Pajak Sap 4.docx

  • Uploaded by: purba
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pajak Sap 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,509
  • Pages: 12
PENGERTIAN MANAJEMEN PAJAK DAN PERENCANAAN PAJAK 1.1 Manajemen Perpajakan (Tax Management) Manajemen perpajakan adalah suatu strategi manajemen untuk mengendalikan, merencanakan, dan mengorganisasikan aspek-aspek perpajakan dari sisi yang dapat menguntungkan nilai bisnis perusahaan dengan tetap melaksanakan kewajiban perpajakan secara peraturan dan perundang-undangan. Sehingga dengan adanya perencanaan pajak yang didukung suatu konsep manajeman pajak yang jelas, diharapkan dapat mengoptimalkan tingkat likuiditas perusahaan. Manajemen Pajak juga merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Manajemen pajak merupakan upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal. Diharapkan dengan manajemen pajak perusahaan dapat melakukan kewajiban perpajakan dan usaha efisiensi untuk mencapai laba, mengefisiensikan pembayaran pajak terhutang, melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu dan membuat data-data terbaru untuk mengupdate peraturan perpajakan. Tujuan di atas dapat dicapai melaului 1.perencanaan pajak (tax planning), 2.pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan (tax compliance) dan 3.pengendalian pajak (tax control) Fungsi Manajemen Pajak 

Planning, fungsi pelaksanaan pajak



Organizing, fungsi pengorganisasian pajak



Actuating, fungsi pelaksanaan pajak



Controling, fungsi pengawasan pajak

Motivasi Manajemen Pajak Tujuan utama dilakukannya manajemen pajak adalah untuk melaksanakan kewajiban perpajakan yang benar dan meminimalisir beban pajak untuk mendapat laba setelah pajak yang besar. Berdasarkan tujuan tersebut muncul motivasi-motivasi perusahaan untuk melakukan manajemen pajak. Beberapa alasan perusahaan melakukan manajemen pajak sebagaimana disampaikan oleh Simon dan Christopeher Nobes dalam Gunadi dalam Santoso dan Rahayu diantaranya : 

tingginya tarif pajak



kekurang jelasan peraturan pajak, baik rumusan eksplisit maupun semangat, maupun maksud dan tujuan implisitnya



sanksi yang terlalu kecil



ketidakwajaran atau ketidakmerataan



distorsi dalam sistem perpajakan

Alasan di atas biasanya dikaitkan dengan prinsip manfaat/benefit dari pembayaran pajak dalam kaitannya dengan azas keadilan dan kemerataan. Koensep dasar prinsip ini dihubungakan bahwa pada dasarnya pajak merupakan beban yang harus dibayar sehubungan dengan manfaat yang diterima dari pelayanan publik oleh pemerintah. Sehingga mereka yang mendapat manfaat lebih besar seharusnya membayar pajak pajak lebih besar. Akibatnya jika suatu wajib pajak merasa pelayanan publik yang didapat tidak begitu baik, maka akan ada kecendrungan untuk melakukan menajemen pajak.

Pada dasarnya, management pajak yang baik harus memenuhi syarat-syarat berikut : 

tidak melanggar ketentuan perpajakan,



secara bisnis dapat diterima,



bukti-bukti pendukungnya memadai.

1.2 Perencanaan Perpajakan (Tax Planning) Dalam menjalankan Manajemen pajak yang lebih besar secara kesulurah, diperlukan tax planning sebagai langkah awal yang menjadi bagian kritikal. Perencanaan yang baik juga memerlukan pengendalian terhadap pemenuhan semua kewajiban perpajakan

(Tax

compliance/ tax administration) agar risiko perpajakan karena adanya kesalahan pengurusan dapat dihindari sehingga penghematan pajak dapat tercapai. Dengan kata lain Tax planning merupakan pengurangan jumlah pajak atau total pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku sehingga dapat melakukan penghematan pajak. Tujuannya bukan untuk tidak membayar pajak namun mengatur sehingga tidak membayar lebih dari yang seharusnya.

Jenis-jenis Tax Planning Tax planning dibagi menjadi dua: 1. Tax planning domestic nasional (National tax planning)

National tax planning hanya memperhatikan Undang-Undang Domestik, pemilihan atas dilaksanakan atau tidak suatu transaksi dalam national tax planning bergantung pada transaksi tersebut, artinya untuk menghindari/mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan sesuai dengan hokum pajak yang ada, misalnya akan terkena tarif pajak khusus final atau tidak?. 2. International tax planning International tax planning selain memperhatikan Undang-Undang Domestik, juga harus memperhatikan undang-undang atau perjanjian pajak (tax treaty) dari negaranegara yang terlibat.

Penerapan Tax Planning Sebelum menerapkan tax planning pada suatu perusahaan harus dilakukan analisis keadaan perusahaan, yaitu melakukan pengamatan dan penelitian terhadap kebijaksanaan perusahaan serta mencari kelemehan sehingga dapat ditentukan strategi perencanaan perpajakan yang tepat dilaksanakan, untuk menciptatakan manajemen perpajakan yang ekonomis, efisiensi, dan efektif. Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda.

PENGERTIAN PENGHINDARAN PAJAK DAN PENYELUNDUPAN PAJAK 2.1 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Simon James and Christopher Nobes, mengemukakan pengertian tax avoidance jika didekati dari aspek legalitasnya yaitu tax avoidance umumnya dianggap sebagai upaya tax management yang legal karena lebih banyak memanfaatkan “loopholes” yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku (lawfull). Dalam buku-buku literatur perpajakan Indonesia, penghindaran pajak (tax avoidance) selalu diartikan sebagai kegiatan yang legal (misalnya meminimalkan beban pajak tanpa melawan ketentuan perpajakan).

Menurut Gunadi, penghindaran (avoidance) terutama melibatkan komersialisasi dan pemanfaatan secara efektif kebijakan pajak yang legitimate dan defiasi teknis dan ambiguitas dalam peraturan perundang-undangan. Ronen Palan (2008) menyebutkan suatu transaksi diindikasikan sebagai tax avoidance apabila melakukan salah satu tindakan berikut : -

Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terhutang dengan memanfaatkan kewajaran interprestasi hukum pajak.

-

Wajib pajak berusaha agar pajak yang dikenakan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh.

-

Wajib pajak mengusahakan penundaan pembayaran pajak.

Prasetyo mengutip pendapat Prebble dalam tulisannya menyebutkan bahwa tax avoidance mempunyai beberapa karakteristik, antara lain : -

Transaksinya sering kali semu.

-

Transaksi yang dilaksanakan tidak mempunyai makna secara ekonomis yang berarti.

-

Tidak terdapatnya unsur resiko.

-

Adanya usaha-usaha untuk mengekploitasi celah-celah dalam peraturan perpajakan.

Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : -

Menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenakan pajak.

-

Pindah lokasi, adalah memindahkan lokasi usaha atau domisili yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi tarif pajaknya rendah.

-

Penghindaran pajak secara yuridis.

Perbuatan ini dilakukan dengan cara sedemikian rupa, sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan

tidak

terkena

pajak.

Biasanya

dilakukan

dengan

memanfaatkan

kekosongan/ketidak jelasan UU (loopholes). Terkait dengan aspek legalitas tax management untuk kasus di Indonesia, Mohammad Yusuf berpendapat bahwa rambu-rambu yang dapat dipakai untuk menentukan apakah tax management itu legal (tax avoidance) atau tidak (tax evasion), adalah ketentuan pidana Pasal 38, 39, 41, 41A, 41B, dan 43 Undang-undang nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Rohatgi menyebutkan bahwa dibanyak Negara, penghindaran pajak dibedakan atas penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance). Antara satu Negara dan Negara lainnya dapat saja mempunyai pandangan yang berbeda tentang skema apa saja yang dapat dikategorian sebagai acceptable tax avoidance atau unacceptable tax avoidance. Suatu transaksi akan disebut sebagai unacceptable tax avoidance atau aggressive tax avoidance apabila memiliki ciri-ciri : 1. Tidak memiliki tujuan usaha yang baik. 2. Semata-mata untuk penghindaran pajak. 3. Tidak sesuai dengan spirit & intension of parliament. 4. Adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau kerugian. Suatu transaksi akan disebut sebagai acceptable tax avoidance apabila memiliki kriteria : 1. Memiliki tujuan usaha yang baik. 2. Bukan semata-mata untuk menghindari pajak. 3. Sesuai dengan spirit & intension of parliament. 4. Tidak melakukan transaksi yang direkayasa. Senada dengan hal di atas Kessler menyatakan bahwa bentuk tax avoidance yang dilarang adalah jika tindakan wajib pajak benar menurut “letter of the law” tapi tidak benar atau tidak sesuai dengan maksud pembuat Undang-Undang (spirit & intension of parliament). 2.2 Penyelundupan Pajak (Tax Evasion) Menurut Robert H. Andercon Penghindaran pajak adalah cara rnengurangi paiak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan Pajak. Sedangkan penyelundupan pajak adalah penyelundupan pajak yang melanggar undang- undang pajak. Tax Evasion merupakan usaha penghindaran pajak yang terutang secara ilegal, sepanjang wajib pajak tersebut mempunyai alasan yang meyakinkan bahwa akibat dari perbuatnnya tersebut kemungkinan besar mereka tidak akan dihukum serta yakin pula bahwa rekan-rekannya melakukan hal yang sama. Penyebab Wajib Pajak melakukan Tax Evasion diantaranya adalah fitrahnya penghasilan yang diperoleh wajib pajak yang utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat telah memenuhi ketentuan perpajakan

timbul kewajiban pembayaran pajak kepada negara. Timbul konflik antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan negara. Sebab yang lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh terhadap peraturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintah dan penghamburan keuangan negara yang berasal dari pajak (Amrosio M.Lina dalam Safri Nurmantu). Disamping itu menurut Eduardo M.R.A Engel,beberapa hal yang berhubungan dengan Tax Evasion adalah Tax Enforcement (pengawasan terhadap pelaksanaan sistem administrasi perpajakan), tax Audit (Pemeriksaan Pajak), Imposed Penalties(99sanksi hukum) dan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak).

Faktor Penyebab terjadinya penggelapan pajak : 

Tekanan Keuangan Warneryd dan Walerud (1982) dalam Henk Ellfers (1991:39) mengatakan bahwa orang atau perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akan lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku penggelapan pajak dari pada orang-orang yang keadaan keuangannya stabil. Namun demikian, dua studi menemukan bahwa responden yang melaporkan peningkatan dalam status ekonomi selama lima tahun sebelumnya, lebih

mungkin untuk melakukan penghindaran pajak dari pada

mereka yang melaporkan kemerosotan status ekonomi mereka selama periode yang sama. 

Norma Subjektif Sifat manusia yang kadang mudah terpengaruhi oleh orang lain sehingga pendapat orang-orang disekitarnya akan sangat mempengaruhi niat seseorang untuk berperilaku, sehingga dalam perpajakan norma subjektif juga akan mempengaruhi niat individu untuk berperilaku tidak patuh dalam membayar pajak. Jika seseorang memiliki norma subjektif yang baik, maka kecenderungan untuk melakukan penggelapan pajak akan menurun.



Sistem Perpajakan Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam penerapannya, maka wajib pajak akan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan jika wajib pajak merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala

kepentingannya, maka wajib pajak akan menurunkan tingkat kepatuhan atau menghindar dari kewajiban perpajakannya. 

Keadilan Pajak Pentingnya keadilan bagi wajib pajak dalam pengenaan dan pemungutan pajak dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak terutangnya. Jika bagi mereka apa yang telah mereka bayarkan sesuai dengan apa yang mereka dapatkan maka wajib pajak akan patuh dalam membayar pajak terutangnya, dan jika bagi mereka merasa diperlakukan tidak adil seperti pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak tidak sesuai dengan penghasilan yang mereka punya maka wajib pajak akan cenderung melakukan kecurangan seperti penggelapan pajak. Keadilan Pajak disini juga mencakup tarif pajak yang menurut wajib pajak sesuai (tidak terlampau tinggi)



Kualitas Pelayanan Dalam sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak oleh DJP untuk membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga pelayanan yang baik dapat mengatasi tindak kecurangankecurangan dalam perpajakan. Semakin bagus kualitas pelayanan maka wajib pajak akan puas sehingga cenderung untuk tidak melakukan penggelapan pajak.



Kemungkinan Deteksi Kecurangan Persentase kemungkinan pemeriksaan pajak dapat mendeteksi sebuah kecurangan yang dilakukan wajib pajak maka akan sangat berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Jika wajib pajak menganggap kemungkinan terdeteksi kecurangan tinggi maka wajib pajak akan cenderung patuh terhadap ketentuan undang-undang dan tidak melakukan penggelapan pajak.

Menurut Oliver Oldman (M. Zain, 2008:51) penyelundupan pajak tidak hanya terbatas pada kecurangan dan penggelapan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh: 1

Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.

2

Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah hitung datanya.

3

Kesalahpahaman (missunderstanding), yaitu wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4

Kealpaan (negligence), yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta buktibuktinya secara lengkap.”

KEBIJAKAN ANTI TAX AVOIDANCE 3.1 Pencegahan Penghindaran Pajak Dalam upaya menghadapi praktik-praktik penghindaran pajak, pada umumnya suatu negara menerbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang bersifat khusus (Spesific Anti Tax Avoidance Rule/SAAR) yang diatur dalam undang-undang domestiknya. Di beberapa negara SAAR ini efektif dalam menangkal upaya praktik penghindaran pajak dan memberi kepastian hukum bagi wajib pajak. Selain ketentuan yang bersifat khusus, di banyak negara juga menerbitkan ketentuan pencegahan pajak yang bersifat umu (General Anti Tax Avoidance Rule/GAAR). Tujuan di buatnya ketentuan umum adalah untuk mengantisipasi penghindaran pajak yang belum diatur dalam aturan khusus, atau untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang baru (belum dikenal). Hal tersebut dilakukan karena kecenderungan praktik penghindaran pajak selalu berinovasi setiap tahun sehingga modus yang dilakukan semakin canggih dan sulit ditangkal dengan Spesific Anti Tax Avoidance Rule. Lebih jauh Cooper mengatakan bahwa General Anti Tax Avoidance Rule harus memuat perbedaan antara tax planning yang tergolong acceptable dan unacceptable tax avoidanceI karena meskipun banyak penghindaran pajak bersifat offensive, namun beberapa penghindaran tidak melanggar undang-undang yang ada. 3.2 Kebijakan di Indonesia Dilihat dari sifatnya Kebijakan Anti Tax Avoidance di Indonesia relatif belum memenuhi sifat kebijakan sebagaimana dikemukakan oleh James Anderson, yaitu sifat rasional, inkremental dan emergence, karena pada kebijakan yang ada masih banyak peluangpeluang (loopholes) yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak, khususnya perusahaan Penanaman Modal Asing untuk melakukan penghindaran pajak, sehingga potensi pajak yang ada belum dapat digali secara optimal. Di samping itu kebijakan Anti Tax Avoidance yang ada juga relatif tidak mengikuti perkembangan praktik di lapangan yang semakin kompleks, hal ini terlihat dari masih banyaknya aturan pelaksanaan mengenai kebijakan Anti Tax Avoidanceyang belum mengalami penyempurnaan sejak tahun dibuatnya aturan tersebut (sebagian besar tahun l994).

Saat ini Indonesia baru mempunyai ketentuan tentang Specific Anti Tax Avoidance (SAAR)yang teruang dalam pasal l8 Undang Undang Pajak Penghasilan. Dalam hal ini Indonesia belum memiliki ketentuan General Anti Tax Avoidance (GAAR) sebagai pelengkap dari SAAR. Di samping itu dilihat dari faktor-faktor pendukung yaitu policy content kebijakan yang bersifat rasional dan logis, kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan sumber daya yang trampil dalam melaksanakan kebijakan yang dibuat belum sepenuhnya terpenuhi untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan Anti Tax Avoidance tersebut. Dasar Anti Tax Avoidance 

Pasal 9 (associated enterprise): Suatu negara dapat menghitung besarnya pajak yang seharusnya dikenakan pada transaksi terkendali yang berbeda dengan transaksi yang tidak terkendali.



Pasal 26 (exchange of information): Suatu negara dapat meminta informasi kepada negara negara mitra untuk tujuan mencegah terjadinya pajak berganda atau pengelakan pajak. Bentuknya dapat berupa melakukan audit simultan atau visiting audit.



Pasal-Pasal penutup mengenai pemberlakuan (enter into force) dan saat pengakhiran P3B (termination).

KESIMPULAN Tax Management adalah suatu bentuk pengendalian dari perusahaan yang berfungsi untuk merencanakan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengawasan pajak. Dimana tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah mematuhi kewajiban dan aturan perpajakan serta mengurangi beban pajak yang seharusnya tidak terutang sehingga laba setelah pajak meningkat. Manajemen pajak ini dilakukan karena faktor-faktor tertentu seperti, tarif yang tinggi, manfaat(return) yang dirasa kurang oleh wajib pajak dan lain sebagainya. Alasan tersebut menyebabkan beberapa oknum melakukan manajemen pajak yang dapat dilaksanakan secara legal dan ilegal. Tax Avoidance adalah penghindaran pajak secara legal karena seorang wajib pajak mengurangi bebannya masih pada koridor UU Perpajakan. Sedangkan ilegal biasanya

oknum wajib pajak melakukan Tax Evasion atau penyelunduan pajak, dimana wp menggunakan cara yang melanggar hukum pajak maupun aturan akuntansi. Manajemen pajak jika dilaksanakan dengan benar dan sesuai prosedur tidak akan merugikan pihak manapun, baik Wajib Pajak maupun DJP. Karena pada dasarnya manajemen pajak ini memiliki tiga tujuan kunci bagi suatu perusahaan, 1. Meminimalisir beban pajak sesuai koridor UU Perpajakan, 2. Meminimalisisr pengenaan sanksi, dan 3. Meminimalisir terjadinya Sengketa

Daftar Pustaka

www.ortax.org Modul Chartered Accountant. Manajemen Perpajakan. 2015

MANAJEMEN PERPAJAKAN PENGERTIAN DASAR MANAJEMEN PAJAK

OLEH : KELOMPOK 1

NAMA

NIM/ABSEN

-

I KADEK DODY CIPTA SAPUTRA

(1807611001/01)

-

I GUSTI BAGUS PUTRA PRAMESWARA

(1807611009/09)

-

I MADE BHASKARA SASTRA

(1807611015/15)

-

SEPHY LAVIANTO

(1807611017/17)

-

PUTU CAHYA WIDARMA EKA PUTRA

(1807611018/18)

-

I WAYAN JUNIARTA

(1807611020/20)

-

I MADE PUTRA WIRYA BRATA

(1807611025/25)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Related Documents

Sap Pajak Ii.ppt
June 2020 12
Pajak Sap 5.docx
December 2019 38
Pajak Sap 4.docx
December 2019 56
Pajak Sap 12.docx
November 2019 32
Utang Pajak
June 2020 28
Tugas Pajak
June 2020 20

More Documents from ""

Sap 9 - Rmk.docx
October 2019 45
Pajak Sap 5.docx
December 2019 38
Pajak Sap 4.docx
December 2019 56