Tugas Pajak

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Pajak as PDF for free.

More details

  • Words: 1,513
  • Pages: 7
Nama : Farica Purnamasari Nim : 2007-021-013 Seksi : C 1.

LEGAL CHARACTERS PPN



Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Pemikul beban pajak ini berada pada pembeli barang kena pajak (BKP) atau penerima jasa kena pajak (JKP). Sedangkan, penanggungjawab atas pelaporan pajak ke kas Negara adalah yang bertindak sebagai penjual BKP atau pengusaha JKP.



Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Artinya, kondisi subyektif subyek pajak tidak dilihat sehingga PPN ini tidak membedakan konsumen

pribadi

dengan

konsumen

berbentuk

badan/organisasi,

konsumen kalangan menengah ke bawah dan ke atas, sepanjang mereka mengonsumsi jenis barang yang sama. Ada

dampak

regresif

yang

ditimbulkan

yakni,

semakin

tinggi

penghasilan konsumen semakin ringan beban pajak yang ditanggung, dan sebaliknya, semakin rendah penghasilannya semakin berat juga beban pajak yang ditanggungnya.



Multi stage tax merupakan suatu jenis pajak atas konsumsi yang pengenaannya dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi. Setiap penyerahan menjadi obyek PPN mulai dari tingkat pabrikan

(manufacturer),

kemudian

ke

tingkat

pedagang

besar

(wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai pada tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.



PPN dikenakan sepanjang ada konsumsi dalam negeri dalam arti bahwa pajak dikenakan sepanjang ada konsumsi baik barang kena pajak (BKP) maupung jasa kena pajak (JKP) yang dilakukan baik oleh perseorangan, badan/organisasi, dan badan pemerintahan. Hal yang harus diperhatikan juga adalah setiap dalam menentukan konsumsi barang atau jasa yang

dikenakan PPN, harus dilihat tempat terjadinya konsumsi, apakah di dalam atau di luar daerah pabean karena PPN hanya dikenakan ketika mengonsumsi di daerah pabean Indonesia



PPN bersifat netral mengandung arti bahwa PPN dikenakan baik untuk konsumsi barang maupun jasa dan dalam pemungutannya, PPN mengenal prinsip tempat tujuan (destination principle) yang berarti pajak dikenakan di tempat barang dan jasa dikonsumsi.



PPN di Indonesia menerapkan tarif tunggal untuk menghindari timbulnya pajak berganda. Pajak dikenakan atas pertambahan nilai (value added) yang diberikan kepada barang yang dihasilkan atau diserahkan. pajak yang dipungut dengan sendirinya terbebas dari unsur pengenaan pajak berganda. Hal ini juga telah diatur dalam Pasal 7 UU PPN 1984 ayat 1 yang berisi bahwa atas penyerahan BKP dikenakan PPN dengan tarif 10% dan ayat 3 yang menyatakan tariffpajak ditentukan dengan Peraturan Pemerintah, tarf tersebut dapat dinaikkan setinggi-tingginya 15% atau diturunkan serendah-rendahnya 5%

1.

Bila dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki kelebihan walau terdapat beberapa kekurangan. Penjelasan

Perbandingan PPN dan PPn –

PPN Menghilangkan

pajak

berganda –

Menggunakan

tarif

sehingga

memudahkan



PPn Adanya pajak berganda.



Memiliki

tunggal

Netral

dalam

Netral

dalam

persaingan

dalam

pelaksanaannya

menimbulkan



Tidak mendorong ekspor.



Belum

perdagangan

internasional –

tarif

kesulitan.

dalam negeri –

macam

sehingga

pelaksanaaan. –

9

Netral dalam pola konsumsi

dapat

mengatasi

penyelundupan. –

Pajak

Penjualan,

dikenakan

pemajakan atas nilai transaksi



Dapat mendorong ekspor

dalam



Pajak

transaksi.

Pertambahan

Nilai,

yang dikenakan pajak hanya atas

pertambahan

nilainya



Adanya

setiap dua

pemungutan

mata

rantai

macam

system

yaitu

self

(value added) dalam setiap

assessment system bagi yang

transaksi.

mampu pembukuan

menyelenggarakan dan

official

assessment system bagi yang tidak

mampu

menyelenggarakan pembukuan.

PPN merupakan pengganti dari Pajak Penjualan (PPn) yang dirasa sudah tidak lagi memadai karena sulit dalam pelaksanaannya dan banyak sisi negatifnya terutama pada adanya pajak berganda dan berbagai macam tarif sehingga menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya. Akibatnya, banyak yang menghindari penyelenggaraan pajak ini dan terjadilah penggelapan pajak. 1.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengatur tentang pengenaan pajak pertambahan nilai. Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 mengenai Obyek Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. (UU No 11 Tahun 1994). Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak

tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak, b) barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud,

c) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan d) penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

a. Impor Barang Kena Pajak. (UU No 11Tahun 1994) Pajak juga dipungut pada saat impo rBarang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

b. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabeanyang dilakukan oleh Pengusaha. (UU No 18 Tahun 2000). Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, b) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan c) penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara cuma-cuma.

a. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. (UU No 11 Tahun 1994) Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh

siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

b. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau (UU No 11 Tahun 1994) Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.

c. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. (UU No 18 Tahun 2000) Berbeda dengan Pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a danatau huruf c, maka Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1).

1.

Pasal 7 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengatur tarif pajak pertambahan nilai atas ekspor barang kena pajak adalah 0% (nol-persen). Ketentuan ini tidak secara jelas mengatur perlakuan ekspor barang kena pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak atau penyerahan jasa kena pajak dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean. Penjelasan Pasal 7 ayat (2) : Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen). Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor

atau

dikonsumsi

di

luar

Daerah

Pabean,

dikenakan

Pajak

Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).

Pengenaan tarif 0% (nol

persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. Dalam salah satu legal character dari PPN menyatakan bahwa bersifat netral karena PPN mengenal prinsip tempat tujuan (destination orientation principle) yang berarti pajak dikenakan di tempat barang dan jasa dikonsumsi. Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. Oleh karena itu, Pasal 7 ayat (2) ini menunjang dengan prinsip destination principle. Dampaknya adalah penerimaan Negara dari sector PPN berkaitan dengan ekspor BKP tidak berwujud maupun ekspor JKP dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean akan berkurang. Namun, gerak roda perekonomian eksportir BKP tidak berwujud dan JKP juga membutuhkan BKP atau JKP untuk menunjang produksinya dan secara tidak langsung akan mendapat PPN atas transaksi tersebut.

2.

Dalam perjalanan sejarahnya, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai kita akhirnya mengenal adanya Pemungut PPN. Berbeda dengan mekanisme pemungutan umum, dalam hal penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak kepada Pemungut PPN, Pemungut PPN memungut PPN yang terutang dan segera menyetorkan ke kas negara. Dalam situasi demikian, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak berpotensi mengalami ganguan ”cash flow”. Jelaskan dan uraikan maksud dari pernyataan tersebut. Penjelasan Pemungut PPN yang melakukan pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPn BM yang terutang. Pemungutan PPN dan PPn BM dilakukan pada saat dilakukan pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPPN kepada PKP Rekanan Pemerintah yang jumlahnya tertulis pada Surat Perintah Membayar (SPM). Namun, banyak yang mengeluhkan bahwa ganti rugi (restitusi) PPN ini terutama untuk produk industri agro sulit diperoleh sehingga menimbulkan

tekanan harga pada produk apalagi PPN ini dibebankan pada setiap tingkat jalur produksi dan distribusi. Akibatnya, restitusi ini menjadi beban dan mengganggu cash flow.

Related Documents

Tugas Pajak
June 2020 20
Tugas Pajak
December 2019 28
Tugas Hukum Pajak
June 2020 18
Tugas Pajak Setelah Uts.docx
December 2019 28