BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif Masalah psikososial merupakan masalah yang
banyak
terjadi
dimasyarakat. Menurut Yeni (2011) psikososial adalah suatu kemampuan tiap diri individu untuk berinteraksi dengan orang yang ada disekitarnya. Sedangkan menurut Chaplin (2011) psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologi. Dari defenisi diatas masalah psikososial adalah masalah yang terjadi pada kejiwaaan dan sosialnya Sosial budaya dapat dilihat sebagai pola dalam suatu wilayah lokal, seringkali dipandang secara birokratis dan sesuatu yang terorganisir, berkembang, berbudaya termasuk teori pemikiran sistem kepercayaan dan aktivitas sehari-hari, hal ini dapat diterapkan dalam praktek keseharian. Terkadang sosial budaya digambarkan menjadi suatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal sehat atau sesuatu diluar kemampuan panca indra (Cicourel, 2013) 1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana pengaruh psikososial dalam pelayanan kesehatan ? b. Bagaimana pengaruh budaya dalam pelayanan kesehatan ?
1
1.3 Tujuan Penulisan A. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh psikososial dan budaya dalam proses pelayanan kesehatan B. Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui pengaruh psikososial dalam pelayanan kesehatan 2) Untuk mengetahui pengaruh budaya dalam pelayanan kesehatan 1.4 Manfaat Penulis A. Bagi Pembaca Agar pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai pengaruh psikososial dan budaya dalam proses pelayanan kesehatan B. Bagi Penulis Mampu memahami tentang bagaimana pengaruh psikososial dan budaya dalam proses pelayanan kesehatan C. Bagi Akademik Dalam bidang akademik, penulis berharap supaya makalah ini dapat di gunakan sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi mahasiswa
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psikososial A. Pengertian Psikologi Kesehatan Bila dilihat dari sudut terminology maka kata psikologi terdiri dari dua macam
kata
yakni psyche berarti
jiwa
dan
logos
yang
kemudian
menjadi logi berarti ilmu. Maka kata psikologi berarti ilmu pengetahuan
2
tentang jiwa, tidak terbatas pada jiwa manusia saja akan tetapi termasuk juga jiwa binatang dan sebagainya. Seperti yang kita lihat,
renovasi-renovasi
didalam pendekatan-
pendekatan memiliki reaksi yang keras terhadap disiplin psikologi sendiri. Karena adanya minat terhadap bidang baru ini, suatu displin baru muncul; Psikologi Kesehatan. Stone (1991) meringkaskan tahun-tahun pertama kemunculan ini. Psikologi kesehatan ini diakui oleh “American Psychological Association” tahun 1978. Lima tahun kemudian di tahun 1982, “The Interamerican Congress of Psychology” di Quito, Ecuador, mencurahkan perhatian sebagian besar dari program ini untuk memperbaharui nama kegiatan ini dan pada pertemuan tersebut menekankan suatu “Task Force” pada Psikologi Kesehatan. Simposium
Internasional
pertama
tentang
psikologi
kesehatan
diselenggarakan di La Habana, Cuba tahun 1984. Sejak saat itu telah banyak ketertarikan dunia luas pada konsep dan penerapan serta pengetahuan dan kemampuan psikologi untuk masalah-masalah sistem kesehatan. Sesuai dengan kebanyakan organisasi psikologi kesehatan (Vinck, 1991), sebagian besar menggunakan definisi psikologi kesehatan diusulkan oleh Joseph Matarazzo pada 1980. Walaupun definisi ini diusulkan hampir 10 tahun yang lalu, definisi ini masih tetap aktual dan digunakan di dalam kebanyakan literatur (Feuerstein, 1986; Rodin & Salovey, 1989; Sarafino, 1990; Snyder & Forsyth, 1991, Schmidt, 1990; Stone, 1991; Taylor, 1991). Definisi ini mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Psikologi Kesehatan menyangkut bagian khusus dari bidang ilmiah psikologi yang memfokuskan pada studi perilaku yang memiliki kaitan dengan kesehatan dan penerapan dari kesehatan ini. 2. Penekanan pada peran perilaku yang normal di dalam mempromosikan kesehatan pada level mikro, meso, dan makro, dan menyembuhkan 3.
penyimpangan kesehatan. Banyak bidang psikologi yang berbeda dapat memberikan sumbangan kepada bidang psikologi kesehatan. Psikologi kesehatan adalah bagian dari psikologi klinis, yang
memfokuskan pada kajian dan fungsi kesehatan individu terhadap diri dan
3
lingkungannya, termasuk penyebab dan faktor-faktor yang terkait dengan problematika kesehatan individu. Psikologi
Kesehatan
Ogden (1996) adalah
menurut
suatu
agregat
Matarazzo (1980), dari specific
dalam
educational, dan
kontribusi scientific professional, dari disiplin psikologi, untuk memajukan atau memelihara kesehatan, termasuk juga didalamnya penanganan penyakit dan aspek-aspek lain yang terkait dengannya. Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial stress. Secara lebih operasional, psikologi kesehatan dapat dimanfaatkan untuk : 1. 2. 3. 4. 5.
Mengevaluasi tingkah laku dalam etiologi penyakit. Memprediksi tingkah laku tidak sehat. Memahami peran psikologi dalam experience of illness. Mengevaluasi peran psikologi dalam treatmen. Selain itu, teori-teori psikologi juga dapat dimanfaatkan dalam mempromosikan
tingkah
laku
sehat
dan
mencegah
sakit/munculnya penyakit dalam skala individu maupun yang lebih luas (kelompok, komunitas maupun masyarakat). B. Tujuan Psikologi Kesehatan 1. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan. 2. Pencegahan dan perlakuan terhadap kesakitan. 3. Mencari penyebab dan deteksi dari kesakitan. 4. Meningkatkan sistem upaya kesehatan serta kebijakan kesehatan. Tujuan-tujuan Khusus Psikologi Kesehatan (Harris, 1980) Karir yang berhubungan dengan Psikologi Kesehatan: 1. Health Psychologist 2. Nurses 3. Physical Therapists 4. Occupational Therapists 5. Social Workers 2.2 Budaya A. Definisi Budaya Pengertian budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sanserketa yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. 4
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut cultur, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata cultur juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Menurut konsep budaya Leinenger, karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Budaya merupakan pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua budaya yang sama persis. Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya itu diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan. 2. Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan
untuk
membantu
manusia
dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat. B. Fenomena Budaya Kebudayaan merupakan fenomena yang universal, yang memiliki gambaran yang khas tiap kelompok tertentu, mencakup pengetahuan, kepercayaan, adat dan ketrampilan yang dimiliki anggota kelompok tersebut.
5
Penduduk dari kelompok sosiokultural yang berbeda akan mempunyai perbedaan budaya, kepercayaan, tata nilai dan gaya hidup. Beberapa faktor tersebut secara bermakana akan mempengaruhi cara individu berespon terhadap masalah keperawatan, terhadap pemberi pelayanan keperawatan dan terhadap keperawatan itu sendiri. Jika faktor tersebut tidak dipahami dan dihargai oleh pemberi pelayanan kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang diberikan mungkin menjadi tidak efektif. Fenomena cultural yang diidentifikasi oleh Giger & Davidhizar (1995) : 1.
Kontrol Lingkungan Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural tertentu untuk merencanakan aktivitas yg mengontrol sifat dan faktor lingkungan langsung. Contoh : Sistem keyakinan tradisional tentang kesehatan, penyakit, dan
2.
3.
praktik pengobatan tradisional. Variasi Biologis a. Struktur dan bentuk tubuh b. Warna kulit c. Variasi enzimatik dan genetik d. Kerentanan terhadap penyakit e. Variasi nutrisi Organisasi Sosial Lingkungan sosial memainkan peranan penting dalam perkembangan &
4.
pembentukan identitas. Komunikasi Perbedaan komunikasi ditunjukkan dengan adanya perbedaan bahasa
5.
ataupun prilaku non verbal. Ruang Ruang personal mencakup perilaku individu dan sikap yang ditunjukkan pada ruang disekitar mereka. Teritorialitas adalah suatu sikap yang ditunjukkan pada suatu area yg diklaim & dipertahankan/bereaksi secara emosional ketika orang lain
6.
memasuki area tersebut. Waktu Orientasi waktu beragam diantara kultur yang berbeda.
C. Keyakinan Tradisional Tentang Kesehatan dan Penyakit Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman,
6
kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubunghubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit. Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula sukusuku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit. Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti. Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien. Adapun peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan kesehatan, yaitu : 1.
Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan
2.
peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan primer. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa, namun perlu membatasi praktek-praktek yang
3.
membahayakan kesehatan. Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu dilakukan penelitian, pengujian dan pengembangan obat-obatan dan cara-cara
4.
pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin, namun perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan
7
dan pengawasannya. Masalah pendaftaran masih memerlukan penelitian lebih lanjut. D. Aspek Budaya Tentang Kesehatan dan Penyakit Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Sudah satu tahun lebih Gerakan Nasional Minum Temulawak (GNMT) dicanangkan oleh wakil presiden R.I. sesudah Temulawak dinyatakan sebagai tanaman obat unggulan nasional. Di antara tumbuhan obat Indonesia temulawak memang yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional, ada sekitar 50 jenis jamu mengandung temulawak baik untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Temulawak sudah dikenal sejak permulaan abad XVI dan popularitasnya terus meningkat seiring dengan manfaat serta hasil penelitian khasiatnya. Di Eropa temulawak sudah dikenal sejak akhir abad XVI dan saat ini menjadi salah satu bahan dasar untuk fitoterapi di beberapa negara Eropa. Sejak 40 tahun terakhir ini, berbagai penelitian telah mengungkapkan rahasia khasiat temulawak ini. Hasil penelitian tersebut umumnya mendukung kearifan nenek moyang kita dalam penggunaan temulawak ini, khususnya sebagai obat penyakit kuning (penyakit hati) dan pegel linu. Dari hasil penelitian dalam dunia kedokteran modern, diketahui bahwa khasiat temulawak terutama disebabkan oleh dua kelompok kandungan kimia utamanya, yaitu senyawa berwarna kuning golongn kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid temulawak ini terdiri atas dua jenis senyawa yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin yang berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, meningkatkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, antibakteri, serta dapat mencegah terjadinya pelemakan dalam sel-sel hati dan sebagai antioksidan pengangkal senyawa-senyawa radikal yang berbahaya. Tahun 2006 dibuktikan bahwa kurkuminoid secara klinis berkhasiat mencegah penyakit jantung koroner dan 8
meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah penggumpalan darah. Minyak atsiri temulawak terdiri atas 32 komponen yang secara umum bersifat meningkatkan produksi getah empedu dan mampu menekan pembengkakan jaringan. Kajian berikutnya menunjukkan bahwa paduan antara zat warna kuning temulawak (kurkuminoid) dan minyak atsiri mempunyai kemampuan mempercepat regenerasi sel-sel hati yang mengalami kerusakan akibat pengaruh racun kimia. Pada saat ini sejalan dengan perkembangan ilmu kimia, orang dengan mudah memisahkan kurkuminoid dan minyak atsiri, dan kemudian mencampurkannya kembali (rekombinasi) dengan perbandingan yang sesuai dengan dosis yang dikehendaki dibuat sediaan bentuk kapsul atau kaplet yang praktis penggunaannya. Xanthorrizol salah satu komponen minyak atsiri pada percobaan invitro berkhasiat mengobati kanker payudara, paru-paru dan ovarium dan sebagai anti bakteri, pencegah rusaknya email gigi (mencegah plak).minyak atsiri baik untuk penyakit hati, sebagai minuman kesehatan temulawak (komponenkomponen kimianya) dapat dicampur dengan madu, hingga diperoleh minuman madu temulawak yang menyehatkan, kemudian dikembangkan menjadi fitofarmaka. Hal ini telah menjadi budaya masyarakat jawa dan turun-temurun terutama untuk menambah nafsu makan pada balita.. Untuk pencegahan serta pengobatan penyakit, rekombinasi kurkuminoid temulawak dan hasil-hasil penelitian manfaatnya, temulawak banyak dikembangkan dan diproduksi baik oleh industri jamu dan pabrik farmasi. untuk meningkatkan kesehatan dan pencegahan serta pengobatan penyakit). Untuk meningkatkan kesehatan, misalnya temulawak dapat dipakai sebagai tonikum dan penambah nafsu makan. Istilah sehat mengandung banyak muatan cultural, sosial dan pengertian professional yang beragam. Dulu dari sudut pandang kedokteran. Sehat sangat erat kaitannya denagan kesakitan dan penyakit.dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat haruds dilihat dari berbagai aspek. Definisi WHO (1981) : Health is a state of complete physical, mental and social well being and not nurely yhe absence of decease or infirmity. WHO mendefenisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sepurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. 9
Dalam konsep sehat sakit penyebab sakit : Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lngkungan, makanan (salah makan), Kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalm tubuh, termasuk kepercayaan psanas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobatan tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan badan, atau kondisi tubuh kelain-lainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar nyaman, dan dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan gairah. Sedagkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai suatu siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan aktifitas segari-hari halnya orang yang sehat. Personalistik yaitu menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi syaty agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur, atu roh jahat) atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan penyakit kusta dan cara perawatannya. Kusta te3lah dikenal oleh etnik makasar sejak lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massaloni (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut. Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-budaya di kabupaten Soppeng dalam kaitannya dengan penyakit kusta, (Kaddala, Bgs.) di masyarakat bugis menunjukkan bahwa timbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat , kerena menurut salah seorang tokoh budaya dalam nasehat perkawinan orang-orang tua disana kata kaddala ikut di dalamnya. Disebutkan bahwa terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim suami istri saat isti sedang haid, mereka kedua mempelai akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang bertujuan agar terciptanya moral yang agung dalam keluarga baru, berkembang menurut proses komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai penanggung dosa dari ibu bapak merupakan awal akibat dari 10
leprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri kelearga yang merasa tercemar bila salah satu anggota keluargamya menderita kusta. Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di bebrapa daerah pedesaan di Papua ( Irian Jaya ). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa. Selain rawa-rawa tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan tersebut memiliki penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang yang melanggar ketentuanya. Pelanggaran dapat berupa penebangan, pembabatan hutan untuk tanah pertanian dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala panas tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan keseluruh tubuh penderita, dalam bebrapa hari penderita akan sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun-temurun. 2.3 Peranan psikososial dan budaya terhadap peningkatan pelayanan kesehatan A. Peran Psikologi Dalam Pelayanan Kesehatan Psikologi Kesehatan (keperawatan) dikembangkan untuk memahami pengaruh psikologis terhadap bagaimana seseorang menjaga dirinya agar tetap sehat, dan mengapa mereka menjadi sakit dan untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan saat mereka jatuh sakit. Selain mempelajari hal-hal tersebut di atas, psikologi kesehatan mempromosikan intervensi untuk membantu orang agar tetap sehat dan juga mengatasi kesakitan yang dideritanya. Psikologi kesehatan tidak mendefinisikan “sehat” sebagai tidak sakit. Sehat dilihat sebagai pencapaian yang melibatkan keseimbangan antara kesejahteraan fisik, mental dan sosial. Psikologi kesehatan mempelajari seluruh aspek kesehatan dan sakit sepanjang rentang hidup. Psikologi kesehatan fokus pada
11
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, seperti bagaimana mendorong anak mengembangkan kebiasaan hidup sehat, bagaimana meningkatkan aktivitas fisik, dan bagaimana merancang suatu kampanye yang dapat mendorong orang lain memperbaiki pola makannya. Psikologi Kesehatan juga mempelajari aspek-aspek psikologis dari pencegahan dan perawatan sakit. Seorang psikologi kesehatan misalnya, membantu mereka yang bekerja di lingkungan yang memiliki tingkat stress yang tinggi untuk mengelola stress dengan efektif, sehingga tekanan yang dialami di lingkungan kerja tidak mempengaruhi kesehatan mereka. Seorang psikolog kesehatan juga dapat bekerja dengan mereka yang sedang menderita suatu penyakit agar dapat menyesuaikan mental dan fisik mereka dengan penyakit tersebut atau untuk mematuhi treatment yang dirancang oleh dokter yang merawatnya.Psikologi kesehatan juga fokus pada etiologi dan kaitannya dengan kesehatan, sakit dan disfungsi. Etiologi merujuk pada asal dan penyebab sakit, dan psikolog kesehatan secara khusus tertarik pada faktorfaktor perilaku dan sosial yang menyumbang kesehatan dan sakit dan disfungsi. Faktor-faktor tersebut meliputi kebiasaaan yang merusak atau menunjang
kesehatan
seperti
konsumsi
alkohol,
merokok,
olahraga,
mengenakan sabuk pengaman, dan cara-cara ‘berkawan’ dengan stress. Pada akhirnya, psikolog kesehatan menganalisa dan berusaha meningkatkan system perawatan kesehatan dan merumuskannya dalam kebijakan kesehatan. Psikologi kesehatan mempelajari dampak institusi kesehatan dan tenaga medis dan paramedis terhadap perilaku orang. Psikologi kesehatan bertujuan untuk memahami dinamika psikologis individu yang tetap menjaga kesehatannya, dinamika psikologis individu yang sehat namun kemudian mendapat diagnosa penyakit kronis serta dinamika psikologis individu saat merespon keadaan sakit kronis yang sedang dialami. Kita pasti pernah bertemu dengan orang yang tampak selalu sehat dan jarang sakit. Terbersit dalam benak kita, apa yang dilakukan orang tersebut sehingga kesehatannya terjaga? How does he or she maintain his or her health? Dinamika psikologis apa yang tercermin pada individu yang berhasil menjaga
12
kesehatannya? Kita pernah pula berjumpa dengan orang yang sehat, namun setelah orang tersebut mendapat diagnosa penyakit tertentu, muncul banyak perubahan pada dirinya. Perubahan fisik dan juga perubahan emosional. Orang tersebut menjadi lebih sensitif perasaannya-lebih emosional, menjadi kurang semangat dalam berkarya-malas, bahkan mungkin memperlihatkan perubahan perilaku yang sangat berbeda dalam kesehariannya. Dinamika psikologis apa yang terlihat pada individu yang demikian? Kita mungkin juga pernah bertemu dengan orang yang tengah berjuang dalam menghadapi penyakit kronis yang dideritanya. Kita seolah dapat membaca cerminan jiwanya, antara yakin dan tidak yakin bahwa dirinya bisa terbebas dari penyakit yang dideritanya. Terkadang kita melihat orang itu tampak bersemangat dan akan melakukan apapun demi kesembuhannya, namun di saat lain kita meyaksikan orang tersebut berada pada puncak keputusasaannya. Sehingga apapun yang kita katakan atau kita lakukan seolah tidak terlalu bermakna bagi dirinya. Dinamika psikologis apa yang ada pada individu yang demikian? Dinamika psikologis individu yang sehat ? Individu ini menyadari bahwa kesehatan adalah sesuatu yang teramat penting. Bentuk kesadaran ini tercermin dalam perilaku sehat (health behaviour). Perilaku sehat adalah perilaku seseorang dalam mempertahankan status kesehatannya. Olah raga teratur dan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi adalah contoh perilaku sehat. Individu selalu belajar (learn) dari kisah kesehatan orang lain. Proses ini adalah bagian dari dinamika psikologis orang yang sehat. Karena ia mendapatkan pemahaman (insight) bagaimana menjaga kesehatannya dan bagaimana terhindar dari penyakit yang dialami oleh orang lain. Sehingga jika ada keinginan untuk melakukan perilaku yang tidak sehat (poor health behavior) – misal merokok – akan selalu ada yang informotaknya untuk tidak meneruskan keinginan berperilaku tidak sehat. Dinamika psikologis individu yang sehat kemudian sakit ? Individu yang sehat dapat melakukan banyak aktivitas secara mandiri. Ketika kemudian ia terdiagnosa dengan penyakit kronis tertentu akan muncul ketakutan dan kecemasan atas eksistensi dan
13
performansinya. Kecemasan ini merupakan masalah tersendiri, bukan karena mendatangkan stres bagi individu namun mempengaruhi kemampuan individu dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari. Ketika suatu penyakit terjadi pada seseorang, seluruh aspek kehidupannya akan terpengaruh. Dinamika psikologis dan emosional yang muncul seringkali berupa pertanyaan seperti “siapa yang akan merawat mereka ketika mereka telah sembuh? Jika pada akhirnya mereka tidak dapat bekerja lagi, bagaimana mereka dapat membayar/menangani masalah keuangan? Jika selama ini individu tersebut merasa mampu melakukan semua hal sendiri secara mandiri, dapatkah mereka kemudian menerima keadaan baru mereka (jadi tergantung pada orang lain). Bagaimana jika individu ini tidak dapat lagi melakukan hobi lama? Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang dideritanya, yaitu : 1. Penolakan (Denial) Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image). 2. Cemas Setelah
muncul
diagnosa
penyakit
kronis,
reaksi
kecemasan
merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu
14
yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker. 3. Depresi Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi. Untuk dapat memahami respon yang terjadi atas perubahan yang ada pada penderita penyakit kronis, perlu pemahaman yang mendalam tentang diri individu (self) itu sendiri. Self merupakan salah satu konsep utama dalam ilmu psikologi. Para psikolog mengacu pada self concept sebagai keyakinan atas kualitas dan penilaian yang dimiliki seseorang. Penyakit kronis dapat menghasilkan perubahan yang drastis pada self concept dan self esteem. Beberapa perubahan yang ada bisa bersifat sementara, walaupun ada juga yang bersifat permanen. Self concept itu sendiri merupakan bagian dari self evaluation termasuk didalamnya beberapa aspek seperti body image, prestasi, fungsi sosial dan the private self. 1. The Physical Self Body image merupakan penilaian dan evaluasi atas fungsi dan penampilan fisik seseorang. Body image yang rendah berhubungan dengan harga diri yang rendah diikuti dengan terjadinya peningkatan depresi serta kecemasan. 2. The Achieving Self Jika keadaan penyakit kronis menjauhkan individu dari aktivitas ini, konsep diri individu yang bersangkutan bisa terkoyak dan rusak. Namun jika pekerjaan dan hobi sama sekali tidak
15
terpengaruh oleh keadaan sakit dan sebagainya, individu dapat memperoleh kepuasan tersendiri dan meningkatkan harga dirinya. 3. The Social Self Sebagaimana yang telah diketahui bersama, menciptakan kembali kehidupan sosial pasien penderita penyakit kronis merupakan aspek yang penting. Bentuk sumber daya sosial yang dapat membantu individu yang menderita penyakit kronis misalnya dengan pemberian informasi, bantuan dan dukungan emosional. Partisipasi keluarga dalam proses rehabilitasi merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Memberikan informasi pada anggota keluarga lain (bahkan anak-anak) yang akurat dan cukup mengenai keadaan individu yangs akit (misalnya gangguan/penyakit yang dialaminya,
proses/treatment
yang
akan
dijalaninya
bahka
perubahan emosional yang terlihat) merupakan sesuatu yang penting untuk dilaksanakan agar terhindar dari kebingungan dan kesalahpahaman dalam berkomunikasi antara individu yang sakit dengan pihak keluarga.Dengan demikian, setiap individu memiliki dinamika psikologisnya tersendiri bilamana dikaitkan dengan status kesehatannya. Antara individu yang sehat, individu yang sehat kemudian sakit dan individu yang telah terkena penyakit kronis memiliki dinamika psikologis dan emosional yang harus dipahami.
Psikologi
kesehatan
mencoba
memahami
aspek
kejiwaan (psikologis dan emosional) individu yang berada pada salah satu situasi diatas (terlebih pada individu yang sakit).
B. Peran Budaya Dalam Pelayanan Kesehatan 1) Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat
16
Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan yang belum memadai terutama pada golongan wanita, kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, perilaku, dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan (SiImatupang, 2008). Sosial budaya masyarakat yang merupakan hasil budi dan akal manusia yang dilandasi oleh pengalaman, sehingga budaya masyarakat bila dikaitkan dengan kesehatan, ada yang merugikan kesehatan dan ada pula yang menguntungkan kesehatan. Yang menguntungkan dan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan, yaitu semangat gotog royong dan kekeluargaan, serta sikap musyawarah dalam mengambil keputusan (Maryunani, 2011). Pembangunan dalam suatu negara selain berdampak positif juga menimbulkan hal-hal negatif seperti timbulnya daerah kumuh (slum area) di perkotaan akibat pesatnya urbanisasi, polusi karena pesatnya perkembangan industri, banyak ibu-ibu karier yang tidak dapat mengasuh dan memberikan ASI secara optimal kepada anaknya, masalah kesehatan jiwa yang menonjol dan penyalahgunaan obat. Perkembangan penduduk dan pembangunan akan menghasilkan berbagai macam sampah yang dapat mengganggu kesehatan (Prasetyawati, 2012). Masalah-masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dapat dibedakan menjadi: 2) Kesehatan Ibu dan Anak Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian pertahunnya (Maryunani, 2011). Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.
17
Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari 11gr% (Cahyani, 2012). Masih tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat tergadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah pendudukkebiasaankebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya (Simatupang, 2008). Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah, mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi. Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti misalnya: a) Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan b) Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya: ikan, telur, c) Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang, d) Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar mekoniumnya cepat keluar, e) Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena takut darah kotor naik ke mata
18
Dikatakan merugikan karena beberapa hal tersebut di atas justru dibutuhkan dalam
rangka
peningkatan
kondisi
kesehatan. Tingkat
kepercayaan
masyarakat kepada terhadap petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Petugas kesehatan pemerintah dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di wilayahnya dan tidak mempunyia kharismatik (Prasetyawati, 2012). Selain faktor tersebut, rendahnya kunjungan masyarakat ke pelayanan kesehatan dikarenakan jauhnya lokasi pelayanan kesehatan dengan rumah penduduk sehingga walaupun masyarakat sudah mempunyai kemauan memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan, namun karena jauh dan harus segera mendapatka pertolongan, akhirnya ia berobat ke dukun yang dekat lokasinya. Keadaan ini disikapi oleh pemerintah dengan berupaya membangun fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tersebut, menempatkan tenaga kesehatan disertai dengan peralatan yang dibutuhkan dalam memberikan
pelayanan,
peningkatan
kualitas
pelayanan
dengan
meningkatkan kemampuan petugas melalui pelatihan maupun pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Notoatmodjo, 2007). 3) Keluarga Berencana Pada umumnya, masalah-masalah yang berkaitan dengan fertilitas dan laju pertumbuhan penduduk disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang bersifat kaku. Mereka masih mempunyai pendapatan bahwa anak adalah sumber rezeki, atau banyak anak banyak rezeki. Anak adalah tumpuan di hari tuanya. Mereka tidak menyadari bahwa keterbatasan orang tua merupakan ancaman masa depan bagi si anak (Prasetyawati, 2012). Selain itu, faktor agama juga sangat menentukan keberhasilan pengendalian penduduk. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya menggunakan agama sebagai pandangan hidup, misalnya islam, nasrani, mereka akan menentang program pengendalian penduduk
19
berupa penggunaan alat kontrasepsi. Mereka menganggap bahwa dengan menggunakan alat kontrasepsi, berarti membunuh anak yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Keadaan-keadaan ini merupakan tantangan bagi pelaksana program Keluarga Berencana (Simatupang, 2008). 4) Gizi Jika kita berbicara tentang gizi, maka yang terpikir oleh kita adalah semua makanan yang kita makan. Ditinjau dari aspek sosial budaya, Koentjaraningrat menyebutkan bahwa makanan yang kita makan dapat dibedakan menjadi dua konsep, yaitu nutrimen dan makanan. Nutrimen adalah suatu konsep biokimia yang berarti zat-zat dalam makanan yang menyebabkan bahwa individu yang memakannya dapat hidup dan berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Makanan dikatakan sebagai suatu konsep kebudayaan, yaitu merupakan bahan-bahan yang telah diterima dan diolah secara budaya untuk dimakan, sesudah melalui proses penyiapan dan penyuguhan yang juga secara budaya, agar dapat hidup dan berada dalam kondisi kesehatan yang baik (Simatupang, 2008). Kesukaan makan seseorang sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makannya sejak kanak-kanak. Keluarga dalam hal ini sangat menentukan kesukaan anak terhadap makanan tertentu. Makanan sebagai salah satu aspek kebudayaan sering ditentukan oleh keadaan lingkungan, misalnya wilayah yang sebagian besar memiliki pohon kelapa, maka jenis makanan yang dimakan banyak yang menggunakan santan atau kelapa, sedangkan wilayah yang sebagian besar terdiri dari perkebunan, jenis dan komposisi makanan banyak yang terbuat dari sayur-sayuran atau dikenal dengan lalapan. (Prasetyawati, 2012). Rasa makanan yang disukai oleh suatu masyarakat umumnya bervariasi. Ada sekelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya pedas, manis, asin, dan sebagainya. Kelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya manis dapat ditemukan di daerah-
20
daerah di Pulau Jawa, sedangkan makanan yang rasanya pedas dapat ditemukan di daerah-daerah Sumatera dan Sulawesi. Sehingga sering kali masyarakat tertentu yang datang ke suatu wilayah yang berbeda dengan jenis makanan yang biasa ia makan, ia perlu mengadakan penyesuaian terhadap makanan tersebut. Perlu diperhatikan bahwa tidak mudah bagi seseorang untuk mengganti makanan yang biasa ia makan dengan jenis makanan yang baru ia kenal (Cayani, 2012). Distribusi makanan dalam keluarga tidaklah sama dengan keluarga lain. Ada aturan-aturan tertentu yang harus dipenuhi oleh anggota keluarga. Seorang ayah yang dianggap sebagai pencari nafkah keluarga, harus diberikan makanan yang ‘lebih’ dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya. Kata lebih yang dimaksud meliputi kualitas, kuantitas, dan frekuensi makan. Ibu hamil tidak bisa makan dengan sebebasnya, tapi mempunyai keterbatasan tertentu, ada makanan-makanan tertentu yang tidak boleh dimakan oleh ibu hamil. Tamu dianggap sebagai raja, sehingga diberikan makanan yang tidak biasanya. Anak mempunyai makanan khusus seperti bubur nasi dan sebagainya. Sedangkan pembantu rumah tangga bisasnya diberikan makanan yang rendah kualitasnya (Notoatmodjo, 2007). Masalah kekurangan gizi bukan saja disebabkan oleh faktor sosialekonomi masyarakat, namun berkaitan pula dengan faktor sosialbudaya masyarakat setempat. Seperti misalnya persepsi masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan masih belum sesuai. Menurut mereka, yang disebut dengan makan adalah makan sampai kenyang, tanpa memperhatikan jenis, komposisi, dan mutu makanan, pendistribusian makanan
dalam
keluarga
tidak
berdasarkan
debutuhan
untuk
pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga, namun berdasarkan pantangan-pantangan yang harus diikuti oleh kelompok khusus, misalnya ibu hamil, bayi, balita, dan sebagianya (Maryunani, 2011) Di samping hal tersebut, pengetahuan keluarga khususnya ibu memegang peranan yang cukup penting dalam pemenuhan gizi keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang makanan yang
21
mengandung nilai gizi tinggi, cara pengolahan, cara penyajian makanan, dan variasi makanan yang dapat menimbulkan selera makan anggota keluarganya, sangat berpengaruh dalam status gizi keluarga. Oleh karena itu, ibu lah sasaran utama dalam usaha-usaha perbaikan gizi keluarga (Prasetyawati, 2012). Masalah kelebihan gizi, umumnya diderita oleh sekelomppok masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup, disamping faktor pola makan terhadap jenis makanan tertentu, juga ditentukan oleh faktor herediter (Simatupang, 2008) Dalam kaitannya dalam kesehatan ibu dan anak serta kesehatan masyarakat, masalah gizi mempunyai pengaruh terhadap timbulnya penyakit-penyakit, misalnya anemia, pre-eklampsia, diabetes melitus, perdarahan, infeksi, dan sebagianya (Notoatmodjo, 2007). Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat. Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalahsebagai berikut.: a) Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi sertapenyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. b) Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada golonganwanita c) Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang kurangmenunjang dalam bidang kesehatan d) Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan Aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatan antara lain adalah faktor kemiskinan, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran dan homoseksual (Prasetyawati, 2012). Kemiskinan membahayakan kesehatan, baik secara fisik dan mental. Penyakit umumyang sering terjadi berkaitan dengan faktor kemiskinan adalah kekurang vitamin,penyakit cacing, gusi berdarah, beri-beri, penyakit mata, Kurang Kalori Protein(KKP), busung lapar, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007).
22
Miskin adalah mereka yang tidak mendapatkan makanan yang cukup sehat dan akancukup kandungan gizinya.Fakta saat ini derajat kesehatan penduduk miskin masih rendah, hal ini ditandai dengan : a) Kematian penduduk miskin tiga kali lebih tinggi daripada penduduk yang tidak miskin. b) Pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan pendidikan belum mendukung. c) Perilaku hidup bersih di masyarakat belum membudaya. d) Angka kematian bayi (AKB), angka kematian anak, serta angka kematian ibu(AKA/AKI) pada penduduk miskin jauh lebih tinggi dari yang tidak miskin (Notoatmodjo,2007).
BAB 3 PENUTUP 3.1 Simpulan Psikologi kesehatan adalah bagian dari psikologi klinis, yang memfokuskan pada kajian dan fungsi kesehatan individu terhadap diri dan lingkungannya, termasuk penyebab dan faktor-faktor yang terkait dengan problematika kesehatan individu.
23
Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial stress Psikologi Kesehatan (keperawatan) dikembangkan untuk memahami pengaruh psikologis terhadap bagaimana seseorang menjaga dirinya agar tetap sehat, dan mengapa mereka menjadi sakit dan untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan saat mereka jatuh sakit. Selain mempelajari hal-hal tersebut di atas, psikologi kesehatan mempromosikan intervensi untuk membantu orang agar tetap sehat dan juga mengatasi kesakitan yang dideritanya. Psikologi kesehatan tidak mendefinisikan “sehat” sebagai tidak sakit. Sehat dilihat sebagai pencapaian yang melibatkan keseimbangan antara kesejahteraan fisik, mental dan sosial. Psikologi kesehatan mempelajari seluruh aspek kesehatan dan sakit sepanjang rentang hidup. Psikologi kesehatan fokus pada pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, seperti bagaimana mendorong anak mengembangkan kebiasaan hidup sehat, bagaimana meningkatkan aktivitas fisik, dan bagaimana merancang suatu kampanye yang dapat mendorong orang lain memperbaiki pola makannya. Psikologi Kesehatan juga mempelajari aspek-aspek psikologis dari pencegahan dan perawatan sakit. Seorang psikologi kesehatan misalnya, membantu mereka yang bekerja di lingkungan yang memiliki tingkat stress yang tinggi untuk mengelola stress dengan efektif, sehingga tekanan yang dialami di lingkungan kerja tidak mempengaruhi kesehatan mereka. Kebudayaan merupakan fenomena yang universal, yang memiliki gambaran yang khas tiap kelompok tertentu, mencakup pengetahuan, kepercayaan, adat dan ketrampilan yang dimiliki anggota kelompok tersebut. 3.2. Saran Adapun saran yang diberikan yaitu agar peningkatan pelayanan kesehatan di Indosenia harus lebih di tingkatkan salah satunya dengan meningkatkan disiplik kepada kariawan yang sesuai dengan aturan yang berlaku sehinga dapat menumbuhkan kehandalan dalam memberikan pelayanan kesehatan sehingga ada kepuasan tersendiri bagi konsumen dan 24
akhirnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di puskesmas dan mencapai masyarakat yang sehat dan bebas dari berbagai macam penyakit.
DAFTAR PUSTAKA Effendy, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Setiadi, Elly M, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba MedikaAlamsyah, 2011. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta. Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan.Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.
25
Cahyani. 2012.Sosial Budaya Kesehatan. Http:social/co/id. Diakses tanggal 1 November 2013. Koentjaraningrat, 2002, Pengantar Anthropologi.Nuha Medika.Yogyakarta. Maryunani,A. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Penerbit Trans Info, Jakarta. Notoatmodjo, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Karya Medika. Jakarta. Simatupang, 2008. Manajemen Pelayanan Kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran
26