Panduan Clinical Skill Blok Neuropsikiatri 2015.docx

  • Uploaded by: ugd army
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Clinical Skill Blok Neuropsikiatri 2015.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 14,700
  • Pages: 104
Clinical Skill Blok Neuropsikiatri No.

Topik

Alat dan Bahan

1

Pemeriksaan fisik Neurologi Kesadaran Kuantitatif (GCS)

Modul

Tanda Meningeal

Modul

Nervus cranialis

Modul Penlight, Kapas kering dipilin Jarum tumpul Stetoskop Garpu tala frekuensi 128Hz, 256Hz, 512Hz. Spatula lidah Lidi kapas

tes koordinasi 2

3

Motorik, Sensoris Umum dan Khusus

Modul

Reflek Fisiologis, Reflek Patologis, Reflek Regresi

Modul Hammer Reflek, Penlight, Kapas kering dipilin Jarum tumpul Stetoskop Garpu tala frekuensi 128Hz, 256Hz, 512Hz. Bulu kuas Spatula lidah Lidi kapas Tes stereognosis (kunci, uang logam, kancing baju, gabus, kayu)

Pemeriksaan Vertigo

Modul

Fungsi Luhur Kortikal

Modul MMSE

Wawancara Psikiatri

Modul pemeriksaan status psikiatri

DERAJAT KESADARAN

Kesadaran (counciousness) dibagi atas dua yaitu kualitas dan kuantitas kesadaran. Pusat kualitas kesadaran terletak di kortek serebrum bi hemisfer sedangkan kuantitas kesadaran terletak di ARAS (ascending reticuler activating system) di Diencefalon dan batang otak. Pemeriksaan kualitas kesadaran terdiri atas : a.

Persepsi dan orientasi

b.

Cipta

atau

daya

pikir

termasuk

proses

pikir,

penalaran,

penilaian, pertimbangan dan keputusan. c.

Afek dan emosi

d.

Nafsu atau kemauan

e.

Kepribadian

f.

Psikomotor

Sebagian besar pemeriksaan kualitas kesadaran akan diberikan pada modul Psikiatri. Afasia dan MMSE ( Mini Mental Status ) diberikan di modul pemeriksaan fungsi kortikal luhur. Pemeriksaan kuantitas kesadaran diperiksa dengan GCS (Glasgow Coma Scale). PROSEDUR Pemeriksaan kuantitas kesadaran diperiksa dengan GCS (Glasgow Coma Scale), pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut : Mata 1. Meng-inspeksi pembukaan celah mata penderita apakah membuka spontan atau tidak. 2. Bila mata pasien tidak membuka, memerintah penderita membuka mata dengan suara. 3. Bila mata pasien tidak membuka , merangsang nyeri dengan menjepit kuku jari, supraorbita atau di sternum. 4. Penilaian 4

skor

mata :

3 : membuka dengan perintah suara 2 : membuka dengan rangsang nyeri

(eye)

dengan

membuka

nilai

1-4 spontan

1 : tidak ada respon mata

Verbal 5. Menanyakan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat, perhatikan ucapan penderita apakah lancar atau sesuai dengan pertanyaannya. 6. Bila tidak ada suara yang keluar, merangsang penderita dengan nyeri di di kuku, supraorbita atau di sternum. 7. Penilaian bicara (verbal) dengan nilai 1-5

5 : orientasi waktu, orang dan tempat baik dan lancar 4

:

disorientasi

atau

bingung

(jawaban

tidak

berhubungan)

3 : hanya bisa membuat satu kata, tidak bisa membuat kalimat (inappropiate word) 2

:

hanya

ada

suara

tanpa

arti

1 : tidak ada respon suara

Motorik 8. Meng-inspeksi gerakan atau posisi ekstremitas penderita.

(incomprehensive

sound)

9. Memerintahkan penderita untuk menggerakkan anggota (tangan dan kaki) baik verbal atau nonverbal 10. Bila tidak bisa, merangsang nyeri pada kuku penderita, lihat apakah ada gerakan melokalisasi nyeri, menarik ekstremitas, posisi decorticate, posisi decerebrate. 11. Penilaian

motoris

dengan

nilai

1-6

rangsangan

(localizes)

6 : bisa diperintah baik verval atau non verbal (obey) 5 4 3

:

bisa :

mengetahui bisa

:

asal

menghindar

abnormal

posisi

rangsangan flexi

(withdraws) (decorticate)

2 : abnormal posisi ekstensi (decerebrate) 1 : tidak ada respon motorik

12. Cara menyebut atau menulis GCS dengan menyebut Nilai skor Mata,Verbal dan Motorik , misalnya : GCS: 456, 111, 214, 113 dsb

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN KESADARAN DENGAN GLASGOW COMA SCALE Skor No.

Diskripsi 1

Mata 1

2

3

Meng-inspeksi pembukaan celah mata penderita apakah membuka spontan atau tidak. Bila mata pasien tidak membuka, memerintah penderita membuka mata dengan suara. Bila mata pasien tidak membuka , merangsang nyeri dengan menjepit kuku jari / kaki, infraorbita atau di sternum.

4 Menilai skor mata 4 s/d 1 Verbal Menanyakan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat , per5 hatikan ucapan penderita apakah lancar atau sesuai dengan pertanyaannya 6

Bila tidak ada suara yang keluar rangsang penderita dengan nyeri di di kuku, infraorbita atau di sternum.

7 Menilai skor verbal 5 s/d 1 Motorik 8 Meng-inspeksi gerakan atau posisi ekstremitas penderita. 9

Memerintahkan penderita untuk menggerakkan anggota ( tangan dan kaki) baik verbal atau nonverbal.

2

3

Bila tidak bisa, merangsang nyeri pada kuku penderita, lihat 10 apakah ada gerakan melokalisasi nyeri, menarik ekstremitas, posisi decorticate, posisi decerebrate. 11 Menilai skor motorik 6 s/d 1 Menyebut atau menulis hasil pemeriksaan GCS dengan me12 nyebut Nilai skor Mata,Verbal dan Motorik , misalnya : GCS: 456, 111, 214, 113 dsb

TANDA RANGSANG MENINGEN (Meningeal Signs) PENGERTIAN Rangsangan selaput otak adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang suarachnoid (darah), zat kimi (kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma). Manifestasi subyektif adalah sakit kepala, kuduk kaku, fotofobia dll. Yang perlu diperhatikan adalah timbulnya gejala yang disebut meningismus, yaitu pada pemeriksaan fisik terdapat rangsangan selaput otak, tetapi tidak ada proses patologis di daerah selaput otak tersebut melainkan di luar kranium (misalnya mastoiditis). Pemeriksaan tanda meningeal terdiri dari kaku kuduk, Kernig, Brudzinski I s/d IV. Ada tanda kekakuan leher yang bukan meningeal sign yaitu pada tetanus, sepsis, abses retrofaringeal, artritis servikal atau, tipoid fever, parkinson tahap lanjut. Pada kasus ini terdapat kekakuan atau tahanan leher ke segala arah, bila kaku kuduk murni tahanan hanya pada fleksi dagu.

PROSEDUR Pemeriksaan Kaku kuduk dan Tanda Brudzinski I (leher) : 1. Mempersi

0. 1. lahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan , kemudian ambil bantal bila ada.Memutar kepala penderita ke samping kanan kiri serta menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan. 2. Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan tangan kanan, kemudian memfleksikan kepala - dagu penderita ke arah sternum/ dada penderita apakah ada tahanan atau nyeri di leher, normal dagu dapat menyentuh dada, 3. Menentukan kaku kuduk positip yaitu bila dagu tidak menyentuh dada atau dada terangkat disebut 4. Menentukan tes Brudzinski I positif, yaitu saat bersamaan pemeriksaan kaku kuduk terlihat gerakan fleksi sejenak pada tungkai bawah. Tanda Kernig : 6. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada.

0 7. Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 , ekstensikan tungkai bawah pada sendi 0 lutut , normal lebih dari 135

0. 8. Menentukan Tanda Kernig positip bila ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mencapai 135

Tanda Brudzinski II (tungkai) : 9. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada. 10. Memfleksikan salah satu tungkai lurus pada sendi panggul maksimal,

11. Menentukan tanda Brudzinski tungkai (II) positif, yaitu terlihat adanya fleksi tungkai kontralateral (yang tidak mengalami parese).

Tanda Budzinski III : 12. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada. 13. Menekan kedua pipi/infraorbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa. 14. Menentukan tanda Brudzinski III positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua lengan. Tanda Brudzinski IV : 15. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada. 16. Menekan os pubis penderita dengan tangan pemeriksa, 17. Menentukan tanda Brudzinski IV positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua tungkai.

Skor No Diskripsi . 1 Kaku Kuduk dan Tanda Brudzinski leher (I)

1

Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan , kemudian ambil bantal bila ada.

2

3

2

Memutar kepala penderita ke samping kanan kiri serta menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan.

Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan tangan kanan, kemudian 3 mem-fleksikan kepala - dagu penderita ke arah sternum/ dada penderita apakah ada tahanan atau nyeri di leher, normal dagu dapat menyentuh dada,

4

Menentukan kaku kuduk positip yaitu bila dagu tidak menyentuh dada atau dada terangkat disebut

5

Menentukan tes Brudzinski I positif, yaitu saat bersamaan pemeriksaan kaku kuduk terlihat gerakan fleksi sejenak pada tungkai bawah.

Tanda Kernig

6

Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan , kemudian ambil bantal bila ada. 0

7

Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 , ekstensikan tungkai bawah pada 0 sendi lutut , normal lebih dari 135 ,

8. Menentukan Tanda Kernig positip bila ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mencapai 0 135

9.

Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan , kemudian ambil bantal bila ada.

Tanda Brudzinski leher (II) 10 Memfleksikan salah satu tungkai lurus pada sendi panggul maksimal,

11

Menentukan tanda Brudzinski tungkai (II) positif, yaitu terlihat adanya fleksi tungkai kontralateral (yang tidak mengalami parese).

Tanda Brudzinski III

12

Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan , kemudian ambil bantal bila ada.

13 Menekan kedua pipi/infraorbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa. 14 Menentukan tanda Brudzinski III positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua lengan. Tanda Brudzinski IV

15

Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan , kemudian ambil bantal bila ada.

16 Menekan os pubis penderita dengan tangan pemeriksa, 17 Menentukan tanda Brudzinski IV positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua tungkai.

PEMERIKSAAN KLINIK NERVUS CRANIALIS NERVUS I DAN NERVUS 2

1. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN NERVI CRANIALIS NERVUS OLFACTORIUS (Nn.Cranialis I) 1.

Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada penderita Syarat Pemeriksaan : Tidak ada penyakit intranasal : Meminta penderita duduk atau berbaring, sambil menutup matanya

2.

Menaruh salah satu bahan/zat di depan salah satu lubang hidung penderita sementara lubang hidung yang lain ditutup

3.

Meminta penderita mencium bahan/ zat yang dikenalnya : penderita mengenal zat dengan baik disebut normosmia bila daya cium berkurang : hiposmia tidak dapat mencium sama sekali ; anosmia NERVUS OPTIKUS (Nn.Cranialis II)

1.

a. Ketajaman penglihatan Syarat Pemeriksaan : Tidak ada kelainan organic pada bola mata, tidak ada fotofobia : Meminta penderita duduk atau berdiri dengan 3 jarak meter dari pemeriksa

2.

Penderita diminta menghitung jari dari jarak tersebut. Normal : ketajaman penglihatan 3/60 (60 adalah jarak orang normal dapat menghitung jari)

3.

Bila penderita hanya mampu menghitung jari dengan jarak kurang dari 3 meter maka ketajaman penglihatan (visus) menurun Cara lain : Gerakan tangan : Orang normal membedakan gerak tangan pada jarak 300 meter. Pemeriksaan senter : bila penderita hanya dapat membedakan gelap dan terang, maka ketajaman penglihatan adalah 1/tak terhingga. Ketajaman penglihatan nol (0) bila tidak dapat melihat cahaya.

b. lapangan penglihatan 1. Tes konfrontasi

1.

Syarat Pemeriksaan : Pemeriksa harus normal : Meminta penderita duduk atau berdiri menghadap pemeriksa dengan jarak 60-100 cm ( duduk atau berdiri berhadapan)

2.

Mata penderita yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa, biasanya mata yang berlawanan, mata kiri berhadapan dengan mata kanan pada garis dan ketinggian yang sama. Mata yang lain ditutup obyek (jari, benda)

3.

Menggerakkan jari/polpen dari kuadran perifer menuju ke arah sentral sampai penderita melihat obyek. Obyek digerakkan dari segala jurusan.

4.

Meminta penderita memberi respon jika mulai melihat gerakan jari dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa apakah ia juga sudah melihatnya. Bila ada gangguan lapangan penglihatan maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan obyek tersebut.

PEMERIKSAAN NERVUS III, IV DAN VI

N. III (Oculomotorius) menginervasikan m. obliquus inferior, m. rektus medialis, m. rektus superior, m.rektus inferior, m.levator palpebra, m.spingter pupil (mengurus kontraksi pupil) dan m. siliaris (mengurus lensa mata/ akomodasi). N.

IV

(trochlearis)

menginervasi

m.

obligus

superior

untuk

melirik

bawah

nasal.

N. VI (abdusen) menginervasi m. rektus lateralis untuk melirik ke temporal. Pemeriksaan N. III, IV dan VI meliputi pemeriksaan reflek cahaya (pupil), gerakan bola mata, ptosis, akomodasi dan konvergensi. mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan adanya ptosis, strabismus, memeriksa pupil, reflek cahaya, reflek akomodasi, gerakan bola mata secara mandiri.

PROSEDUR

Ptosis 1. Menyuruh penderita membuka mata lebar-lebar. Inspeksi kedua kelopak mata penderita, apakah ada yang jatuh/layuh (ptosis). Kedudukan Bola Mata : 2. Memperhatikan kedudukan bola mata saat memandang lurus kedepan, bila tidak sejajar disebut Strabismus, bila ketengah disebut Strabismus Konvergen sedang bila keluar disebut Strabismus Divergen Gerakan Bola Mata 3. Memeriksa gerakan kedua bola mata penderita, ke semua arah, lihat apakah ada kelumpuhan otot penggerak bola mata dan tanyakan ada penglihatan dobel (diplopia).

4. Kemudian pemeriksaan gerakan bola satu mata bergantian Reflek Akomodasi & Konvergensi : 5. Menyuruh pasien melihat benda yang jauh, mendadak disuruh melihat jari kita yang di letakkan ditengah didepan hidung 10 cm, mendadak disuruh melihat jauh lagi, begitu berulangulang. 6. Memperhatikan gerakan bolamata ketengah ( konvergensi) dan pupil mengecil (miosis), bila ada disebut positip. Pupil dan Reflek Cahaya (reflek pupil) : 7. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang dengan mata melihat lurus ke atas. 8. Penerangan ruang periksa dimatikan / diredupkan, siapkan senter 9. Memperhatikan pupil, bulat atau tidak, ukur diameter pupil berapa mm, catat bila ada kelainan 10. Memeriksa reflek cahaya, mata diperiksa satu persatu dengan mata lainnya ditutup bergantian, dengan senter yang menyala, senter digerakkan dari luar / lateral ketengah tegak lurus pupil, sinar jatuh ditengah pupil, berhenti sejenak di tengah pupil, diulang beberapa kali 11. Menentukan reflek cahaya normal (positip), yaitu adanya pupil mengecil (miosis) baik mata sesisi atau mata sisi lainnya (kontralateral) 12. Menentukan Reflek Cahaya Langsung normal (positip), bila pupil sesisi yang miosis 13. Memeriksa Reflek Cahaya Konsensual dengan tangan kiri pemeriksa diletakkan di atas hidung pasien, supaya sinar masuk ke mata kontralateral, memeriksa seperti langkah ke 10, tetapi yang diperhatikan pupil sisi kontralateralnya mengecil (miosis) 14. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus III 15. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus IV 16. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus VI

Ciri-ciri kelainan nervus III

Ciri-ciri kelainan nervus IV

Ciri-ciri kelainan nervus VI

CHECK LIST PEMERIKSAAN Skor No.

Diskripsi 1

Ptosis

1

Menyuruh penderita membuka mata lebar-lebar. Inspeksi kedua kelopak mata penderita, apakah ada yang jatuh/layuh (ptosis).

Kedudukan Bola Mata

2

Memperhatikan kedudukan bola mata saat memandang lurus kedepan, bila tidak sejajar disebut Strabismus , bila ketengah disebut Strabismus Konvergen sedang bila keluar disebut Strabismus Divergen

3

Memeriksa gerakan kedua bola mata penderita, ke semua arah, lihat apakah ada kelumpuhan otot penggerak bola mata dan tanyakan ada penglihatan dobel (diplopia).

4

Kemudian pemeriksaan gerakan bola satu mata bergantian

Reflek Akomodasi dan Konvergensi

5

Menyuruh pasien melihat benda yang jauh, mendadak disuruh melihat jari kita yang di letakkan ditengah didepan hidung 10 cm, mendadak disuruh melihat jauh lagi, begitu berulang-ulang.

6

Memperhatikan gerakan bolamata ketengah ( konvergensi) dan pupil mengecil (miosis), bila ada disebut positip.

Pupil dan Reflek Cahaya (reflek pupil) :

7

Mempersilahkan penderita berbaring terlentang dengan mata melihat lurus ke atas.

8

Penerangan ruang periksa dimatikan, siapkan senter

2

3

9

Memperhatikan pupil, bulat atau tidak, ukur diameter pupil berapa mm, catat bila ada kelainan

10

Memeriksa reflek cahaya, mata diperiksa satu persatu dengan mata lainnya ditutup bergantian, dengan senter yang menyala, senter digerakkan dari luar / lateral ketengah tegak lurus pupil, sinar jatuh ditengah pupil, berhenti sejenak di tengah pupil, diulang beberapa kali.

11

Menentukan reflek cahaya normal (positip), yaitu adanya pupil mengecil (miosis) baik mata sesisi atau mata sisi lainnya (kontralateral)

12

Menentukan Reflek Cahaya Langsung normal (positip), bila pupil sesisi yang miosis

13

Memeriksa Reflek Cahaya Konsensual dengan tangan kiri pemeriksa diletakkan di atas hidung pasien, supaya sinar masuk ke mata kontralateral, memeriksa seperti langkah ke 10, tetapi yang diperhatikan pupil sisi kontralateralnya mengecil (miosis)

14

Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus III

15

Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus IV

16

Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus VI

NERVUS III , IV dan VI

PROSEDUR MODUL 1.3.PEMERIKSAAN NERVUS III , IV dan VI

1.4.NervusV Trigeminus

N. V. Terdiri atas bagian motorik dan sensorik. Bagian motorik mengurus otot pengunyah yaitu m. Masseter, temporalis dan pterigoideus medialis serta m. pterigoideus lateral (untuk menggerakkan rahang ke lateral dan membuka mulut). Bagian sensoris untuk sensibilitas wajah dan sebagian dalam kepala lewat cabang N.V1 oftalmikus, V2 maxilaris dan V3 mandibularis . Pemeriksaan N. V terdiri dari pemeriksaan motorik, sensorik, reflek kornea dan jaw reflek. Prosedur 1. Menginspeksi rahang penderita apakah ada deviasi, lihat oklusi gigi atas dan bawah 2. Menyuruh pasien membuka dan menutup mulut apakah ada kelainan dan deviasi. 3. Menyuruh pasien menggigit dengan kuat, raba m.masseter dan m.temporalis. 4. Menyuruh pasien menggerakkan rahang bawah ke kiri dan ke kanan dengan tangan pemeriksa menahannya, rasakan apakah ada kelumpuhan. 5. Memeriksa Reflek Masseter, menyuruh pasien membuka mulut sedikit, dengan mengetuk memakai hammer pada dagu, melihat reflek rahang mengatup. 6. Memeriksa Reflek kornea ada yang langsung , menyuruh pasien melirik ke arah yang berlawanan dengan mata pasien yang akan diperiksa (bila mata kiri yang diperiksa pasien melirik ke kanan), dengan ujung kapas yang dipilin sentuhkan pada daerah limbus kornea, secara cepat dari arah lateral ke medial. 7. Menentukan reflek kornea langsung positip bila mata yang menutup mata sesisi rangsangan. 8. Menentukan reflek kornea tidak langsung positip bila mata

9. kontralateralnya menutup.

Reflek Kornea Pemeriksaan Sensoris 10. Memeriksa nyeri dengan jarum bundel pada daerah dermatome V1 (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis). 11. Memeriksa raba dengan kasa yang dipilin atau kuas halus pada daerah dermatome V1 (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis).

12. Menyebutkan gangguan sensoris tipe Perifer dan tipe sentral(Nucleus).

Dermatome Perifer N.V Dermatome Central (Nucleus N.V), A. Lesi Pons B. Lesi Medulla Oblongata

PEMERIKSAAN N.V TRIGEMINUS

Skor No.

Diskripsi 1

Motorik 1

Menginspeksi rahang penderita apakah ada deviasi, lihat oklusi gigi atas dan bawah

2

Menyuruh pasien membuka dan menutup mulut apakah ada kelainan dan deviasi.

3

Menyuruh pasien membuka mulut dengan kuat, raba m. masseter dan m. temporalis.

Reflek Masseter 4

Menyuruh pasien menggerakkan rahang bawah ke kiri dan ke kanan dengan tangan pemeriksa menahannya, rasakan apakah ada kelumpuhan.

5

Memeriksa Reflek Masseter, menyuruh pasien membuka mulut sedikit, dengan mengetuk memakai hammer pada dagu, melihat reflek rahang mengatup.

Reflek Kornea

6

Memeriksa reflek kornea ada yang langsung , menyuruh pasien melirik ke arah yang berlawanan dengan mata pasien yang akan diperiksa (bila mata kiri yang diperiksa pasien melirik ke kanan), dengan ujung kapas yang dipilin sentuhkan pada daerah limbus kornea, secara cepat dari arah lateral ke medial.

7

Menentukan reflek kornea langsung positip bila mata yang menutup mata sesisi rangsangan.

8

Menentukan reflek kornea tidak langsung positip bila mata kontralateralnya menutup.

Sensoris wajah 9

Memeriksa nyeri dengan jarum bundel pada daerah dermatome V1 (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis).

10

Memeriksa raba dengan kasa yang dipilin atau kuas halus pada daerah dermatome V1 (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis).

2 3

11

Menyebutkan gangguan sensoris tipe Perifer dan tipe sentral (Nucleus).

Nervus Fascialis (VII)

Fungsi N. VII bersifat motorik wajah, viscerosensorik/pengecap manis, asin dan kecut (sensoris 2/3 depan lidah), parasimpatis kelenjar air mata, untuk otot m.Stapeideus di telinga dalam. Kelumpuhan N. VII secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu : jenis UMN (upper motor neuron) dan LMN (lower motor neuron). Kelumpuhan jenis LMN bila nukleus N. VII di daerah pons sampai saraf perifer terganggu, dengan gejala kelumpuhan wajah satu sisi. Pada kelumpuhan tipe LMN sering disertai Ageusia Hiperacusis, gangguan lakrimasi.

PROSEDUR

Motorik 1. Menginspeksi kerutan dahi, kelopak mata, sudut mata dan lipatan sudut mulut. Bandingkan kiri dan kanan apakah ada asimetri (merot) atau kelumpuhan. 2. Menyuruh penderita mengeryitkan dahi / angkat alis, menutup mata sekuat-kuatnya, meringis, mencucu dan memperlihatkan giginya. Bandingkan kiri dan kanan apakah ada asimetri (merot) atau kelumpuhan. 3. Menyuruh penderita menutup mata sekuat-kuatnya dan coba buka dengan tangan pemeriksa. Apakah ada kelumpuhan atau keadaan tidak bisa menutup mata disebut lagophtalmus, Tanda Bell 4. Memperhatikan saat menutup mata sekuat-kuatnya, dengan adanya lagoptalmos terlihat bola mata berputar keatas disebut tanda Bell positip Sensoris 5. Menanyakan adanya gangguan rasa 2/3 depan lidah dengan manis, asin, asam (N.VII) dan pahit (N.IX). Keadaan tidak bisa mengecap rasa disebut ageusia / hipogeusia. 6. Menanyakan apa ada keadaan setiap ada suara, terdengar yang lebih keras disebut hiperakusis, biasanya penderita mengeluh ”gembrebeg”. 7. Memeriksa adanya ”Hiperacusis”, menempelkan stetoskop di kedua telinga pasien, gesek membran stetoskop perlahan-lahan, tanyakan ke penderita yang lebih keras sebelah mana.

CHECK LIST PEMERIKSAAN NERVUS VII. FACIALIS

Skor No.

Diskripsi 1

Motorik Menginspeksi kerutan dahi, kelopak mata, sudut mata dan lipatan sudut 1 mulut. Bandingkan kiri dan kanan apakah ada asimetri (merot) atau kelumpuhan. Menyuruh penderita mengeryitkan dahi / angkat alis, menutup mata sekuat2 kuatnya, meringis, mencucu dan memperlihatkan giginya. Bandingkan kiri dan kanan apakah ada asimetri (merot) atau kelumpuhan. Menyuruh penderita menutup mata sekuat-kuatnya dan coba buka dengan 3 tangan pemeriksa. Apakah ada kelumpuhan atau keadaan tidak bisa menutup mata disebut lagophtalmus, Tanda Bell

4

Memperhatikan saat menutup mata sekuat-kuatnya, dengan adanya lagoptalmos terlihat bola mata berputar keatas disebut tanda Bell positip

Pengecap Menanyakan adanya gangguan rasa 2/3 depan lidah dengan manis, asin, 5 asam (N.VII) dan pahit (N.IX). Keadaan tidak bisa mengecap rasa disebut ageusia / hipogeusia. Hiperacusis

2

3

6

Menanyakan apa ada keadaan setiap ada suara, terdengar yang lebih keras disebut hiperakusis, biasanya penderita mengeluh ”gembrebeg”.

Memeriksa adanya ”Hiperacusis”, menempelkan stetoskop di kedua telinga 7 pasien, gesek membran stetoskop perlahan-lahan, tanyakan ke penderita yang lebih keras sebelah mana.

8

9

Menentukan hasil pemeriksaan atau menyebutkan ciri lesi N.VII Perifer / LMN Menentukan hasil pemeriksaan atau menyebutkan ciri lesi N.VII tipe sentral / UMN

Nervus VIII Auditori dan Vestibular

Saraf ini terdiri atas saraf cochlearis yang mengurus pendengaran dan saraf vestibular yang mengurus keseimbangan. Gangguan pada saraf cochlearis dapat menyebabkan tuli, tinnitus. Tuli akibat kelainan mulai meatus acusticus ekternus sampai ruang telinga dalam disebut Tuli Konduksi , sedang Tuli persepsi disebabkan penyakit di labirin, reseptor telinga dalam, nervus cochlearis, nucleus cochlearis batang otak atau di kortek auditorik. Pemeriksaan pendengaran meliputi tes bisik atau gesek, Schwabach, Rinne ,Weber dan audiogram. Sedangkan gangguan nervus vestibularis dapat menyebabkan vertigo, rasa tidak stabil, kehilangan keseimbangan, nistagmus dan salah tunjuk atau past pointing. Pemeriksaan nervus vestibularis meliputi, tes Romberg, tandem gait, tes telunjuk hidung, dan tes kalori.

PROSEDUR

1. Tes Bisik : Melakukan tes bisik atau dengan menggesekkan jari-jari pemeriksa pada telinga penderita, telinga kanan kiri bergantian, suruh penderita membandingkan kanan dan kiri. 2. Tes Schwabach Membunyikan Garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, lengan garpu tala ditempatkan di dekat telinga penderita, setelah tidak mendengar maka garpu tala diletakkan di dekat telinga pemeriksa, bila pemeriksa masih mendengar maka Schwabach memendek. 3. Tes Rinne Membunyikan Garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, pangkal garpu tala diletakkan di mastoid penderita, suruh pasien mendengarkan, bila sudah tidak terdengar lengan garpu tala didekatkan di dekat telinga penderita , bila masih terdengar maka Rinne positif. 4. Weber Membunyikan Garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, di ditempelkan di vertex kepala pasien tepat di garis tengah, suruh pasien mendengarkan, dan menentukan telinga mana yang lebih keras

bunyinya, bila lebih keras kanan maka Weber lateralisasi ke kanan. Menentukan tuli konduktif, dengan ciri-ciri pendengaran berkurang, Schwabach memendek, Rinne negatif, Weber lateralisasi ketelinga sakit. Menentukan tuli persepsi, dengan ciri-ciri pendengaran berkurang, Schwabach memendek, Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga sehat.

5. Nistagmus Lihat pada kedua mata penderita apakah ada nistagmus , dengan mata diam dan mata bergerak. Tentukan arah nistagmus dengan melihat fase cepatnya, nystagmus disebut arah cepatnya. 6. Tes Romberg Pemeriksa siap dibelakang pasien, menyuruh penderita berdiri tegak dengan kedua kaki rapat, kedua tangan lurus kebawah suruh penderita membuka dan menutup mata, Bila penderita jatuh disebut Romberg positif, catat arah jatuhnya Bila gangguan vestibular maka jatuhnya, baik saat mata terbuka maupun tertutup dan jatuhnya kesemua arah. Bila gangguan serebellum jatuhnya baik saat mata terbuka maupun tertutup dan jatuhnya kesisi lesi. Bila gangguan proprioseptif saat mata terbuka tidak jatuh, saat mata tertutup jatuh kesemua arah. 7. TesJalanTandem Suruh penderita berjalan setapak demi setapak menyambung dengan tumit kaki kanan dan ibu jari kaki kiri saling menempel, berjalan 2 meter di garis lurus, lihat pasien jatuh atau tidak seimbang, catat arah jatuhnya.

Tes Romberg

Tandem Walking

CHECK LIST PEMERIKSAAN N.VIII AUDITORI dan VESTIBULAR

Skor No.

Diskripsi 1

Nystgmus Memperlihatkan pada kedua mata penderita apakah ada nistagmus , dengan mata diam dan mata bergerak. Tentukan arah 7 nistagmus dengan melihat fase cepatnya, nystagmus disebut arah cepatnya. Tes Romberg

9

Mempersilahkan penderita berdiri, pemeriksa siap dibelakang pasien, menerangkan apa yang akan diperiksa.

Mempersilahkan penderita berdiri dengan kedua kaki rapat, 10 kedua tangan lurus kebawah suruh penderita membuka dan menutup mata,

11

Menentukan Tes Romberg positif, yaitu bila penderita jatuh , catat arah jatuhnya.

Menentukan ciri-ciri gangguan vestibular pada tes Romberg 12 maka jatuhnya, baik saat mata terbuka maupun tertutup dan jatuhnya kesemua arah Menentukan ciri-ciri gangguan serebellum pada tes Romberg 13 jatuhnya baik saat mata terbuka maupun tertutup dan jatuhnya kesisi lesi. Menentukan ciri-ciri gangguan proprioseptif pada tes Romberg 14 saat mata terbuka tidak jatuh, saat mata tertutup jatuh kesemua arah.

2

3

Jalan Tandem Menyuruh penderita berjalan setapak demi setapak menyambung dengan tumit kaki kanan dan ibu jari kaki kiri saling 15 menempel, berjalan 2 meter di garis lurus, lihat pasien jatuh atau tidak seimbang, catat arah jatuhnya.

Nervus IX dan X

Nervus IX (glosofaringeus) dan X (vagus) diperiksa bersamaan karena fungsi hampir sama. Gangguan saraf IX-X mengakibatkan disfagia (sukar menelan) sehingga tersedak, disfonia/ afonia, disartria faringeal, hilangnya reflek muntah, gangguan pengecapan 1/3 belakang lidah rasa pahit , gangguan otonom parasimpatis (bradikardia, hipotensi dsb). Ciri gangguan n.IX dan X suara ”bindeng”, sengau , dysfonia atau aponi, Uvula asimetri, saat bilang ”aagh” gerakan palatum molle asimetri , saat minum tersedak dan reflek muntah menurun atau negatif

PROSEDUR

1. Vernet rideau phenomenon Menyuruh pasien buka mulut, suruh pasien bilang ”aaagh”, dengan senter lihat palatum mole apakah ada asimetri arkus faring atau deviasi uvula. 2. Reflek muntah Menyiapkan spatel lidah dan lidi kapas, menyuruh pasien membuka mulut, dengan spatel lidah ditekan sehingga terlihat dinding faring belakang, dengan lidi kapas sentuh dinding posterior faring kanan kiri bergantian , apakah ada gerakan reflek muntah. 3. Disfonia Menyuruh pasien menirukan kata-kata ”mama”, haha” dll, apakah ada gangguan dalam fonasi.

Vernet rideau phenomenon

CHECK LIST PEMERIKSAAN NERVUS IX dan X

Skor No.

Diskripsi 1

Vernet rideau phenomenon

1

Menyuruh pasien buka mulut, suruh pasien bilang ”aaagh”, dengan senter lihat palatum mole apakah ada asimetri arkus faring atau deviasi uvula.

Reflek muntah Menyiapkan spatel lidah dan lidi kapas, menyuruh pasien membuka mulut, dengan spatel lidah ditekan sehingga terlihat dinding faring belakang, dengan 2 lidi kapas sentuh dinding posterior faring kanan kiri bergantian , apakah ada gerakan reflek muntah. Disfonia

3

Menyuruh pasien menirukan kata-kata ”mama”, haha” dll, apakah ada gangguan dalam fonasi.

2

3

NERVUS XI Nervus XI ini hanya terdiri serabut motorik. Saraf ini menginervasi otot sternokleido mastoideus dan trapezius.

PROSEDUR

1.

m.Trapezius Untuk memeriksa otot trapezius, menyuruh pasien mengangkat bahu kanan dan kiri ke atas pemeriksa menahan dengan tangan, bandingkan kekuatan kanan dan kiri.

2.

m.Sternocleidomastoideus Untuk memeriksa otot sternokleidomastoideus kanan, suruh pasien menoleh ke kiri, tahan rahang pasien, lihat kekuatannya. Untuk memeriksa otot ini kanan kiri bersamaan, suruh pasien mem fleksikan kepala ke dada, lihat kekuatannya.

CHECK LIST PEMERIKSAAN NERVUS XI

Skor No.

Diskripsi 1

m. Trapezius Untuk memeriksa otot trapezius, menyuruh pasien mengangkat bahu 1 kanan dan kiri ke atas pemeriksa menahan dengan tangan, bandingkan kekuatan kanan dan kiri.

2

3

m. Sternocleidomastoideus Untuk memeriksa otot sternokleidomastoideus kanan, suruh pasien menoleh ke kiri, tahan rahang pasien, lihat kekuatannya. Untuk memeriksa 2 otot ini kanan kiri bersamaan, suruh pasien mem fleksikan kepala ke dada, lihat kekuatannya.

Nervus XII

Saraf ini hanya menginervasi otot ekstrensik dan intrinsik lidah. Kelumpuhan saraaf ini dibagi menjadi dua yaitu UMN dan LMN. Pada kelumpuhan UMN, terdapat deviasi ke sisi yang lumpuh saat menjulurkan lidah, tidak ada atrofi dan fasikulasi. Patokan adanya deviasi adalah garis tengah atau gigi incisivus. Gangguan nervus ini akan mengakibatkan disartria lingual. Jenis Dysartria atau pelo, Dysartria Lingual (lesi n.XII) cirinya tidak jelas bunyi ”R” dan ”L”, Dysartria Labial (Lesi n.VII) cirinya tidak jelas bunyi ”M”, ”O”, ”B”, Dysartria Pharyngeal (lesi n.IX) cirinya suara ”bindeng” atau sengau tidak jelas bunyi ”NG”, Dysartria Laryngeal (lesi n.X) cirinya suara dysponi, hipoponia, aponia bila minum tersedak

PROSEDUR

Inspeksi 1. Menyuruh pasien membuka mulut,lihat apakah ada atrofi lidah, fasikulasi, deviasi lidah, 2. Menyuruh pasien menjulurkan lidah, lihat apakah ada deviasi lidah, catat arah deviasi lidah . Palpasi 3. Menyuruh penderita dengan lidahnya, menekan pipi penderita dengan tangan memeriksa menahan pipi pasien, lihat kekuatan lidah pasien, bergantian kanan dan kiri. Disartia

lingual

4. Menyuruh pasien mengucapkan kata-kata mengandung huruf ”R” dan ”L”, apakah ada gangguan dalam pengucapan. 5. Menentukan parese N.XII tipe LMN, yaitu ada atropi dan fasikulasi lidah, bila tidak ada tipe UMN

CHECK LIST PEMERIKSAAN NERVUS XII

Skor No.

Diskripsi 1

1

Inspeksi Menyuruh pasien membuka mulut,lihat apakah ada atrofi lidah, fasikulasi, deviasi lidah,

2

Menyuruh pasien menjulurkan lidah, lihat apakah ada deviasi lidah, catat arah deviasi lidah .

Menyuruh penderita dengan lidahnya, menekan pipi penderita dengan tangan 3 memeriksa menahan pipi pasien, lihat kekuatan lidah pasien, bergantian kanan dan kiri.

4

Menyuruh pasien mengucapkan kata-kata mengandung huruf ”R” dan ”L”, apakah ada gangguan dalam pengucapan.

5

Menentukan parese N.XII tipe LMN, yaitu ada atropi dan fasikulasi lidah, bila tidak ada tipe UMN

2 3

SISTEM MOTORIK

Gangguan pergerakan meliputi kelainanan yang bersifat primer misalnya pada lesi UMN atau LMN dan sekunder misalnya pada ganglia basalis dan serebellum. Klien sering datang ke dokter karena tubuh bagian tertentu tidak bisa bekerja dengan baik. Sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf tampak dalam bentuk gangguan gerak otot. Oleh karena itu memeriksa sistem motorik harus dilakukan dengan mahir. istem motorik terdiri atas jaras piramidal dan esktrapiramidal. Jaras piramidalis terdiri traktus kortikobulbaris (ke batang otak) dan traktus kortikospinalis (ke spinalis/mielum). Gangguan jaras piramidalis paling banyak adalah kelumpuhan/parese, sedangkan ekstrapiramidalis adalah gangguan tonos otot, gerakan abnormal dan gangguan kelancaran otot volunter. Sedangkan serebelum pada sistem motorik berfungsi untuk koordinasi, keseimbangan dan tonus. Tanda dan gejala klinis neurologi pada umumnya dan motorik khususnya dibagi menjadi dua : UMN dan LMN. Pada kelainan UMN memberikan tanda : kelumpuhan, hipertonus, hiper reflek, klonus, adanya reflek patologis. Sedangkan LMN memberikan tanda : kelumpuhan, hipo / atonus, atrofia, fasikulasi dan hipo / arefleksia. Pemeriksaan sistem motorik terdiri atas : 1.

Kekuatan (strenght)

2.

Tonus

3.

Gerakan involunter

4.

Atrofi atau hipertrofi.

Ada 5 urutan pemeriksaan motorik : 1.

Inspeksi

2.

Palpasi

3.

Pemeriksaan gerakan pasif

4.

Pemeriksaan gerakan aktif

5.

Koordinasi gerak

Inspeksi Memperhatikan : sikap, bentuk, ukuran dan gerak abnormal yang tidak terkendali :

1.

Melihat sikap anggota : secara keseluruhan dan sikap bagian tubuh saat pasien berdiri, duduk berbaring, bergerak dan berjalan, sikap : ”Ape hand”, ”Claw hand”, ”Drop hand”, ”Drop Foot”, ” Winging scapula” dsb.

2. Bentuk anggota : diperhatikan adanya deformitas. 3. Ukuran anggota : dilihat besar, kontur, atropi, hipertropi, pseudohipertopi dsb. 4. Gerakan abnormal : tremor, khorea, atetose, ballismus, spasme, tic, fasikulasi dan mioklonus, kejang tonik, kejang klonik, kejang mioklonik. Palpasi 5. Mempersilahkan pasien disuruh relaksasi ototnya, kemudian ototnya dipalpasi untuk menentukan konsistensi, serta nyeri- tekan. Pemeriksaan Tonus dan gerakan pasif 6. Mempersilahkan pasien mengistirahatkan relaksasi ekstremitasnya, kemudian gerakkan sendi dari otot yang akan diperiksa, kalau bisa tidak ritmis dan dilakukan mendadak, tangan kiri pemeriksa hanya memfiksasi, tangan kanan pemeriksa yang menggerakkan sendi.

7. Menentukan gangguan tonus atau tahanan bila menurun (hipotonus) merupakan kelainan LMN atau meningkat (hipertonus) kelainan UMN. Bila tonus meningkat ada 3 macam :Rigiditas, Spasitas danKlonus. Spastisitas 8. Saat menggerakan sendi dinilai tahanannya. Pada spastisitas dapat ditemukan Fenomena pisau lipat yaitu selalu adanya tahanan pada awal gerakan, hal ini termasuk tanda UMN. 9. Pada spastisitas juga bisa didapatkan Fenomena pipa timah, yaitu adanya tahanan selama gerakan , hal ini termasuk juga tanda UMN. Rigiditas 10. Menentukan adanya Rigiditas yaitu saat menggerakan sendi selalu adanya tahanan / kekakuan, sehingga sendi macet/ sulit digerakkan atau tahanan putus-putus, jenisnya rigiditas “decorticate rigidity” dan “decerebrate rigidity”atau “fenomen cogwheel”, hal ini akibat gangguan extrapiramidal. 11. Menentukan adanya“decorticate rigidity” dan “decerebrate rigidity”, yaitu saat menggerakan sendi terlihat macet dengan posisi khas lihat gambar dibawah ini, keadaan ini penting pada kegawatan herniasi otak :

12. Menentukan adanya fenomena roda gigi (fenomena cogwheel) yaitu saat menggerakan sendi adanya tahanan hilang timbul/putus-putus , keadaan ini pada penyakit Parkinson Pemeriksaan kekuatan motorik / Pemeriksaan gerakan aktif Tujuan memeriksa adanya kelumpuhan dan kekuatan otot 13. Mempersilahkan pasien menggerakan sendi sekuat-kuatnya untuk melawan gravitasi dan kita menahan gerakan ini. Menilai kekuatan bila bisa menggerakkan melawan gravitasi nilainya 3 s/d 5, bila tidak terangkat melawan gravitasi nilainya 2 s/d 0 14. Menilai Kekuatan Motorik (internasional) semua otot mulai otot penggerak sendi bahu, sendi siku, pergelangan tangan, jari- jari , otot penggerak sendi panggul, sendi lutut, pergelangan kaki, jari kaki ( lihat lampiran gambar pemeriksaan kekuatan motorik ) Penilaian kekuatan : 5 :Normal 4 : Bisa melawan gravitasi, dapat mempertahan gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang. 3 : Bisa melawan gravitasi, sulit mempertahankan gravitasi dan dapat melawan tahanan ringan 2 : Tidak bisa melawan gravitasi, masih ada gerakan sendi dan Otot

1 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak, masih ada gerakan kontraksi otot. 0 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak dan tidak ada gerakan kontraksi otot. Mengukur kekuatan otot pemeriksa melawan dan menahan gerakan otot pasien. Cara menggerakkan tergantung otot yang akan diperiksa. Bila akan memeriksa otot bicep maka lengan bawah difleksikan, memeriksa tricep maka lengan bawah diekstensikan ( lihat lampiran gambar pemeriksaan otot ). 15. Bila ada parese tentukan ” Myotome ” masing otot, bila tetraparese atau paraparese penting untuk menentukan topis lesinya ( lihat lampiran gambar pemeriksaan otot).

CHECKLIST PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK Skor No. Diskripsi 1 Inspeksi Motorik Melihat sikap anggota : secara keseluruhan dan sikap bagian tubuh saat pasien berdiri, 1 duduk berbaring, bergerak dan berjalan, sikap : ”Ape hand”, ”Claw hand”, ”Drop hand”, ”Drop Foot”, ” Winging scapula” dsb. 3 Menentukan adanya kelainan bentuk anggota : diperhatikan adanya deformitas. 4

Menentukan kelainan ukuran anggota : dilihat besar, kontur, atropi, hipertropi, pseudohipertopi dsb.

5

Menentukan adanya gerakan abnormal : tremor, khorea, atetose, ballismus, spasme, tic, fasikulasi dan mioklonus, kejang tonik, kejang klonik, kejang mioklonik.

Pemeriksaan Tonus Mempersilahkan pasien mengistirahatkan relaksasi ekstremitasnya, kemudian gerakkan sendi dari otot yang akan diperiksa, kalau bisa tidak ritmis dan dilakukan mendadak, tan6 gan kiri pemeriksa hanya memfiksasi, tangan kanan pemeriksa yang menggerakkan sendi. Menentukan gangguan tonus atau tahanan bila menurun (hipotonus) merupakan kelainan 7 LMN atau meningkat hipertonus) kelainan UMN. Bila tonus meningkat ada 3 macam : Rigiditas, Spasitas dan Klonus. Spastisitas 8

Saat menggerakan sendi dinilai tahanannya. Pada spastisitas dapat ditemukan Fenomena pisau lipat yaitu selalu adanya tahanan pada awal gerakan, hal ini termasuk tanda UMN.

9

Pada spastisitas juga bisa didapatkan Fenomena pipa timah, yaitu adanya tahanan selama gerakan , hal ini termasuk juga tanda UMN.

Rigiditas Menentukan adanya Rigiditas yaitu saat menggerakan sendi selalu adanya tahanan / kekakuan, sehingga sendi macet/ sulit digerakkan atau tahanan putus-putus, jenisnya ri10 giditas “decorticate rigidity” dan “ decerebrate rigidity”atau “fenomen cogwheel”, hal ini akibat gangguan extrapiramidal. Menentukan adanya“decorticate rigidity” dan “ decerebrate rigid ity”, yaitu saat meng11 gerakan sendi terlihat macet dengan posisi khas lihat gambar rigiditas, keadaan ini penting pada kegawatan herniasi otak :

2

3

12

Menentukan adanya fenomena roda gigi (fenomena cogwheel) yaitu saat menggerakan sendi adanya tahanan hilang timbul/ putus-putus , keadaan ini pada penyakit Parkinson

Mempersilahkan pasien menggerakan sendi sekuat-kuatnya untuk melawan gravitasi dan 13 kita menahan gerakan ini. Menilai kekuatan bila bisa menggerakkan melawan gravitasi nilainya 3 s/d 5, bila tidak terangkat melawan gravitasi nilainya 2 s/d 0 Menilai Kekuatan Motorik (internasional) semua otot mulai otot penggerak sendi bahu, sendi siku, pergelangan tangan, jari-jari , otot penggerak sendi panggul, sendi lutut, pergelangan kaki, jari kaki ( lihat lampiran gambar pemeriksaan kekuatan motorik ) Penilaian kekuatan : 5 :Normal 4 : Bisa melawan gravitasi, dapat mempertahan gravitasi dan dapat melawan tahanan 14 sedang. 3 : Bisa melawan gravitasi, sulit mempertahankan gravitasi dan dapat melawan tahanan ringan 2 : Tidak bisa melawan gravitasi, masih ada gerakan sendi dan Otot 1 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak, masih ada gerakan kontraksi otot. 0 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak dan tidak ada gerakan kontraksi otot.

15

Bila ada parese tentukan ” Myotome ” masing otot, bila tetraparese atau paraparese penting untuk menentukan topis lesinya.

SISTEM SENSORIK

Sistem sensorik adalah sistem yang mengubungan manusia dengan dunia luar. Informasi yang diterima oleh reseptor menjadi petanda bagi tubuh untuk memberikan respon. Pemeriksaan sensoris merupakan bagian dari pemeriksaan neurologi yang dikhususkan pada kelainan-kelainan sensibilitas, yang disebabkan lesi pada susunan saraf aferen. Bila terjadi kelainan sensoris maka akan tampak tanda dan gejala dengan pola- pola tertentu yang mencerminkan lokalisasi lesi di susunan aferen. Jenis sensibilitas tersebut antara lain: 1.) Sensibilitas protopatik atau eksteropatik, yaitu rasa nyeri, suhu, dan raba; 2.) Sensibilitas proprioseptik yaitu perasaan gerak, getar, sikap, dan tekan.

I.

NYERI

1. Mempersiapkan alat yaitu jarum bundel, roda gigi (rader) yang tajam dan memberiinformasi ke penderita apa yang mau kita kerjakan. 2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 3. Melakukan pemeriksaan dengan memegang jarum dan menusuk jarum tegak lurus, sebatas pada permukaan kulit pasien mulai dari kaki terus ke arah kepala (dari distal ke proksimal) disesuaikan dengan dermatom. Bandingkan sisi kanan dan kiri, sisi yang dianggap normal dan yang sakit, bandingkan juga distal dan proksimal. 4. Menggambarkan kelainan nyeri berupa titik-titik, sesuai dengan dermatomnya, atau sesuai pola gangguannya.

V. RABA 5. Mempersiapankan alat yaitu kuas halus, kapas dan memberi informasikan ke penderita apa yang akan kita kerjakan. 6. Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 7. Seutas kapas yang digulung lancip digoreskan pada permukaan kulit dari distal ke proksimal, bandingkan kanan dan kiri, sisi normal dan sisi yang sakit. Sisi tubuh lateral kurang peka dibanding sisi medial/mesial. 8. Menggambarkan kelainan nyeri berupa arsir garis miring, sesuai dengan dermatomnya atau pola ganguannya.

III. SUHU 9. Mempersiapan alat yaitu satu botol / tabung reaksi yang berisi air panas dengan suhu 40 – o

o

45 C dan satu berisi air dingin/es batu dengan suhu 10 – 15 C. Sebaiknya botol dibungkus kain untuk membuat botol betul betul kering 10. Memberi informasi ke penderita apa yang akan kita kerjakan. 11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 12. Memeriksa rasa dingin dan panas bergantian, dengan botol dingin dan panas ditempelkan bergantian pada kulit pasien , menanyakan apa terasa dingin atau panas yaitu dari distal ke proksimal, dibandingkan kanan dan kiri, yang normal dan sisi yang sakit.

IV. PROPRIOSEPTIF

Tes

Posisi

/

Rasa

gerak

pasif

13. Menginformasikan ke penderita apa yang mau kita kerjakan. 14.

Mempersilahkan

pasien

harus

menutup

mata.

15. Melakukan tes posisi/ perasan gerak pasif yaitu gerakan pada anggota gerak pasien yang dilakukan

oleh

pemeriksa:

16. Menggerakan ibu jari kaki atau jari tangan, dengan cara memegang bagian lateral jari, pasien disuruh menyimpulkan berdasar atas terasanya posisi atau gerakan keatas atau kebawah, atau pasien diminta segera menjawab “ya” setiap perubahan sikap jarinya. Pemeriksa melakukannya dengan cepat dan berulang.

Tes

perasaan

getar

17. Mempersiapkan alat garpu tala 128 Hz dan 512Hz dan memberi informasi apa yang dilakukan 18.

Mempersilahkan

pasien

harus

menutup

mata.

19. Menggetarkan garpu tala 128 Hz dan atau 512 Hz, meletakkan pangkal garputala pada anggota gerak pasien yang dibawah kulit ada tulangnya. 20. Menanyakan perasaan getar (bukan rasa dingin, raba, bunyi atau tekan) dan kadang pemeriksa getaran ini hentikan tiba- tiba garputala dan tanyakan pada pasien apakah masih terasa getar.

Perasaan

nyeri

dalam

22. Memencet otot-otot di lengan atas, lengan bawah, paha, betis. Hal ini untuk mengetahui lesi pada funikulus posterior. Tanda kelainan tabes dorsalis: Tanda Abadie 23. Menekanan atau pemencetan kuat pada tendon achilles tidak membangkitkan nyeri atau mengeluhnya terlambat (”delayed pain”) Tanda

Biernacki

24. Menekanan atau pemencetan kuat pada nervus ulnaris di sulcus ulnaris tidak membangkitkan nyeri atau (”delayed pain”) Tanda Pitres 25. Menekanan atau pemencetan pada testis tidak menimbulkan nyeri atau (”delayed pain”)

1. 2. 3. 4.

Gejala sensorik dapat diklasifikasikan dalam 5 golongan yaitu : Hilang perasaan kalau dirangsang (anestesia) Perasaan terasa berelebihan kalau dirangsang (hipersetesia) Perasaan yang timbul secara spontan, tanpa adanya perangsangan (parestesia) Nyeri CHECKLIST PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS Skor

No. Diskripsi 1 I. NYERI 1

Mempersiapkan alat yaitu jarum bundel, roda gigi (rader) yang tajam dan memberi informasi ke penderita apa yang mau kita kerjakan.

2 Mempersilahkan pasien harus menutup mata. Melakukan pemeriksaan dengan memegang jarum dan menusuk jarum tegak lurus, sebatas pada permukaan kulit pasien mulai dari kaki terus ke arah kepala (dari distal ke proksimal) disesuaikan dengan 3 dermatom. Bandingkan sisi kanan dan kiri, sisi yang dianggap normal dan yang sakit, bandingkan juga distal dan proksimal. 4

Menggambarkan kelainan nyeri berupa titik-titik, sesuai dengan dermatomnya, atau sesuai pola gangguannya.

II. RABA 5

Mempersiapankan alat yaitu kuas halus, kapas dan memberi informasikan ke penderita apa yang akan kita kerjakan.

6 Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

2

3

Seutas kapas yang digulung lancip digoreskan pada permukaan kulit dari distal ke proksimal, bandingkan 7 kanan dan kiri, sisi normal dan sisi yang sakit. Sisi tubuh lateral kurang peka dibanding sisi medial/mesial. Menggambarkan kelainan nyeri berupa arsir garis miring, sesuai dengan dermatomnya atau pola ganguannya.

8

III. SUHU o 9.

Mempersiapan alat yaitu satu botol / tabung reaksi yang berisi air panas dengan suhu 40 – 45 C dan satu o berisi air dingin/es batu dengan suhu 10 – 15 C. Sebaiknya botol dibungkus kain untuk membuat botol betulbetul kering.

10 Memberi informasi ke penderita apa yang akan kita kerjakan. 11 Mempersilahkan pasien harus menutup mata Memeriksa rasa dingin dan panas bergantian, dengan botol dingin dan panas ditempelkan bergantian 12 pada kulit pasien , menanyakan apa terasa dingin atau panas yaitu dari distal ke proksimal, dibandingkan kanan dan kiri, yang normal dan sisi yang sakit. Sebaiknya botol dibungkus kain untuk membuat botol betulbetul kering. 10 Memberi informasi ke penderita apa yang akan kita kerjakan. 11 Mempersilahkan pasien harus menutup mata Memeriksa rasa dingin dan panas bergantian, dengan botol dingin dan panas ditempelkan bergantian 12 pada kulit pasien , menanyakan apa terasa dingin atau panas yaitu dari distal ke proksimal, dibandingkan kanan dan kiri, yang normal dan sisi yang sakit. PROPRIOSEPTIF Tes Posisi / Rasa gerak pasif 13 Menginformasikan ke penderita apa yang mau kita kerjakan. 14 Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 15

Melakukan tes posisi/ perasan gerak pasif yaitu gerakan pada anggota gerak pasien yang dilakukan oleh pemeriksa.

Menggerakan ibu jari kaki atau jari tangan, dengan cara memegang bagian lateral jari, pasien disuruh menyimpulkan berdasar atas terasanya posisi atau gerakan keatas atau kebawah, atau pasien diminta 16 segera menjawab “ya” setiap perubahan sikap jarinya. Pemeriksa melakukannya dengan cepat dan berulang. Tes perasaan getar 17 Mempersiapkan alat garpu tala 128 Hz dan 512Hz dan memberi informasi apa yang dilakukan

18 Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 19

Menggetarkan garpu tala 128 Hz dan atau 512 Hz, meletakkan pangkal garputala pada anggota gerak pasien yang dibawah kulit ada tulangnya.

20

Menanyakan perasaan getar (bukan rasa dingin, raba, bunyi atau tekan) dan kadang pemeriksa getaran ini hentikan tiba-tiba garputala dan tanyakan pada pasien apakah masih terasa getar.

Perasaan nyeri dalam

21

Secara umum rasa nyeri dalam dengan memencet otot-otot di lengan atas, lengan bawah, paha, betis. Hal ini untuk mengetahui lesi pada funikulus posterior. Tanda kelainan tabes dorsalis:

Tanda Abadie

22. Menekanan atau pemencetan kuat pada tendon achilles tidak membangkitkan nyeri atau mengeluhnya terlambat (”delayed pain”)

SENSORI KHUSUS TES PERASAAN DISKRIMINASI Adalah pemeriksaan untuk fungsi proprioseptif dan fungsi analisa kortek parietal (area 5 dan 7) yang disebut juga Gnosia Tactil, gangguannya disebut Agnosia Tactil, pemeriksaannya meliputi Tes Stereognosia, Gramestesia, Topagnosia, Fingergnosia, Diskrimina- 2 titik, Barognosia, Diskriminasi kanan-kiri. PEMERIKSAAN SENSORIS KHUSUS Pemeriksaan ini tidak selalu diperiksa setiap pasien hanya pada indikasi, kelainan atau keluhan tertentu. Pemeriksaan ini terdiri atas: 1. Lhermitte 2. Valsava 3. Naffziger 4. Lasseque 5. Bragard 6. Sicard 7. Patrick 8. Kontra Patrick 9. Tinel 10. Phalen TES PERASAAN DISKRIMINASI Perasaan stereognosis 1. Menyiapkan alat (kunci, uang logam, kancing, cincin dll.), memberi informasi apa yang akan dilakukan. 2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 3. Meletakkan benda didalam tangan pasien, Mempersilahkan pasien meraba-raba benda tersebut dan identifikasi terhadap benda yang dirabanya Perasaan gramestesia 4. Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 5. Pemeriksa membuat tulisan satu huruf atau angka di telapak tangan pasien dengan benda runcing, Mempersilahkan pasien menebak tulisan tersebut. Perasaan diskriminalissi dua titik : 6. Mempersiapkan 2 jarum bundel dan memberi informasi apa yang akan dilakukan. 7. Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 8. Melakukan tusukan dengan 1 atau 2 jarum pada kulit pasien di dua tempat dalam waktu yang bersamaan pada jarak tertentu 9. Menentukan pada jarak berapa cm/mm → dapat mengenali dengan jelas 2 rangsangan tersebut.

Jarak normal : Lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm, dorsum manus 20-30, telapak tangan 8-12 mm, dadalengan bawah-tungkai bawah 40 mm, punggung-lengan atas dan paha 70-75 mm, jari kaki 3-8 mm. Perasaan barognosia 10. Mempersiapkan alat sekrup, kancing, karet, gabus dan memberi informasi apa yang akan dilakukan. 11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata. 12. Meletakkan benda satu persatu diatas telapak tangan pasien dan Mempersilahkan pasien untuk memberitahukan terbuat dari bahan apa (berat yang mana) barang-barang yang diberikan padanya. Perasaan Topognosia 13. Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi apa yang akan dilakukan. 14. Melakukan perabaan dengan jari pada beberapa bagian kulit pasien , Mempersilahkan pasien memberitahukan bagian tubuh mana yang disentuh oleh pemeriksa. Lhermitte 15. Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin dahulu ke pasien. 16. Memegang kepala pasien di vertek dengan kedua tangan, tekan kebawah, apakah ada nyeri menjalar radikular, miringkan kepala pasien ke kiri kemudan kekanan lalu tekan dengan kedua tangan pemeriksa, tanyakan apakah ada nyeri menjalar (radikular) dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip. Valsava 17. Mempersilahkan pasien mengejan kemudian tahan nafas beberapa menit apakah ada nyeri radikular dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip. Naffziger 18. Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin dahulu ke pasien. 19. Menekan vena jugularis kanan dan kiri pasien bersamaan selama beberapa 10 menit apakah nyeri radikular, dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip. Lasseque (SLR = Straight Leg Raising test) 20. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, mem-fleksikan tungkai bawah pada sendi panggul dengan tungkai bawah ekstensi pada sendi lutut, kanan dan kiri bergantian. 0 21. Menentukan tes Lasseque positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 60 , mencatat hasil positip, sudutnya.

Bragard 22. Melakukan tes seperti Lasseque,

tetapi dengan ditambah mendorsifleksi 0

kaki.

23. Menentukan tes Bragard positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 60 , mencatat hasil positip, sudutnya. Sicard 24. Melakukan tes seperti Lasseque, tetapi dengan ditambah mendorsifleksi ibu jari kaki. 0 25. Menentukan tes Sicard positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 60 , mencatat hasil positip, sudutnya. Patrick (Fabere : fleksi, abduksi, rotasi eksternal dan ekstensi) 26. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tumit dari tungkai yang nyeri ditaruh di lutut satunya, kemudian tangan kiri pemeriksa memegang lutut / paha dan ditekan ke bawah, bila terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip. Kontra Patrik (Fadire: fleksi, adduksi, rotasi internal dan ekstensi). 27. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tangan kiri pemeriksa memegang lutut , tangan kanan pemeriksa memegang tumit dan lutut ditekan ke bawah sedang tumit diangkat keatas, bila terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip.

Tinnel 28. Mengetuk saraf perifer yang akan diperiksa, positif bila ada nyeri yang menjalar sesuai dermatom dari lokasi ketukan kedistal. Sering diperiksa pada sindroma semua jepitan saraf Phalen 29. Melakukan volar fleksi kedua tangan pasien dan tempelkan pada punggung tangan dan tekan kedua tangan pasien yang sudah fleksi, tes positip bila ada nyeri menjalar ke jari-jari.

Skor No.

Diskripsi 1

TES PERASAAN DISKRIMINASI Perasaan stereognosis

1

Menyiapkan alat (kunci, uang logam, kancing, cincin dll.), memberi informasi apa yang akan dilakukan.

2

3

2

Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi apa yang akan diperiksa.

Meletakkan benda didalam tangan pasien, Mempersilahkan pasien 3 meraba-raba benda tersebut dan identifikasi terhadap benda yang dirabanya. Perasaan gramestesia

4

Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi apa yang akan diperiksa.

Pemeriksa membuat tulisan satu huruf atau angka di telapak tangan 5 pasien dengan benda runcing, Mempersilahkan pasien menebak tulisan tersebut. Perasaan diskriminalissi dua titik :

6

Mempersiapkan 2 jarum bundel dan memberi informasi apa yang akan dilakukan.

7 Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

8

Melakukan tusukan dengan 1 atau 2 jarum pada kulit pasien di dua tempat dalam waktu yang bersamaan pada jarak tertentu Menentukan pada jarak berapa cm/mm → dapat mengenali dengan jelas 2 rangsangan tersebut. Jarak normal : Lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm, dorsum manus 20-30, telapak tangan 8-12 mm, dada-lengan bawah- tungkai bawah 40 mm, punggung-lengan atas dan paha 70-75 mm, jari kaki 3-8 mm.

9

Perasaan barognosia

10

Mempersiapkan alat sekrup, kancing, karet, gabus dan memberi informasi apa yang akan dilakukan.

11 Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

Meletakkan benda satu persatu diatas telapak tangan pasien Mem12 persilahkan pasien untuk memberitahukan terbuat dari bahan apa (berat yang mana) barang-barang yang diberikan padanya. Perasaan Topognosia Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi 13 apa yang akan dilakukan.

Melakukan perabaan dengan jari pada beberapa bagian kulit pasien , Mempersilahkan pasien memberitahukan bagian tubuh mana yang 14 disentuh oleh pemeriksa.

SENSORIS KHUSUS Lhermitte 15 Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin dahulu ke pasien. Memegang kepala pasien di vertek dengan kedua tangan, tekan kebawah, apakah ada nyeri menjalar radikular, miringkan kepala pasien ke kiri kemudan kekanan lalu tekan dengan kedua tangan pemeriksa, 16 tanyakan apakah ada nyeri menjalar (radikular) dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip. Valsava

17

Mempersilahkan pasien mengejan kemudian tahan nafas beberapa menit apakah ada nyeri radikular dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip.

Nafziger 18 Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin dahulu ke pasien.

19

Menekan vena jugularis kanan dan kiri pasien bersamaan selama beberapa 10 menit apakah nyeri radikular, dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip.

Lasseque (SLR = Straight Leg Raising test)

20

Mempersilahkan pasien tidur terlentang, mem-fleksikan tungkai bawah pada sendi panggul dengan tungkai bawah ekstensi pada sendi lutut, kanan dan kiri bergantian.

0 21

Menentukan tes Lasseque positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 60 , mencatat hasil positip, sudutnya.

Bragard 22 Melakukan tes seperti Lasseque, tetapi dengan ditambah men- dorsifleksi kaki. 0 23

Menentukan tes Bragard positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 60 , mencatat hasil positip, sudutnya.

Sicard 24 Melakukan tes seperti Lasseque, tetapi dengan ditambah men- dorsifleksi ibu jari kaki. 0 25

Menentukan tes Sicard positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 60 , mencatat hasil positip, sudutnya.

Patrick (Fabere : fleksi, abduksi, rotasi eksternal dan ekstensi) Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tumit dari tungkai yang nyeri ditaruh di lutut satunya, kemudian 26 tangan kiri pemeriksa memegang lutut / paha dan ditekan ke bawah, bila terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip. Kontra Patrik (Fadire: fleksi, adduksi, rotasi internal , ekstensi). Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tangan kiri pemeriksa memegang lutut , tangan kanan pemeriksa 27 memegang tumit dan lutut ditekan ke bawah sedang tumit diangkat keatas, bila terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip. Tinnel

28

Mengetuk saraf perifer yang akan diperiksa, positif bila ada nyeri yang menjalar sesuai dermatom dari lokasi ketukan kedistal. Sering diperiksa pada sindroma semua jepitan saraf

Phalen

29

Melakukan volar fleksi kedua tangan pasien dan tempelkan pada punggung tangan dan tekan kedua tangan pasien yang sudah fleksi, tes positip bila ada nyeri menjalar ke jari-jari.

SISTEM REFLEKS Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin ketangkasan gerakan volunter, maupun untuk membela diri. Bila suatu perangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu gerakan, menandakan bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik terdapat suatu hubungan.. Lintasan yang menghubungkan reseptor dan efektor itu dikenal sebagai busur refleks. Refleks dibagi dalam dua kelompok yaitu refleks fisiologis dan refleks patologis. Pemeriksaan refleks yang akan dilakukan adalah : refleks bisep, refleks trisep, refleks patella dan refleks achilles. Untuk refleks patologis adalah refleks babinski, hoffman-tromner dan refleks openheim. Reflek fisiologis terdiri reflek tendon (deep reflexes) dan reflek superfisial. Reflek tendon terdiri atas : BPR, TPR, KPR, APR, periosto-radial dan periosto-ulnar. Sedangkan reflek superfisial terdiri atas : BHR, reflek anal, reflek scrotal, reflek glutea, dan reflek cremaster. Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan dan sebagai jawabannya otot berkontraksi. Rasa regang (ketok) ditangkap oleh reseptor propioseptik (reflek propioseptik). Penilaian sebagai berikut : -

tidak

terdapat

gerakan

reflektorik

apapun

+

ada gerakan reflektorik yang lemah (kontraksi otot)

++

gerakan reflektorik yang cukup kuat (gerakan sendi), terdapat pada orang sehat / normal

+++

gerakan reflektorik yang melebihi respon umum (area Penerimaan meluas), tidak selalu patologis, bila simetris klonus negatif

++++

gerakan reflektorik yang jelas meningkat dan patologis (terdapat klonus)

Reflek superfisial Merupakan reflektorik yang timbul sebagai respons atas stimulasi terhadap kulit dan mukosa. Berbeda dengan refleks dalam, refleks superfisial tidak saja mempunyai busur refleks yang segmental melainkan mempunyai komponen supraspinal juga. Oleh karena itu refleks supraspinal dapat menurun atau hilang bila terdapat lesi di busur refleks segmentalnya atau bila komponen supraspinal mengalami kerusakan.

Refleks

tendon

biseps

(BPR)

saat

duduk

1. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan

tangan di lipat paha, atau lengan bawah pasien diletakkan pada lengan bawah pemeriksa dengan ibu jari pemeriksa meraba tendon Biceps. Stimulasi : ketukan hammer pada ibu jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biseps terssebut Respon : fleksi lengan di sendi siku Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks

tendon

biseps

(BPR)

saat

tiduran

2. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha, pemeriksa dengan ibu jari meraba tendon Biceps. Stimulasi : ketukan hammer pada ibu jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biseps terssebut Respon

:

fleksi

lengan

di

sendi

siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks

triseps

(TPR)

saat

duduk

3. Mempersilahkan pasien duduk, pemeriksa mengangkat siku pasien,

lengan

tergantung

,

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot triseps langsung. Respons: ekstensi lengan bawah di

sendi

siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks

triseps

(TPR)

saat

tiduran

4. Mempersilahkan pasien tidur telentang, dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha pasien, Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot triseps langsung. Respons: ekstensi lengan bawah di

sendi

siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks

tendon

lutut

(KPR)

saat

duduk

5. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya digantung Stimulasi

:

ketukan

hammer

pada

tendon

patela

Respons

:

tungkai

bawah

berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks

tendon

lutut

(KPR)

saat

tiduran

6. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap pemeriksan Stimulasi

mengangkat :

lutut

ketukan

Respons

pada

hammer

:

pada

tungkai

poplitea

tendon

bawah

patela berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks

tendon

Achilles

(APR)

saat

duduk

pasien

maksimal.

7. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya tergantung, Stimulus

pemeriksa

mendorsofleksikan

:

ketukan

kaki

pada

tendon

Achilles

Respons : Plantar fleksi kaki Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks

tendon

lutut

(KPR)

saat

tiduran

8. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap pergelangan kaki diletakkan diatas tungkai

bawah

Respons

seberangnya

Stimulasi

:

:

ketukan

hammer

tungkai

bawah

pada

tendon

patela

berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 REFLEKS Refleks

SUPERFISIAL kulit

dinding

perut

9. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan kulit perut terbuka, pemeriksa menggores kulit dinding perut ujung kunci atau ujung hammer yang runcing, menggores dari lateral menuju kemedial pada setiap segmen supraumbilikal , umbilikal dan infraumbilikal. Menentukan Refleks kulit dinding perut positip, yaitu bila umbilicus bergerak mendekati rangsangan

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS

NO.

KASUS

LANGKAH / KEGIATAN

A. PEMERIKSAAN REFLEK BISEPS 1.

Mintalah klien berbaring telentang dengan santai

2.

Fleksikanlah lengan bawah klien di sendi siku

3.

Letakkanlah tangan klien di daerah perut di bawah umbilikus

4.

Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps klien lalu ketuklah tendo tersebut palu

B. PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS 5.

Mintalah klien berbaring dengan santai

6.

Fleksikan lengan bawah klien di sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan

7.

Letakkanlah tangan klien di daerah perut di atas umbilikus

8.

Ketuklah tendo otot triseps pada fosa olekrani

C. PEMERIKSAAN REFLEKS BRAKHIORADIALIS 9.

Mintalah klien berbaring dengan santai

10.

Posisikan lengan bawah klien dalam posisi setengah fleksi dan tangan sedikit dipronasikan

12.

Mintalah klien untuk merelaksasikan lengan bawahnya sepenuhnya

13.

Ketuklah pada processus styloideus

D. PEMERIKSAAN REFLEKS PATELLA 14.

Mintalah klien berbaring telentang dengan santai

15.

Letakkan tangan pemeriksa di belakang lutut

16.

Fleksikan tungkai klien pada sendi lutut

17

Ketuklah pada tendon muskulus kuadriseps bawah patella

E. PEMERIKSAAN REFLEKS ACHILLES

femoris di

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

17.



Mintalah klien berbaring dengan santai

18.



Fleksikan tungkai bawah sedikit, kemudian pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki

19.



Ketuklah pada tendo achilles

20.



Lakukan cuci tangan rutin

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang normal, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan berupa gerak reflektorik defensive atau postural yang pada orang dewasa sehat dikelola dan ditekan oleh aktivitas susunan piramidalis. Bayi atau anak kecil umur 4-6 tahun belum memiliki susunan piramidalis yang bermielinisasi penuh sehingga aktivitas susunan piramidalisnya belum sempurna. REFLEKS PATOLOGIS KAKI 1. Refleks Babinski / Extensor plantar response Melakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari tumit melengkung sampai pangkal ibu jari, Menentukan reflek Babinski positif bila timbul dorsum flexi ibujari kaki., diikuti pengembangan dan ekstensi jari-jari kaki (fanning) 2. Refleks Chaddock Melakukan penggoresan terhadap melingkari maleolus sampai kulit dorsum pedis bagian lateral atau eksterna, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski. 3. Refleks Oppenheim Melakukan

pengurutan

dari

proksimal

kedistal

secara

keras

dengan jari telunjuk dan ibujari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia atau dengan menggunakan sendi interfalangeal jari telunjuk dan jari tengah dengan tangan mengepal, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski. 4. Refleks

Gordon

Melakukan pemencetan otot betis secara keras, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski. 5. Refleks

Schaeffer

Melakukan pemencetan tendon Achilles secara keras, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski. 6. Refleks

Gonda

Melakukan penjepitan jari kaki keempat pasien, di plantar fleksikan maksimal , dilepas, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

REFLEKS PATOLOGIS TANGAN

7. Refleks Trömner Pemeriksa mendorso fleksikan jari tengah pasien, kemudian melakukan pencolekan pada ujung jari tengah , hasil positipnya akan diikuti fleksi jari telunjuk dan ibujari serta jari-jari lainnya setiap kali dicolek-colek 8. Refleks

Hoffman

Jari tengah pasien dijepit dan digoreskan pada kuku dengan ujung kuku ibujari pemeriksa akan diikuti fleksi sejenak ibujari, jari telunjuk serta jari-jari lainnya setiap kali kuku jari tengah digores

REFLEKS PATOLOGIK PETANDA REGRESI Gerakan reflektorik yang secara fisiologik bangkit pada bayi tidak lagi dijumpai pada anak-anak yang sdah besar atau dewasa, apabila pada orang dewasa dapat ditimbulkan maka itu menandakan kemunduran fungsi susunan saraf pusat, terutama lesi lobus frontalis 9. Refleks

menetek

Sentuhan pada bibir akan diikuti gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah-olah menetek. 10. Snout

refleks

Pengetukan pada bibir atas maka bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot-otot sekitar bibir atau bawah hidung 11. Refleks

memegang

Penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien maka tangan pasien akan mengepal 12. Refleks

palmomental

Penggoresan dengan ujung pensil atau ujng gagang palu refleks terhadap kulit telapak tangan bagian tenar maka didikuti kontraksi otot mentalis dan orbikularis oris isilateral 13. Refleks

tonik

leher

Kepala pasien diputar kesamping maka lengan dan tungkai yang dihadapi menjadi hipertonik dan ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai dibalik wajah menjadi hipertonik dan fleksi. Biasanya dijumpai pada demensia, proses desak ruang intrakranial, paralisis pseudobulbaris, atau sindroma post stroke.

CHECKLIST PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS Skor No.

Diskripsi 1

REFLEKS PATOLOGIS KAKI Refleks Babinski / Extensor plantar response Melakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari tumit melengkung sampai pangkal ibu jari, 1 Menentukan reflek Babinski positif bila timbul dorsum flexi ibujari kaki., diikuti pengembangan dan ekstensi jari-jari kaki (fanning) Refleks Chaddock

2

Melakukan penggoresan terhadap melingkari maleolus sampai kulit dorsum pedis bagian lateral atau eksterna, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

Refleks Oppenheim Melakukan pengurutan dari proksimal kedistal secara keras dengan jari telunjuk dan ibujari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia atau dengan menggunakan sendi interfalangeal 3 jari telunjuk dan jari tengah dengan tangan mengepal, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski. Refleks Gordon 4 Melakukan pemencetan otot betis secara keras, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski. Refleks Schaeffer

5

Melakukan pemencetan tendon Achilles secara keras, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

Refleks Gonda

2

3

Melakukan penjepitan jari kaki keempat pasien, di plantar fleksikan maksimal , dilepas, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

6.

REFLEKS PATOLOGIS TANGAN Refleks Trömner Pemeriksa men-dorso-fleksikan jari tengah pasien, kemudian melakukan pencolekan pada 7 ujung jari tengah , hasil positipnya akan diikuti fleksi jari telunjuk dan ibujari serta jari-jari lainnya setiap kali dicolek-colek Refleks Hoffman Jari tengah pasien dijepit dan digoreskan pada kuku dengan ujung kuku ibujari pemeriksa 8 akan diikuti fleksi sejenak ibujari, jari telunjuk serta jari-jari lainnya setiap kali kuku jari tengah digores REFLEKS PATOLOGIK REGRESI Refleks menetek 9 Sentuhan pada bibir akan diikuti gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah-olah menetek. Snout refleks

10

Pengetukan pada bibir atas maka bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot-otot sekitar bibir atau bawah hidung

Refleks memegang 1 Penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien maka tangan 1 pasien akan mengepal Refleks palmomental

Penggoresan dengan ujung pensil atau ujng gagang palu refleks terhadap kulit 1 telapak tangan bagian tenar maka didikuti kontraksi otot mentalis dan orbikularis oris 2 isilateral

PEMERIKSAAN KOORDINASI MOTORIK ( Tes Cerebellum )

Gangguan Cerebellum sebagai berikut : - Dismetria (tidak mampu melakukan gerakan tepat jarak, tepat tujuan dan halus). - Disdiadokokenesia (tidak mampu melakukan gerakan yang berlawanan berurutan). - Rebound fenomena (tidak mampu menghentikan gerakan tepat pada waktunya) - Sikap, Hipotonia - Nistagmus (lihat Modul N.III) - Romberg Tes (lihat Modul N.VIII) - Jalan Tandem (lihat Modul N.VIII)

PROSEDUR Tes Telunjuk-hidung : 2. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh jari pemeriksa kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari pemeriksa dirubah-rubah kedudukannya. 3. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh jari telunjuk sisi lainnya kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari pasien disuruh merubah-rubah kedudukannya, diperiksa saat mata terbuka dan tertutup. 4. Mempersilahkan kedua lengan pasien direntangkan lurus, secara bergantian telunjuk pasien disuruh menyentuh hidung, dengan mata terbuka dan mata tertutup. Tes Telunjuk-telunjuk : 5. Mempersilahkan kedua jari telunjuk pasien saling disentuhkan kemudian dijauhkan, kemudian disuruh menyentuh lagi berulang-ulanng, posisi tangan dirubah, baik mata terbuka dan mata tertutup. Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki : 6. Mempersilahkan tumit pasien diangkat letakkan diatas lutut, geser tumit diatas tibia sampai ibu jari kaki dan diulang-ulang. 7. Menentukan adanya Dysmetria tangan yaitu bila tes telunjuk- hidung , telunjuk-telunjuk dan Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki diatas tidak bisa / tidak tepat. Tes Pronasi-Supinasi : 8. Mempersilahkan dengan kedua tangan pasien melakukan gerakan pronasi-supinasi secara cepat, berulang-ulang.

Tes Plantar fleksi-Dorsum Fleksi : 9. Mempersilahkan pasien melakukan gerakan Plantar fleksi-Dorsum Fleksi secara cepat, berulang-ulang. 10. Menentukan adanya Dysdiadokokinesia yaitu bila gerakan pronasi-supinasi dan gerakan Plantar fleksi-Dorsum Fleksi lebih lambat atau tidak trampil.

CHECKLIST PEMERIKSA Skor No.

Diskripsi 1

Tes Telunjuk-hidung Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh jari pemeriksa 1 kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari pemeriksa dirubahrubah kedudukannya. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh jari telunjuk sisi lainnya kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari pasien 2 disuruh merubah-rubah kedudukannya, diperiksa saat mata terbuka dan tertutup Mempersilahkan kedua lengan pasien direntangkan lurus, secara bergantian 3 telunjuk pasien disuruh menyentuh hidung, dengan mata terbuka dan mata tertutup. Tes Telunjuk-telunjuk : Mempersilahkan kedua jari telunjuk pasien saling disentuhkan kemudian di4 jauhkan, kemudian disuruh menyentuh lagi berulang-ulanng, posisi tangan dirubah, baik mata terbuka dan mata tertutup. Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki :

2

3

5

Mempersilahkan tumit pasien diangkat letakkan diatas lutut, geser tumit diatas tibia sampai ibu jari kaki dan diulang-ulang.

6

Menentukan adanya Dysmetria tangan yaitu bila tes telunjuk- hidung , telunjuk-telunjuk dan Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki diatas tidak bisa / tidak tepat.

Tes Pronasi-Supinasi :

7

Mempersilahkan dengan kedua tangan pasien melakukan gerakan pronasisupinasi secara cepat, berulang-ulang.

Tes Plantar fleksi-Dorsum Fleksi :

8

Mempersilahkan pasien melakukan gerakan Plantar fleksi- Dorsum Fleksi secara cepat, berulang-ulang.

9

Menentukan adanya Dysdiadokokinesia yaitu bila gerakan pronasi-supinasi dan gerakan Plantar fleksi-Dorsum Fleksi lebih lambat atau tidak trampil.

AN FUNGSI KOORDINASI

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR / MENTAL (higher cortical function) Pemeriksaan fungsi luhur berkaitan dengan fungsi kortek di otak besar, pemeriksaan ini terdiri atas : tingkat kesadaran, atensi / pemusatan perhatian, orientasi, berbahasa, memori, pengetahuan umum, berhitung, abstraksi, gnosis, praksis, respon emosional Pada pemeriksaan ini hanya dikhususkan pada berbahasa (afasia) , Memori dan MMSE (mini mental state examination). The Mini Mental State Examination (MMSE)

Skor

Orientasi dan Registrasi ( ) Sekarang ini (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan) apa

5

( ) Kita ada dimana (negara) (propinsi) (kota) (rumah sakit) (kamar)

5

( ) Sebut 3 objek : Tiap objek 1 detik. Penderita disuruh mengulangi nama objek tadi. Nilai 1 untuk tiap objek yang benar. Ulangi lagi sampai penderita menyebutkan dengan benar. Catat jumlah pengulangan.

3

Perhatian dan Kalkulasi ( ) Pengurangan 100 dengan 7. Nilai 1 untuk jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban atau eja secara terbalik kata “WAHYU” Nilai diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan, misalnya : UYAHW = nilai 2

5

Mengenal Kembali / Mengingat ( ) Penderita disuruh mengulang 3 objek di atas tadi.

3

Bahasa ( ) Tunjukkan suatu objek/benda dan penderita diminta untuk menyebut nama objek/benda tadi; Pensil,.....jam,..... ( ) Penderita diminta mengulang kata : “NAMUN, TANPA dan BILA’ ( ) Penderita diminta mengikuti perintah : “Ambil kertas itu dengan tangan kanan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai.” Visuospasial/Persepsi

2 1 3

The Mini Mental State Examination (MMSE)

Skor

( ) Penderita diminta membaca dan melakukan perintah tertulis pada kertas : “PEJAMKAN MATA ANDA”

1

( ) Penderita diminta untuk menulis sebuah kalimat (harus mempunyai subyek dan kata kerja yang mempunyai arti)............................

1

( ) Dapatkan penderita mencontoh gambar di bawah ini (beri nilai 1 jika semua sisi dan sudut baik, dan perpotongan sisi berbentuk segi empat di bawah ini).

1

Jumlah nilai 24 – 30 17-23 <16

: : mild cognitive impairment : severe cognitive impairment

normal

PEMERIKSAAN AFASIA Afasia adalah salah satu gangguan berbahasa dimana terjadi gangguan komunikasi dengan sekelilingnya. Syarat pemeriksaan afasia adalah tidak ada penurunan derajat kesadaran. Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan 6 langkah yaitu : a. bicara spontan (fluently) b. komprehensi (comprehensive) c. mengulang (repetition) d. menamai (naming) e. membaca (reading) f.

menulis (writing)

Dalam pemeriksaan afasia ini semua komponen di atas diperiksa tersendiri, pembagian afasia berdasarkan gangguan komponen yang terjadi. Jenis Afasia yang utama : Afasia Motorik (Broca), Afasia Sensoris, Afasia Global, Afasia Konduktif, Afasia Transkortikal Motor, Afasia Transkortikal Sensoris Kelancaran Berbahasa ( fluently ) 1. Memeriksa kelancaran berbahasa , pasien ditanya nama, alamat, berada dimana, kenapa sakit, keluhannya dsb, melihat apakah pasien menjawab dengan lancar, tidak terbata-bata, spontan, bila lancar maka bicara pasien fluent/lancar. Pemahaman Berbahasa ( comprehensive ) 2. Memeriksa pemahaman berbahasa , saat anamnesa dilihat pemahaman pasien dalam menjawab pertanyaan (verbal), dan isi / kualitas bahasanya, bila tidak paham coba memerintah dengan perintah melakukan gerakan motorik, baik verbal atau non verbal , contoh angkat tangan ke atas pemeriksa dengan harapan pasien bisa mengikuti, bila tidak bisa coba angkat tangan pasien oleh pemeriksa dan tahan sebentar, bila bisa maka pemahaman baik. Pengulangan bahasa ( Repetition ) 3. Mempersilahkan pasien mengulang apa yang diucapkan pemeriksa, mulai satu kata, beberapa kata atau kalimat, contoh : mengulang kata-kata, nama buah, nama benda, kota , angka Pemberian nama benda ( Naming ) 4. Menyiapkan benda-benda sederhana di sekitar pemeriksa/ pasien, tanya nama benda tersebut, bila bisa maka komponen penamaan baik.

Membaca dan Menulis 5. Mempersilahkan pasien membaca dan menulis apakah ada gangguan atau tidak. Menentukan jenis 6. Menentukan jenis Afasia : Afasia Motorik (Broca), Afasia Sensoris,

Afasia

Afasia Global, Afasia Konduktif, Afasia Transkortikal Motor, Afasia Transkortikal Sensoris ( Lihat Tabel dan Algoritme pemeriksaan Afasia )

Jenis Afasia

Fluently

Comprehensive

Repetition

Naming

Reading

Writing

Lesi

Motorik/ Tak Broca/ Baik Lancar Ekspresif

Terganggu

Terganggu

Bervariasi

Frontal InTerganggu ferior Posterior

Wernick Lancar Tere/ Isi ganggu Reseptif jelek

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Temporal Terganggu Superior posterior

Tak TerLancar ganggu

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Bervariasi

Fasikulus arkuatus Terganggu girus supramarginal

Global

Konduksi

Lancar Baik

Terganggu

Terganggu

Fronto temporal

Nominal Lancar Baik

Baik

Terganggu

Bervariasi

Girus angular Terganggu Temporal superior posterior

Transkor Tak t ikal Baik Lancar motorik

Baik

Terganggu

Bervariasi

Per i- sil Terganggu vian anterior

Transkor t ikal Lancar Terganggu sensorik

Baik

Terganggu

Terganggu

Per i- sil Terganggu vian posterior

PEMERIKSAAN MINI MENTAL STATE (MMSE)

No

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN FUNGSI KORTIKAL LUHUR I. ORIENTASI

1.

Klien dipersilakan duduk Klien diminta menyebutkan tanggal, hari, bulan, tahun, musim ruangan, rumah sakit/kampus, kota, propinsi, negara.

2

Mencatat kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh klien

3

Adanya kesalahan-kesalahan menunjukkan gangguan orientasi. II. REGISTRASI

1

Meminta klien mengingat 3 kata bola, melati, kursi. III. ATENSI/KALKULASI

1

Meminta klien mengurangi angka sebanyak lima seri : 100-7 ; Atau menyebutkan urutan huruf dari belakang kata WAHYU. IV. REKOL (MEMORI)

1.

Meminta klien mengingat kembali ketiga kata tadi. V. BAHASA

1.

Klien diminta menyebutkan jam tangan (arloji), pensil.

2.

Kemudian meminta mengulang kata: namun, tanpa dan bila.

3.

Menilai pengertian verbal : Meminta klien mengambil kertas ini dengan tangan kanan. Lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai tutup mata

4.

Klien diminta menulis huruf atau angka yang didiktekan oleh pemeriksa

KASUS 1

2

3

5.

Bila berhasil dilanjutkan dengan menulis kata atau kalimat Gangguan menulis disebut agrafia VI. KONSTRUKSI Klien dminta meniru gambar ini

PEMERIKSAAN AFASIA Skor No.

Diskripsi 1

Kelancaran Berbahasa ( fluently ) Memeriksa kelancaran berbahasa , pasien ditanya nama, alamat, Tberada dimana, 1 kenapa sakit, keluhannya dsb, melihat apakah pasien menjawab dengan lancar, tidak terbata-bata, spontan, bila lancar maka bicara pasien fluent/lancar. Pemahaman Berbahasa ( comprehensive ) Memeriksa pemahaman berbahasa , saat anamnesa dilihat pemahaman pasien dalam menjawab pertanyaan (verbal), dan isi / kualitas bahasanya, bila tidak paham coba memerintah dengan perintah melakukan gerakan motorik, baik verbal atau 2 non verbal , contoh angkat tangan ke atas pemeriksa dengan harapan pasien bisa mengikuti, bila tidak bisa coba angkat tangan pasien oleh pemeriksa dan tahan sebentar, bila bisa maka pemahaman baik. Pengulangan bahasa ( Repetition ) Mempersilahkan pasien mengulang apa yang diucapkan pemeriksa, mulai satu 3 kata, beberapa kata atau kalimat, contoh : mengulang kata-kata, nama buah, nama benda, kota , angka Pemberian nama benda ( Naming )

2

3

4

Menyiapkan benda-benda sederhana di sekitar pemeriksa/ pasien, tanya nama benda tersebut, bila bisa maka komponen penamaan baik.

Membaca dan Menulis

5.

Mempersilahkan pasien membaca dan menulis (spontan dan di dekte) apakah ada gangguan atau tidak.

Menentukan jenis Afasia Menentukan jenis Afasia : Afasia Motorik (Broca), Afasia Sensoris, Afasia 5 Global, Afasia Konduktif, Afasia Transkortikal Motor, Afasia Transkortikal Sensoris ( mengisi Tabel dibawah )

Menentukan jenis Afasia

Menentukan jenis Afasia : Afasia Motorik (Broca), Afasia Sensoris, Afasia 6 Global, Afasia Konduktif, Afasia Transkortikal Motor, Afasia Transkortikal Sensoris ( mengisi Algoritme pemeriksaan Afasia dibawah ini)

PSIKIATRI PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

( Diadaptasi dari Kaplan & Sadock dan Buku Ajar Psikiatri FKUI) Pemeriksaan status mental merupakan gambaran keseluruhan tentang pasien yang diperoleh dari hasil pengamatan terapis dan kesan yang terlihat dari apa yang ditampilkan oleh pasien pada saat proses wawancara berlangsung. Status mental pasien dari waktu ke waktu dapat berubahubah. Secara garis besar gambaran status mental adalah: 1. Deskripsi Umum Penampilan: Gambaran tampilan dan kesan keseluruhan terhadap pasien yang tercermin dari postur, sikap, cara berpakaian dan berdandan. Terminologi yang sering digunakan untuk menggambarkan penampilan pasien adalah tampak sehat, tampak sakit, tampak tenang, perawatan diri baik, tampak lebih tua, tampak kekanak-kanakan dan lain-lain. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Pengamatan ditujukan terhadap aspek kualitas dan kuantitas aktivitas psikomotor. Apakah terdapat kegelisahan, perlambatan psikomotor, pergerakan tubuh secara umum dan aktivitas tanpa tujuan. Terminologi yang sering digunakan untuk menggambarkan psikomotor adalah tenang, gelisah, perlambatan psikomotor, peningkatan psikomotor dan lain-lain. Sikap terhadap pemeriksa: Dapat digambarkan sebagai sikap kooperatif, bersahabat, hostil, defensif dan merendahkan. Perhatikan pula kemampuan membentuk rapport selama wawancara. 2. Mood, afek dan keserasian afek a. Mood: Didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya. Pemeriksa dapat menanyakan ’bagaimana suasana perasaan saudara akhir- akhir ini?’ Mood dapat digambarkan dengan mood yang depresi, hipotim, iritabel, irritable, hipertim, euforia dan lain-lain. b. Afek: Penilaian terhadap afek dapat berupa afek normal (luas), terbatas, tumpul atau mendatar. Gambaran afek normal(luas) dapat terlihat dari variasi ekspresi wajah, intonasi suara, serta penggunaan tangan dan pergerakan tubuh. Ketika afek menjadi terbatas, maka luas dan intensitas dan ekspresi pasien berkurang. Afek tumpul terlihat melalui intensitas ekspresi emosi berkurang lebih jauh. Afek datar ditandai dengan tidak adanya ekspresi afektif , intonasi bicara monoton dan ekspresi wajah datar. c. Keserasian afek: Pemeriksa mempertimbangkan keserasian respons pasien terhadap topik yang sedang didiskusikan dalam wawancara. Pasien mengekspresikan kemarahan atau ketakutan ketika menceritakan waham kejar maka hal ini menggambarkan afek yang serasi.

3.

Pembicaraan: Deskripsikan pembicaran pasien apakah ia berbicara spontan atau tidak, gambarkan kuantitas, kecepatan produksi dan kualitas bicara. Amati cara pasien berbicara seperti banyak bicara, mengomel, fasih, bicara cepat atau lambat, adakah penekanan, stuttering atau irama bicara yang tidak lazim (disprosodi).

4.

Persepsi: Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi dapat dihayati pasien terhadap diri dan lingkungannya. Gangguan persepsi melibatkan sistem sensorik seperti auditorik, visual, olfaktorik,taktil, somatik dan liliput. Dapat pula pasien mengalami halusinasi hipnagogik yang muncul pada saat bangun tidur atau halusinasi hipnopompik yang muncul pada saat bangun tidur.

a. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk menanyakan adanya halusinasi: Apakah anda pernah mendengar suara atau bunyi yang tidak dapat didengar orang lain atau ketika tidak ada orang lain disekitar anda? (halusinasi auditorik), Apakah anda mengalami sensasi yang aneh di tubuh anda? (halusinasi taktil), apakah anda pernah melihat sesuatu yang pada saat itu orang lain tidak bisa melihatnya? (halusinasi visual). Apakah anda membaui sesuatu yang tidak dibaui oleh orang lain? (halusinasi olfaktorius). Apakah anda merasa diri anda menjadi berubah tidak seperti biasanya? ( depersonalisasi) Apakah anda merasa lingkungan sekitar anda menjadi berubah tidak seperti biasanya? (derealisasi) b. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk menanyakan adanya ilusi: i. Menurut anda, apakah warna lampu itu? (apabila lampu berwarna putih polos dan pasien menggambarkan lampu itu berwarna warni seperti lampu disko, maka pasien mengalami ilusi). 5.

Pikiran a.

Proses pikir: Diobservasi apakah pasien mempunyai kemampuan untuk menjawab pertanyaan, berpikir yang bertujuan, apakah respon yang disampaikan relevan atau tidak? (koheren), apakah pasien menunjukkan pelonggaran asosiasi pada saat berbicara? ( asosiasi longgar), apakah pasien tidak menjawab sesuai pertanyaan selama wawancara? (inkoheren), apakah pasien berbicara sering lompat gagasan? (flight of idea)

b.

Isi pikir: Apakah kamu memiliki pikiran yang menurut orang lain aneh tapi menurut kamu biasa aja? (waham), Apakah kamu memiliki ide mendesak yang berulang (obsesi). Apakah saudara mempunyai ketakutan tertentu yang bersifat irrasional? (fobia)

6.

Kesadaran: Tingkat kesadaran adalah berkabut, somnolen, supor, koma, letargi, alert dan fugue state.

7.

Orientasi: Penilaian orientasi terhadap waktu, tempat dan orang .

a.

Penilaian orientasi waktu: Apakah pasien dapat dapat menyebutkan dengan tepat tanggal, waktu, dan hari. Jika pasien dirawat, tanyakan apakah pasien tahu berapa lama dirinya menjalani perawatan rumah sakit?

b.

Penilaian orientasi tempat: Apakah pasien dapat menyebutkan nama tempat pasien diperiksa dan perlu dinilai pula bagaimana mereka berperilaku dan apakah mengetahui di mana mereka berada?

c.

Penilaian orientasi waktu: Apakah pasien dapat mengenali, menyebutkan nama, dan memahami peran dan relasinya dengan orang-orang tersebut? Apakah pasien tahu siapa pemeriksa?

8.

Daya Ingat: Penilaian fungsi daya ingat dibagi menjadi daya ingat jangka segera, jangka pendek, jangka sedang, dan jangka panjang. a. Daya ingat jangka pendek: Menanyakan apa yang dimakan pasien saat sarapan dan makan malam kemarin?

b.

Daya ingat segera: Menilai recall memori dengan meminta pasien untuk menghitung urutan 6 angka berturut-turut ke depan dan sebaliknya.

c.

Daya ingat jangka panjang: Bagaimana masa kanak-kanak saudara?

d.

Daya ingat jangka pendek: Minta penting dalam beberapa bulan terakhir?

9.

Konsentrasi dan perhatian:

pasien

menceritakan

beberapa

kejadian

a.

Konsentrasi menghitung 100 dikurangi 7 secara serial sebanyak 7 kali. (pada saat test kandidat boleh menanyakan minimal 3 kali ).

b.

Perhatian: Meminta pasien untuk menyebutkan nama benda yang dimulai dengan huruf tertentu. Meminta pasien mengeja dari belakang huruf yang terdapat pada kata DUNIA.

10. Kemampuan membaca dan menulis: Pasien diminta untuk menuliskan kalimat sederhana dan lengkap. 11. Kemampuan visuospasial: Pasien diminta meniru gambar jam dan pentagonal yang berhimpitan pada satu sudut. 12. Pikiran abstrak: Kemampuan pasien untuk memahami konsep. a.

Apakah pasien dapat menyebutkan persamaan apel dan jeruk, meja dan kursi, lukisan dan puisi?

b.

Apakah pasien dapat mengartikan beberapa peribahasa ( misal: Apakah saudara tahu arti peribahasa lebih besar pasak daripada tiang?)

13. Kemampuan Informasi dan Intelegensi: Intelegensi pasien berhubungan dengan kosakata dan pengetahuan umum yang dimilikinya seperti nama presiden saat ini dan informasiinformasi terkini. Pendidikan dan status ekonomi pasien juga perlu dicatat untuk penilaian ini. Kemampuan untuk memahami konsep yang canggih juga mencerminkan kemampuan intelegensi. 14. Pengendalian impuls: Dilakukan observasi perilaku selama wawancara. a. Apakah pasien dapat mengontrol impuls seksual, agresif dan impuls lainnya? b. Apakah pasien berpotensi membahayakan diri dan orang lain? 15.Daya nilai sosial: Apakah pasien memahami akibat dari perbuatan yang dilakukannya dan apakah pemahamannya ini mempengaruhi dirinya? a. Apakah yang akan dilakukan apabila menemukan dompet dijalan? b. Apakah yang akan dilkaukan apabila menemukan orang jatuh di jalan? 16. Tilikan: Menilai pemahaman pasien terhadap penyakit yang dideritanya. Menurut saudara apakah kondisi saudara saat ini perlu diatasi dan butuh terapi? Derajat tilikan terdiri atas: 1. Penyangkalan penuh terhadap penyakit. 2. Mempunyai sedikit pemahaman terhadap penyakit tetapi juga sekaligus menyangkalnya pada waktu yang bersamaan. 3. Sadar akan penyakitnya tetapi menyalahkan orang lain, faktor luar atau faktor organik. 4. Pemahaman bahwa dirinya sakit, tetapi tidak mengetahui penyebabnya. 5. Tilikan intelektual: Mengakui bahwa dirinya sakit dan tahu bahwa penyebabnya adalah perasaan irasional atau gangguan - gangguan yang dialami, tetapi tidak menggunakan pengetahuan tersebut untuk pengalaman di masa datang. 6. Tilikan emosional: Pemahaman emosional terhadap motif dan perasaan- perasaan pada diri pasien dan orang-orang penting dalam kehidupan pasien yang dapat membawa perubahan mendasar pada perilaku pasien 17. Penilaian realita: Apakah pasien bisa membedakan mana yang nyata dan tidak nyata? (misal: apabila pasien memiliki waham atau halusinasi, maka bisa disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan dalam menilai realita) 18. Menilai kepribadian: Ceritakan tentang diri saudara seperti apa? Bagaimana penilaian orang lain tentang saudara?

Pencatatan : Urutan/Skema Status Praesens Psikiatri Status psikiatri pasien didapatkan dari: •

Auto anamnesa



Hetero anamnesa.



Pemeriksaan : Fisik, Psikiatrik, Penunjang, Internistik, Neurologi.

I. IDENTIFIKASI PASIEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Nama Umur / Tgl. Lahir. Kelamin Alamat Suku bangsa Agama Status Pendidikan

II. KELUHAN UTAMA Apa yang menyebabkan pasien berobat ( auto dan / atau hetero anamnesa ).

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG - Pengembangan dari pertanyaan keluhan utama. - Didapat dari Auto dan / atau hetero anamnesa. - Pengembangan pertanyaan disesuaikan dengan data status psikiatrik. - Stesor / masalah psiko social. - Faktor keturunan.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU ( Penyakit fisik & psikiatrik ). - Pengembangan pertanyaan sama dengan penyakit sekarang ( untuk mendapatkan prediksi diagnosis ) - Riwayat pengobatan.

- Bila

pernah MRS, tanyakan : o Lama dirawat / lama perawatan. o Mendapat obat berapa macam,warnanya, diminum berapa kali o Cara pulang ( Dipulangkan, Pulang Paksa, Melarikan diri ).

V. RIWAYAT PRIBADI. A. Prenasal dan perinasal. B. Masaperkembangan C. Masa Dewasa D. Sejak lahir sampai remaja. • Riwayat pekerjaan • Riwayat sosal. • Riwayat perkawinan dan berkeluarga. • Riwayat pendidikan. • Aktivitas sosial. • Situasi kehidupan sekarang. • Riwayat psiko seksual. • riwayat hukum

VI. RESUME : semua data pendukung diagnosa (data positif dan negatif)

VII. DIAGNOSA / DIFFERENSIAL DIAGNOSIS axis I : gangguan klinis, kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klnis, diagnosa sementara, diagnosa tidak ada, diagnosa ditangguhkan axis II : gangguan kepribadian, retardasi mental axis III : kondisi medik umum axis IV : masalah psikososial dan lingkungan axis V : Penilaian fungsi secara global

VIII. TERAPI HOLISTIK • Fisik : farmako, non-farmakologi, bedah • Psikis : psikoterapi, suportif, genetik dinamik • Sosial : family therapy • Spiritual

IX. Follow up • Evaluasi perkembangan pasien • Evaluasi diagnosis • Evaluasi Terapi

X. Prognosa • Mempertimbangan beberapa aspek • Umur • Jenis gangguan/penyakit • stressor • faktor pendukung/dukungan sosial • faktor keturunan

Cara Memimpin Wawancara 1.

Diniatkan untuk kesembuhan pasien dengan memohon kepada Tuhan YME agar pasien diberikan kesembuhan ; dokter harus siap menolong.

2.

Pasien

ditanya

terlebih

dahulu

,

baru

keluarga

/

pengantarnya.

Untuk bertanya kepada keluarga / pengantar harus seijin pasien, bila perlu pasien dan keluarganya diwawancarai secara terpisah, hindari dari kecurigaan pasien. 3.

Terapist tetap relex, jangan kaku, dengan bijaksana harus memperhatikan kondisi pasien.

4.

Jangan terlalu mengharapkan hasil yang banyak pada pertemuan pertama.

5.

Sebaiknya jangan ( lihat yang perlu di perhatikan dalam wawancara no. 9)

6.

Usahakan pertanyaan sistimatis, kronologis dan selalu kritis / cermat.

7.

Galilah

/

tanyakan

semua

gejala

/

psiko

patologi

yang

terkait

dengan



insiqht

oriented

pengisian status ( presens / psikiatrik ). 8.

Usahakan

kombinasi



symptome

oriented

interview

dan

interview “. 9.

Bilamana tidak dapat contak verbal, usahakan non verbal.

10. Perhatikan semua, baik yang tersurat maupun yang tersirat ( bahasa isyarat / bahasa badan ), usahakan klatifikasi dan jangan tergesa gesa mengambil kesimpulan. 11. Sekaligus lakukan observasi tentang :

a.

Reaksi dan sikap pasien/ kesan umum : - biasa, aneh, kaku, marah, malu, cara berjalan, cara duduk, tata pakeian dsb.

b.

Ekspresi wajah : - Dangkal, curiga, jengkel, kosong dsb.

c.

Mata

:

-

Pandangan

matanya,

menghindar

menatap,

terbuka

/tertutup, kedipan mata dsb. d.

Cara bicara : - Spontan, cepat, lambat, melantur dsb.

e.

Reaksi otot : - kaku / tegang, lemas, melawan, santai dsb.

f.

Reaksi emosional yang ditunjukkan dengan kondisi fisiologik : - Keluar air mata ( sedih ). - Muka merah, nafas cepat ( marah ). - Berkeringat dingin ( cemas ).

12. Merangkum dan merefleksikan isi wawancara yang didapat serta kondisi perasaan pasien dalam / untuk mengkhiri wawancara. 13. Jangan

lupa

mengucapkan

terima

kasih

atas

kesediaannya

.

Sampaikan kemungkinan masih diperlukan pertemuan lagi untuk membahas hal – hal yang lain ( informasikan ). Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara 1.

Menekankan aspek “ MEDICO – ETHICO – LEGAL “

2.

Sesuaikan

dengan

situasi

tempat

pemeriksaan

/

kerja.

(Poli,

Ruanganb,

IRD,OK) 3.

Wawancara harus dua arah, tatap muka, terbuka, obyektif dan jujur.

4.

Tunjukkan

rasa

impati

dan

kesiapan

menolong

serta

menyimpan

pentingnya kerasiaan. 5.

Pertanyaan harus mudah dipahami penderita usahakan pertanyaan terbuka,untuk menegaskan boleh pertanyaan tertutup, bila pertanyaan spesifik perlu hati - hati.

6.

Menjadi pendengar yang baik, sabar, tidak sering menyela, tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan.

7.

Memberi perhatian, dukungan dan respon yang positif.

8.

Selalu bina hubungan pasien – dokter yang baik.

9.

Sebaiknya jangan : a. Mengatakan keprihatinan yang berlabihan. b. Mengkritik Px. c. Membangkitkan harapan yang berlebihan.

d. Menakuti pasien. e. Berdebat dengan Px. f.

Menyalahkan Px. Tentang kegagallan.

g. Terlalu menunjukkan keluan. h. Memulai secara moralitis i.

Membebankan kepada Px. Tentang kesulitan dokter sendiri.

j.

Memberi contoh diri sendiri.

k. Menentramkan secara berlebihan. Mengatakan “ pasti / tentu”.

l.

m. Menyalahkan Px. (membuat malu Px.).

BEBERAPA CATATAN UNTUK PASIEN SULIT DILAKUKAN WAWANCARA / PEMERIKASAAN

Prinsip semua pasien harus dapat dilakukan pemeriksaan medik / psikiatrik. hasil pemeriksaan tersebut menjadi dasar untuk diagnosa dan terapi. I.

PASIEN

-

Dokter

-

GADUH harus

tenang,

Dibantu Tetap Dokter

-

duduk

jaga

didekat

Tenangkan

gelisah. keamanan.

kemungkinan

bila

pasien

boleh /

jarak

pintu,

:

tidak

perawat

waspada,

GELISAH

terjadi

dan

pasien

sesuatu

pengantar

bisa /

memukul.

keluar

cepat.

keluarganya.

- Kalau perlu difiksasi : - Dengan mengikat kedua tangan dan kakinya ketempat tidur. -

Ada

-

pendapat

lain,

Fiksasi Bila

pasiennya

dapat

diberikan

harus meludah

obat

penenang

(penulis

pasien

/

seijin –

ludah,tutup

mulutnya

kurang

dengan

setuju). keluarga. handuk.

- Selanjutnya dilakukan wawancara dan pemeriksaan yang diperlukan. II. PASIEN DIAM SAJA, TIDAK ADA KONTAK •

Tetap dilaksanakan untuk wawancara.



Tanyakan pertanyaan “ ringan “, yang mungkin tidak ada hubungannya dengan klinis / penyakit.



Bila tidak dapat cara verbal dicoba dengan non verbal.



Bila masih tidak ada reaksi, harus ingat kemungkinan pasien : ★ Mutisme. ★ Katatonia.

★ Depresi berat. ★ Organic Brain disorders.

III. PASIEN BICARA NGLANTUR. -

Makin

-

nglantur,

Laksanakan

-

Dokter

-

wawancara

harus

Sedikit

makin

tetap

mencatat,

Jangan

jelas

gangguannya.

dan tenang,

lebih terlalu

pemeriksaan. penuh

banyak sering

perhatian. mengingat. interupsi.

- Pasien demikian sulit mendapatkan informasi Kronologis dan sistimatis riwayat penyakitnya, perlu hetero anamnesa.

2.2. Pemeriksaan Status Psikiatrik 1. Persiapan - Dokter - Peralatan - Pasien dan lingkungan - Alat tulis

4. Prosedur Teknis - Mempersilakan pasien dan pengantar duduk. - Memberikan salam. - Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan wawancara. - Menjaga ketenangan pasien. - Pasien ditanya / disapa lebih dulu sebelum pengantarnya. - Meyakinkan bahwa kerahasiaan dijaga. - Membina hubungan / raport yang baik dengan pasien - Tempat duduk diatur dengan memperhatikan suasana terapetik. - Wawancara tatap muka / saling berhadapan. Pemeriksaan Psikiatrik 1.

Pemeriksaan / pengamatan kesan umum.

2.

Memeriksa kontak (verbal dan non verbal)

3.

Memeriksakesadaran.

4.

Memeriksacarabicara.

5.

Memeriksa proses berpikir.

6.

Memeriksa persepsi / pencerapan.

7.

Memeriksa daya ingat / ingatan.

8.

Memeriksaorientasi.

9.

Memeriksa afek dan emosi.

10. Memeriksa psikomotor. 11. Memeriksa intelegensi 12. Memeriksa kepribadian.

5. Pencatatan Mencatat

hasil

wawancara

dan

pengamatan.

Sedikit mencatat banyak mendengarkan dan memperhatikan

B. Prosedur Detail/Materi Pemeriksaan Psikiatrik

TANDA (Sign) : Temuan obyektif yang ditemui/diobservasi/diamati pemeriksa:

· Afek datar ·

Psikomotor

turun

GEJALA (Symptom) : Pengalaman subyektif yang digambarkan oleh pasien :

· Tenaga berkurang · GANGGUAN

Perasaan

FUNGSI

MENTAL

YANG

cemas

PERLU

DIPERIKSA

ADALAH

:

I. GANGGUAN KESADARAN 1. Penurunan kesadaran : o

Apati

o

Somnolensi

o

Sopor

o Subkoma dan koma 2.

Kesadaran yang meninggi

3.

Tidur :

o

Insomnia

o

Berjalan

waktu

tidur

o Mimpi buruk (“ketindihan”, “nightmare”, atu poavor nocturnes) o Narkolepsi o Kelumpuhan tidur (“sleep paralysis”) 4.

Hipnosa

5.

Disosiasi : o o

Trans Senjakala

histerik

(“trance”) (“hysterical

o

twilight

state”) Fugue

o

Serangan

histerik

o Sindroma Ganser, menulis otomatis atau otomatisme lain 6.

Kesadaran yang berubah

7.

Gangguan perhatian

II. GANGGUAN INGATAN 1.

Gangguan ingatan umum : tentang yang baru saja terjadi atau tentang yang sudah lama berselang terjadi

2.

Amnesia : retrograd atau anterograd

3.

Paramnesia : o Déjà vu, jamais vu, fausse reconnaissance o Konfabulasi

4. Hipermnesia

III.

GANGGUAN

ORIENTASI

1. Disorientasi waktu, tempat, dan orang

IV. GANGGUAN AFEK DAN EMOSI 1.

Depresi

2.

Kecemasan dan ketakutan o Kecemasan yang mengambang o o Panik

3.

Efori

4.

Anhedonia

Agitasi

5.

Kesepian

6.

Kedangkalan

7.

Afek atau emosi tak wajar

8.

Afek atau emosi labil

9.

Variasi afek atau emosi sepanjang hari

10. Ambivalensi 11. Apati 12. Amrah, kemurkaan, dan permusuhan

V. GANGGUAN PSIKOMOTOR 1. Kelambatan : o

Hipokinesa,

hipoaktivitas

o Substupor atau stupor katatonik o Katalepsi, flexibilitas cerea

2. Peningkatan : ๏ Hiperkinesa, hiperaktivitas ๏ Gaduh gelisah katatonik ๏ Tik (“tic”) ๏ Bersikap aneh ๏ Grimas, stereotipi, pelagakan (“Mannerism”) ๏ Ekhopraxia, echolalia ๏ Otomatisme, otomatisme perintah ๏ Negativisme ๏ Kataplexia ๏ Gangguan somatomotorik pada reaksi konversi : kelumpuhan, tremor, tik, kejang-kejang, astasia-abasia ๏ Verbigerasi ๏ Kompulsi ๏ Gagap

VI. GANGGUAN PROSES BERPIKIR 1. Gangguan bentuk pikiran : o Dereisme (pikiran dereistik)

o

Otisme

(pikiran

otistik)

o Bentuk pikiran non-realistik 2. Gangguan arus pikiran : o Perseverasi o

Asosiasi

longgar

o o

Inkoherensi Kecepatan

bicara

lambat

sekali

atau

sangat

cepat

o

Benturan

(“blocking”)

o

Logorea

o

Pikiran

o

melayang

Asosiasi

(“flight

bunyi

og

ideas”)

(“Clang

association”)

o

Neologisme

o

Irelevansi

o

Pikiran

o

berputar-putar

(“Circumstantiality”)

Main-main

dengan

kata

o Afasi 3.

Gangguan

isi

pikiran

:

o Kegembiraan luar biasa o

Fantasi

o

Fobi

o

Obsesi

o

Preokupasi

o Pikiran inadequate o Pikiran bunuh diri o Pikiran hubungan o Rasa terasing o

Pikiran

isolasi

sosial

o Pikiran merendahkan diri o Merasa dirugikan o

Merasa

dingin

dalam

bidang

sexual

o

o

Rasa

salah Pesimisme

o Sering curiga o Waham o Kekhawatiran yang tidak wajar tentang kesehatan fisiknya 4. Gangguan pertimbangan : o o o

Dalam Dalam

hubungan

hubungan Dalam

o Dalam rancangan untuk hari kemudiannya

sosial

keluarga diluar

keluarga pekerjaan

VII. GANGGUAN PERSEPSI 1.

Halusinasi

2.

Ilusi

3.

Depersonalisasi

4.

Derealisasi

5.

Gangguan somatosensorik pada reaksi konversi

6.

Gangguan psikofisiologik

7.

Agnosia

VIII. GANGGUAN INTELIGENSI 1.

Sangat superior

2.

Superior

3.

Normal

4.

Perbatasan (keadaan bodoh, bebal)

5.

Debilitas (keadaan tolol)

6.

Imbesilitas (keadaan dungu)

7.

Idiosi (keadaan pandir)

IX GANGGUAN KEPRIBADIAN 1.

Kepribadian paranoid

2.

Kepribadian afektif (siklotimik)

3.

Kepribadian skizoid

4.

Kepribadian explosif

5.

Kepribadiananankastik (obsesif-kompulsif)

6.

Kepribadian histerik

7.

Kepribadian astenik

8.

Kepribadian antisosial

9.

Kepribadian pasif-agresif

CHECKLIST WAWANCARA PSIKIATRI

Skor No.

Diskripsi 1 1 Menyapa pasien terlebih dahulu 2 Memberikan salam kepada pasien / keluarga 3 Mempersilahkan pasien dan keluarga duduk dahulu 4 Memperkenalkan diri 5 Menjelaskan tujuan wawancara 6 Meyakinkan kepada pasien / keluarga bahwa rahasianya dijaga 7 Menanyakan identitas pasien 8 Menanyakan keluhan utama 9 Menanyakan riwayat penyakit sekarang 10 Menanyakan riwayat penyakit dahulu 11 Menanyakan riwayat pribadi 12 Menanyakan riwayat keluarga 13 Menanyakan faktor keturunan

2

3

14 Menanyakan masalah stressor psikososial 15 Menginformasikan kemungkinan adanya pemeriksaan penunjang

16

Wawancara penutup (diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan)

JUMLAH NILAI

CHECKLIST PEMERIKSAAN GANGGUAN FUNGSI MENTAL Skor No.

Diskripsi 1

1

Memeriksa dan memperhatikan DESKRIPSI UMUM: Penampilan, perilaku dan aktivitas psikomotor, sikap terhadap pemeriksa

2 Memeriksa MOOD, AFEK dan KESERASIAN AFEK 3 Memeriksa PEMBICARAAN PASIEN 4 Memeriksa PERSEPSI / PENCERAPAN 5 Memeriksa PIKIRAN: Proses pikir, Isi pikir 6 Memeriksa KESADARAN 7 Memeriksa ORIENTASI 8 Memeriksa DAYA INGAT 9 Memeriksa KONSENTRASI 10 Memeriksa PERHATIAN 11 Memeriksa kemampuan MEMBACA DAN MENULIS 12 Memeriksa Kemampuan VISUOSPASIAL 13 Memeriksa Kemampuan PIKIRAN ABSTRAK 14 Memeriksa kemampuan INFORMASI dan INTELEGENSI 15 Memeriksa kemampuan PENGENDALIAN IMPULS

2

3

16 Memeriksa DAYA NILAI 17 Memeriksa TILIKAN 18 Memeriksa KEPRIBADIAN 19 Memeriksa kemampuan menilai realita JUMLAH NILAI

Related Documents


More Documents from "hanif fakhruddin"

Pneumoni Tambahan.docx
June 2020 10
Di Translate
October 2019 32
Diare Teori.docx
June 2020 22
Yo Tampoco.doc
October 2019 20
Sianosis.docx
November 2019 10