulan sekali. Cat dinding berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan logam yang berat. b. Langit-Langit Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan, tingginya minimal 2,70 meter dari lantai, kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap. c. Lantai Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak licin, warna terang, permukaan rata, tidak bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin,3 kali sehari atau kalau perlu. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah dibersihkan. d. Atap Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. e. Pintu Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. f. Jaringan Instalasi Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar nyaman dan aman, mudah dibersihkan dari tumpukan debu. 53

Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilang dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum.

g. Furniture Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan cairan disinfektan, tidak menggunakan bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan tubuh lainnya. h. Fixture dan fitting Peralatan yang menetap di dinding hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan. i. Gorden Bahan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang, warna terang, dicuci secara periodik 1-3 bulan sekali dan tidak menyentuh lantai desain ruangan sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi kewaspadaan standar.

Alkohol handrub perlu disediakan ditempat yang mudah diraih saat tangan tidak tampak kotor. Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur pasien, sedang diruang high care 1 wastafel tiap 1 tempat tidur. Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh 2 tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh 2tempat tidur dalam waktu yang sama, bila mungkin / ideal 2,5m. Penurunan jarak antar tempat tidur menjadi 1,9m menyebabkan peningkatan transfer MRSA 3,15 kali. Permukaan sekitar : - Rumah Sakit merupakan tempat yang mutlak harus bersih. Lingkungan jarang merupakan sumber infeksi. Masih kontradiksi tentang disinfeksi ruangan rutin ? tidak ada perbedaan HAIs yang bermakna antara ruangan dibersihkan dengan disinfeksi dan detergen. - Disinfeksi rutin dapat menyebabkan bakteri resisten (QAV), toleransi meningkat(formaldehid),

membunuh

bakteri

yang

sensitif,

mempengaruhi penampilan limbah yang ditangani, membentuk komponen

organik

halogen

(Nahipoklorin),

mengkontaminasi

permukaan air, membentuk bahan mutagenik.

54

6.2Lingkungan a. Ventilasi Ruangan Definisi 

Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan menyebabkan udara luar, dan / atau udara daur ulang yang telah diolah dengan tepat dimasukkan kedalam gedung atau ruangan.



Pengkondisian udara adalah mempertahankan udara dalam ruang agar bertemperatur nyaman.

Tujuan 

Untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruanganbaik, aman untuk keperluan pernapasan.



Ventilasi yang memadai dan aliran satu arah yang terkontrol harus diupayakan di rumah sakit.



Untuk mengurangi penularan patogen yang ditularkan dengan penularan obligat atau preferensial melalui airborne.

Ventilasi ruangan untuk infeksi pernapasan Ruang ventilasi memadai adalah ruangan dengan pertukaran udara >12x/jam tapi aliran udaranya tidak ditentukan, diperlukan bila ada kemungkinan penularan droplet nuklei. Direkomendasikan ventilasi ruangan ACH ≥12 dan aliran udara yang diharapkan dapat dicapai dengan ventilasi alami atau mekanik. Kondisi Ruangan

ACH ( Pertukaran udara per jam )

Jendela dan pintu dibuka

29,3-93,2

Penuh Jendela dibuka penuh,

15,1-31,4

Pintu ditutup Jendela dibuka separuh,

10,5-24

Pintu ditutup Jendela ditutup

8,8

Tabel 1. Tabel pertukaran udara pada ventilasi alami 55

Jenis-jenis ventilasi : 1.

Ventilasi mekanis : menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasi dengan pengkondisian dan penyaringan udara.

2.

ventilasi alami : menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara melalui suatu gedung adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan antara udara didalam dan diluar gedung, yang dinamakan ”efek cerobong".

3.

Ventilasi gabungan memadukan ventilasi mekanis dan alami.

Faktor utama dalam pemilihan ventilasi mekanis di Rumah Sakit : a) Metode efektif dengan persyaratan ACH minimal : 

12 ACH dapat membantu pencegahan penularan patogen infeksius melalui droplet nuklei.



Sistem ventilasi mekanik maupun alami yang dirancang dengan baik dapat memenuhi persyaratan minimal efektif.



Ventilasi mekanis lebih mudah dikontrol.



Ventilasi alami dengan sistem rancangan dan sistem kontrol yang lebih baik, ventilasi alami lebih efektif.



Efektivitas ventilasi alami tergantung pada kecepatan angin dan atau temperatur, daerah bersuhu ekstrem dan kecepatan angin yang selalu rendah tidak cocok untuk penggunaan ventilasi alami.

b) Prasarana di Rumah Sakit 

Ventilasi mekanik dengan sistem ventilasi sentral.



Ventilasi alami yang dipadukan dengan exhaust fan.

56

Jenis Ventilasi Kelebihan

Ventilasi Mekanis

Ventilasi Alami

 Cocok untuk semua iklim  dan cuaca.  Lingkunganlebih  terkontrol dan nyaman



Kekurangan

Biayaoperasional danpemeliharaan lebih murah Dapat mencapai tingkat ventilasi yang sangat tinggi sehingga dapat membuang sepenuhnya polutan dalam gedung Kontrol lingkungan oleh penghuni

 Biaya pemasangan dan  pemeliharaan mahal  Memerlukan keahlian. 

Lebih sulit perkiraan, analisa, dan rancangannya Mengurangi tingkat kenyamanan penghuni saat cuaca tidak bersahabat, seperti terlalu panas, lembab, atau dingin  Tidak mungkin menghasilkan tekanan negatif ditempatisolasi bila perlu  Resiko pajanan terhadap serangga atau vektor Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan sistem Ventilasi

b. Air Air yang dianjurkan untuk Rumah Sakit :  Pertahankan temperatur airpanas 51ºC, dingin 20ºC  Pertahankan resirkulasi tetap panas air didistribusikan ke unit perawatan  Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air dari keran  Uji kualitas mutu air minimal 6 bulan sekali

c. Permukaan Lingkungan Permukaan lingkungan meliputi permukaan lingkungan di area perawatan, lantai, dinding, permukaan yang sering disentuh (pegangan pintu, bed rails, light switch), blinds dan jendela, 57

tirai perawatan pasien, kamar operasi serta karpet. Tehnik pembersihan permukaan lingkungan meliputi :

1. Area perawatan 

Disamping pembersihan secara seksama, disinfeksi bagi peralatan tempat tidur dan permukaan perlu dilakukanseperti dorongan tempat tidur, meja disamping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, pegangan pintu, keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, remote kontrol.



Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%



Dianjurkan untuk melakukan pembersihan permukaan lingkungan dengan detergen yang netral dilanjutkan dengan larutan disinfektan.



Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan



Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor



Pilih disinfeksi yang terdaftar dan digunakan sesuai petunjuk pabrik



Jangan menggunakan highlevel disinfektan/cairan chemical untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan



Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non kritikal.



Pembersihan dari pabrik ikuti petunjuk dari pabrik dan bila tidak ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur yang telah ditentukan.



Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan



Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist atau aerosol.

2.

Membersihkan permukaan lantai, dinding dan meja 

Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disinfektan/cairan chemical untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan



Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan non kritikal



Jika tidak ada petunjuk/disinfektan yang terdaftar untuk pembersihan dan disinfeksi ruangan perawatan pasien gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non perawatan seperti perkantoran administrasi. 58

3.

Pembersihan permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, bed rails, light switch  Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai diarea perawatan pasien.  Hindari

metode

pembersihan

permukaan

yang

luas

yang

menghasilkan mist atau aerosol.  Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution.  Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan gunakan cairan yang baru.  Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan dibiarkan kering sebelum dipakai lagi  Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh diarea perawatan seperticharts,bedsidecommode, pegangan pintu

4.

Kamar Operasi  Bersihkan kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan ruangan dengan wet vacum atau mop  Bersihkan

lantai

dan

dinding dengan

menggunakan

cairan

disinfektan yang terdaftar dengan label  Jangan gunakan mats dipintu masuk ruang operasi  Gunakan metode pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang immonocompromised  Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai. Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial infeksi

5.

Perawatan Bunga  Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan diarea pelayanan pasien 59

 Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot dilakukan oleh petugas khusus (bukan yang merawat pasien). Namun jika tidak ada petugas khusus maka petugas memakai sarung tangan dan cuci tangan setelah melepas sarung tangan  Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan  Lakukan pest control secara rutin Prinsip Pembersihan Lingkungan  Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi  Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian lingkungan yang terkontaminasi sesuai prosedur  Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk pembersihan dan disinfeksi  Pakai cairan disinfektan yang sesuai  Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB  Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan peralatan medis secara regular  Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan tangan  Untuk meminimalkan penyebaran mikroorganisme  Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk kebersihan lingkungan  Jangan lakukan random pemeriksaan mikrobiologi udara, air dan permukaan lingkungan, bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai investigasi epidemiologi atau sepanjang pengkajian kondisi lingkungan berbahaya untuk mendeteksi atau verifikasi adanya bahaya  Batasi sampling mikrobiologi untuk jaminan kualitas

d. Linen Pasien 1) Kebersihan linen adalah tanggung jawab petugas perawat di ruangan 2) Petugas harus mengganti pakaiannya yang terkontaminasi darah atau material lain yang terkontaminasi infeksius dan mencucinya kebagian laundry 3) Fasilitas dan peralatan laundry, pastikan bahwa area laundry mempunyai sarana cuci tangan dan tersedia APD 4) Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai dengan intruksi pabrik

60

5) Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan untuk menghindari kode warna 6) Jangan diberikan penutup pada pakaian terkontaminasi di ruangan pasien tetapi harus diganti 7) Proses pencucian secara alami 8) Pilih zat kimia yang sesuai 9) Simpan pakaian agar terhindar dari debu 10) Transportasi linen yang kotor, harus dibungkus sehingga tidak kena debu 11) Gunakan linen steril,surgical drapes dan gaun untuk kondisi yang memerlukan steril 12) Gunakan pakaian bersih pada perawatan neonatus 13) Jaga kasur tetap kering, lapisi dengan plastik kedap air 14) Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal dengan menggunakan disinfektan 15) Bersihkan dan disinfeksi kasur dan bantal antar pasien

e. Binatang 

Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang



Jangan membiarkan binatang anjing kucing berkeliaran disekitar rumah sakit



Bersihkan lingkungan rumah sakit dari kotoran binatang.

f. Pembuangan sampah Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam wadah atau kantong yang sesuai : 

Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau lapis dua (kantong ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau diberi tanda ”infeksius”. Semua sampah dari suatu ruangan/area yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne) harus ditangani sebagai sampah infeksius.



Untuk sampah non-infeksius/tidak menular gunakan kantong plastik hitam.

61



Untuk sampah benda tajam atau jarum diletakkan dalam wadah tahan tusukan (Safety Box)

Kantong sampah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak boleh dibuka kembali. Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari ruang rawatan harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah. Satu lapis kantong kuning sampah biasanya mamadai, bila sampah dapat dibuang kedalam kantong tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal tersebut tidak mungkin dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda). Kantong pembuangan sampah perlu diberi label yang sesuai dan dibuang sesuai dengan kebijakan Rumah Sakit dan peraturan nasional mengenai sampah Rumah Sakit. Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.

7. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan Petugas kesehatan RSIA Artha Mahinrus melakukan pemeriksaan kesehatan pada setiap pegawai baru. Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah test laboratorium darah rutin, SGOT, SGPT, HbsAg dan foto thorak. Petugas yang terpajan/tertusuk jarum yang terinfeksi HIV, HBV, HCV segera membersihkan daerah yang terluka dengan air mengalir dan berikan desinfektan, kemudian lapor ke perawat jaga kalau diluar jam kerja, kemudian periksa ke dokter UGD.Alur paksa pajanan harus dibuat dan pastikan dipatuhi untuk HIV, HBV, HCV nesseria meningitidis, MTB, hepatitis A, Difteri, Varicella zoster, bordetella pertusis, rabies.

Pajanan terhadap virus H5N1 Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivil 2x75mg selama 5 hari. Monitor kesehatan petugas yang terpajan sesuai dengan formulir yang tersedia. Pajanan terhadap virus HIV Resiko terpajan 0,2%- 0,4 % perinjuri Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melaluidarah dapat dilakukan melalui : 

Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang sesuai



Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat 62



Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan : 

Tusukan yang dalam



Tampak darah pada alat penimbun pajanan



Tusukan masuk kepembuluh darah



Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi



Jarum berlubang ditengah

Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas. Peraturannya harus termasuk memeriksa sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan alat tajam yag benar, alat pelindung diri, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi dan disinfeksi. Alur penatalaksanaan pajanan diRumah Sakit harus termasuk pemeriksaan laboratorium yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam paska pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi AJT (Zidopudine), 3 TC (Lamivudin ) dan Indinavir atau sesuai pedoman lokal. Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinannya serokonversi. Petugas terinformasi tentang sindroma ARV akut, mononukliosis akut pada 70% - 90 % infeksi HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialami selama 3 bulan . Kemungkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetap konseling, pemeriksaan laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam 24 jam. Penelusuran paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan sampai 9 bulan ataupun 1 tahun.

Pajanan terhadap virus Hepatitis B Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9% - 40% perpajanan. Segera paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi infeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg.

Profilaksis paska pajanan tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HbS lebih dari 10 mlU/ml. Hb imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 40 jam dan lebih 1 minggu PP, dan 1 seri vaksinasi hepatitis B dan dimonitordengan tes serologik. Hepatitis B timbul pada individu dengan hepatitis B, ditransmisikan dengan cara yang sama demikian dengan cara memonitornya. 63

Pajanan terhadap virus Hepatitis C Transmisi sama dengan hepatitis B. Belum ada terapi provilaksis paska pajanan yang dapat diberikan,tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan adakah serokonfersi dan didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa. Segala pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus dilakukan konseling, pemeriksaan klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis. Infeksi Nesseriameningitidis N. meningitidis dapat ditransmisikan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi saat okupasi. Perlu terapi provilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas dengan pasien misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan rimfamfisin 2x60mg selama 2 hari atau dosis tunggal Cyfrifloxacin 500 mg atau Ceptriakson Im. Mikobakterium tuberkolosis transmisi kepada petugas lewat air borne, droplet nuclei biasanya dari pasien TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, infeksi HIV dan MDR TB. Petugas paska terekspos perlu di tes mantoux bila indurasinya lebih dari 10mm perlu diberikan provilaksis INH sesuai rekomendasi lokal. Infeksi lain (Varicella,hepatitis A, hepatitis E, influenza, pertusis, dipteria dan rabies) Transmisinya tidak biasa, tetapi harusdibuat penatalaksanan untuk petugas. Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap varicella dan hepatitis A, rabies untuk daerah yang endemis.

Kesehatan petugas dan pencegahan HAIs PENYAKIT

MASA INKUBASI

MENULAR SELAMA/VIRUS SHEDDING

CARA TRANSMISI

KEWASPADAAN YANG PERLUDIJALANKA N

Abses

Selamaluka mengeluarkan cairan tubuh

Kontak

Kontak

Acinetobacter baumanii

Luka bakar yang di hydroterapi

Flora Normal kulit manusia, mukosa membran dan tanah. Bertahan di tempat lembab dan kering sampai berbulan, menular melalui peralatan rawatan, respirasi, tangan petugas,humindifter ,stetoscop,

Standar dan kontak

MASA PETUGAS/REK OMENDASI `

64

termometer, matras, bantal, permukaan TT, mop, gordeng, tempat mandi, luka terbuka

Adenovirus type 1-7

6-9 hr

Aspergilosis

Sekret nafas

saluran

Infeksi jaringan luas dengan cara berlebihan

Droplet, kontak

Inhalasi stadium airborne, conidin

Kontak airborne

dan

Candidiasis Standar,kontak Chlamidia C trachomitis

Standar, kontak langsung termasuk seksual

Congenital rubella

Sampai umur 1 tahun

Conjungtivitis *adenovirus type 8

5-12 hari

Campak

5-12 hari

14 hari onset

Kontak dengan bahan nasofaring dan urin

Standar, kontak

Kontak dengan tangan, alat terkontaminasi

Kontak, standar

Droplet yang besar (kontak dekat) & udara

Transmisi udara

setelah

3-4 hari setelah bercak timbul melalui nasofaring

Sampai tidak kotoran

mata keluar

Restriksi 7 hari setelah bercak merah timbul (yang imun) 5 hari setelah ekspos – 21 hari setelah ekspos

Campilobacter Standar Clostridium dufficille

Cytomegalo virus

Kontak

Tidak diketahui

Tahan dilingkungan dalam waktu pendek

Kontak dengan sekresi & ekskresi : saliva & urin

Standar, hygiene

hand

Sekresi dari mulut mengandung

Droplet, kontak

Tidak perlu

Difteria Sampai terapi antibiotika telah

65

c.difteriae

Gastroenteritis *salmonella *Shigella *yenterocolitca

lengkap dan sampai 2 kultur berjarak 24 jam dinyakatan negatif, perlu imunisasi tiap 10 thn

Kontak px, konsumsi makanan/air terkontaminasi

Standar atau kontak

Tidak mengolah makanan sampai 2x24 jam kultur feses negatif

Feses

Kontak

2 minggu, kadang-kadang sampai 6 bulan (prematur)

Fecal oral, melalui feses

Standar

Libur di area perawatan/pengo lahan makanan, 1 minggu setelah sakit kuning imunisasi pasca eksposure

Akut atau kronik dengan HbsAg positif

Perkutaneus, mukosa, kulit yang tidak utuh kontak dengan darah, semen, cairan vagina, cairan tubuh yang lain

Standar

Tidak perlu dibatasi sampai HbeAg negatif

Perkutaneus, mukosa, kulit yang tidak utuh kontak dengan darah, semen, cairan vagina, cairan tubuh yang lain

Standar

Kontak dengan ludah carier mengandung virus langsung/ lewat sekresi luka aberasi / cairan vesikel

Standar, tangan

Perkutaneus, mukosa, kulit yang tidak utuh kontak dengan darah,

Standar

Giardia lamblia Hepatitis A 15-50 hari

Hepatitis B,D B:6 24minggu D:3-7 minggu

Hepatitis C,F,G

Herpes simplex

2-14 hari Asimptomatik dapat mengeluarkan virus

kontak

Restriksi tidak perlu, tapi batasi kontak dengan Px

HIV

66

semen, cairan vagina, cairan tubuh yang lain

Helicobacterp ylori Standar MDRO (MRSA,VR, VISA,ESBL, Strep pneumonia

Kontak luka

Kontak

Influenza 1-5 hari Infeksius pada 3 hari pertama sakit. Virus dapat dikeluarkan sebelum gejala timbul sampai 7 hari setelah melalui sakit,lebih panjang pada anak dan orang

Airborne, langsung droplet sekresi napas

kontak atau dengan saluran

Hemophilus influenzae  Dewasa  *anak

Kontak

Vaksinasi pada petugas yang rentan.Amantadin untuk kontak dengan influenza A

Standar Droplet

Human Metapneumo virus (HMPV) Batuk non produktif, kongesti nasal wheezing, bronkhiolitis,pneu monia pada anak + 11,5 tahun

Droplet respirasi

sekret

Diare, KLB

Makanan, terkontaminasi feses

Kontak, Droplet

Norovirus 12-48 jam

N. meningitidis

air

Kontak, air

makanan,

2-10 hari Kontak dengan sekret saluran napas

Transmisi droplet

melalui

Libur sampai 2 jam setelah terapi pasca ekspos. Rifampin 2x600 mg, 2 hari, ciprofloxacin 1x 500 mg atau ceftriaxon 250 mg IM

67

Parotitis/ Mumps

16-18 hari (12-25 hari)

Community acquired, virus berada dalam saliva 6-7 hari sebelum parotitis sampai 9 hari setelah onset Px immunokomprom ais

Tranmisi droplet Kontak dengan droplet atau langsung dengan sekret saluran napas, yaitu saliva, hidung & mulut

Vaksinasi efektif, MMR Restriksi sampai 9 hari setelah onset parotitis petugas rentan : 12 hari paska ekspos pertama sampai 25 hari setelah ekspos terakhir.

Parvovirus/B1 9 6-10 hari

Menular sebelum bercak merah sampai 7 hari setelah onset

Kontak dengan droplet besar, muntahan

Transmisi droplet

Kontak dengan sekresi sal napas, droplet besar kontak dekat

Transmisi droplet sampai 5 hari menerima antibiotik

Kontak cairan sal napas, benda terkontaminasi feses

Transmisi kontak

Tidak restriksi

Perlu

Pertusis 7-10 hari

F catarrhal sangat menular

Vaksin direkomen umur 11-64 th petugas dengan pertusis: Restriksi fase catarrhal sampai minggu 3 setelah onset atau 5 hari setelah teraphi antibiotik kontak saja tidak perlu restriksi.

Poliomyelitis Nonparalitik : 3-6hari; paralitik : 7-21hari

Sal napas 1 minggu setelah gejala muncul, dalam feses beberapa minggubulan setelah gejala muncul

12-23 hari bintik nerah timbul 14-16hari setelah ekspos

Sangat menular saat bintik merah keluar, virus dilepas 1 minggu sebelum sampai 5-7 hari setelah onset, congenital rubella bisa melepas virus berbulan bertahun-tahun

2-8 hari (tersering

Orang sakit dapat mengeluarkan

Imunisasi direkomendasikan

Rubella

RSV (infeksi virus respiratorik)

Kontak dengan droplet nasofaring Px

Transmisi droplet dan kontak dengan cairan sal napas

Transmisi

kontak

5 hari setelah bintik keluar petugas rentan 7 hari setelah ekspos pertama sampai 21 hari setelah ekspos terakhir.

Batasi dengan

kontak pasien

68

4-6hari)

virus selama 3-8 hari tapi pada bisa anak 3-4 minggu

MRSA

Tangan terkontaminasi saat merawat pasien atau menyentuh benda mati, transmisi RSV bila menyentuh mata atau hidung

Kontak tangan petugas, mungkin karier nares anterior, tangan, axilla, perineum, nasofaring, orofaring

erat dengan droplet atau aerosol partikel kecil

Standar, kontak, airborne

transmisi dapat

Standar, transmisi

berdasar

rawat dan lingkungan bila ada KLB RSV Restriksi sampai gejala akut hilang.

Restriksi perawatan pasien dan pengolahan makanan bila petugas dengan lesi kulit basah. Tidak perlu restriksi bila kolonisasi

Streptococ A Kontak sisi terinfeksi & mensekresi

Kulit, faring, rektum, vagina

Restriksi perawatan pasien & pengolahan makanan sampai 24 jam setelah mendapat terapi antibiotik. Tidak perlu restriksi petugas dengan kolonisasi

Salmonella, shigella

Syphilis

Orang-orang lewat fekal oral, air/makanan terkontaminasi

Tuberkulosis

Kontak langsung dengan lesi primer atau sekunder syphilis

Kontak

Sampai 1 bulan minum OAT Inhalasi nuklei

Varicella Sampai kering berkrusta

lesi &

droplet

Airborne, kontak (mengeluarkan c tubuh infeksius)

Airborne, standar

kontak

Sampai terbukti non infectius

8 hari paska kontak sampai 21 hari paska kontak, beri imuno globulin IV paska kontak, imunisasi petugas paska pajanan dalam 4 hari.

69

Vibrio Kolera

Zoster Kontak feses *lokal Tutupi jangan dengan rawat

lesi, kontak pasien

*menyeluruh atau orang immuno kompromais Jangan kontak dengan pasien *pasca pajanan (person yang rentan) Jangan dengan rawat

kontak pasien

Restriksi sampai lesi mengering dan mengelupas

Restriksi sampai semua lesi kering dan mengelupas

Dari hari ke10 paska pajanan pertama sampaihari ke21 atau hari 28 bila diberi lagi atau sampai lesi kering dan mengelupas.

Tabel 3. Kesehatan petugas dan pencegahanHAIs.

Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh  Pada mata

: bilas dengan air mengalir : 15 menit

 Pada kulit

: bilas dengan air mengalir : 1 menit

 Pada mulut

: segera kumur-kumur : 1 menit.

 Lapor ke Panitia PPI, Panitia K3RS atau ke dokter rumah sakit.

7.1Program pada Petugas Kesehatan Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:  Monitoring dan suport kesehatan petugas  Vaksinasi bila dibutuhkan  Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan  Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas  Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena infeksi. 70

 Upayakan support psikososial. Tujuannya :  Menjamin keselamatan petugas di lingkungan Rumah Sakit  Memelihara kesehatan petugas kesehatan  Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan medikolegal dan KLB Unsur yang dibutuhkan  Petugas yang berdedikasi  SPO yang jelas dan tersosialisasi  Administrasi yang menunjang  Koordinasi yang baik antar instalasi/unit  Penanganan pasca pajanan infeksius  Pelayanan konseling  Perawatan dan kerahasiaan medikal record Evaluasi sebelum dan setelah penempatan meliputi :  Status imunisasi  Riwayat kesehatan yang lalu  Terapi saat ini  Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi

Edukasi Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misalnya : Kewaspadaan Isolasi, Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.

Program Imunisasi Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada : 

Resiko ekspos petugas



Kontak petugas dengan pasien



Karakteristik pasien Rumah Sakit



Dana Rumah Sakit 71

Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang petugas memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang ada.

ALUR PAJANAN TERTUSUK JARUM/BENDa TERKONTAMINASI DAN CAIRAN TUBUH Tertusuk Jarum

Terpajan Cairan Tubuh

Terkontaminasi

Jangan panik

Cuci Dengan Air Mengalir

Beri Cairan Antiseptic (Betadine/Alkohol)

Segera Lapor Keatasan

Dalam jam kerja

Di luar jam kerja

Penanggung jawab

UGD

Jam kerja setiap Unit

TINDAK LANJUT : a. Apabila status pasien HIV harus diberi prolaksis pasca pajanan berupa obat ARV (Anti Retrovirus) dalam waktu kurang dari 4 jam, diberi selama 28 hari, test HIV diulang setelah 6 (enam) minggu, 3 (tiga) bulan dan 6 (enam) bulan. b. Apabila status pasien Hepatitis B, dilakukan pemeriksaan HbsAg dan Anti Hbs (bagi yang belum vaksinasi). c. Apabila hasil HbsAg positif maka dirujuk ke Dokter Penyakit Dalam untuk mendapatkan terapi. d. Apabila hasil HbsAg negatif diberikan seri vaksinasi Hepatitis : Imunisasi Hep bulan I, III, dan V,

72

8. Penempatan Pasien 8.1.Penanganan Pasien Dengan Penyakit Menular/Suspect 

Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar untuk kasus/ dugaan kasus penyakit menular melalui udara



Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah didalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.



Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif yang dimonitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di Rumah Sakit.



Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara partikulasi efiesiensi tinggi, buat tekanan negatif didalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah kedaerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati apakah terhisap kedalam ruangan.Jika diperlukan kipas angin tambahan didalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.



Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan-tindakan pencegahan ini. 73



Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai seperti masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakanbila tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif), gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.



Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.



Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang didalam ruangan.

Pertimbangkan pada saat penempatan pasien : 

Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal : luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol.



Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara kekontak, misal : luka dengan infeksi kuman gram positif.



Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC



Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas, misalvaricella



Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan mental).

Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.

8.2. Transport pasien infeksius  Dibatasi, bila perlu saja.  Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan : 1) Pasien diberi APD (masker, gaun) 2) Petugas diarea tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut melaksanakan kewaspadaan yang sesuai 3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain.

Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung 74

 Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan kesehatan yang lebih penting.  Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan terpajannya staf, pasien lain atau pengunjung.  Bilapasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan harus menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung, dan sarung tangan. 8.3.Pemindahan pasien yang dirawat diruang isolasi Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan/area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulance, maka sesudahnya ambulance tersebut harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70%atau larutan klorin 0,5%. Keluarga Pendamping Pasien di Rumah Sakit Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

8.4.Pemulangan Pasien  Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan.  Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit menular melalui udara/airborne harus diisolasi didalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri. 75

 Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit menular yang diderita pasien. (contoh Lampiran D : Pencegahan, Pengendalian, Infeksi, dan penyuluhan bagi keluarga atau kontak pasien penyakit menular)  Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah pemulangan pasien.

8.5.Pemulasaran Jenazah  Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.  APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.  Jenazah harus terbungkus seluruhnya sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.  Pindahkan sesegera mungkin kekamar jenazah setelah meninggal dunia.  Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya dengan menggunakan APD.  Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seorang pasein dengan penyakit menular meninggal dunia.

8.6.Pemerikasaan Post Mortem Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan menderita penyakit menular harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi jika pasien meninggal dunia selama masa penularan. Jika pasien masih menyebaran virus ketika meninggal, paru-parunya mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu, kalau melakukan suatu prosedur pada paru-paru jenazah, APD lengkap harus digunakan yang meliputi masker N-95, sarung tangan, gaun, pelindung mata dan sepatu pelindung.

9. Hygiene Respirasi/Etika Batuk

76

Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan. Saat anda batuk atau bersin :  Tutup hidung dan mulut andadengan menggunakan tissue / sapu tangan atau lengan dalam baju dalam.  Segera buang tissue yang sudah dipakaikedalam tempat sampah.  Gunakan selalu masker bedah bila anda sedang batuk.  Lakukan kebersihan tangan. Di fasilitaspelayanan kesehatan. Sebaiknya gunakan masker bedah bila anda sedang batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapasan harus diterapkan disemua bagian rumah sakit, dilingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah. Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk mengendalikan sumber infeksi potensial.

10. Praktek Menyuntik Yang Aman  Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi danterapi.  Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.

11.Praktek untuk Lumbal Punksi Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal/ epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

B. Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precautions) Kewaspadaan isolasi diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit baikterdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Bertujuan untuk mencegah transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan atau hasil pemeriksaan laboratorium belum 77

ada, strategi utama untuk PPI adalah menyatukan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar seperti yang sudah diuraikan diatas dengan melaksanakan 10 pilar pencegahan dan pengendalian infeksi.

1. Kewaspadaan berdasarkan transmisi Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.

Jenis Kewaspadaan berdasarkan transmisi : a. Kontak b. Melalui droplet c. Melalui udara (Airborne) d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan) e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus) Catatan : suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh. Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis infeksinya. Rekomendasi Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut : 

Kategori IA :

Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian dan studi epidemiologi. 

Kategori IB :

78

Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau efektif oleh para ahli dilapangan. Dan berdasarkan kesempatan HICPAC (Hospital Infection Control Advisory Committee) sesuai dengan bukti rasional walaupun mungkin belum dilaksanakan suatu studi scientifik. 

Kategori II :

Dianjurkan untuk dilaksanakan dirumahsakit. Anjuran didukung studi klinis dan epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan di beberapa rumah sakit. 

Tidak direkomendasi :

Masalah yang belum ada penyelesaiannya. Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau belum ada kesepakatan mengenai efikasinya.

a. Kewaspadaan transmisi Kontak ( 5,7,10 ) Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit terluka/ abrasi orang yang rentan / petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak., dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies. Transmisi kontak tidak langsung, terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius dilingkungan, instrumen yang terkontaminasi, jarum, kassa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien. Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi saluran napas misal : para influenza, RSV, SARS, H5N1. Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen. Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung (Kategori IB). 79

Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misal : pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

b. Kewaspadaan transmisi droplet (6,10,11) Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan infeksi diketahui atau suspect mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan melalui droplet (>5 µm). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang diudara dan akan jatuh dalam jarak 1-2 m dari sumber (10,11). Transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak deket antara sumber dan resipien < 3 kaki. Karena droplet tidak bertahan diudara. Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau terinhalasi. Transmisi droplet kekontak, yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal : mukosa, membrane. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung misal : commoncold, respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

c.Kewaspadaan transmisi melalui udara (Airborne Precautions) (4,10) kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemilogi penting dan di transmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara. Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil<5µm evaporasi dari droplet yang bertahan lama diudara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara >2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan diruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada factor

80

lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit terkontaminasi (S. Aureus).

Tabel 4. KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI KEGIATAN Penempatan

KONTAK

DROPLET

UDARA / AIRBONE

Tempatkan diruang rawat

Tempatkan pasien di ruang

Tempatkan pasien diruang

terpisah,

terpisah, bila tidak mungkin

terpisah yang mempunyai :

mungkin kohorting, bila

kohorting.

1. tekanan negatif

keduanya tidak mungkin

tidak mungkin, buat pemisah

2. aliran udara 6-12x/ jam

maka

dengan jarak >1 meter antar

3. pengeluaran

bila

tidak

pertimbangkan

epidemiologi mikroba dan

TT

populasi pasien. Bicarakan

pengunjung.

dengan

udara

terfiltrasi sebelum udara

Pertahankan

mengalir ke ruang atau

PPI

pintu terbuka, tidak perlu

tempat lain di Rumah

(kategori IB) tempatkan

penanganan khusus terhadap

Sakit. Usahakan pintu

dengan jarak >1meter 3

udara dan ventilasi (kategori

ruang pasien tertutup.

kaki antar TT jaga agar

IB )

Bila ruang terpisah tidak

tidak

ada

kontaminasi

jarak

keduanya

dengan

petugas

dan

Bila

memungkinkan,

silang kelingkungan dan

tempatkan pasien dengan

pasien lain (kategori IB)

pasien

lain

yang

mengidap mikroba yang sama, jangan dicampur dengan

infeksi

(kohorting)

lain dengan

jarak>1meter.

Konsultasikan

dengan

81

petugas

PPIRS

menempatkan

sebelum

pasien

bila

tidak ada ruang isolasi dan kohorting

tidak

memungkinkan.

(kategori

IB)

Transport

Batasi

gerak,

transport

Batasi gerak dan transportasi

Batasi gerakan dan transport

Pasien

pasien hanya kalau perlu

untuk batasi droplet dari

pasien

saja.

pasien dengan mengenakan

diperlukan saja.

masker

Bila

Bila

pasien

APD Petugas

diperlukan

keluar

ruangan

pada

pasien

perlu kewaspadaan agar

(kategori

resiko minimal transmisi

menerapkan

kepasien

respirasi dan etika batuk

lain

atau

IB)

hanya

kalau

perlu

untuk

dan

pemeriksaan pasien dapat

hygiene

diberi masker bedah untuk cegah menyebarkan droplet

lingkungan (kategori IB )

nuclei (kategori IB)

Sarung tangan dan cuci

Perlindungan

tangan

Masker

saluran

napas

Memakai sarung tangan

Kenakan masker respirator

bersih non steril, lateks

Pakailah bila bekerja dalam

(N95/Kategori

saat masuk keruang pasien,

radius 1m terhadap pasien

efisiensi 95%) saat masuk

ganti sarung tangan setelah

(kategori IB), saat kontak

ruang pasien atau suspek TB

kontak

paru. Orang yang rentan

infeksius

dengan

bahan

erat

(feses,

cairan

melindungi

drain)

masker

seyogyanya hidung

dan

seharusnya

N

tidak

pada

boleh

mulut, pakai saat memasuki

masuk ruang pasien yang

ruang

diketahui

atau

suspek

campak, cacar air kecuali petugas yang telah imun.

APD Petugas

Lepaskan sarung tangan

Bila terpaksa harus masuk

sebelum keluar dari kamar

Rawat pasien dengan infeksi

maka

pasien dan cuci tangan

saluran napas.

masker

harus

mengenakan

respirator Orang

untuk

dengan antiseptic (kategori

pencegahan.

yang

IB)

telah pernah sakit campak atau cacar air tidak perlu memakai masker (kategori IB)

Gaun

Masker

Bedah/prosedur

Pakaian gaun bersih, tidak

(min) sarung tangan gaun

82

steril saat masuk ruang

goggle

pasien untuk melindungi

Bila

baju dari kontak dengan

dengan kemungkinan timbul

pasien,

aerosol.

permukaan

lingkungan,

barang

diruang

cairan

pasien,

melakukan

tindakan

diare pasien, ileostomy, coloctomy, luka terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak

ada

kontaminasi

silang kelingkungan dan pasien lain (kategori IB )

Apron Bila

gaun

untuk

permeable, mengurangi

penetrasi

cairan,

tidak

dipakai sendiri Peralatan

Transmisi pada TB

untuk

Bila

memungkinkan

perawatan

peralatan

pasien

penanganan

Sesuai pedoman TB CDC

nonkritikal

udara secara khusus karena

”Guideline for Preventing of

dipakai untuk 1 pasien atau

mikroba tidak bergerak jarak

tuberculosis in Healthcare

dengan

jauh.

Facilities”

infeksi

mikroba

Tidak

perlu

yang sama, bersihkan dan disinfeksi mikroba yang sama.

Bersihkan

dan

disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain (kategori IB)

MTB

Peralatan

(obligat

Untuk

MDRO, MRSA, VRSA,

B. pertussis, SARS, RSV

campak,

Perawatan

VISA,

influenza,

(kombinasi

Pasien

(Strep pneuminiae)

Virus

VRE,

Herpes

MDRSP

simplex

Adenovirus,

airborne)

cacar

air

transmisi)

Rhinovirus, N. meningitidis,

Norovirus

streptococ

vomitus), Rotavirus melalui

grup

Mycoplasma pneumoniae.

A,

(partikel

feses,

partikel kecil aerosol.

SARS RSV (indirex mel

83

mainan),

S.

MDRO,

VRE,

Difficile,P.

Aureus, C.

Aeruginosa,

influenza, Norovirus (juga makanan dan air )

Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting

Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih. Bersih diartikan :  Bebas dari kotoran  Telah dicuci setelah terakhir dipakai  Penjagaan kebersihan tangan personal  Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan

d.Peraturan untuk kewaspadaan isolasi Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap.Perlu dijalankan hal berikut : 1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekresi dan sekresi dari seluruh pasien untuk meminimalisir resiko transmisi infeksi. 2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien. 3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh). 4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh bahan infeksius. 5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien. 84

6. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan kontainer pasien yang lain. 7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur. 8. pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.

BAB V PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PENGUNJUNG

Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya penyakit menular  Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh mengunjungi pasien didalam fasilitas pelayanan kesehatan.  Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi kunjungan ke pasien.  Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan penyakit, sedangkan anak-anak dibawah umur12 tahun dilarang mengunjungi pasien dirumah sakit.  Kebijakan ini agar dicantumkan dipapan pengumuman fasilitas kesehatan.

Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat penderita atau suspect flu burung  Anggota keluargaperlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat di Rumah Sakit.

85

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara  Petugas kesehatan atau Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu mendidik pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan.  Jika keluarga / teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspect atau telah di konfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus mengikuti prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai APD lengkap (masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) Jika kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.  Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi pengunjung.  Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan. Tidak menggantung masker dileher.  Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat dengan pasien penyakit menular melalui udara beresiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk penyakit menular melalui udara dan ditangani dengan tepat.  Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien penyakit menular.

Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk ditempat pelayanan kesehatan. Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan difasilitas pelayanan kesehatan, kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari perilaku sehat. Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapasan (batuk, bersin) harus :  Menutup hidung/ mulut ketika batuk atau bersin  Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang ditempat limbah yang tersedia.  Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan.

86

Fasilitasi pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :  Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan kaki disemua area.  Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir diruang tunggu.  Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung yang batuk.

Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang lainnya diruang tunggu. Pada pintu masuk dan diruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan orang yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapasan dan etika batuk atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang gejala penyakit yang diderita, bagi orang yang batuk harus disediakan masker.

87

BAB VI SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT

A. Definisi Suatu pengamatan yang sistematis,efektif dan terus menerus terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya penyebaran penyakit : 1) Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda - tanda tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut. 2) Inkubasi terjadi 2x 24 jam setelah pasien dirawat dirumah sakit apabila tandatanda infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat ,maka perlu diteliti masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3) Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda. 4) Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit. Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.

88

1) Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada pada waktu masuk rumah sakit. 2) Infeksi

pada

bayi

baru

yang

penularannya

melalui

placenta

(mis

toxoplasmosis,sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran . Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi : 1) Kolonisasi : yaitu adanya

mikroorganisme (pada kulit,selaput lendir,luka

terbuka)yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis. 2) Inflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan zat non infeksi seperti zat kimia. Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain: 1) Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit,sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain. 2) Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular. 3) Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling sederhana seperti pemasangan infus sampai tindakan operasi. 4) Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotika,akibat penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional. 5) Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang dapat menularkan kuman pathogen. 6) Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman. Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari : 1) Petugas rumah sakit. 2) Pengunjung pasien. 3) Antar pasien itu sendiri. 4) Peralatan yang dipakai dirumah sakit 5) Lingkungan.

B. Tujuan 1. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit 2. Menurunkan Laju Infeksi Rumah Sakit 3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit 89

4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan penanggulangan. 5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di Rumah Sakit 6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan 7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi Rumah Sakit

C. Metode Surveilans Metode surveilans Infeksi Rumah Sakit di RSIA Artha Mahinrus adalah menggunakan metode Surveilans target (targetted/sentinel surveillance) adalah surveilans yang terfokus pada ruangan, kelompok pasien, atau tindakan dengan resiko infeksi spesifik,yaitu surveilans diruang perawatan insentif (ICU) dan ruang perawatan bedah, surveilans pada pasien dengan kateter vena sentral, surveilans, infeksi luka operasi, surveilans pasien dengan pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan ventilator, surveilans pasien dengan pemasangan kateter urine, surveilans target ini diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih tajam dan memerlukan sumber daya yang lebih sedikit.

D. Jenis-jenis infeksi Rumah Sakit 1. Infeksi Aliran Darah Primer a. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)  Merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba melalui peralatan yang kita masukkan langsung ke sistem pembuluh darah. Dalam istilah CDC disebut sebagai Blood Stream Infection (BSI) Akses langsung keperedaran darah ini dapat berupa kateter vena maupun arteri yang kita lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan maupun diagnostik,

yang

secara

umum

disebut

sebagai

kateter

intravaskuler

(intravaskuler Catheter). Contahnya adalah pemasangan vena sentral (CVC : Central Venous Catheter), vena perifer (infus) hemodialisa.  Adalah ditemukannya organisme dari hasil kultur darah semikuantitatif/ kuantitatif disertai tanda klinis yang jelas serta tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain dan / atau dokter yang merawat menyatakan telah terjadi infeksi > 3x24 jam setelah pemasangan catheter vena sentral. 90

Seringkali phlebitis dilaporkan sebagai IADP. IADP berbeda dengan Phlebitis (Superficial & Deep Phlebitis). Perbedaan antara IADP dengan phlebitis, adalah : o Phlebitis, merupakan tanda-tanda peradangan pada daerah lokal tusukan infus. Tanda-tanda peradangan tersebut adalah merah, bengkak, terasa seperti terbakar dan sakit bila ditekan. o IADP adalah keadaan bakteremia yang diagnosanya ditegakkan melalui pemeriksaan kultur.

b. Faktor resiko adalah :  Lamanya terpasang kateter  Lamanya hari rawat  Kondisi penurunan daya tahan tubuh (immunocompromised)  Malnutrisi  Luka bakar  Luka operasi tertentu

c. Kriteria IADP Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP, kriteria IADP 1 dan 2 dapat digunakan untuk semua peringkat umur pasien termasuk usia <1th, minimal ditemukan satu kriteria seperti :  Kriteria 1 IADP berikut : 

Ditemukan pathogen pada >1 kultur darah pasien



Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien.

 Kriteria 2 IADP :  Pasien menunjukkan minimal satu gejala klinis : demam (suhu >38ºC) menggigil atau hypotensi, tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan laboratoriumyang tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien.  Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid(C. corynebacterium spp), Bacillus spp. (bukan B anthracis), 91

Propionibacterium spp, Staphylococcus coagulase negatif termasuk epidermidis, Steptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp. Berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda.  Kriteria 3 IADP : 

Pasien anak usia <1 tahun menunjukkan minimal satu gejala seperti berikut : demam (suhu rectal >38ºC), hipotermi (suhu rektal <37ºC), apnoe atau bradikardia



Tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium yang tidak berhubungan dengan infeksi dibagian lain dari tubuh pasien



Hasil kultur yang berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid (corynebacterium spp), Bacillus spp (bukan B anthracis), Propionibacterium spp, staphylococcus coagulase negatif termasuk S epidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.berasal dari >2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang berbeda.

Catatan : 1. Dalam kriteria 1, arti ”>1” kultur darah pasien adalah = minimal 1 botol kultur dari darah yang diambil memberikan hasil dilaporkan ada pertumbuhan mikroba, artinya kultur darah positif. 2. Dalam kriteria 1 maksud”patogen”yang ditemukan adalah mikroba yang tidak termasuk dalam mikroba kontaminan kulit yang umum didapatkan, contoh beberapa mikroba pathogen yang bukan termasuk flora normal umum kulit yang dapat ditemukan adalah S.aureus, Enterococcus spp, E. coli, Pseudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-lain 3. Dalam kriteria 2 dan 3, arti ’>2’kultur darah diambil dari lokasi yang berbeda artinya :  Dari CV line atau kultur ujung kateter CV line dan perifer sekurangkurangnya 2 kali pengambilan darah perifer dengan jeda waktu tidak lebih dari 2 hari (misalnya pengambilan darah pada hari Senin dan Selasa, atau Senin dan Rabu, jangan terlalu jauh misalnya Senin-Kamis), atau pada waktu yang bersamaan dari 2 lokasi yang berbeda 92

 Minimal 1 botol dari darah yang diambil menunjukkan pertumbuhan kuman kontaminan umum kulit yang sama. 4.Phlebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah, maka tidak dilaporkan sebagai IADP.

Kriteria Nasional a. Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP) Algoritma Diagnosa IADP

Umum

Anak <1 tahun

Simtom

Minimal :

Minimal 1 :

(Gejala dan Tanda)

 Demam (>38ºC)  Menggigil  hipotensi

   

Laboratorium :

Positif = 1 mikroba

Kultur Darah

patogen

Demam (>38ºC ) Hipotermi (<37ºC) Apnoe bradikardia

Positif =2 mikroba Flora kulit

Bukti Infeksi tempat lain

Negatif

93 Kriteria IADP

1

2

3

Gambar 8. Diagram Alur Infeksi Aliran Drah Primer

Keterangan : 

Yang dimaksud mikroba pathogen pada kriteria 1 misalnya adalah : S. Aureus, Enterococcus spp, E coli, Psudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-lain.



Yangdimaksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp, Propionibacterium spp, CNS termasuk Staph. Epidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.



Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, arti ’≥2’kultur darah : 2 spesimen darah diambil dari lokasi yang berbeda dan dengan jeda waktu tidak lebih dari 2hari. 2.Pneumonia

Ada 2 jenis Pneumonia yang berhubungan dengan IRS, yaitu Pneumonia yang didapatkan akibat perawatan yang lama atau sering disebut sebagai Hospital Acquired Pneumonia (HAP) dan Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian ventilasi mekanik atau sering disebut sebagai Ventilator Associated Pneumonia (VAP). a. Definisi HAP HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien dirawat dirumah sakit >48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidakmenderita infeksi saluran napas bawah. HAP dapat diakibatkan tirah baring lama (koma/ tidak sadar, trakeostomi, refluk gaster, Endotracheal Tube/ETT).

b. Definisi VAP VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventalasi mekanik >48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran napas.

c. Dasar diagnosis Pneumonia Pneumonia (PNEU) ditentukan berdasarkan kriteria klinis, radiologi dan laboratorium. Kriteri pneumonia : 94

1) Bunyi pernapasan yang menurun /pekak,ronchi basah pada daerah paru. 2) Produksi sputum banyak dan purulen. 3) Hasil X – ray adanya densitas paru (infiltrate). 4) Demam >38C dan batuk. 5) Pemeriksaan sediaan sputum ditemukan peningkatan leukosit (>25/LPK) Pada orang dewasa dan anak >12 bulan didapatkan : 1). Bunyi napas menurun pekak,ronkhi basah pada daerah paru. 

Sputum purulens baru dan perubahan warna sputum.



Biakan kuman dan biakan darah ()



Isolasi kuman patogen atau aspirasi trakea.

2). Hasil X – Ray ada infiltrasi paru, konsolidasi, cavitasi,efusi pleura baru secara progresif ditambah salah satu ini:  Sputum purulen dan perubahan dan perubahan sputum  Isolasi kuman dan biakan darah (+)  Isolasi kuman patogen aspirasi tracea, sikatan brokus atau biopsy (+)  Titer IgM atau IgG spesifik meningkat  Isolasi antigen virus (+) sekresi saluran pernapasan Pada umur kurang dari 12 tahun : Didapatkan 2 atau lebih apneu, takipneu bradikardia, wheesing, ronchi basah, batuk ditambah satu diantaranya sebagai berikut: 1) produksi sputum atau sekresi pernapasan meningkat dan purulen. 2) Isolasi kuman dan biakan kuman (+). 3) Isolasi kuman aspirasi tracea /brokus/biopsi (+). 4) Isolasi/antigen virus (+) dalam sekresi saluran pernapasan. 5) Titer IgM dan IgG spesifik meningkat 4x . 6) Tanda pneumonia pada pemeriksaan hispatologi. Faktor penyebab : 1. Lingkungan  legionella, klebsiella, P aerogenesa, Amuba baumi  Makanan, muntahan. 2. Peralatan 95

 NGT  EKG  Suction kateter  Peralatan bronchosp  Peralatan pernapasan 3. Manusia.  Haemofilus influenza  Stapilococus Aereus  Stapilococcus pnemonia  MDR stains

d. Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia Bukti Klinis Pneumonia adalah bila ditemukan minimal 1 dari tanda dan gejala berikut : 1) Demam (≥38ºC) tanpa ditemui penyebab lainnya. 2) Leukopenia (< 4.000 WBC/mm3) atau Leukositosis (≥12.000 SDP/mm³). 3) Untuk penderita berumur ≥70tahun, adanya perubahan status mental yang tidak ditemui penyebab lainnya. Dan minimal disertai 2 tanda berikut : 

Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum



Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea (sesak napas) atau tachypnea (napas frekuen)



Rhonki basah atau suara napas bronchial



Memburuknya pertukaran gas, misalnya desaturasi O2 (PaO2/FiO2≤240), peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkatan ventilator.

e. Tanda Radiologis Pneumonia Bukti adanya Pneumonia secara Radiologis adalah bila ditemukan ≥2 foto serial didapatkan minimal 1 tanda berikut :  Infiltrat baru atau progresif yang menetap  Konsolidasi 96

 Kavitasi  Pneumotoceles pada bayi berumur ≤1 tahun.

Catatan : Pada pasien yang tanpa penyakit paru-paru atau jantung (respiratory distress syndrome, bronchopulmonary dysplasia, pulmonary edema, atau chronic obstructive pulmonary disease) yang mendasari, 1 bukti radiologis foto thorax sudah dapat diterima.

f. Faktor resiko pneumonia Pneumonia dapat berasal dari : o Faktor lingkungan yang terkontaminasi,misalnya air,udara atau makanan (muntah) o Peralatan yang digunakan dalam perawatan

pasien : Endotracheal Tube (ETT),

nasogastric Tube (NGT), suction catheter, Bronchoscopy, Respiratory devices. o Orang keorang : dokter, perawat, pengunjung, maupun dari flora endogen pasien itu sendiri.

Faktor Risiko untuk terjadinya Pneumonia antara lain : 1. Kondisi pasien : umur (>70 tahun), Penyakit kronis, Pembedahan (Toraks atau Abdomen), penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK), Penyakit Jantung Kongestif, Cardiac Vascular Disease (CVD), kkma, Perokok berat.

2. Tindakan pengobatan atau perawatan : sedatif, anestesi umum, intubasi trakeal, trakeostomi, pemakaian ventilasi mekanik yang lama, pemberian makanan enternal, terapi antibiotik obat immunosupresif atau sitostatik.

Populasi beresiko untuk terjadinya pneumonia IRS dibedakan berdasarkan jenis pneumonianya. - Populasi berisiko VAP adalah semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik, sehingga kejadiannya terutama terfokus pada pada area spesifik yaitu ICU, HDU. Sehingga yang digunakan sebagai numerator dalam menghitung laju infeksi adalah jumlah kasus VAP per periode tertentu (1bulan, 6bulan, 1 tahun), sedangkan denominatornya adalah jumlah hari pemasangan alat ventilasi mekanik periode waktu tertentu. 97

- Populasi beresiko HAP adalah pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit, sehingga yang digunakan sebagai numerator adalah jumlah kasus HAP per periode tertentu (1bulan, 6 bulan, 1 tahun) sedangkan denominatornya adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring per periode tertentu (1 bulan, 6 bulan ,1 tahun).

3.Infeksi Saluran Kemih Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam istilah CDC disebut sebagai Urinary Tract Infection (UTI), merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran kemih murni (Urethra dan permukaan kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam dari organ-organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau rongga perinefrik). Untuk itu, dalam menentukan jenis ISK, perlu pengelompokkan sebagai berikut : 1) Infeksi Saluran Kemih Simptomatis 2) Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis 3) Infeksi Saluran Kemih Lainnya. a. Tanda dan Gejala ISK  Demam (>38ºC)  Urgensi  Frekuensi  Disurai, atau  Nyeri Supra Pubik

b.

Tanda dan gejala ISK anak ≤1 tahun:  Demam >38ºC rectal  Hipotermi <37ºC rectal  Apnea  Bradikardia  Letargia  Muntah-muntah

c.

Tes Konfirmasi ISK Tes Konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK

98

- Teskonfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat kontaminasi. - Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK - Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat adanya kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan diagnosis dokter yang merawat. d. Infeksi saluran kemih dapat disebabkan a. Endogen : perubahan flora normal. b. Eksogen : prosedur yang tidak bersih / steril c. tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur.

Infeksi Saluran Kemih Simtomatik Dengan salah satu kriteria dibawah ini :  Demam >38°C  DisuriaNikuria ( urgency )  Polakisuria  Nyeri Suprapubik. Dan biakan urin >100.000 kuman /ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme dua dari gejala :  Demam 38°C  Disuria  Nikuri  Polakisuri  Nyeri Suprapubik Dan salah satu tanda :  Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit. 99

 Pluria (10 leukosit/ml atau >3 leukosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.  Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentilifus.  Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.  Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml dan pasien diberi antibiotik yang sesuai.  Diagnosis oleh dokter.  Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

Infeksi Saluran Kemih Asimtomatik  Memakai kateter selama 7 hari sebelum biakan urin dan tidak ada gejala : 

Demam 38°C



Disuria



Nikuria



Polakisuria



Nyeri Suprapublik

Infeksi Saluran Kemih pada Anak  Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas.  Gejala : panas, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang-kadang diare atau kencing yang sangat berbau.  Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering kencing dan ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas seperti ngompol, sering kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang.  Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli-buli.  Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa berbeda.  Diagnosis : Klinik dan laboratorik.

100

 Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan positif apabila jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman dalam urin 100.000 atau lebih/ml urin.  Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat piuria.

Catatan :  Kultur positif dari ujung kateter tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik ISK.  Kultur positif dari urin yang diambil dari kantong pengumpul urin tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik ISK  Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan dengan tehnik yang benar, misalnya clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah, atau kateterisasi.  Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi supra publik.

e. Faktor Resiko ISK Faktor resiko untuk terjadinya ISK adalah penderita yang terpasang catheter, sedang faktor-faktor lain berkaitan dengan :  Kondisi pasien (faktor intrisik): komorbiditas penderita ( misalnya DM ) kondisi penurunan daya tahan tubuh (misalnya malnutrisi) kondisi organik (misalnya : obstruksi, disfungsi kandung kemih,refluks)  Prosedur pemasangan : tehnik pemasangan, ukuran cateter  Perawatan : perawatan meatus uretra,jalur cateter, pengosongan kantong urine, manipulasi (pengambilan sampel urine)

f. Data Surveilans ISK Populasi utama surveilans ISK adalah penderita yang terpasang kateter menetap. Data-data lain adalah data-data yang berhubungan dengan faktor resiko, data-data diagnostik dan lama pemasangan kateter, yang nanti akan dijadikandenominator dalam perhitungan laju infeksi.

(gejala dan Tanda) ISK

SIMTOM

Umum     

Demam Urgensi Frekuensi Disuria Nyeri Supra Publik

Usia <1 Tahun      

Demam Hipotermi Apneu Bradikardi Letargia Muntah-muntah

101

Gambar 9. Perhitungan Data Surveilens ISK 4. Infeksi Daerah Operasi (IDO) / Infeksi Luka Operasi (ILO) a.Definisi IDO dalam istilah CDC disebut sebagai Surgical Site Infection (SSI). Ada beberapa stadium dalam operasi, sehingga penilaian ada tidaknya IDO juga dikelompokkan berdasarkan seberapa jauh organ atau jaringan yang dioperasi, sehingga dikenal istilah : 1) IDO superfisial : bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan) 2) IDO Profunda : bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan otot) 3) IDO Organ/ Rongga tubuh : bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh.

b. Kriteria IDO b.1.Kriteria Surgical Site Infection/SSI 102

IDO Superfisial (superficial incisional/ Surgical Site infection)harus memenuhi kriteria sebagai berikut :  Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi  Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)pada tempat insisi  Pasien sekurang-kurangnya mempunyai/memenuhi salah satu keadaan dibawah ini : 1. Drainase bahan purulen dari insisi superficial. 2. Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial. 3. Sekurang-kurangnya terdapat - satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau hangat pada perabaan. - Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria ini. Diagnosis IDO superfisial oleh dokter bedah atau dokter yang menangani pasien tersebut.

Terdapat 2 tipe spesifik IDO superficial, yaitu : 1) Superficial incisional primary (SIP) Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operasi Cesar atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner). 2) Superficial incisional secondary (SIS) Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor biasanya pada kaki) untuk CBGB. CBGB : Coronary bypass with chest and donor incisions.

Petunjuk pencatatan/pelaporan IDO Superfisial : 103

- Jangan melaporkan ”stitch abscess”(inflamasi minimal dan adanya keluar cairan (discharge)pada tempat penetrasi/ tusukan jarum atau tempat jahitan) sebagai suatu infeksi. - Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir (”localized stab wound infection”) sebagai IDO, sebaiknya dilaporkan sebagai infeksi kulit (SKIN) atau infeksi jaringan lunak (ST), tergantung dari kedalamannya infeksi. - Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir sebagai CIRC. Sirkumsisi tidak termasuk kedalam prosedur operasi pada NHSN - Laporkan infeksi pada luka bakar sebagai BURN - Bila infeksi pada tempat insisi mengenai atau melanjutsampai ke fascia dan jaringan otot, laporkan sebagai IDO profunda(”deep incisional SSI”) - Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai IDO superficial dan IDO profunda klasifikasikan sebagai IDO profunda.

b.2.Kriteria IDO (Deep incisional Surgical Site Infection) : 1) Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi 2) Mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan otot) pada tempat insisi dan 3) pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan dibawah ini : 

Drainase purulen dari jaringan lunak dalam tetapi bukan dari organ atau rongga dalam pada tempat operasi.



Tempat insisi dalam mengalami”dehiscement” secara spontan atau terpaksa dibuka oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan kuman apabila pasien mempunyai sekurangkurangnya satu tanda atau gejala sebagai berikut : febris (>38°C), 104

atau nyeri yang terlokalisir. Hasil biakan yang negatif tidak termasuk dalam kriteria ini. 

Absces atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai insisi dalam yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama

re-operasi,

atau

berdasarkan

hasil

pemeriksaan

histopatologi(PA) atau radiologi. 

Diagnosis IDO profunda oleh dokter bedah atau dokter yang menangani pasien tersebut.

Catatan : Yang dimaksud dengan implant adalah setiap benda, bahan atau jaringan yang berasal bukan dari manusia (seperti katup jantung prostesa,cangkok pembuluh darah yang bukan berasal dari manusia, jantung buatan(mekanik) atau prostesa tulang panggul) yang ditempatkan pada tubuh pasien secara permanen dalam suatu tindakan operasi dan tidak dimanipulasi secara rutin baik untuk kepentingan diagnostik maupun untuk keperluan terapi.

Terdapat 2 tipe spesifik IDO profunda, yaitu : 1. Deep incisional primary (DIP) : Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operasi Caesar atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner). 2. Deep incisional secondary (DIS) : Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor (biasanya pada kaki) untuk CBGB).

Petunjuk pencatatan / pelaporan IDO Profunda : Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai ILO superficial dan ILO profunda klasifikasikan sebagai IDO profunda.

b.3.Kriteria IDO Organ / rongga tubuh (Organ /Space SSI)

105

-

Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi.

-

Infeksi mengenai semua bagian dari tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan lapisan otot yang sengaja dibuka atau dimanipulasi selama prosedur/ tindakan dan

-

Pasien sekurang-kurangnya mempunyai / memenuhi salah satu keadaan dibawah ini : 

Drainase purulen dari suatu drain yang dipasang melalui ”stab wound” kedalam organ/ rongga tubuh.



Dapat diisolasikan kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara aseptic dari organ/ rongga tubuh.



Absces atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai organ/ rongga tubuh yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama re-operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi.



Diagnosis IDO organ/ rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter yang menangani pasien tersebut.

Petunjuk pencatatan/ pelaporan IDO Organ/ Rongga Tubuh :  Organ atau rongga tubuh meliputi semua bagian/ organ tubuh manusia kecuali kulit, fascia atau lapisan otot, yang sengaja dibuka atau dimanipulasi selama tindakan operasi. Tempat atau nama organ tubuh yang spesifikasi harus dicantumkan pada IDO organ/ rongga tubuh untuk mengidentifikasikan tempat terjadinya infeksi.  Secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam pelaporan IDO organ/ rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk tempat tersebut) sebagai contoh, pada tindakan apendektomi yang kemudian terjadi abses sub-diafragma, akan dilaporkan sebagai IDO organ/ rongga tubuh dengan tempat spesifiknya pada”intra-abdominal”(IDO-IAB)  Daftar nama organ spesifik yang digunakan dalam pencatatan/ pelaporan untuk IDO organ/ rongga tubuh : secara spesifik tempat terjadinya infeksi 106

harus dicantumkan dalam pelaporan IDO Organ/ Rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk tempat tersebut): - BONE

- LUN

- BRST

- MED

-CARD

- MEN

- DISC

- ORAL

- EAR

- OREP

- MET

- OUTI

- ENDO

- SA

- EYE

- SINU

- GIT

- UR

- IAB

- VASC

- IC

- VCUF

- JNT

 Biasanya Infeksi organ/ rongga tubuh keluar (drains) melalui tempat insisi. Infeksi tersebut umumnya tidak memerlukan re-operasi dan dianggap sebagai komplikasi dari insisi, sehingga keadaan tersebut harus dikualifikasikan sebagai suatu IDO profunda.

c. Faktor resiko IDO Faktor resiko terjadinya IDO dapat berasal dari : 

Kondisi pasien sendiri, misalnya : usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier MRSA, lama rawat pra-operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.



Prosedur operasi : cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan antibiotik profilaksis, lamanya operasi, tindakan lebih dari 1 jenis benda asing, transfusi darah, mandi sebelum operasi, operasi emergensi, drain.



Jenis operasi : operasi bersih, operasi bersih terkontaminasi, operasi kotor



Perawatan paska infeksi : tempat perawatan, tindakan-tindakan keperawatan (pergantian verban) lama perawatan.

Kategori resikoILO : 1) Jenis luka 

Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0



Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1

2) Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit. Setiap jenis operasi berbeda lama opearasinya 

Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan Skor : 0



Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1. 107

3) ASA score . 

ASA 1-2, skor :0



ASA 3-5, skor :1

X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu. Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Pencegahan ILO : 1. Pra bedah. a. Persiapan pasien sebelum operasi.  Jika ditemukan tanda-tanda sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari operasi elektif dan jika perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.  Jangan mencukur rambut, pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar operasi terdapat rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi (pencukuran dilakukan 1 jam sebelum operasi dengan menggunakan alat cukur)  Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum operasi.  Sarankan pasien untuk berhenti merokok minimal 30 hari sebelum hari elektif operasi.  Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2 % min 1 jam sebelum operasi.

b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah  Kuku harus pendek dan jangan menggunakan kuku palsu.  Lakukan kebersihan tangan di ruangan bedah dengan chlorhexidine 4%, setelah kebersihan tangan, tangan harus tetap mengarah ke atas dan dijauhkan dari tubuh agar air mengalir dari ujung jari menuju siku, keringkan tangan dengan handuk steril, pakai sarung tangan dan gaun steril.

2. Intra Bedah. a. Ventilasi  Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah 108

 Jangan menggunakan fogging dan sinar UV di kamar operasi untuk mencegah ILO 

Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk lewatnya peralatan bedah.

 Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan  Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5% dan biarkan 10 menit kemudian bersihkan cairan tadi  Tidak perlu pembersihan khusus/penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor  Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergent normal. c. Sterilisasi instrumen bedah  Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk  Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus digunakan segera seperti instrumen jatuh saat operasi. d. Pakaian bedah /drapes .  Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar bedah saat operasi berjalan  Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut di kepala  Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah ILO, ganti gaun bila tampak kotor dan terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien  Gunakan gaun dan drape yang kedap air e. Teknik aseptik dan bedah  Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP, kateter anestesi spinal /epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril  Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan  Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan homeostasis yang efektif, minimalkan jaringan yang mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi operasi  Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup, letakkan drain pada lokasi tubuh yang terpisah dari insisi tubuh, lepas drain sesegera mingkin bila sudah tidak dibutuhkan. 109

3. Paska Bedah  Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera lakukan penggantian verban  Lakukan mobilisasi sedini mungkin  Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan bergizi

Waktu kejadian

30 hari post operasi

-

30 hari post operasi, atau 1 tahun bila ada pemasangan implant

≥ 1 simtom

(Tanda-Gejala) rlibat

gan

Simtom

a. b. c. d.

Drainase purulen Kultur cairan/ jaringan + Abscess atau bukti infeksi lain : pengamatan langsung, laboratorium, histopatologi dsb Diagnosis dokter

e. Insisi membuka spontan atau sengaja dibuka dr. bedah, kultur+ atau tidak dilakukan kultur dan ≥1 tanda radang

Kulit Jaringan subkutan

f. insisi” dehisces spontan atau sengaja dibuka oleh dr. bedah hasil biakan +, atau tidak dilakukan biakan dan nyeri local atau demam Jaringan lunak profunda :

110 Operasi membuka kulit, otot dan fascia sampai

Gambar 10. Diagram Alur Infeksi Daerah Operasi

Keterangan : 

Bukti lain terjadinya IDO dapat berupa temuan langsung, selama re-operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi

5.Infeksi Penyakit Lainnya 5.1.Infeksi Luka Infus (Phlebitis) a. Definisi Phlebitis dalam klasifikasi HAIs oleh CDC, dikelompokkan dalam CVSVASC (Arterial or venous infection) b. Kriteria Phlebitis Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sebagai berikut : o Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi. o Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau berdasarkan bukti hispatologik. o Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan penyebab lainnya :

111

Demam (>38°C), nyeri, eritema atau panas pada vaskular yang terlihat. Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni mikroba. Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif. o Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat. o Untuk pasien ≤ 1 tahun, minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa ditemukan penyebab lain : Demam (>38°C rektal), hipotermia(<37°C), apneu, bradikardia, letargia atau nyeri atau panas pada vaskular yang terlibat Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni mikroba Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif

Petunjuk pelaporan ILI :  ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah maka dilaporkan sebagai ILI bukan sebagai IADP.  Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak ditemukan infeksi lain dari bagian tubuh.  Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif dilaporkan sebagai IADP  Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga) hari sekali, sedangkan IV LINE untuk bayi dan anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali.  Survey dilakukan 30% dari populasi setiap ruangan perawatan.  Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.  Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.  Golden standart penegakkan kasus infeksi adalah melalui kultur darah, setiap 3 bulan sekali dilakukan kultur 3 responden setiap ruangan.

Cara menghitung ILI 112

c. Populasi beresiko ILI : 1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam. 2) Lama

penggunaan

kateter,

lama

hari

rawat,

pasien

dengan

immunocompromise, malnutrisi, luka bakar atau luka operasi tertentu.

d. Pencegahan ILI : 1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan. 2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan. 3)

Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan(lembab atau kotor)

4) Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin jika tidak diperlukan lagi.

5.2.Infeksi Dekubitus Kriteria Infeksi dekubitus : Infeksi dekubitus harus mempunyai 2 gejala dan tanda berikut, yang tidak diketahui penyebab lainnya : kemerahan, sakit, atau pembengkakan di tepi luka dekubitus, dan Minimal ditemukan 1 dari bukti berikut : - Hasil kultur positif dari cairan atau jaringan yang diambil secara benar - Hasil kultur darah positif.

Keterangan : 113



Adanya cairan purulen semata, belum cukup sebagai bukti infeksi



Kultur positif dari permukaan dekubitus belum cukup sebagai bukti infeksi. Spesimen kultur yang berupa cairan harus diambil dari bagian dalam luka dekubitus dengan menggunakan jarum aspirasi. Spesimen jaringan diambil dengan cara biopsy tepian ulkus.

E. MANAJEMEN SURVEILANS 1. Identifikasi Kasus Surveilans yang dilakukan di RSIA Artha Mahinrus adalah surveilans aktif yaitu kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari kasus Infeksi Rumah Sakit oleh orang-orang yang telah terlatih dan hampir selalu Panitia / Tim PPI tersebut mencari data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan apakah terjadi Infeksi Rumah Sakit atau tidak. Juga kasus Infeksi Rumah Sakit didapatkan berdasarkan klinis pasien atau temuan laboratorium dengan menelaah faktor resiko, memantau prosedur perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan langsung diruang perawatan dan diskusi dengan dokter atau perawat yang merawat. Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan atas hasil pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh karena itu infeksi yang tidak dikultur yaitu yang didiagnosis secara klinik (berdasarkan gejala dan tanda klinik) saja, seperti spesis dapat terlewatkan, sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi klinik dapat secara salah diinterprestasikan sebagai Infeksi Rumah Sakit (misalnya hasil positif hanya merupakan kolonisasi dan bukan infeksi). Surveilans prospektif juga dilakukan pada pasien operasi yaitu dengan pemantauan setiap pasien selama dirawat di Rumah Sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah pasien pulang (satu bulan untuk operasi implant dan satu tahun jika ada pemasangan implant). Saat kontrol ke poliklinik. Keuntungan yang paling utama pada surveilans prospektif adalah : a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi b. Adanya kunjungan Panitia / Tim PPI di Ruang Perawatan c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan umpan balik.

114

Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandingkan surveilans retrospektif. 2. Pengumpulan dan Pencatatan Data Pengumpulan dan pencatatan data dilakukan oleh tim PPI RSIA Artha Mahinrus dan Pelaksanaannya dilakukan oleh IPCN yang dibantu IPCLN. Surveilans Infeksi Rumah Sakit difokuskan pada Infeksi Rumah Sakit IADP, ILO,VAP dan ISK diruang pelayanan yaitu diperioritaskan di Ruang ICU,HDU, Perawatan Kebidanan dan Kandungan. Pelaksanaan Panitia/TimPPI harus memiliki akses yang luas atas sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama dari semua bagian/unit di Rumah Sakit, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau melaksanakan penyelidikan suatu KLB. Sumber dari dokter, perawat, pasien maupun keluarga pasien, dari farmasi, catatan medik, catatan perawat, untuk mengingatkan Panitia / Tim PPI kepada suatu infeksi baru dan juga mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan pengendaliannya. a. Pengumpulan Data Numerator 1).

Pengumpulan Data Numerator

Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN yang sudah dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database elektronik, tetapi tetap IPCN atau seorang IPCO (Infection Prevention Control Officer) atau IPCD ( Infection Prevention Control Doctor) yang membuat keputusan final tentang adanya Infeksi Rumah Sakit berdasarkan kriteria yang dipakai untuk menentukan adanya Infeksi Rumah Sakit.

2).

Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan  Data demografik : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan medik, tanggal masuk Rumah Sakit  Infeksi : tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi ruang perawatan saat infeksi muncul pertama kali.  Faktor Resiko : alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan Infeksi Rumah Sakit  Data Laboratorium : Jenis mikroba, antibiogram serologi, patologi  Data Radiology/ imaging : X-ray, CT scan, MRI, dsb.

3).

Sumber data Numerator 115

a)

Catatan masuk/keluar/pindah rawat, catatan laboratorium mikrobiologi

b)

Mendatangi ruangan pasien untuk mengamati dan berdiskusi dengan perawat.

c)

Data-data pasien (catatan kertas atau komputer) untuk kinfirmasi kasus: 

Hasil Laboratorium dan radiologi/ imaging



Catatan perawat, dokter dan konsulan



Diagnosis saat masuk RS



Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik



Catatan diagnostik dan intervensi bedah



Catatan suhu



Informasi pemberian antibiotik

d). Untuk kasus SSI post-discharge, sumber data termasuk catatan dari klinik bedah, catatan dokter, departemen emergensi. 4).

Bagaimana IPCN mengumpulkan data numerator a). Amati catatan masuk/keluar/pindah rawat pasien-pasien yang masuk dengan infeksi, tempatkan mereka pada kelompok resiko mendapatkan Infeksi Rumah Sakit. b). Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang kemungkinan terinfeksi (misalnya kultur positif mikrobiologi), temuan patologi dan bicarakan dengan personil laboratorium untuk mengidentifikasi pasien yang kemungkinan terinfeksi dan untuk mengidentifikasi kluster infeksi, khususnya pada area yang tidak dijadikan target rutin surveilans Infeksi Rumah Sakit. c). Selama melakukan surveilans ke ruangan, amati lembar pengumpulan data, catatan suhu, lembar pemberian antibiotik, dan catatan medis pasien;

bicara

dengan

perawat

dan

dokter

untuk

mencoba

mengidentifikasi pasien-pasien yang kemungkinan terinfeksi. d). Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena Infeksi Rumah Sakit; review perjalanan penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data laboratorium, laporan radiologi / imaging, laporan operasi, dsb. Bila data elektronik ada, review dapat dilakukan melalui komputer, tetapi keliling ruangan tetap penting untuk surveilans, pencegahan, dan kontrol aktivitas. 116

e). Reviewjuga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap Infeksi Rumah Sakit.

b. Pengumpulan Data Denominator 1) Pengumpulan data denominator Pengumpulan denominator data dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya IPCLN yang sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh, asalkan data ini secara substansial tidak berbeda dengan data yang dikumpulkan secara manual. 2) Jenis data denominator yang dikumpulkan a. Jumlah populasi pasien yang beresiko terkena Infeksi Rumah Sakit b. Untuk data laju densitas insiden Infeksi Rumah Sakit yang berhubungan dengan alat : catatan harian jumlah total pasien dan jumlah total hari pemasangan alat (ventilator, central line, and kateter urin) pada area yang dilakukan surveilans. Jumlahkan hitungan harian ini pada akhir periode surveilans untuk digunakan sebagai denominator. c. Untuk laju SSI atau untuk mengetahui indeks resiko : catat informasi untuk prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans (misal : jenis prosedur, tanggal, faktor resiko, dsb) 3)Sumber data denominator a. Untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area perawatan pasien untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah pasien yang datang dan jumlah pasien yang terpasang alat yang umumnya berhubungan dengan kejadian Infeksi Rumah Sakit (misal : sentral line, ventilator, atau kateter menetap). b. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci saat operasi dari log kamar operasi untuk masing-masing prosedur operasi. 4)Bagaimana IPCN mengumpulkan data denominator a. Untuk laju densitas yang berhubungan dengan alat : catatan harian jumlah pasien yang datang dan jumlah pasien yang terpasang masing-masing alat. b. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data pasien yang diperlukan. c. Perhitungan 1) Numerator 117

Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat Terdapat tiga kategori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan Infeksi Rumah Sakit yaitu : data demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.

2) Denominator Data yang perlu dicatat Denominator dari infection rates adalah tabulasi dari data pada kelompok pasien yang memiliki resiko untuk mendapat infeksi :  Jumlah pasien dan jumlah hari rawat pasien  Jumlah hari pemakaian ventilator  Jumlah total hari pemakaian kateter vena sentral dan  Jumlah hari pemakaian kateter urin menetap

3)Pencatatan Data Metode yang dipakai dalam surveilans Infeksi Rumah Sakit ini adalah metode target surveilans aktif dengan melakukan kunjungan lapangan (ruangan). Dilakukan identifikasi keadaan klinik pasien, ada tidaknya tanda-tanda infeksi dan faktor-faktor resiko terjadinya infeksi bila ditemukan tanda-tanda infeksi dan faktor-faktor resiko maka dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang. Penemuan kasus dimulai dengan menelusuri daftar pasien baru masuk dengan infeksi maupun tidak infeksi(baik infeksi komunitas maupun Infeksi Rumah Sakit pada perawatan sebelumnya) dan pasien-pasien yang mempunyai resiko untuk mendapatkan infeksi Rumah Sakit seperti pasien diabetes atau pasien dengan penyakit imunosupresi kuat. Selanjutnya, mengunjungi laboratorium untuk melihat laporan biakan mikrobiologi hal ini dapat membantu Panitia / Tim PPI menentukan pasien mana yang perlu ditelaah lebih lanjut. Dibangsal melakukan observasi klinis pasien laporan keperawatan, grafik suhu, lembar pemberian antibiotik. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat melakukan wawancara 118

dengan

dokter,

perawat

dan

pasien

maupun

keluarganya.

Kunjungan rutin ke bangsal dan laboratorium ini memberi kesempatan kepada Panitia / Tim PPI untuk mengadakan kontak langsung dengan petugas perawatan atau Laboratorium, untuk mendapat gambaran adanya Infeksi Rumah Sakit serta gambaran penerapan keadaan umum pada saat itu serta memberikan bimbingan langsung pendidikan (on-the-sport) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada umumnya atau Kewaspadaan Standar pada khususnya.

4).Sumber data dan teknik pengumpulan Data Sumber Data : a.

Catatan Medis/ catatan perawat

b.

Catatan Hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan Radiologi)

c.

Pasien/ Keluarga Pasien

d.

Farmasi

e.

Rekam Medik

Tekhnik pengumpulan Data : a. Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN yang dibantu oleh IPCLN. b. Data denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien, jumlah pemakaian alat-alat kesehatan (kateter urine menetap, ventilasi mekanik, kateter vena central, kateter vena perifer) dan jumlah kasus operasi. c. Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi saluran kemih (ISK), infeksi aliran darah primer (IADP), pneumonia baik yang terpasang dengan ventilator maupun tidak terpasang dengan ventilator, Infeksi Daerah operasi (IDO). 119

Jumlah Kasus ISK Insiden rate ISK = ________________________________________________X1000 Jumlah Lama hari pemakaian kateter urine menetap

Jumlah Kasus IADP Insiden rate IADP = ________________________________________________X1000 Jumlah Lama hari pemakaian kateter vena sentral

Jumlah Kasus pneumonia Insiden rate HAP = ________________________________________________X1000 Jumlah lama hari rawat

Jumlah Kasus VAP Insiden rate VAP = _______________________________________X1000 Jumlah Lama hari pemakaian ETT

Jumlah Kasus IDO Insiden rate ILO = _______________________________________X1000 Jumlah kasus Operasi

Jumlah Kasus Plebitis Insiden rate Plebitis = ___________________________________________X1000 Jumlah Lama hari pemakaian kateter perifer

120

Jumlah Kasus Dekubitus Insiden rate Dekubitus = _______________________________________X1000 Jumlah Lama tirah baring

3. Analisis Data Menentukan dan menghitung laju. Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut : X=

numerator, adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu

Y=

denominator,

adalah

jumlah

populasi

darimana

kelompok

yangmengalami kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang sama. K=

angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca (100,1000 atau 10.000).

Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju tersebut mempunyai arti. Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans infeksi Rumah Sakit atau surveilans lainnya, yaitu incidence, prevalence dan incidence density. 1.Incidence Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula. Didalam surveilans infeksi Rumah Sakit maka incidence adalah jumlah kasus Infeksi Rumah Sakit baru dalam kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko untuk mendapatkan infeksi Rumah Sakit yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. 2. Prevalence

121

Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi dalam satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam satu waktu tertentu (point prevalence). Point prevalence nosokomial rates adalah jumlah kasus Infeksi Rumah Sakit yang dapat dibagi dengan jumlah pasien dalam survei.

Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah sebagai berikut: I

=

Incidence rates

P

=

Prevalence rates

LA

=

Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien

LN

=

Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau lebih Infeksi Rumah Sakit

INTN =

Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan hari pertama terjadinya infeksi Rumah Sakit

Dalam penerapan dirumah sakit maka prevalence rates selalu memberikan over estimate untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat dari pasien yang tidak mendapat infeksi Rumah Sakit biasanya lebih pendek dari lama rawat pasien dengan Infeksi Rumah Sakit. Hal ini dapat lebih mudah dilihat dengan menata ulang formula sebagai berikut : Dimana prevalence sama dengan incidence dikali Lama Infeksi

3. Incidence Density Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relatif terhadap besaran populasi yang bebas infeksi. Incidence density diukur dalam satuan jumlah kasus penyakit per satuan orang per satuan waktu. Contoh populer dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai dirumah sakit adalah jumlah Infeksi Rumah Sakit per 1000 pasien/ hari.

Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :

122

a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu panjang yang dialami pasien terhadap faktor resiko (misalnya semakin lama pasien terpajan, semakin besar resiko mendapat infeksi). Contoh incidence density rate (IDR): Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter. Lebih baik daripada Incidence Rate (IR) dibawah ini Jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang kateter urin. Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh faktor resikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urin) yang berhubungan secara linier dengan resiko infeksi. b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu suatu bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dimana k= 100 dan digunakan hanya pada KLB Infeksi Rumah Sakit yang mana pajanan terhadap suatu populasi tertentu terjadi dalam waktu pendek.

Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hampir separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu (full time). Dalam hal ini bantuan komputer akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien pada saat analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan dan kompleksitas cara analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan fasilitas komputer, meski dirumah sakit kecil sekalipun. Lagi pula sistem surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada waktu sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa depan.

4. Evaluasi, Rekomendasi dan Diseminasi Hasil Surveilans dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) dalam satu waktu tertentu. Memperbandingkan Laju Infeksi diantara kelompok pasien Denominator dari suatulaju Infeksi diantara kelompok pasien. Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi atrisk. Dalam membandingkan laju antar kelompok pasien didalam suatu rumah sakit, maka laju tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap faktor resiko yang berpengaruh besar akan 123

terjadinya infeksi. Kerentanan pasien untuk terinfeksi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko tertentu, seperti karakteristik pasien dan pajanan. Faktor resiko ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. 1) faktor intrinsik adalah faktor yang melekat pada pasien seperti penyakit yang mendasari dan ketuaan. Mengidentifikasi faktor resiko ini perlu dilakukan dengan mengelompokkan pasien dengan kondisi yang sama (distratifiksi). 2) Faktor ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas pelayanan atau perawatan (perilaku petugas diseluruh rumah sakit ). Meskipun hampir semua faktor ekstrinsik memberikan resiko Infeksi Rumah Sakit, namun yang lebih banyak peranannya adalah jenis intervensi medis yang beresiko tinggi, seperti tindakan invasif, tindakan operatif atau pemasangan alat invasif. Banyak alasan yang dapat dikemukakan mengapa pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang meningkat kerentanannya. Alat tersebut merupakan jembatan bagi masuknya kuman penyakit dari bagian tubuh yang satu kedalam bagian tubuh yang lain dari pasien. Resiko untuk mendapat infeksi luka operasi (ILO), berkaitan dengan beberapa faktor, diantaranyayang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi dilaksanakan, tingkat kontaminasi mikroorganisme ditempat operasi, lama operasi dan faktor intrinsik pasien. Oleh karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dieliminasi maka angka ILO disesuaikan terhadap faktor-faktor tersebut. Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain, apabila akan diperbandingkan maka harus diingat faktor-faktor mana yang harus disesuaikan agar perbandingannya menjadi bermakna.Memperbandingkan Laju Infeksi dengan populasi pasienRumah Sakit dapat menggunakan data surveilans Infeksi Rumah Sakit untuk menelaah program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dengan membandingkan angka laju Infeksi Rumah Sakit dari ICU atau dapat pula menggunakan laju Infeksi Rumah Sakit dengan angka eksternal (benchmark rates) rumah sakit atau dengan mengamati perubahan angka menurut waktu di Rumah Sakit itu sendiri. Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji kemaknaan namun interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Banyak yang mengaggap bahwa angka laju infeksi dirumah sakit itu mencerminkan kebersihan dan kegagalan dari petugas pelayanan/ perawatan pasien atau fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian Infeksi Rumah 124

Sakit.Meskipun ada benarnya, masih banyak faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan angka tersebut. Pertama, definisi yang dipakai atau teknik dalam surveilans tidak seragam antara rumah sakit atau tidak dipakai secara konsisten dari waktu kewaktu meskipun dari sarana yang sama. Hal ini menimbulkan variasi dari sensitifitas dan spesifikasi penemuan kasusnya. Kedua, tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboratorium yang tertulis di catatan medik pasien memberi dampak yang serius terhadap validitas dan utilitas dari angka laju Infeksi Rumah Sakit yang dihasilkan. Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap faktor resiko intrinsik. Faktor resiko ini sangat penting artinya dalam mendapatkan suatu Infeksi Rumah Sakit, namun sering kali lolos dari pengamatan dan sangat bervariasi dari Rumah Sakityang satu ke Rumah Sakit yang lain. Sebagai contoh, di rumah sakit yang memiliki pasien dengan immunocompromised diharapkan memiliki faktor resiko intrinsik yang lebih besar daripada rumah sakit yang tidak memiliki karakteristik pasien seperti itu. Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk/ pulang jumlah hari rawat, atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung angka laju Infeksi Rumah Sakit yang sesungguhnya di Rumah Sakit tersebut. Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua faktor tersebut diatas, namun harus disadari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap angka laju infeksi serta mempertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interprestasi. Memeriksa Kelayakan dan Kelayakan Peralatan Pelayanan Medis Utilisasi alat ( Device Utilization=DU ) didefinisikan sebagai berikut :

∑ hari pemakaian alat DU= ∑ hari rawat pasien

Di ICU anak dan dewasa maka jumlah hari pemakaian alat terdiri dari jumlah total dari hari pemakaian ventilator, jumlah hari pemasangan kateter urin. DU suatu ICU merupakan salah satu cara mengukur tingkat penerapan tindakan invasif yang memberikan faktor resiko intrinsik bagi Infeksi Rumah Sakit. Maka DU dapat dipakai sebagai tanda berat ringannya pasien yang dirawat diunit tersebut, yaitu pasien rentan secara intrinsik terhadap infeksi. DU tidak berhubungan dengan laju infeksi (infection rate) yang berkaitan dengan pemakaian alat, jumlah hari pemakaian. 125

Perhatian Panitia / Tim PPI tidak hanya terpaku pada laju infeksi dirumah sakit. Sehubungan dengan mutu pelayanan / perawatan maka harus dipertanyakan tentang : ”apakah pajanan pasien terhadap tindakan invasif yang meningkat resiko Infeksi Rumah Sakit telah diminimalkan?” peningkatan angka DU di ICU memerlukan penelitian lebih lanjut. Untuk pasien yang mengalami tindakan operatif tertentu, maka distribusi pasien mengenai kategori resikonya sangat bermanfaat misalnya, untuk membantu menentukan kelayakan intervensi yang diberikan. Meneliti kelayakan suatu intervensi juga membantu menentukan apakah pajanan telah diminimalkan.

Pelaporan Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informatif. Data dapat disajikan dalam berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan diinterprestasi. Penyajian data harus jelas, sederhana, dapat dijelaskan diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk table, grafik, pie. Pelaporan dengan narasi singkat.Laporan dibuat secara periodik, setiap bulan, triwulan, semester, tahunan.

Tujuan untuk :  Memperlihatkan pola Infeksi Rumah Sakit dan perubahan yang terjadi (trend)  Memudahkan analisis dan interprestasi data

Desiminasi Surveilans didesiminasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka infeksi harus disampaikan keseluruh anggota Panitia, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait secara berkesinambungan. Disamping itu juga perlu didesiminasikan kepada kepala unit terkait dan penanggungjawab ruangan beserta stafnya berikut dengan rekomendasinya.

Oleh karena mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang dapat mengarah kepasien atau perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiaannya. Dibeberapa negara data seperti ini bersifat rahasia. Data seperti ini tidak digunakan untuk memberikan sanksi tetapi hanya digunakan untuk tujuan perbaikan mutu pelayanan. Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menetapkan strategi pengendalian Infeksi Rumah Sakit. Laporan didesiminasikan secara 126

periodik bulanan, triwulan, tahunan. Bentuk, penyampaian dapat secara lisan dalam pertemuan, tertulis, papan buletin. Sudah selayaknya Panitia / Tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk standar yang menarik yaitu berupa laporan narasi singkat (rangkuman), tabel, grafik kepada Panitia / Tim PPI. Analisis yang mendalam dari numerator dapat dilaksanakan untuk memberikan gambaran epidemiologinya, termasuk kuman patogen dan faktor resikonya.

Tabel 5. Hubungan unsur-unsur metode surveilans terhadap Laju Infeksi Rumah Sakit UNSUR SURVEILANS Data Yang

POPULASI AT RISK

TEMPAT INFEKSI

DATA DENOMINATOR

LAJU/ RATIO

diperlukan Surveilans

Semua

pasien

Semua

tempat

Jumlah :

Komprehensif

yang memenuhi

infeksi

dan

1.pasien

kriteria

tanggal

infeksi

masuk

dalam surveilans

Laju masuk

setiap

100pasien

masuk atau keluar :

atau keluar dari

1. secara keseluruhan

dalam bulan yang

setiap

2. spesifikasi bagi tempat

sama

surveilans

aplikasi

tertentu

2.Persalinan

3. spesifikasi

normal

tempat

pelayanan.

3. Operator caesar

Laju per 100 persalinan normal Laju

per

100

operasi

caesar. Rawat Intensif

Semua pasien di

Semua

tempat

ruang

rawat

infeksi

dan

intensif

yang

tanggal

infeksi

terpilih

ikut,

dalam bulan yang

pasien

sampai

48 jam setelah pulang

sama

1. ∑pasien

1. Angka

infeksi

ICU

2. hari rawat

secara umum per 100

3. ∑ hari insersi

pasien atau 1000 pasien/

kateter urin 4. ∑insersi

hari. 2. Angka ISJ Rumah Sakit

ventilator

yang

5. ∑pasien

pada

tanggal 1 bulan

per

1000hari

insersi kateter. 3. Angka

sepsis

untuk

itu dan pada

setiap

tanggal 1 bulan

pemasangan central line

berikutnya 6. ∑hari

rawat

semua

pasien

4. Angka Rumah

1000hari

Pneumonia sakit

insersi

ventilator

yang ada pada

1000hariinsersi disetiap

tanggal 1 bulan

ICU.

itu dan pada

Ratio pemakaian alat :

127

tanggal 1 bulan

1.Umum

berikutnya.

2.Central Line 3.Ventilator kateter urin.

Ruang

Rawat

Semua

bayi

resiko

tinggi

bayi

Semua jenis IRS

Data dikumpulkan

Jumlah bayi resiko per 100

dengan

denganmasa

untuk

macam

pasien

perawatan

inkubasinya

kategori berat bayi

rawat.

tingkat III

4

dan

per1000hari

(BB) lahir

Semua

pasien

Data

diikuti

selama

kategori BB lahir :

48 jam setelah

dari

4

macam

1. Rata-rata tiap 100pasien

keluar.

berisiko atau 1000 hari rawat. 2. ∑kasus

bakterimia

nosokomial

per

1000

hari insersi ventilator Ratio pemakaian alat : 1.

1. Secara Umum 2. untuk

setiap

kategori

berat lahir 3. Central (umbilical) Line 4. Ventilator Pasien Operasi

Semua

pasien

Semua

macam

Data faktor resiko

SSI rates by :

yang menjalani

infeksi

atau

untuk setiap pasien

1.indeks

tindakan operasi

infeksi pada luka

yang dipantau :

operasi

1. Tanggal

dalam

bulan yang sama

operasi 2. Jenis operasi 3. Nomor

prosedur

dan

resiko 2.kelas luka Ratio infeksi untuk setiap prosedur angka rata-rata setiap prosedur dan tempat infeksi.

register pasien. 4. Umur 5. Jenis kelamin 6. Lama operasi 7. Jenis luka 8. Anestesi umum 9. ASA score

128

10. Emergency 11. Trauma 12. Prosedur ganda 13. Pemeriksaan endoskopik 14. Tanggal pulang Data Tambahan Surveilans

Sama

Komprehensif

diatas

dengan

Sama

dengan

diatas

1. ∑hari

rawat

Angka

rata-rata

untuk

untuk setiap jenis

setiap 1000hari rawat

pelayanan medik

1. Umum

2. ∑pasien

masuk

2. Jenis pelayanan

dan pasien keluar

3. Tempat infeksi

pada setiap ruang

4. Tempat infeksi menurut

rawat 3. ∑hari rawat pada setiap ruang

tempat pelayanan Angka rata-rata menurut ruang rawat untuk setiap 100pasien

masuk

atau

keluar, atau setiap 1000hari rawat. Site

spesific

100pasien keluar,

rate

masuk

atau

rawat.DRG

per atau

1000

hari

spesific

infection rate per 100pasien keluar dari setiap kategori DRG. Pasien Operasi

Sama diatas

dengan

Sama diatas

dengan

Nama atau kode

SSI rates menurut operator,

dokter bedah

prosedur dan indeks resiko. Operator

dan

klasifikasi

luka ratio infeksi standar menurut

operator

dan

prosedur rata-rata menurut operator dan tempat operasi

129

BAB VII PENUTUP

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Artha Mahinrus sebagai acuan dalam penerapan pencegahan infeksi, dengan harapan dapat melindungi pasien, petugas dan masyarakat yang mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit serta dapat meningkatkan mutu pelayanan dengan melakukan surveilans Infeksi Rumah Sakit. 130

Infeksi rumah sakit menjadi masalah yang tidak bisa dihindari di RSIA Artha Mahinrus maupun di Rumah sakit lain, sehingga dibutuhkan data dasar infeksi untuk menurunkan angka yang ada. Untuk itu perlunya melakukan surveilans dengan metode yang aktif, terus menerus dan tepat sasaran. Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN. Untuk itu diperlukan tenaga IPCN yang purna waktu sesuai standar dan sudah mengikuti pelatihan PPI dasar dan pelatihan IPCN. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Artha Mahinrus semoga dapat bermanfaat bagi petugas Rumah Sakit.

Ditetapkan di ........................... Pada Tanggal ………………... Direktur RSIA Artha Mahinrus,

dr. R. Roro Jenny Satyo, MARS

DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2007

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes ,2007 131

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2009

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes, 2009

Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan, Dirjen Bina Pelayanan Medic Depkes, 2006

Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas,YBP-SP, Jakarta 2004

Lampiran 1. Cara menghitung Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) Teknik Perhitungan :

Laju Infeksi : Numerator

x 1000 = ........%

Denominator

Jumlah Kasus IADP

x 1000 = ........ % 132

Jumlah hari pemakaian alat

Contoh kasus : Data di Ruangan A RSIA Artha Mahinrus sebagai berikut : 

Jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang



Jumlah hari rawat =960 hari



Jumlah pasien terpasang infus = 90orang dengan jumlah hari pemasangan infus = 212 hari



Ditemukan tanda-tanda IRS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda klinis yang jelas sebanyak 9 orang

Laju IADP = 9/212 x 1000 = 42.5%

Lampiran 2 : Cara menghitung VAP dan HAP Teknik Perhitungan : 

Catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base



Tentukan numerator dan denominator



Angka infeksi VAP adalah jumlah VAP dibagi dengan jumlah hari pemakaian alat ventilasi mekanik Angka infeksi VAP = Jumlah kasus VAP

x 1000 133

Jumlah hari pakai alat 

Angka Infeksi HAP adalah jumlah pasien HAP dibagi dengan jumlah hari rawat pasien yang masuk pada periode tersebut.

Angka infeksi HAP ∑pasien HAP per bulan

x 1000

hari rawat pasien per bulan

Angka Infeksi VAP ∑pasien VAP per bulan

________ x 1000

∑hari pemasangan alat ventilasi per bulan

Contoh kasus HAP : Data surveilans bulan Desember 2008 diruang penyakit dalam RSIA Artha Mahinrus jumlah pasien yang masuk 77 orang, jumlah hari rawat 833 hari, jumlah pasien tirah baring sebanyak : 

16 orang stroke hemoragik



9 orang stroke non hemoragik



Jumlah hari rawat semua pasien stroke 375 hari



Ditemukan HAP 2 orang : hasil kultur sputum MO Klebsiella pneumoniae, berapa angka infeksi HAP?

Angka infeksi HAP adalah : 2/375 x 1000 = 5,33%

Data surveilans bulan Januari 2009 diruang ICU : 

Jumlah pasien 5 orang



Terpasang ventilasi mekanik 3 orang



Jumlah hari pemasangan alat ventilator 30 hari



Terinfeksi VAP sebanyak 1 orang ditandai : demam, adanya ronchi, sesak napas, sputum purulen, X-ray toraks infiltrat(+) 134

Berapa angka VAP? Angka Infeksi VAP adalah : 1/30 x 1000 = 33,3%

Lampiran 4 : Cara Menghitung Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Populasi Beresiko ISK RS Populasi yang beresiko terjadinya ISK RS yaitu semua pasien yang menggunakan alat kateter urin menetap dalam waktu ≥2 x 24 jam.

135

Pengumpulan Data 

Dilakukan oleh orang-orang yang sudah mempunyai pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam mengidentifikasi kasus dan mengumpulkan data.



Identifikasi ISK : o Laporan Unit o Lakukan kunjungan keruangan : observasi atau wawancara



Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak, prospektif atau retrospektif.



Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Contoh pengisian formulir harian : Data pemakaian peralatan medis

Ruang/Unit : ICU

RSIA Artha Mahinrus

Bulan : Juli

Tahun : 2009

Pemakaian alat Tgl

No

Nama

ETT

CVL IVL

UC

Kultur Antibiotika

Ket 136

01-07-09 1

A

1

-

Amx

2

B

1

3

C

1

-

Zef

02-07-09 1

A

1

-

Cip

2

D

1

Urine Cip

Urine AmxPseudo (+)

3

F

E.Coli

1

-

monas Amx

Dst..... 31-07-09

1

M

1

-

Cip

2

N

1

-

Cip Dx ISKoleh dr

3

O

1

-

Gmc

4

R

1

-

Mer

Contoh pengisisan formulir bulanan : Formulir Bulanan Data pemakaian alat& Infeksi Ruang/ Unit : ..................../........................Bulan : ....................... Tahun .......................... Tgl

Jlh Ps

ETT

CVL

IVL

UC

1

3

2

2

3

3

VAP

Bakteremia Plebitis ISK 1 137

2

3

2

2

1

2

1

Dst. 31

2 4

1

1

1

Jumlah 196

1

1

212

5

- Numerator Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin menetap sesuai kriteria dalam kurun waktu tertentu.

- Denominator Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu yang sama dengan numerator.

Tekhnik penghitungan

Angka /Rate infeksi : Numerator

x 1000 = ..........%

Denominator

Jumlah kasus ISK

x 1000 = ......%

Jumlah hari pemasangan pemakaian alat

Angka (Rate) ISK RS= 5/ 212 x 1000 = 23.5% hari pemasangan kateter.

Lampiran 5. Cara menghitung infeksi Luka Operasi (ILO) Kategori resiko : 1. Jenis Luka :  Luka bersih dan bersih kontaminasi skor :0  Luka bersih kontaminasi dan kotor skor :1

138

Keterangan : 1. luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka respiratory dan genitoeinare. 2. bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitorineri. 3. kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka. 4. kotor dan infeksi : trauma terbuka, kontaminasi fecal.

2. Lama Operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit setiap jenis operasi berbeda lama operasi 

lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan , skor : 0



bila lebih dari waktu yang ditentukan, skor : 1

3. ASA Score  ASA 1-2, skor : 0  ASA 3-5, skor : 1

X/Y x 100% X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Lampiran 6. Jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klasifikasinya berdasarkan CDC UTI

Urinary tract Infection ASB

Asymptomatic Bacteriuria

SUTI

Symptomatic Urinary Tract Infection

OUTI

Other Infections of the Urinary Tract

139

SSI

Surgical site infection SIP

Superficial Incisional Primary SSI

SIS

Superficial Incisional Secondary SSI

DIP

Deep Incisional Primary SSI

DIS

Deep Incisional Secondary SSI

Organ /Space Organ / Space SSI. Indicate specific type :

BSI

PNEU

BJ



BONE

■ LUNG



BRST

■ MED



CARD

■ MEN



DISC

■ ORAL



EAR

■ OREP



EMET

■ OUTI



ENDO

■ SA



EYE

■ SINU



GIT

■ UR



IAB

■ VASC



IC

■ VCUF



JNT

Bloodstream infection LCBI

Laboratory – Confirmed Bloodstream Infection

CSEP

Clinical Sepsis

Pneumonia PNU 1

Clinically defined pneumonia

PNU 2

Pneumonia with specific laboratory findings

PNU 3

Pneumonia in immunocompromised patient

Bone and Joint Infection BONE

Osteomyelitis

JNT

Joint or bursa

DISC

Disc space 140

CNS

CVS

EENT

Central nervous system IC

Intracranial infection

MEN

Meningitis or ventriculitis

SA

Spinal abscess without meningitis

Cardiovascular system infection VASC

Arterial or venous infection

ENDO

Endocarditis

CARD

Myocarditis or pericarditis

MED

Mediastinitis

Eye, ear, nose, throat, or mouth infection CONJ

Conjunctivitis

EYE

Eye, other than conjunctivitis EAR Ear, mastoid

ORAL

Oral cavity (mouth, tongue, or gums)

SINU

Sinusitis

UR

Upper respiratory tract, pharyngitis, laryngitis, epiglottitis

Lampiran 6. jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klasifikasinya berdasarkan CDC (lanjutan ) GI

Gastrointestinal system infection GE

Gastroenteritis

GIT

Gastrointestinal (GI) tract

HEP

Hepatitis

IAB

Intraabdominal,not specified elsewhere 141

NEC

Necrotizing enterocolitis

LRI

Lower respiratory tract infection, other than pneumonia

BRON

Bronchitis, tracheobronchitis, tracheitis, without evidence of pneumonia.

LUNG

Other infections of the lower respiratory tract

REPR

Reproductive tract infection

SST

SYS

EMET

Endometritis

EPIS

Episiotomy

VCUF

Vaginal cuff

OREP

other infections of the male or female reproductive tract

Skin and soft tissue infection SKIN

Skin

ST

Soft Tissue

DECU

Decubitus ulcer

BURN

Burn

BRST

Breast abscess or mastitis

UMB

Omphalitis

PUST

Pustulosis

CIRC

Newborn Circumcision

System Infection DI

Disseminated infection

142

Related Documents


More Documents from "Rizka Kurniawati"