REVIEW JURNAL INTERNASIONAL DAN JURNAL NASIONAL ETIKA BISNIS DAN PROFESI
SAP 2
JURNAL INTERNASIONAL Accountants’ Ethical Perceptions from Several Perspectives: Evidence from Slovenia (Marjan Odar, Mateja Jerman, Anton Jamnik & Slavka Kavcic)
JURNAL NASIONAL Dilema Etika pada Akuntan – Sebuah Studi Persepsi Mahasiswa Akuntansi (Dwi Marlina Wijayanti, Frisky Jeremi Kasingku, Risa Rukmana)
OLEH: KELOMPOK 3 IDA AYU AGUNG EMAWATI (1781611009 / 09) LUH GDE MERTA WIDYA SANTHI (1781611012 / 11) NI LUH PUTU UTTARI PREMANANDA (1781611013 / 12) ANAK AGUNG TRI MEGAWATI (1781611024 / 22)
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Review Jurnal Internasional dan Jurnal Nasional Etika Bisnis dan Profesi dengan topik Accountants’ Ethical Perceptions from Several Perspectives: Evidence from Slovenia dan Dilema Etika pada Akuntan – Sebuah Studi Persepsi Mahasiswa Akuntansi dengan tepat waktu. Kami harapkan review jurnal ini dapat memberikan manfaat dan wawasan dalam kegiatan proses belajar mengajar Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan review jurnal ini. Kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak kami harapkan untuk peningkatan kualitas review jurnal kami selanjutnya. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Denpasar, September 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................................................... i KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii REVIEW JURNAL INTERNASIONAL Accountants’ Ethical Perceptions from Several Perspectives: Evidence from Slovenia A. JUDUL ARTIKEL ...............................................................................................................1 B. NAMA PENULIS ................................................................................................................1 C. NAMA PUBLIKASI JURNAL ...........................................................................................1 D. VOLUME, NOMOR, DAN TAHUN TERBIT ARTIKEL .................................................1 E. ISU/ POKOK PERMASALAHAN .....................................................................................1 F. TUJUAN PENELITIAN ......................................................................................................2 G. VARIABEL PENELITIAN .................................................................................................2 H. METODE ANALISIS ..........................................................................................................3 I. TEMUAN/ PEMBAHASAN ...............................................................................................3 J. KRITIK DAN SARAN ........................................................................................................4 K. DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................4
REVIEW JURNAL NASIONAL Dilema Etika pada Akuntan – Sebuah Studi Persepsi Mahasiswa Akuntansi A. JUDUL ARTIKEL ...............................................................................................................5 B. NAMA PENULIS ................................................................................................................5 C. NAMA PUBLIKASI JURNAL ...........................................................................................5 D. VOLUME, NOMOR, DAN TAHUN TERBIT ARTIKEL .................................................5 E. ISU/ POKOK PERMASALAHAN .....................................................................................5 F. TUJUAN PENELITIAN ......................................................................................................6 G. VARIABEL PENELITIAN .................................................................................................6 H. METODE ANALISIS ..........................................................................................................9 I. TEMUAN/ PEMBAHASAN ...............................................................................................9 J. KRITIK DAN SARAN ......................................................................................................11 K. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................11
iii
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL Accountants’ Ethical Perceptions from Several Perspectives: Evidence from Slovenia (Marjan Odar, Mateja Jerman, Anton Jamnik, dan Slavka Kavcic)
A. JUDUL ARTIKEL Judul artikel adalah Accountants’ Ethical Perceptions from Several Perspectives: Evidence from Slovenia.
B. NAMA PENULIS Penulis artikel adalah Marjan Odar, Mateja Jerman, Anton Jamnik, dan Slavka Kavcic.
C. NAMA PUBLIKASI JURNAL Nama publikasi jurnal dari artikel ini adalah Economic Research-Ekonomska Istraživanja.
D. VOLUME, NOMOR, DAN TAHUN TERBIT ARTIKEL Volume dan nomor jurnal yaitu volume 30 nomor 1, halaman 1785-1803, dan tahun terbit yaitu 2017.
E. ISU/ POKOK PERMASALAHAN Di Slovenia, manajemen bertanggung jawab atas persiapan dan penyajian laporan keuangan yang adil sesuai dengan standar akuntansi, dan sesuai dengan persyaratan UndangUndang Akuntansi Perusahaan di Slovenia. Namun, laporan keuangan disusun oleh seorang akuntan. Terlepas dari kenyataan bahwa teori akuntansi positif menunjukkan bahwa manajemen akan bertindak oportunistik ketika memiliki pilihan untuk memilih, akuntan seharusnya merekam peristiwa bisnis sesuai dengan kode etik untuk akuntan profesional. Studi terbaru yang mengeksplorasi persepsi etis praktisi akuntansi, mempertimbangkan berbagai skenario yang peka terhadap etika, yang difokuskan pada negara-negara maju, sementara negara-negara transisi dan pasca-transisi belum cukup dipelajari secara rinci. Penelitian sebelumnya dari negara-negara maju menganalisis praktisi akuntansi memerlukan kualifikasi dan registrasi dari para akuntan. Penelitian ini meneliti sebaliknya, yaitu menganalisis praktisi akuntansi yang tidak berkewajiban memiliki kualifikasi tertentu, atau tidak terdaftar. Di lingkungan Slovenia, praktisi akuntansi tidak diharuskan memiliki sertifikat profesional. Tidak ada persyaratan untuk pendaftaran wajib akuntan atau lisensi wajib yang 1
diperlukan untuk menyediakan layanan akuntansi. Kepemilikan sertifikat profesional diperoleh atas dasar sukarela. Di Slovenia, akuntan dapat memperoleh dua jenis sertifikat profesional. Ada dua organisasi profesional akuntan di Slovenia - yaitu, Slovene Institute of Auditors dan Chamber of Accounting Services yang menerbitkan sertifikat profesional. Slovenian Institute of Auditors melakukan proses pelatihan untuk akuntan yang memenuhi syarat, sementara Chamber of Commerce and Industry of Slovenia melakukan pelatihan untuk mendapatkan gelar “Expert Manager of (external) Accounting Services”. Tujuan artikel ini adalah untuk mengeksplorasi persepsi etis akuntan di beberapa perusahaan di Slovenia terhadap skenario etis sensitif. Artikel ini mengeksplorasi persepsi etis di antara “akuntan internal” dan mereka yang bekerja di perusahaan yang beroperasi sebagai penyedia layanan akuntansi eksternal. Karena perusahaan jasa akuntansi eksternal tidak diatur secara khusus oleh profesi, penelitian ini berhipotesis bahwa akuntan yang bekerja di perusahaan jasa akuntansi eksternal lebih toleran terhadap skenario yang sensitif secara etika. Selain itu, kami menganalisis apakah persepsi etis berbeda antara akuntan yang memiliki sertifikat profesional dan yang tidak. Penelitian ini percaya bahwa mereka yang memiliki sertifikat lebih sulit menuju skenario yang sensitif secara etika.
F. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris bahwa akuntan yang bekerja di perusahaan jasa akuntansi eksternal lebih toleran terhadap skenario yang sensitif secara etika, dan untuk mendapatkan bukti empiris apakah persepsi etis berbeda antara akuntan yang memiliki sertifikat profesional dan yang tidak.
G. VARIABEL PENELITIAN 1. Persepsi Etis Persepsi etis praktisi akuntansi, mempertimbangkan berbagai skenario yang peka terhadap etika. Di Slovenia, manajemen bertanggung jawab atas persiapan dan penyajian laporan keuangan yang adil sesuai dengan standar akuntansi, dan sesuai dengan persyaratan Undang-Undang Akuntansi Perusahaan di Slovenia. 2. Akuntan Internal dan Akuntan Eksternal Perusahaan kecil sering menggunakan jasa penyedia layanan akuntansi eksternal. Perusahaan yang meyediakan jasa akuntansi menyediakan layanan mereka berdasarkan kerja konrak. Berbeda dengan perusahaan besar yang memiliki akuntan internal (mereka bekerja di departemen akuntansi internal). 2
3. Profesional Akuntan Muncul suatu dilema akuntansi diantara akuntan internal dan akuntan eksternal yang menyediakan jasa akuntansi tanpa adanya sertifikat profesi seorang akuntan. Uni Eropa belum mengadopsi undang-undang yang akan mengharuskan Negara Anggota untuk mengatur profesi praktisi akuntansi terlibat dalam pembukuan dan pelaporan keuangan. Praktisi akuntan di Slovenia yang melakukan jasa pembukuan dan pelaporan keuangan tidak mendapatkan sertifikat professional atau gelar professional. 4. Jenis kelamin Studi dari bidang etika bisnis dalam akuntansi membuktikan bahwa usia dan gender memainkan peran penting dalam memprediksi sikap etis setiap individu. Secara umum, profesional akuntan perempuan dan yang lebih tua diidentifikasi sebagai lebih etis. Penelitian yang dilakukan oleh Conroy et al (2010), Emerson et al (2006), St. Pierre et al (1990) memberikan bukti empiris akuntan perempuan pelanggaran etis yang lebih rendah dan berlaku pada kasus di Slovenia.
H. METODE ANALISIS Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan responden dalam penelitian ini adalah para akuntan di Slovenia. Variabel dependen menggunakan skala likert 5 poin dimana 1 adalah digunakan untuk menunjukkan praktik etis, sementara 5 menunjukkan praktik yang benarbenar tidak etis. Karena variabel dependen mengambil nilai bilangan bulat yang dipesan, regresi linier multivariat adalah tidak sesuai untuk analisis kami (Laporšek & Stubelj, 2012).Tingkat etika, mempertimbangkan skenario etis akan dianalisis dengan regresi probit. Model regresi probit meliputi lima variabel independen: jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tempat kerja akuntan, dan memiliki sertifikat profesional.
I. TEMUAN/ PEMBAHASAN Tempat kerja akuntan (akuntan internal dalam organisasi atau akuntan eksternal yang dipekerjakan dalam perusahaan layanan akuntansi) ditemukan berhubungan signifikan secara statistik dalam kasus enam skenario. Karena tidak semua skenario ditemukan signifikan secara statistik, hipotesis hanya dapat dikonfirmasi secara parsial. Namun, hasil menunjukkan bahwa akuntan dari perusahaan yang menyediakan layanan akuntansi di Slovenia memiliki pendapat berbeda tentang skenario yang sensitif secara etika.
3
Hasil menunjukkan bahwa variabel kepemilikan sertifikat profesional ini secara statistik signifikan dalam lima dari 10 skenario. Dalam semua sketsa yang memiliki hasil signifikan, akuntan yang memiliki sertifikat cenderung kurang mengevaluasi sketsa ini sebagai praktik etis. Pengujian ini mengonfirmasi hipotesis kedua hanya secara parsial karena 50% dari sketsa menunjukkan hasil yang signifikan. Hipotesis ketiga bahwa wanita akan membuat penilaian etis lebih ketat daripada rekan pria mereka tidak dapat dikonfirmasi. Jenis kelamin tidak ditemukan signifikan dalam setiap skenario. Hasil ini tidak mendukung studi terkini, yang menemukan jenis kelamin sebagai variabel penjelas yang penting.
J. KRITIK DAN SARAN 1. Peneliti tidak menjelaskan kontribusi atau manfaat yang dapat diberikan dari penelitian yang dilakukan. 2. Pada artikel seharusnya peneliti memberikan sedikit penjelasan mengenai alasan mengapa dirumuskannya hipotesis tersebut serta memberikan bukti seperti penelitianpenelitian sebelumnya yang mendukung hipotesis yang dirumuskan. 3. Tidak dicantumkannya bukti statistik tentang jumlah total akuntan yang bekerja di Slovenia. Data statistik jumlah akuntan harusnya dicantumkan agar penelitian yang dilakukan tidak bias. 4. Penelitian selanjutnya
dapat menganalisis ekonomi pasca-transisi atau negara
berkembang lainnya dengan peraturan yang terbatas dari profesi akuntansi. Dengan demikian, penelitian selanjutnya bisa memberikan lebih banyak bukti mengenai konsekuensi dari pasar yang tidak diatur pada kualitas layanan dan kualitas laba. Penelitian selanjutnya dapat menentukan apakah profesi harus diatur lebih ketat.
K. DAFTAR PUSTAKA Marjan Odar, Mateja Jerman, Anton Jamnik, dan Slavka Kavcic. 2017. Accountants’ Ethical Perceptions from Several Perspectives: Evidence from Slovenia. Economic ResearchEkonomska Istraživanja, 30(1), pp: 1785-1803.
4
REVIEW JURNAL NASIONAL Dilema Etika pada Akuntan – Sebuah Studi Persepsi Mahasiswa Akuntansi (Dwi Marlina Wijayanti, Frisky Jeremi Kasingku, dan Risa Rukmana)
A. JUDUL ARTIKEL Judul artikel adalah Dilema Etika pada Akuntan – Sebuah Studi Persepsi Mahasiswa Akuntansi.
B. NAMA PENULIS Penulis artikel adalah Dwi Marlina Wijayanti, Frisky Jeremi Kasingku, dan Risa Rukmana.
C. NAMA PUBLIKASI JURNAL Nama publikasi jurnal dari artikel ini adalah Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis.
D. VOLUME, NOMOR, DAN TAHUN TERBIT ARTIKEL Volume dan nomor jurnal yaitu volume 4 nomor 2, halaman 159-172 dan tahun terbit yaitu 2017.
E. ISU/ POKOK PERMASALAHAN Etika merupakan salah satu permasalahan yang sering dialami oleh praktisi akuntansi ketika melakukan aktivitas profesional akuntansi. Kegagalan praktisi akuntansi menjaga kepercayaan publik menyebabkan hilangnya kredibilitas mereka, sehingga penting bagi para praktisi akuntansi untuk memiliki pendidikan etika. Ketika proses pengambilan keputusan, individu akan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang dilandasi oleh nilai yang mereka percayai. Situasi yang beragam dapat berpengaruh pada pengambilan keputusan individu. Pada kondisi tertentu, individu dihadapkan pada permasalahan yang membutuhkan pengambilan keputusan terbaik. Oleh karena itu, pendidikan etika merupakan modal untuk menyelesaikan masalah dengan solusi yang terbaik tanpa melanggar etika bisnis. Kasus Enron merupakan salah satu kasus yang paling terkenal terkait pelanggaran etika, yang melibatkan akuntan profesional di Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson. Contoh lainnya yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anggota organisasi, misalnya pada kasus PT Kimia Farma dengan melakukan markup laba bersih pada laporan keuangan. Perilaku-perilaku menyimpang tersebut disebabkan karena rendahnya etika yang dimiliki 5
oleh individu. Lebih lanjut lagi, Knotts et al. (2000) menyebutkan bahwa sekolah bisnis harus meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai etika. Sebelum terjun ke dunia kerja, individu sebaiknya memiliki nilai moral yang menjadi landasan dalam mengambil keputusan etis. Studi yang dilakukan oleh Cohen et al. (2001) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi etika individu. Pendidikan yang semakin tinggi memberikan calon akuntan profesional bekal mengenai pengetahuan etika yang semakin banyak. Hal tersebut didukung oleh McPhail (2001) yang memberikan solusi untuk praktisi akuntansi agar terhindar dari perilaku yang menyimpang yaitu dengan adanya pendidikan etika sejak masa pendidikan. Eweje dan Brunton (2010) meyakini bahwa pada kondisi dilema, pandangan dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa gender, usia, dan pengalaman kerja, sedangkan faktor eksternal berupa insentif. Faktor internal individu yang diuji adalah gender, usia, dan pendidikan. Perbedaan gender mempengaruhi preferensi etis individu (Aluchna & Mikolajczyk, 2013). Wanita dipandang lebih beretika dibanding pria. Hal tersebut terjadi karena wanita menggunakan sisi sensitivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Penelitian yang dilakukan oleh Mcnichol & Zimmere (1985) dan Kidwell et al. (1987) menemukan hasil yang berbeda yaitu pria dan wanita tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam dilema etika. Demikian juga dengan faktor usia, Cohen et al. (2001) dan Longenecker (1988) menyebutkan bahwa individu dengan usia yang lebih tua memiliki etika yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan usia yang lebih muda. Tetapi Barnett et al. (1994) menemukan bahwa usia tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap dilema etika. Selain itu, Cohen et al. (2001) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi etika individu. Mahasiswa tingkat atas memiliki etika yang lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa tingkat bawah. Hasil tersebut masih belum dapat digeneralisasikan karena masih berupa pengujian awal dengan hasil yang belum konsisten.
F. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah gender, usia, dan tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku etis individu.
G. VARIABEL PENELITIAN 1. Gender Terdapat dua pendekatan elternatif mengenai perbedaan gender menurut Betz et al. (1989) meliputi pendekatan sosialisasi gender (gender socialization approach) dan 6
pendekatan struktural (structural approach). Pendekatan sosialisasi menjelaskan mengenai pria dan wanita membawa nilai dan sifat yang berbeda dalam dunia kerja. Pria akan bersaing untuk mencapai kesuksesan dan lebih cenderung untuk melanggar aturan-aturan karena mereka memandang pencapaian prestasi sebagai suatu persaingan, sementara wanita lebih menitikberatkan pada pelaksanaan tugas dengan baik dan hubungan kerja yang harmonis. Akuntan wanita lebih patuh pada aturan-aturan dan kurang toleran terhadap individu-individu yang melanggar aturan. Penelitian yang dilakukan oleh Smith & Oakley (1997) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan ditunjukkan oleh gender dalam hal menentukan keputusan etis, dimana wanita dikatakan lebih etis dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan bahwa wanita lebih sensitif dengan isuisu yang menyangkut moral, sedangkan pria menunjukkan sikap yang lebih rasional dibanding wanita. Dalam kasus kecurangan yang dilakukan oleh KAP, sebagian besar adalah pria seperti pada kasus Enron (Semendawai et al., 2011). Pria dalam memecahkan masalah moral lebih mempertimbangkan keadilan, aturan, dan hak-hak individu, sedangkan wanita lebih mempertimbangkan hubungan, peduli, dan belas kasih. 2. Usia Seseorang yang lebih tua cendrung lebih focus terhadap isu etis jika dibandingkan dengan yang lebih muda, karena semakin bertambah usia seseorang mereka menjadi lebih moralistik (Sankaran & Bui, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Laczniak & Inderrienden (1987) mengungkapkan penting untuk mempertimbangkan faktor usia dalam penelitian etika. Ruegger & King (1992) menemukan bahwa individu dengan usia yang lebih tua akan menunjukkan sikap yang lebih etis dibanding dengan yang berusia muda. Usia dikatakan tua jika berada dalam rentang antara 51-70 tahun dan usia muda yang dimaksud adalah usia 20-40 tahun. Suatu pertimbangan etis seseorang berkembang melalui enam langkah-langkah progresif, dari level pre-conventional sampai pada level post-conventional. Lawrence & Shaub (1997), usia individu meningkat pada suatu langkah yang lebih tinggi dalam pengembangan moral.
Individu
yang lebih tua perlu
memperlihatkan perilaku dan personal yang dipengaruhi faktor kondisional, hal ini terlihat bahwa perkembangan moral berkembang selaras dengan bertambahnya usia. Usia dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerapkan standar etika yang relevan, yang akan menghasilkan pandangan yang lebih etis terkait penyimpangan 7
etika. Semakin baik perkembangan moral individu maka cenderung lebih dapat berperilaku etis. Artinya individu cenderung lebih etis saat mereka tumbuh dewasa. Individu akan semakin banyak mendapatkan pengalaman seiring bertambahnya usia. 3. Tingkat Pendidikan Individu
yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dapat memahami
masalah yang lebih kompleks akan menyebabkan tingkat moral penalaran lebih baik hal tresebut dijelaskan dalam teori Kohlberg. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mendorong praktisi untuk lebih mempertimbangkan alternatif perspektif atau keadaan khusus dari pada menilai isu-isu secara sempit. Normadewi (2012) menemukan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi etis mahasiswa akuntansi, hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan yang mereka ketahui maka akan membantu mereka untuk bisa memberikan persepsi maupun tanggapan terhadap krisis etis yang melibatkan profesi akuntan. Pengetahuan yang didapatkan selama menempuh pendidikan oleh mahasiswa khususnya akuntansi akan mempengaruhi persepsi etis mereka dalam menjalankan profesinya. 4. Dilema Etika Dilemma sering dihadapi oleh para akuntan dalam menjalankan profesinya (Jakubowski et al., 2002). Kegagalan praktisi akuntansi menjaga kepercayaan publik menyebabkan hilangnya kredibilitas mereka. Sehingga etika dikatakan sangatlah penting dalam menjalankan profesi para akuntan. Etika idealnya mendasari pengambilan keputusan oleh pihak manajemen dalam menjalankan proses bisnis. Pada saat mengambil keputusan, individu akan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang dilandasi oleh nilai yang mereka percayai. Pada kondisi tertentu, individu dihadapkan pada permasalahan yang membutuhkan pengambilan keputusan terbaik. Dilema etika dapat dipengaruhi oleh pengaruh sosial dan konflik agen. Melalui pendidikan etika, mahasiswa dapat menyadari bahwa sikap etis dan potensi dilema etika merupakan aspek kunci untuk memahami proses pengambilan keputusan oleh individu (Aluchna & Mikołajczyk, 2013). Semakin tinggi nilai moral individu maka semakin baik perilaku individu. Eweje & Brunton (2010) meyakini bahwa pada kondisi dilema, pandangan dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa gender, usia, dan pengalaman kerja, sedangkan faktor eksternal berupa insentif. Aluchna & Mikołajczyk (2013) menguji faktor gender, usia, lama belajar, program studi, tempat kelahiran,
8
pengalaman profesional, pengalaman internasional, dan kemampuan ekonomi terhadap perilaku etis.
H. METODE ANALISIS Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa melalui kuisioner dengan alasan pengalaman yang dimiliki selama memperoleh ilmu pengetahuan yang disandingkan dengan internalisasi nilai-nilai moral dalam bisnis dan profesi, maka subjek memiliki cukup ilmu untuk memberikan keputusan pada kondisi dilema etika. Responden membawa pengalaman pribadi dan perilaku etis dalam mengambil keputusan. Mahasiswa dipilih karena mereka dapat menjadi proksi untuk akuntan, karyawan, dan manajer sejauh karakeristik sampel tidak membutuhkan pengalaman dan keahlian (Liyanarachchi & Newdick, 2009). Responden ditanyakan pendapatnya mengenai isu-isu etika yang di jabarkan dalam 11 skenario yang berbeda-beda. Dari 106 responden yang mendapatkan kuesioner, 2 responden dari mahasiswa strata dua tidak memberikan data yang cukup untuk penelitian sehingga jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 104 responden. Eksistensi dilema etika diukur menggunakan chi-square test karena data yang di olah adalah data nominal. Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, data dikelompokkan menjadi 3 tingkatan dilema etis seperti yang dikembangkan oleh Eweje & Brunon (2010). Tiga tingkatan tersebut adalah 0-3 jawaban positif – kesadaran etika yang tinggi/dilema etis yang lebih sering, 4-7 jawaban positif–
kesadaran etika menengah/dilema etis menengah, 8-11 jawaban positif–kesadaran etika yang rendah/dilema etis yang jarang. Dengan mengelompokkan setiap bagian jawaban sesuai dengan tingkatan tersebut, analisis uji chi-square dapat dilakukan.
I. TEMUAN/ PEMBAHASAN 1. Gender Berdasarkan hasil uji, gender menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dilema etika. Selain itu, wanita lebih sering mengalami dilema etika dibandingkan pria pada saat mengambil keputusan. Hal tersebut terjadi karena wanita merupakan individu yang lebih banyak mempertimbangkan banyak hal dibandingkan dengan pria. Ini sejalan dengan penelitian oleh Beltramini et al. (1984), Petterson et al. (1991), Jones & Gautschi (1988) yang menyebutkan bahwa wanita merasakan dilema etika lebih sering dari pria. Adanya respon yang berbeda antara pria dan wanita menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan dalam dunia bisinis dapat lebih beretika ketika wanita dilibatkan dalam pengambilan keputusan etis. Wanita lebih beretika 9
karena wanita lebih sensitif dengan isu-isu yang menyangkut dengan moral, sedangkan pria menunjukkan sikap yang lebih rasional dibanding wanita. Hasil ini memperkuat kesimpulan bahwa wanita memiliki peran penting dalam mengurangi pelanggaran etika di dunia kerja. 2. Usia Hasil uji menunjukkan bahwa usia bukan merupakan faktor yang menyebabkan individu mengalami dilema etika. Itu berarti usia yang lebih muda ataupun yang lebih tua memiliki preferensi yang sama. Dilema terjadi bukan karena usia yang berbeda tetapi karena adanya faktor lain, serta kedewasaan seseorang tidak ditentukan dari usia tetapi dari pegalaman dan pembelajaran yang dialami individu (Eweje & Brunon 2010). Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barnett et al. (1994); Sweney & Costello (2009) yang menyebutkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dilema etika pada saat proses pengambilan keputusan. Sweney & Costello (2009) menyebutkan bahwa perkembangan moral tidak berpengaruh terhadap perilaku etis, hal ini disebabkan adanya variabel kontinjen yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis seseorang. Artinya terdapat faktor eksternal yang mendorong persepsi etis individu yang mampu meninggalkan pertimbangan faktor internal (George, 2000). 3. Tingkat Pendidikan Hasil pengujian menunukkan tingkat pendidikan bukan merupakan faktor yang menyebabkan dilema etika. Hasil di atas menunjukkan bahwa individu dengan pendidikan yang lebih tinggi maupun lebih rendah sama-sama mengalami dilema. Hal tersebut terjadi karena individu memiliki banyak pertimbangan yang bukan berdasar pada banyaknya ilmu yang mereka dapatkan pada saat pendidikan tetapi lebih pada pengalaman praktik dan faktor internal lainnya. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eweje & Brunon (2010) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi dilema etika. McPhail (2001) menyebutkan bahwa semakin banyak pengalaman individu maka semakin kuat etika yang dimilikinya. Akuntan profesional yang sering menghadapi dilema perlu untuk menyadari bahwa keberadaan mereka di organisasi adalah untuk membawa kebaikan bagi banyak orang, memiliki empati yang tinggi, dan memegang teguh kode etik akuntan.
10
J. KRITIK DAN SARAN 1. Hampir seluruh variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Ini bisa disebabkan karena responden yang digunakan adalah mahasiswa strata satu dan dua yang ada di Universitas Negeri yang ada di Yogyakarta. Responden dari penelitian bisa mengunakan akuntan yang sudah perpengalaman. 2. Dalam penelitian ini pengukuran dari variabel juga tidak dicantumkan. Seharusnya untuk data primer khususnya kuisioner, pengukuran variabel ini harus diungkapkan dengan indikator. Dari indikator-indikator inilah akan timbul pernyataan ataupun pertanyaan dari kuisioner yang dibuat.
K. DAFTAR PUSTAKA Dwi Marlina Wijayanti, Frisky Jeremi Kasingku, dan Risa Rukmana. Dilema Etika pada Akuntan – Sebuah Studi Persepsi Mahasiswa Akuntansi. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, 4(2), pp: 159-172.
11