Pajak Sap 5.docx

  • Uploaded by: purba
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pajak Sap 5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,030
  • Pages: 15
PEMILIHAN SUMBER PEMBIAYAAN

Salah satu kunci sukses dalam memulai bisnis adalah melalui pembiayaan. Dalam pembiayaan tersebut, strategi yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan terdiri dari dua bentuk yaitu melalui pembiayaan internal dan pembiayaan eksternal. Biasanya perusahaan menggunakan laba ditahan dalam melakukan pembiayaannya. Hal ini terjadi ketika perusahaan mengalami arus kas positif tetapi tidak membagikan laba ditahan tersebut kepada pemilik perusahaan. Perusahaan membatasi ekspansi dengan membeli properti baru, pabrik, dan perlengkapan hanya dari arus kas kegiatan operasi yang menggunakan strategi pembiayaan internal. Pembiayaan eksternal adalah strategi dimana kas datang dari sumber selain arus kas positif perusahaan. Terdapat dua bentuk pembiayaan eksternal dari pendanaan melalui modal dan utang. Berikut akan diuraikan mengenai dampak dari pembiayaan melalui internal dan eksternal.

1. DAMPAK DARI MENAHAN LABA (PENDANAAN INTERNAL) Metode pendanaan internal ini tidak praktis ketika suatu perusahaan baru memulai bisnisnya. Alasannya, setiap ada aliran arus kas positif atas kegiatan operasi, digunakan untuk pertumbuhan perusahaan. Namun, dalam rencana jangka panjang, perusahaan dapat merencanakan suatu transisi dari pembiayaan eksternal berubah menjadi pembiayaan internal. Jika dibandingkan dengan utang, modal, laba ditahan secara umum bukan merupakan suatu pembatasan pembayaran. Sebagai tambahan, dengan menggunakan pembiayaan internal, maka akan membuat suatu perusahaan tumbuh tanpa memberikan kewenangan manajemen kepada pemilik modal baru. Hukum pajak merubah pengaruh pilihan pendanaan internal. Perubahan hukum pajak ini terjadi dalam suatu kondisi jika pajak diharapkan meningkat atau menurun. Jika suatu pajak diharapkan meningkat, penerimaan yang cukup harus ditahan untuk menutupi pajak yang tidak dibayar ketika suatu transaksi terjadi (seperti pajak penghasilan). Hal yang sama juga terjadi jika suatu pajak menurun, maka memerlukan tambahan dana internal. Waktu dan aspek nilai waktu dari pendanaan internal menguntungkan dengan alasan bahwa tidak ada jeda waktu untuk melakukan investasi ketika perusahaan membutuhkan kemudahan untuk menulis cek, para manajer dapat mengendalikan waktu dari keuntungan pajak dan pengurangan biaya.

1

Kondisi pasar tentunya akan mempengaruhi pilihan pajak. Jika pendanaan eksternal mahal, maka pendanaan internal dapat digunakan lebih banyak. Namun, apabila pendanaan eksternal murah, maka pendanaan internal dapat digunakan lebih sedikit. Demikian pula halnya dengan sifat bisnis mempengaruhi kelayakan. Margin laba yang tinggi membutuhkan kemampuan untuk menggunakan pendanaan yang lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya margin laba yang rendah membutuhkan kemampuan untuk menggunakan pendanaan yang lebih rendah. Nilai tambah melalui pembiayaan internal mempunyai potensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tambah melalui pembiayaan eksternal. Alasannya, tidak ada nilai peningkatan arus kas ataupun peningkatan nilai perusahaan yang dibagikan dengan seseorang selain pemilik aslinya. Nilai tambah pada saat pembiayaan internal lebih tinggi daripada pembiayaan melalui utang ketika peningkatan arus kas dari ekspansi atas pembiayaan utang lebih rendah daripada kas yang dialihkan untuk membayar utang. Pendanaan internal juga dapat menambah nilai atas pembiayaan modal, terutama ketika nilai perusahaan meningkat karena faktor yang tidak langsung terkait dengan proyek yang dibiayai. Ketika ada situasi yang tidak langsung mengubah keuntungan pada pembiayaan internal, maka terdapat keuntungan terbatas dengan tidak adanya biaya transaksi. Tetapi, peningkatan nilai perusahaan tidak selalu memajaki sampai ada pertukaran transaksi, seperti penjualan saham perusahaan. Dengan demikian, strategi pendanaan internal yang menyokong nilai ekuitas perusahaan dipegang oleh pemilik yang ada dapat menimbulkan keuntungan pajak yang cukup. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing, sebaliknya, jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Besar kecilnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham tergantung dari kebijakan dividen masing-masing perusahaan, karena tidak ada suatu ukuran tertentu dalam menentukan pembayaran dividen. Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi, yaitu: a. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi.

2

b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual. Karena adanya efek nilai waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini. c. Jika selembar saham dimiliki seseorang sampai meninggal sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris yang menerima saham itu dapat menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya mereka, dengan demikian mereka terhindar dari pajak keuntungan modal.

2. DAMPAK DARI PENDANAAN MELALUI MODAL (EQUITY FINANCING) DAN DISTRIBUSI LABA (DISTRIBUTING DIVIDEND) Umumnya perusahaan cenderung menggunakan modal sendiri daripada modal asing yang hanya digunakan sebagai pelengkap apabila dana yang diperlukan kurang mencukupi. Karena itu, dengan tetap memperhatikan cost of capital, para manajer keuangan perlu menentukan struktur pendanaan dalam upaya menetapkan apakah kebutuhan dana perusahaan dipenuhi dengan modal sendiri ataukah dipenuhi dengan modal asing. Dalam melakukan keputusaan pendanaan, perusahaan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi sumber-sumber dana ekonomis guna memenuhi kebutuhankebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. Dalam perencanaan strategis, manajer mencari struktur modal optimal jangka panjang. Perpaduan optimal dari utang dan modal untuk organisasi tergantung dari tujuan perusahaan. Untuk organisasi nirlaba, utang dapat dicegah untuk menjamin kelangsungan program selama penurunan ekonomi, dimana dapat mengurangi kontribusi yang tidak diharapkan. Sama halnya dengan organisasi yang berorientasi pada keuntungan, perpaduan utang atas modal yang dicari oleh manajemen adalah salah satu yang dapat memaksimalkan ekuitas pemilik. Hal ini terkait dengan fungsi risiko dan pengembalian yang diharapkan. Pendanaan dalam bentuk modal dilakukan oleh perusahaan melalui penjualan kepemilikan saham biasa perusahaan (baik kepada pemegang saham baru atau pemegang saham yang sudah ada. Pembiayaan modal juga ada dalam berbagai bentuk. Umumnya yang biasa dilakukan adalah kontribusi kepada modal (selalu dalam bentuk kas tetapi terkadang dalam bentuk properti) oleh para mitra dalam persekutuan atau pemilik dari perseroan terbatas, bersama dengan penerbitan saham modal (capital stock) oleh perusahaan. Perusahaan umumnya memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Jika saham secara publik diperjualbelikan, mengindikasikan bahwa harga pasar yang mereka perdagangkan secara implisit diperhitungkan atas risiko dan pengembalian yang diharapkan. 3

Penerbitan saham mengisyaratkan adanya pengembalian yang diharapkan oleh pemodal tidak hanya berupa dividen saja melainkan juga keuntungan modal. Terkait dengan unsur pajak dalam dividen, Miller dan Scholes (1978) beranggapan bahwa kebijakan atas pembayaran dividen yang tinggi akan merendahkan harga saham karena dividen dikenakan pajak yang tinggi daripada keuntungan modal (Brennan, 1970). Pajak atas keuntungan modal dapat ditunda hingga penjualan saham yang sesungguhnya (ketika direalisasi). Selain itu, dengan menjual saham untuk merealisir keuntungan modal, pemodal membayar biaya transaksi tertentu dan (seharusnya) membayar pajak. Tetapi dengan menerima dividen (tidak perlu membayar biaya transaksi), pemodal justru hanya membayar pajak. Hal ini dapat menyebabkan pajak atas keuntungan modal lebih kecil dari dividen. Bagi perusahaan yang membagikan dividen, apapun bentuknya (dividen tunai dan dividen saham), bukan merupakan pengurang beban pajak perusahaan.

DIVIDEN Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Besar kecilnya persentase dividen yang dibagikan dari laba bersih tergantung dari kebijakan perusahaan maupun permintaan dari pemegang saham terutama pemegang saham utama dan harus disetujui dalam RUPS. Pengertian atau definisi dividen menurut UU Pajak Penghasilan terdapat dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Di bagian tersebut ditegaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Terdapat empat jenis dividen yang dibagikan oleh perusahaan, yaitu: a. Dividen tunai → dividen yang paling umum dibagikan. Dibayarkan dalam bentuk tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. b. Dividen bentuk saham → cukup umum dilakukan dan dibayarkan dalam bentuk saham tambahan, biasanya dihitung berdasarkan proporsi terhadap jumlah saham yang dimiliki. Contohnya, setiap 100 saham yang dimiliki, dibagikan 5 saham tambahan. Metode ini mirip dengan stock split karena dilakukan dengan cara menambah jumlah saham sambil mengurangi nilai tiap saham sehingga tidak mengubah kapitalisasi pasar.

4

c. Dividen properti → dibayarkan dalam bentuk aset. Pembagian dividen dengan cara ini jarang dilakukan. d. Dividen interim → dibagikan sebelum tahun buku perseroan berakhir. Kebanyakan distribusi dividen menyebabkan berkurangnya jumlah saldo laba, pengecualian terhadap pengurangan dimaksud berlaku untuk : a. Dividen saham dalam bentuk pemecahan saham; b. Dividen likuidasi (pembagian aktiva kepada seluruh persero untuk mengembalikan seluruh atau sebagian modal resmi perusahaan); dan c. Pembagian lainnya yang bukan merupakan dividen dalam pengertian akuntansi komersial, tetapi diperlakukan seperti itu dalam ketentuan perpajakan. Dalam pembagian dividen terdapat tiga tanggal untuk dipertimbangkan, yaitu tanggal pengumuman, pendaftaran, dan pembayaran. Dividen resmi terutang oleh badan saat secara resmi dilakukan pengumuman pembagian dividen. Untuk tujuan pemajakan, sesuai dengan ketentuan pasal 23 dan pasal 26, dengan terutangnya dividen maka terutang pula PPh pasal 23 dan pasal 26. Pemberi dividen akan memotong jenis PPh dan tarif yang berbeda-beda tergantung siapa penerima dividennya. Jenis objek pajak penghasilan yang dikenakan penerima dividen adalah sebagai berikut: 1. Dividen Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh. Dividen tersebut dikenakan PPh Pasal 23 sepanjang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh. 2. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final sebesar 10% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009. 3. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26 Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh. Namun,

5

apabila penerima dividen ini adalah Wajib Pajak Luar Negeri dimana Negara domisili yang bersangkutan mempunyai perjanjian perpajakan dengan Indonesia dan terdapat Surat Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan adalah tarif yang sesuai dengan Tax Treaty. DIVIDEN YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK Pada penjelasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai pengertian dividen serta dividen yang termasuk objek pajak penghasilan. Namun, UU PPh memberikan pengecualian atas dividen tertentu yang tidak termasuk objek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. MEKANISME PEMOTONGAN 1. Penerima Dividen Pemotongan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan (Pasal 2 ayat 2 PMK-111/PMK.03/2010). Pemotong dalam hal ini adalah pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen, wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) (F.1.1.33.21) kepada penerima dividen. Pemotong wajib menyetor PPh yang telah dipotong tersebut paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP (Kode akun pajak / kode jenis setoran 411128/419). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama tanggal 20 bulan berikutnya dengan mengisi obyek pajak No. 10 pada SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). WP OP penerima dividen melaporkan penghasilan dividen tersebut pada SPT Tahunan PPh sebagai berikut: a. Jika WP OP SPT 1770-III bagian A angka 14. b. Jika WP OP formulir 1770 S-II bagian A angka 12. c. Jika WP PPh yang dipotong dilaporkan di Bagian B angka 8 dan 9. 2. Penerima Dividen Dalam Pemotongan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada WP Badan Dalam Negeri (tentunya selain penerima dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf 6

f UU PPh) dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan. Yang dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan (Penjelasan Pasal 15 ayat (3) PP Nomor 94 Tahun 2010) adalah : a. Untuk deviden yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau

pemegang saham sesuai dengan Anggaran

Dasar perseroan yang bersangkutan. b. Pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai. c. Pemotong dalam hal ini adalah pihak yang wajib membayarkan, wajib memberikan bukti potong PPh Pasal 23 (F.1.1.33.06) kepada peneriman dividen. Pemotong menyetorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong tersebut paling lama tanggal 10 bulan berikutnya

dengan menggunakan SSP (kode akun pajak / kode jenis setoran

411124/101). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lama tanggal 20 bulan berikutnya. Bagi pihak yang menerima dividen ini, PPh Pasal 23 yang telah dipotong ini merupakan kredit pajak.

7

3. DAMPAK DARI PENDANAAN MELALUI UTANG (DEBT FINANCING) TERUTAMA OLEH PEMEGANG SAHAM Utang merupakan salah satu bentuk pendanaan yang dipilih oleh perusahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya. Para pemilik pemsahaan (pemegang saham) cenderung menghindari utang yang ekstrim baik utang jangka pendek maupun jangka panjang, karena akan menurunkan nilai perusahaan. Jika dipaksakan, memungkinkan munculnya biaya kebangkrutan yang terdiri dari legal fee dan distress price (aset perusahaan yang dihargai murah sewaktu dinyatakan bangkrut). Pendanaan berupa utang dibagi menjadi dua yaitu (1) utang jangka pendek (kurang dari 1 tahun) lazim digunakan untuk kebutuhan jangka pendek terdiri atas utang dagang dan kewajiban yang masih harus dibayar seperti upah dan pajak, dan (2) utang jangka panjang adalah utang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya berbentuk hipotek dan obligasi. Jika terjadi likuidasi, kreditor akan dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva tetap yang dipergunakan sebagai agunan dalam perjanjian kreditnya. Pendanaan berupa utang diproksikan ke dalam DER. Rasio DER mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk dividen). Tingginya DER selanjutnya akan mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor pasti lebih tertarik pada saham yang tidak menanggung terlalu banyak beban utang. Dengan kata lain, DER berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Rasio DER oleh Jensen et at. (1992) dalam Almilia dan Silvy (2006) dirumuskan sebagai berikut:

dimana :

Total Hutang = jumlah utang lancar + utang jangka panjang Modal Sendiri = Total modal (ekuitas) yang dimiIiki perusahaan

Jika DER lebih dari satu, maka perusahaan didanai dengan lebih banyak utang sehingga perusahaan harus membayar bunga. Berarti pemegang saham sulit membeli saham karena perusahaan tidak menerbitkan saham untuk kegiatan pendanaannya dan kreditor enggan meminjamkan uang karena adanya pengalihan risiko dari perusahaan.

8

PAJAK PENGHASILAN DENGAN UTANG Keputusan pendanaan menjadi relevan dalam keadaan ada pajak (Modigliani dan Miller, 1958, dalam Husnan dan Pudjiastuti, 2004). Hal ini dikarenakan bunga yang dibayar oleh perusahaan merupakan pengurang pajak penghasilan (tax deductibility of interest payment). Dengan memasukkan unsur pajak, kebanyakan pakar keuangan setuju bahwa utang memiliki dampak positif atas penilaian total perusahaan (Horne dan Wlchowicz, 2007). Utang digunakan untuk pendanaan maupun investasi seperti pembelian aktiva tetap yang memiliki tax shield atau perlindungan pajak, karena depresiasi aktiva tetap yang merupakan dana non-cash dapat digunakan untuk mengurangi beban pajak yang ditanggung perusahaan. Sedangkan, pembayaran bunga utang merupakan biaya pengurang pajak perusahaan yang ber-utang. Berbeda dengan dividen yang merupakan non deductible expense, akibatnya, jumlah total dana yang tersedia untuk membayar para pemilik utang dan pemegang saham akan lebih besar jika utang digunakan, sehingga bunga utang juga disebut perlindungan pajak. Semakin besar jumlah utang semakin besar pula keuntungan perlindungan pajak dan semakin besar nilai perusahaan, jika semua hal lain dianggap tetap. Namun, jika penghasilan kena pajak jumlahnya kecil atau negatif, keuntungan perlindungan pajak dari utang akan berkurang atau bahkan tidak ada. Selain itu, jika perusahaan bangkrut dan dilikuidasi, penghematan pajak di masa depan yang berhubungan dengan utang akan hilang. Hal ini membuat keuntungan perlindungan pajak atas utang, menjadi tidak pasti.

KEUNTUNGAN DARI PENDANAAN MELALUI UTANG Keuntungan menggunakan utang bagi perusahaan dapat dirangkum dalam beberapa hal. Pertama, utang menyediakan manfaat pajak karena pengeluaran bunga dapat merededuksi pajak. Manfaat pajak dari utang juga bisa diekspresikan dalam istilah perbedaan antara biaya utang sebelum pajak dan sesudah pajak. Untuk mengilustrasikan hal tersebut misalkan: jika r adalah tingkat presentase bunga terhadap utang dan t adalah tarif pajak marginal, maka biaya peminjaman setelah pajak (kd) yang akan dinikmati oleh peminjam adalah: kd = r (1 – t). Dalam persamaan ini, biaya utang setelah pajak adalah fungsi menurun dari tarif pajak. Contoh, suatu perusahaan dengan tarif pajak sebesar 40% yang meminjam dengan bunga 8%, maka perusahaan mempunyai biaya utang setelah pajak sebesar 8% (1-40%) = 4,8%. Perusahaan lain dengan tarif pajak sebesar 70% yang meminjam pada 8%, mempunyai biaya utang setelah pajak sebesar 2,4%. Artinya tarif pajak yang lebih tinggi akan menurunkan biaya utang cateris paribus. 9

Kedua, utang bisa mendorong manajer untuk lebih disiplin dalam pilihan-pilihan investasi mereka. Salah satu cara untuk mengenalkan disiplin ke dalam proses investasi adalah dengan memaksa perusahaan tersebut untuk meminjam uang, karena peminjaman menciptakan sebuah komitmen untuk membuat bunga dan pembayaran pokok. Selain itu pada perusahaan yang di dalamnya ada pemisahan antara kepemilikan dan manajemen maka utang mengendalikan perilaku oportunitis manajer untuk pengeluaran sesuai dengan kewenangannya (discretionary). Oleh karena itu, dengan adanya utang, nantinya manajer akan terfokus pada aktivitas yang diperlukan untuk memastikan bahwa pembayaran utang dapat dipenuhi. Ketiga, utang tidak memberikan pihak pemegang surat utang (debt-holder) hak suara, sehingga tidak terjadi pergeseran pengendalian perusahaan. Adapun beberapa hal yang diyakini sebagai beban karena berutang antara lain adalah sebagai berikut : Pertama, utang dapat meningkatkan risiko karena kemungkinan perusahaan tidak mampu memenuhi pembayaran tetapnya bahkan dapat juga berujung pada risiko kebangkrutan. Kondisi tersebut mungkin terjadi ketika perusahaan mengalami kegagalan pada saat aliran kas (cash flow) dari operasi tidak mencukupi untuk membayar bunga. Sebuah perusahaan dianggap bangkrut apabila perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi komitmen kontraktual mereka, bahkan perusahaan yang tidak memiliki utang pun dapat menjadi bangkrut jika mereka tidak mampu membayar gaji karyawan mereka. Ketika sebuah perusahaan bangkrut, asetnya dapat dilikuidasi dan hasil dari likuidasi akan digunakan untuk memenuhi klaim yang belum dilunasi. Prioritas klaim mengikuti persyaratan legal dan spesifikasi kontraktual yang ada. Kedua, utang akan meningkatkan potensi konflik antara 5 pemberi utang (kreditor) dan agen (dalam hal ini diwakili oleh manajer). Konflik muncul karena manajemen perusahaan mengambil proyek-proyek berisiko lebih besar dari yang diperkirakan oleh kreditor, dimana proyek berisiko akan memberikan hasil yang bagus, namun kompensasi yang diberikan kepada kreditor (berupa bunga) tidak ikut naik, sehingga jika terjadi kerugian maka kreditor akan dirugikan. Ketiga, utang menyebabkan perusahaan kehilangan beberapa fleksibilitas berkaitan dengan pembiayaan di masa mendatang, karena adanya rambu-rambu perjanjian (debt-covenant) yang ditetapkan pada awal pinjaman dilakukan. Perjanjian ini berisi rambu-rambu yang membatasi manajemen untuk membuat keputusan investasi dan pembayaran dividen dalam jumlah tertentu.

10

4. KASUS Untuk pendanaan aset tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) di samping pembelian langsung Sesuai dengan PSAK No 30 “Akuntansi Sewa Guna Usaha” yang menyatakan bahwa aset sewa guna usaha yang dapat dikapitalisasi, disajikan dalam neraca sebagai bagian dalam aset tetap, dinyatakan sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha ditambah nilai sisa yang harus dibayar pada akhir masa sewa guna usaha. Penyusutan dihitung dengan menggunakan straight line method berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis yang sama dengan yang diterapkan untuk aset sejenis. Sedangkan sewa guna operasi adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu asset. Penghematan Pajak yang Bisa dilakukan dengan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi a. Karena masa leasing (leasing term) lebih pendek dari masa penyusutan fiskal atau umur ekonomis, masa leasing untuk aset tetap bisa 2-4 tahun, sedangkan masa penyusutan fiskal ada di kelompok II (8 tahun). Dengan demikian, sesuai ketentuan fiskal, maka perlakuan perpajakan dari angsuran leasing dapat dibukukan setiap bulan sebagai beban yang dibiayakan (deductible) dalam laporan rugi laba fiskal, sehingga akan menggurangi keuntungan perusahaan dan secara otomastis beban pajak juga akan menjadi rendah di tahun masa leasing. Artinya, dari sudut pandang pengusaha semakin cepat masa pengembalian modal (payback period) pembelian aset tersebut, maka akan semakin menguntungkan atau semakin efisien cara pembelanjaan perusahaan. b. Pembuktian secara matematis dapat dilakukan yang menunjukan nilai tunai (present value) dari dana yang bisa diterima sekarang (misalnya Rp 500 juta) akan lebih menguntungkan dari dana yang diterima empat tahun kemudian. c. Dibandingkan dengan pembelian secara langsung, yang bisa dibiayakan hanya sebesar biaya penyusutannya saja dengan masa penyusutan bisa 4-8 tahun, sehingga masa pengembalian modalnya akan lebih lama. Cara pembelanjaan semacam ini jelas tidak menguntungkan atau tidak efisien bagi perusahaan. (Pohan, 2013: 340)

11

Penghematan Cash Flow yang Bisa dilakukan dengan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi a. Dengan metode leasing, perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana yang besar sekaligus seperti jika membeli secara tunai, dia hanya memerlukan dana cicilan setiap bulannya yang bisa diambil dari profit yang diperolehnya. Kelebihan dananya (sebagai pengganti dari pembelian tunai) dapat diputar untuk peningkatan turnover/omzet perusahaan atau diinvestesikan ke pilihan portofolio invesment yang menguntungkan perusahaan baik untuk tujuan investasi jangka pendek (misalnya, pembelian saham reksa dana) atau investasi jangka panjang (saham/obligasi). b. Penjagaan posisi cash flow yang baik merupakan salah satu tujuan melakukan perencanaan pajak dengan baik untuk menghemat penggunaan cash flow yang berlebihan (overflow) yang bisa menyebabkan perusahaan mengalami gangguan atau kesulitan keuangan yang berujung pada stagnansi kegiatan operasional perusahaan. (Pohan, 2013: 340)

Contoh Kasus: Perusahaan mempertimbangkan untuk pengadaan sebuah alat berat seharga Rp. 1.000.000.000,- dengan cara pembelian langsung atau dengan leasing atau dengan asumsi discount rate yang berlaku adalah 20%, apabila dengan leasing maka tingkat bunga yang berlaku adalah 22% dan nilai opsi Rp. 100.000.000,- dengan jangka waktu leasing selama 4 tahun dan umur aset tersebut adalah 8 tahun apabila dibeli secara langsung, atau dengan sewa operasi dengan biaya sewa Rp 49.500.000,- Perbandingan antara harga perolehan dan penghematan pajak antara pembelian langsung dengan leasing dapat dilihat dalam tabel berikut: (perhitungan dalam lampiran) Rincian Perhitungan Biaya Sewa Alat Berat Deposit sewa alat berat sebesar 300 jam sesuai dengan tarif yang disepakati yaitu: 1 unit Excavator Komatsu : 300 Jam x Rp. 150.000 = Rp 45.000.000,PPN 10%

= Rp 4.500.000.-

Total

= Rp 49.500.000,-

Jumlah sewa selama 8 tahun (Rp 49.500.000 x 96) = Rp 4.752.000.000

12

Tabel Perbandingan Sewa Guna Usaha, Pembelian Langsung, dan Sewa Operasi

Keterangan

Leasing Nominal

Beli Secara Tunai Nominal

Sewa Operasi Nominal

Harga Perolehan: Lease Fee Rp 1.361.062.562,52 Rp 4.752.000.000,00 Nilai Opsi Rp 100.000.000,00 Harga Mesin Rp 1.000.000.000,00 Jumlah Rp 1.461.062.562,52 Rp 1.000.000.000,00 Rp 4.752.000.000,00 Biaya yang boleh dibiayakan: Lease Fee Rp 1.361.062.562,52 Rp 4.752.000.000,00 Biaya Penyusutan Rp 100.000.000,00 Rp 1.000.000.000,00 Jumlah Rp 1.461.062.562,52 Rp 1.000.000.000,00 Rp 4.752.000.000,00 PPh 25% Rp 365.265.640,63 Rp 250.000.000,00 Rp 1.188.000.000,00 Selisih biaya antara leasing dengan pembelian langsung sebagai pengurang pajak adalah: Biaya Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi : Rp 1.461.062.562,52 Biaya penyusutan aktiva

: Rp(1.000.000.000,00)

Selisih Biaya

: Rp 461.062.562,52

Sehingga penghematan pajak yang di perkenankan pajak adalah: 25% x Rp 461.061.562,52 = Rp115.265.640,63 Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan peraturan yang diterapkan antara undangundang perpajakan dengan standar akuntansi keuangan, dimana menurut Standar Akuntansi Keuangan bahwa penyusutan aktiva sewa guna usaha harus dibebankan, sedangkan menurut peraturan perpajakan dana yang boleh dibebankan hanya dana yang dialokasikan untuk biaya sewa guna usaha tersebut. Sekalipun demikian, perusahaan tetap memperoleh penghematan pajak penghasilan karena biaya sewa guna usaha yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 1.461.062.562,52, lebih besar dari biaya penyusutan apabila dengan pembelian langsung yaitu sebesar: Rp 1.000.000.000,00. Dengan demikian terdapat selisih biaya sebesar Rp 461.062.562,52 yang menjadi dasar penghematan pajak penghasilan operasi perusahaan. Namun untuk kebijakan sewa operasi dengan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 2 kebijakan diatas, sewa operasi dalam jangka waktu yang pendek

13

dapat menghemat PPh badan perusahaan. Tapi, apabila dipergunakan untuk jangka waktu yang panjang maka beban yang ditanggung perusahaan sangat besar dan akan memberatkan perusahaan.

14

DAFTAR PUSTAKA

Gunadi. 2009. Akuntansi Pajak. Jakarta: Grasindo. Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Manajemen Perpajakan. Jakarta: IAI. Moeljadi. 2006. Manajemen Keuangan 1. Malang: Banyumedia Publishing. Purnamasari, Yenny. 2009. Pajak Penghasilan dan Keputusan Pendanaan. Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol.1, No.1.

15

Related Documents

Sap Pajak Ii.ppt
June 2020 12
Pajak Sap 5.docx
December 2019 38
Pajak Sap 4.docx
December 2019 56
Pajak Sap 12.docx
November 2019 32
Utang Pajak
June 2020 28
Tugas Pajak
June 2020 20

More Documents from ""

Sap 9 - Rmk.docx
October 2019 45
Pajak Sap 5.docx
December 2019 38
Pajak Sap 4.docx
December 2019 56