Paper Kep Keluarga Kel 1.docx

  • Uploaded by: mufa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Paper Kep Keluarga Kel 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,912
  • Pages: 13
KEPERAWATAN KELUARGA KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN FUNGSI PERAN PERAWAT KELUARGA

DI SUSUN OLEH : 1. Budi Santoso 1811003 2. Mufarikhatul Fitria 1811020 3. Nur Chasanah 1811021

PRODI S1 KEPERAWATAN PARALEL STIKES HANG TUAH SURABAYA TAHUN 2019

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG

Sesuai dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 dan program Pembangunan jangka panjang tahap II Pelita VI bahwa pembangunan ditujukan untuk peningkatan kualitas sumber daya

manusia

Indonesia

seutuhnya

yang

maju

dan

mandiri.

Pembangunan manusia seutuhnya dimulai sejak saat pembuahan dan berlangsung sepanjang

masa hidupnya dan tidak dapat dilepaskan dari seluruh segi kehidupan keluarga di mana ia dibesarkan. Pembangunan masyarakat sangat tergantung kepada kehidupan keluarga yang menjadi bagian inti dari masyarakat itu, sehingga keluarga memiliki nilai strategis dalam pembangunan nasional serta menjadi tumpuan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Masalah yang kita hadapi saat ini masih banyaknya keluarga di Indonesia ini yang berada dalam kondisi prasejahtera, adalah kewajiban kita semua untuk meningkatkan mereka sehingga mencapai keluarga sejahtera. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya pembinaan keluarga dari berbagai aspek kehidupan termasuk segi kesehatannya. Perawat dengan perannya sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai andil yang cukup besar dan sangat diharapkan dalam mewujudkan upaya pembinaan keluarga tersebut sehingga terciptalah suatu keluarga sejahtera yang pada akhirnya akan membentuk masyarakat dan Negara yang sejahtera pula. B.

C.

TUJUAN ·

Mengetahui pengertian sejahtera

·

Mengetahui kriteria dan indikator keluarga sejahterah

·

Mengetahui upaya dan kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahterah

·

Mengetahui peran perawat dalam pembinaan keluarga sejahtera

·

Mengetahui 6 tahap sehat sakit dan interaksi keluarga

RUMUSAN MASALAH ·

Apa yang dimaksud sejahtera?

·

Apa saja kriteria dan indikator keluarga sejahterah?

·

Apa upaya dan kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahterah

·

Bagaimana peran perawat dalam pembinaan keluarga sejahtera?

·

Apa saja tahap sehat sakit dan interaksi keluarga? BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP KELUARGA Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan tercipta komunitas keluarga yang sehat. Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Masalah kesehatan yang

pg. 2

dialami oleh sebuah keluarga dapat mempengaruhi system keluarga tersebut dan mempengaruhi komunitas setempat, bahkan komunitas global. Sebagai contoh, apabila ada seorang anggota keluarga yang menderita penyakit demam berdarah, nyamuk sebagai factor penyebab dapat menggigit keluarga tetangganya. Hal tersebut dapat mempengaruhi komunitas tempat keluarga tersebut menetap. Sehat seharusnya dimulai dengan membangun keluarga sehat sesuai dengan budaya keluarga. Perawat keluarga sangat dibutuhkan oleh keluarga untuk membangun keluarga sehat sesuai dengan budayany. Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, konselor, pendidik, atau peneliti agar keluarga dapat mengenal tanda bahaya dini gangguan kesehatan pada anggota keluarganya. Dengan demikian, apabila keluarga tersebut mempunyai masalah kesehatan, mereka tidak datangke pelayanan kesehatan dalam kondisi yang sudah kronis. Perawat keluarga memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberdayaan kesehatan keluarga ssehingga tercapai Indonesia sehat. Program pemerintah dalam pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan belum mengikutsertakan perawat keluarga secara optimal. Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan adanya satu orang perawat keluarga dalam satu kelurahan atau desa dalam membangun keluarga sehat. Asuhan keperawatan tersebut tentunya dilaksanakan dengan melibatkan peran serta aktif keluarga. DEFINISI KELUARGA Menurut Departemen Kesehatan (1998), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Bailon dan Maglaya (1978) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka hidup dalam rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Menurut Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, seta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Menurut BKKBN (1999), keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota kelurga dan masyarakat serta lingkungannya.

pg. 3

B. TAHAPAN DAN INDIKATOR KELUARGA SEJAHTERAH Keluarga Sejahtera Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antarkeluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan keluarga sejahtera terdiri dari: a. Keluarga Prasejahtera Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB b. Keluarga Sejahtera I Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. c. Keluarga Sejahtera II Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan social psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. d. Keluarga Sejahtera III Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat e. Keluarga Sejahtera III plus Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian social yang tinggi. 1. Keluarga Berencana Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia

perkawinan,

pengaturan

kelahiran,

pembinaan

ketahanan

keluarga,

peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. 2. Kualitas keluarga

pg. 4

Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, social budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera. 3. Kemandirian keluarga Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab. 4. Ketahanan Keluarga Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. 5. NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Indikator-indikator keluarga sejahtera adalah sebagai berikut. a. Keluarga prasejahtera Keluarga ini belum mampu untuk melaksanakan indicator sebagai berikut. 1. Keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masingmasing. 2. Keluarga makan dua kali sehari atau lebih. 3. Keluarga menggunakan pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan. 4. Keluarga mempunyai rumah yang sebagian besar berlantai bukan dari tanah. 5. Keluarga memeriksakan kesehatan ke petugas atau sarana kesehatan (bila anak sakit atau PUS ingin ber-KB). b. Keluarga sejahtera 1 Keluarga ini sudah mampu melaksanakan indicator 1 sampai 5 tetapi belum mampu melaksanakan indicator sebagai berikut. 6. Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut. 7. Keluarga makan daging, ikan, atau telur sebagai lauk-pauk sekurangkurangnya sekali dalam seminggu. 8. Keluarga memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir. 9. Setiap anggota keluarga mempunyai ruang kamar yang luasnya 8 m2. 10. semua anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi mereka masing-masing.

pg. 5

11. Paling sedikit satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas memiliki penghasilan yang tetap. 12. Seluruh anggota keluarga yang berusia 10 sampai 60 tahun mampu membaca dan menulis latin. 13. Anak usia sekolah (7 sampai 15 tahun) dapat bersekolah. 14. Keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi dan mempunyai dua anak atau lebih yang hidup. c. Keluarga sejahtera II Keluarga ini sudah mampu melaksanakan indicator 1 sampai 14, tetapi belum mampu melaksanakan indicator-indikator sebagai berikut. 15. Keluarga berusaha meningkatkan atau menambah pengetahuan agama. 16. Keluarga mempunyai tabungan 17. Keluarga makan bersama paling sedikit sekali sehari. 18. Keluarga ikut serta dalam kegiatan masyarakat. 19. Keluarga melakukan rekreasi bersama/penyegaran paling kurangsekali dalam 6 bulan. 20. Keluarga memperoleh berita dari surat kabar, majalah, radio, dan televise. 21. Keluarga mampu menggunakan sarana transportasi. d. Keluarga sejahtera III Keluarga ini sudah mampu melaksanakan indicator 1 sampai 21, tetapi belum mampu melaksanakan indicator sebagai berikut. 22. Keluarga memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu) dan sukarela dalam bentuk material kepada masyarakat. 23. Keluargaaktif sebagai pengurus yayasan atau institusi masyarakat. e. Keluarga sejahtera III plus Sebuah keluarga dapat disebut keluarga sejahtera plus bila sudah mampu melaksanakan semua indicator (23). C. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA Peraturan pemerintah No. 21 tahun 1994 pasal 2, menyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan melalui pengembangan kualitas keluarga dan keluarga berencana yang diselenggarakan secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Tujuan : mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, produktif, mandiri, dan memiliki kemampuan untuk membangun diri sendiri dan lingkungan. Pokok-pokok kegiatan : 1. Pembinaan ketahanan fisik keluarga adalah kegiatan pertumbuhan dan pengembangan perilaku usaha dan tenaga terampil sehingga dapat melakukan usaha ekonomi produktif untuk mewujudkan keluarga kecil, behagia, dan sejahtera. Bentuk kegiatan pembinaan ketahan fisik keluarga adalah sebagai berikut.

pg. 6

a. Penumbuhan dan pengembangan pengetahuan, sikap perilaku usaha, dan keterampilan keluarga melalui penyuluhan, pelatihan magang, studi banding, dan pendampingan. b. Penumbuhan dan pengembangan kelompok usaha, melalui kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga sejahtera (UPPKS) c. Pembinaan permodalan, melalui tabungan, takesra (tabungan keluarga sejahtera), Kukesra (Kredit keluarga sejahtera) d. Pembinaan pemasaran, melalui kerja sama dengan para pengusaha dan sector terkait. e. Pembinaan produksi, melalui bimbingan dalam memilih dan memanfaatkan alat teknologi tepat guna yang diperlukan dalam proses produksi. f. Pembinaan kemitrausahaan, dengan para pengusaha dari sector terkait koperasi. g. Pengembangan jaringan usaha, khususnya bekerja sama dengan departemen koperasi dan PPKM. 2. Pembinaan ketahanan nonfisik keluarga. Tujuan : peningkatan kualitas anak, pembinaan kesehatan reproduksi remaja, dan peningkatan keharmonisan keluarga, keimanan, dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kegiatan ketahanan nonfisik keluarga adalah sebagai berikut. a. Bina Keluarga Balita Pembinaan terhadap orang tua anak balita agar pertumbuhan dan perkembangan anaknya optimal secara fisik dan mental melalui kelompok dengan bantuan alat permainan edukatif ( APE) b. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui. 1) Pusat-pusat konsultasi remaja 2) Penyuluhan konseling di sekolah dan pesantren, kelompok-kelompok. 3) Remaja, karang taruna, remaja masjid, pramuka, dan lain-lain. 4) Kelompok Bina Keluarga Remaja ( BKR), dan penyuluhan melalui media massa. c. Pembinaan keluarga lansia melalui kelompok Bina Keluarga lansia (BKL). d. Kegiatan-kegiatan lain adalah sebagai berikut. 1) Gerakan Keluarga Sejahtera Sadar Buta Aksara 2) Beasiswa supersemar. 3) Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana) kegiatan lomba-lomba. 3. Pelayanan Keluarga Berencana a. Kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Kegiatan ini meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan perubahan perilaku masyarakat dalam pelaksanaan KB.

pg. 7

b. Pelayanan kesehatan reproduksi meliputi pelayanan kontrasepsi, pelayanan kesehatan reproduksi bagi ibu, serta pelayanan lain yang ada hubungannnya dengan reproduksi. 4. Pendataan Keluarga Sejahtera Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan Gerakan Keluarga Sejahtera setiap tahun, antara bulan Januari sampai Maret., dilakukan pendataan keluarga untuk mengetahui pencapaian keluarga berencana dan tahapan keluarga sejahtera. Friedman (1981) membagi lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga, yaitu : a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya. b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. c. Memberikan tindakan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri. d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian annggota keluarga. e. Mempertahankan hubungan timbal-balik antara keluarga lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan manfaat fasilitas kesehatan dengan baik. D. PERAN PERAWAT KELUARGA Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, perawat keluarga perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut: (a) melakukan kerja bersama keluarga secara kolektif, (b) memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan keluarga, (c) menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap perkembangan keluarga, (d) menerima dan mengakui struktur keluarga, dan (e) menekankan pada kemampuan keluarga. Peran perawat keluarga adalah sebagai berikut. 1. Sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan. 2. Sebagai coordinator pelaksana pelayanan keperawatan, perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang komprehensif. Pelayana keperawatan yang bersinambungan diberikan untuk menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelyananan kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) 3. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan, pelayanan perawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan. Dengan demikian anggota keluarga yang sakit dapat dapat menjadi “entry point” bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif.

pg. 8

4. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan, perawat melakukan supervise ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak. 5. Sebagai pembela (advokat), perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak-hak keluarga sebagai klien.perawat diharapakan mampu mengetahui harapan serta memodifikasi system pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan kebutuhan keluarga. 6. Sebagai fasilitator, perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga, dan masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah. 7. Sebagai peneliti, perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga

E. TAHAP SEHAT SAKIT DAN INTERAKSI KELUARGA 1. Tahap pencegahan sakit dan pengurangan resiko Keluarga dapat memainkan peran vital dalam upaya penningkatan kesehatan dan pengurangan resiko dalam upaya peningkatan kesehatan dan pengurangan risiko, yang semuanya melibatkan keputusan dan partisipasi keluarga. Dan dalam keluarga, para anggota keluarga perlu mempelajari status sehat mereka dan citra tubuh masing – masing anggota. 2. Tahap gejala penyakit yang dialami oleh keluarga dan penilaian Tahap ini dimulai, jika terdapat gejala –gejala seperti : a.

Diketahui

b. Di interpretasikan sejauh mana menyangkut keseriusannya, kemungkinaan penyebab dan pentingnya (artinya) c.

Ditemukan dengan bebrbagai masalah, tahap ini terdiri dari kepercayaan

yang menyangkut gejala atau penyakit dari anggota keluarga dan bagaimana menangani penyakit (Doherty dan camphel, 1998). Keluarga sebagai titik tolak penilaian tingkah laku dan memberikan definisi – definisi dasar sehat dan sakit , sehingga ada pengaruh terhadap persepsi individu. Kekacauan social keluarga sering memiliki konsekuensi sehat yang negative bagi anggota keluarganya. Berbagai masalah kesehatanspesifik lebih

pg. 9

ditemukan pada keluarga kacau – balau dan tertekan sepertihipertensi (harburg et al, 1964). Dalam beberapa studi yang dilakukan, melaporkan bahwa ibu bertindak sebagai pembuat keputusan menyangkut kesehatan 67,7 %, ayah 15,7%. Sentral dari anggota keluarga ini (biasanya ibu), yang mempengaruhi penilaian sehat dijuliki dalam sejumlah literature sebagai “ahli kesehatan keluarga” (Doherty dan baird, 1987). 3. Tahap mencari perawatan Tahap ini dimulai ketika keluarga menyatakan bahwa anggota keluarga yang sakit benar – benar sakt dan membutuhkan pertolongan. Orang yang sakit dan keluarga mulai mencari informasi, penyembuhan, nasehat, dan validitas professional dari keluarga luas, teman – teman, tetangga dan professional lainnya (struktur rujukan awam). Dan keputusan untuk penanganan anggota keluarga yang sakit, cenderung dirundingkan di kalangan keluarga. 4. Kontak keluarga dengan tahap system sehat Tahap ini dimulai ketika kontak mulai dilakukan dengan lembaga kesehatan atau professional di bidang kesehatan atau praktisi local (dukun). Ahli kesehatan keluarga memberikan informasi kepada seorang anggota keluarga tentang jenis pelayanan apa saja atau praktisi siapa saja yang dirasa cocok. Kebanyakan data tentang penggunaan perawatan kesehatan menunjukkan bahwa sementara kebanyakan keluarga kaya memakai dokter keluarga dan spesialis untuk merawat mereka, sumber perawatan yang paling sering bagi kalangan keluarga miskinadalah ruang gawat darurat. Jenis perawatan yang dicarpun amat sangat berbeda. Praktisi local, tabib yang tidak ortodoks, praktisi kesehatan holististik (memakai metode alternatif), super spesialis ( ahli bedah saraf, perawat praktik mandiri, dokter keluarga) semuanya diperhitungkan sebagai sumber perawatan keluarga. 5. Respon Aktif tahap keluarga dan Pasien Karena pasien menerima perawatan kesehatan dari para praktisi, sudah tentu menyerahkan beberapa hak prerogatifnya dan keputusannya serta diharapkan menerima peran pasien. Hal ini dicirikan oleh suatu ketergantungan pada nasehat dari profesionaldi bidang kesehatan tersebut, keinginan untuk mentaati nasehat medis. Ada beberapa keluarga yang membebaskan orang sakit dari

pg. 10

segala tangguang jawab dan “melayani dan membantu” secara penuh. Keluarga –keluarga lain mengharapkan adanya perubahn sedikit dalam diri anggota keluarga yang sakit dan berharap agar ia dapat meneruskan aktifitas seperti biasanya (sering kali Nampak bila seorang ibu yang sakit). Upaya – upaya yang dilakukan oleh kaum professional untuk memberikan perlakuan

terhadap

penyakit

dan

mempromosikan

kesehatan,

sering

menimbulkan konflik dengan nilai – nilai keluarga dan pola bersikap, sehingga menimbulkan masalah terhadap kepatuhan medis. Tahap respon yang akut juga berkenan denga penyesuaian seegera yang harus dibuat oleh keluarga dengan anggota keluarga yang sakit, diagnose dan penanganan. Untuk penyakit yang kritis dan mengancam jiwa, maka dapat terjadi krisis, dimana keluarga mengalami kekacauan sebentar sebagai respon terhadap kekuaatan stressor (1049).Kontak keluarga dengan tahap system sehat 6. Tahap Adaptasi terhadap penyakit dan pemulihan Adanya suatu penyakit serius dan kronis pada diri seorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada system keluarga, khususnya pada struktur perannya dan pelaksanaan fungsi keluarga. Sebaliknya efek menghancurkan, secara negatif bisa mempengaruhi hasil dari upaya pemulihan (rehabilitasi). Dapatkah pasien tersebut kembali memulai lagi peran tanggung jawab sebelumnya, atau mampukah ia menciptakan suatu peran yang dapat mendatangkan

efek

dalam

keluarga?

Caranya

yaitu

:

keseriusan

ketidakmampuan dan sentralitas pasien dalam unit keluarga. Keluarga memainkan suatu peran bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan klien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan/pemulihan sangat berkurang.

Dari keenam tahap-tahap tersebut, kebiasaan yang digunakan oleh para keluarga untuk mempengaruhi kesehatan para anggotanya adalah : 1. Sebagai suatu penyebab atau sumber penyakit 2.Sebagai suatu faktor yang mempengaruhi lintasan penyakit seorang anggota masyarakat ketika penyakit tersebut menyerang 3. Sebagai tempat penyebaran penyakit dari suatu anggota ke anggota keluarga yang lain

pg. 11

4. Sebagai suatu faktor penentu penggunaan perawatan kesehatan 5.Sebagai faktor penentu sejauh mana anggota keluarga yang sakit atau tidak berdaya beradaptasi dengan keadaannya.

DAFTAR PUSTAKA Sudiharto, S.kep.,M.kes. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC Syaripudin, Tatang. 2008. Pedagogik Teoritis Sistematis. Percikan Ilmu:Bandung.

pg. 12

pg. 13

Related Documents


More Documents from "Endang Lestari"