BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Migrain Menurut International Headache Society (IHS), migrain adalah nyeri kepala berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya pada satu sisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual dan/atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.2 Gejala-gejala tersebut dianggap sebagai manifestasi tahap vasodilatasi arteri intrakranial.
2.2 Epidemiologi Dari hasil penelitian epidemiologi,migren terjadi pada hampir 30 juta penduduk Amerika Serikat, 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%. Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
1
Onset migraine terjadi pada usia dibawah 30 tahun pada 80% kasus dan menurun seiring bertambahnya usia. Risiko terjadinya migren semakin besar pada orang yang memiliki riwayat keluarga penderita migren. Sekitar 75% sampai 80% pengidap migren memiliki anggota keluarga dekat yang mengidap nyeri kepala.
2.3 ICD
2.4
ICD 10
: 346,00-346,03 ( Migren dengan aura )
ICD 10
: 346,10-346,12 ( Migren tanpa aura )
Anatomi otak
Gambar.1
2
2.5
Etiologi
Bukti kuat pencetus migren
Diduga pencetus migren
•
Stres
•
nitrat
•
menstruasi
•
perut kosong
•
caffeine withdrawal
•
gangguan tidur
•
rangsang visual
•
alkohol
•
perubahan cuaca
•
monosodium glutamat
Gambar.2
3
2.6
Patofisiologi Migren bisa dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary of the brain) yang terjadi karena adanya kelainan pada aktivitas saraf sehingga pembuluh darah mengalami vasodilatasi, yang disusul dengan adanya nyeri kepala berikut aktivasi saraf lanjutannya. Serangan migren bukanlah didasari oleh suatu primary vascular event. Serangan migren bersifat episodik dan bervariasi baik dalam setiap individu maupun antar individu.
Gambar.3
4
Spreeding
Sist.Trigemino vaskular
depression
Gejala aura
-Vasodilatasi -Me
Inti2 saraf di batang otak (rafe & lokus seruleus)
Nyeri kepala
Ambang nyeri
-Vasodilatasi pemb. darah luar otak
Meningkatkan aktv. Sist. Saraf simpatis
Pembuluh darah melebar dan berdenyut
-Vasokontriksi pemb. darah dalam otak
Migren tanpa aura
Migren dengan aura
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura. Pencetus (trigger) migren berasal dari: 1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress, 2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan, 3. Bau-bau yang tajam, 4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan" internal (perubahan hormonal), 5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator, atau angiografi. 5
2.6.1 Mekanisme Nyeri pada Migren
Patogenesis nyeri pada migren belum dapat diketahui dengan pasti, namun ada 3 kunci yang dapat menjelaskan tentang pemahaman akan nyeri tersebut, yaitu: pembuluh darah cranial, inervasi trigeminal dari pembuluh darah tersebut, dan koneksi refleks dari sistem trigeminal dengan eferen parasimpatis kranial (cranial parasympathetic outflow). Seperti kita ketahui bahwa, parenkim otak merupakan salah satu organ yang tidak peka terhadap nyeri, sehingga rangsang nyeri
dapat dibangkitkan oleh pembuluh darah
cranial yang berukuran besar, pembuluh darah intracranial segmen proximal, atau selaput duramater. Pembuluh darah tersebut diinervasi oleh cabangcabang ofthalmik (ophthalmic division) dari nervus trigeminalis, sedangkan struktur yang membentuk fossa posterior diinervasi oleh cabang-cabang radiks C2.
6
neuron-neuron lapisan superfisial dari nukleus trigeminalis bagian kaudal (trigeminal nucleus caudalis) yang berada setinggi cervicomedullary junction dan neuron-neuron lapisan superfisial dari kornu dorsalis setinggi C1 dan C2 dari medulla spinalis yang membentuk trigeminocervical complex. Begitu pula hal yang serupa, stimulasi cabang-cabang radiks C2 akan mengaktivasi neuron neuron di regio otak yang sama. Keterlibatan cabangcabang oftalmik dari nervus trigeminalis dan adanya tumpang tindih dengan wilayah yang diinervasi oleh C2 dapat menjelaskan distribusi umum dari nyeri migraine yang melingkupi regio frontal dan temporal, begitupula regio parietal, occipital, dan servikal bagian atas, yang pada hakekatnya adalah merupakan suatu nyeri alih (referred pain). Aktivasi trigeminal perifer (peripheral trigeminal activation) yang terjadi pada migraine ditandai dengan dilepaskannya calcitonin-gene–related peptide (CGRP), yang merupakan vasodilator, namun mekanisme bangkitnya rasa nyeri belumlah jelas. Studi binatang coba mengesankan rasa nyeri kemungkinan ditimbulkan oleh suatu proses peradangan neurogenik steril (sterile neurogenic inflammatory process) yang mengenai lapisan dura mater, namun mekanisme ini belumlah jelas dibuktikan pada manusia. Rasa nyeri kemungkinan merupakan kombinasi dari suatu perubahan persepsi (altered perception)—yang diakibatkan oleh adanya sensitisasi perifer atau sentral— dari input kraniovaskuler yang tidak selalu bersifat nyeri dan adanya aktivasi dari mekanisme dilator neurovaskular yang menjalar kearah depan (feedforward neurovascular dilator mechanism) yang secara fungsional spesifik dimiliki oleh divisi pertama (ophthalmic) dari nervus trigeminus.
7
2.7
Manifestasi Klinis Migren Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren
bervariasi pada setiap individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut antara lain (Aminoff, MJ et al, 2005) : 1. Fase Prodromal Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren. 2. Fase Aura Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura
8
pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten. 3. Fase nyeri kepala Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anakanak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari. 4. Fase Postdromal Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa “segar” atau euphoria setelah terjadi serangan,
sedangkan yang lainnya merasa
deperesi dan lemas.
Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase nyeri kepala, dan fase postdromal.
9
2.8 Diagnosa 2.8.1 kriteria diagnosis
KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN TANPA AURA A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari karakteristik sebagai berikut: 1. Lokasi unilateral 2. Sifatnya berdenyut 3. Intensitas sedang sampai berat 4. Diperberat dengan kegiatan fisik D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini: 1. Mual atau dengan muntah 2. Fotofobia atau dengan fonofobia E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini: 1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik 2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan.
KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURA A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B B. Sekurang-kurangnya terdapa 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini: 1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang otak 2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama 3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih Dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang Dari 60 menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini: 1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik 2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan
10
2.8.2 Physical finding
Temuan fisik selama sakit kepala migrain mungkin termasuk yang berikut:
nyeri otot servikalis
Sindrom Horner (yaitu, miosis relatif dengan 1-2 mm dari ptosis pada sisi yang sama seperti sakit kepala
2.9
injeksi konjungtiva
Takikardia atau bradikardia
Hipertensi atau hipotensi
Hemisensory atau neurologis hemiparetic defisit
reaktivitas cahaya miskin, dengan dekat disosiasi dari cahaya
Klasifikasi migrain Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu: 3 Migrain dengan aura (Migrain klasik)
Gejala prodromal beberapa jam sebelum serangan. Seperti mengantuk, perubahan mood, rasa lapar, anoreksia.
Serangan di mulai dengan aura (membaik setelah 15menit-1 jam)
Gejala visual seperti skotoma meluas, teikopsia, spektra fortifikasi
Gejala sensorik seperti rasa baal unilateral dan parestesia pada wajah, lengan, dan/atau kaki
Nyeri seperti ditusuk-tusuk
11
Gejala yang menyertai yaitu fotopobia, mual, muntah, pucat, dan diuresis
Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam 4
Migren tanpa aura (Migren umum)
Tidak terdapat aura, tetapi pasien mengalami gejala prodromal yang tidak jelas
Nyeri kepala dapat terjadi saat bangun tidur
Migrain tanpa aura bisa didiagnosis setelah pasien diketahui memiliki sejarah serangan migrain sebanyak lima kali.
sangat khas yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai berat
5
6
disertai mual, fonofobia, dan fotofobia.
Nyeri kepala diperberat dengan adanya aktivitas fisik.
Migren basilaris (varian bickersaff)
Sering terjadi pada remaja wanita
Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
Tinitus
Penurunan pendengaran
Diplospi
Ataksia
Migren aura tanpa sakit kepala Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun. 12
7
Migren oftalmoplegik Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulang-ulang yang berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak didapatkan kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurangkurangnya 2 serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan serebrospinal.
2.9 Macam-macam cephalgia
2.11 Diagnosa banding
Iskemia serebral transien (TIA)
Epilepsi
13
2.12
Komplikasi
1. Status Migren Serangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam walaupun telah diobati sebagaimana mestinya. Telah diupayakan memberi obat yang berlebihan namaun demikian nyeri kepala tidak kunjung berhenti. Contoh pemberian obat yang berlebihan misalnya minum ergotamin setiap hari lebih dari 30 mg tiap bulan, aspirin lebih dari 45 gr, morfin lebih dari 2 kali per bulan, dan telah mengkonsumsi lebih dari 300 mg diazepam atau sejenisnya setiap bulannya. 2. Infark Migren Penderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura. Serangan yang terjadi sama tetapi defisit neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan pemeriksaan CT scan menunjukkan hipodensitas yang nyata. Sementara itu penyebab lain terjadinya infark dapat disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, pemeriksaan jantung dan darah.
beberapa
orang
mengalami
komplikasi
migrain
seperti:
1. migrain kronis Jika migrain Anda berlangsung selama 15 hari atau lebih sebulan selama lebih dari tiga bulan, Anda memiliki migrain kronis.
14
2. Status migrainosus Orang dengan komplikasi ini memiliki serangan migrain parah yang berlangsung selama lebih dari 3 hari. aura persisten tanpa infark. Biasanya aura hilang setelah serangan migren, tapi kadang-kadang aura berlangsung selama lebih dari satu minggu sesudahnya. Sebuah aura gigih mungkin memiliki gejala yang mirip dengan perdarahan di otak (stroke), tetapi tanpa tanda-tanda perdarahan di otak, kerusakan jaringan atau masalah lain.
2.13
Terapi
1. Non farmakologi Terapi nonfarmakologis meliputi: a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya b. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan migraine. c. Tidur yang teratur d. Makan yang teratur e. Olahraga f. Mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan pemicu.
15
2. Farmakologi Terdiri dari 2 macam, yaitu: 1. Pengobatan akut/segera (abortif). Jenis obat yang dipakai adalah:
Aspirin dan NSAID dosis tinggi (900 mg) untuk serangan ringan serta sedang.
Kombinasi
analgesik
dan
antiemetik,
contoh:
aspirin
dengan
metoklopramid atau parasetamol dengan domperidon untuk serangan ringan sampai sedang.
Analgesik yang mengandung opiat, contoh: almotriptan, eletriptan, sumatriptan, rizatriptan, zolmitriptan yang terdapat dalam bentuk sediaan oral, semprotan hidung, subkutan, dan rektal supositoria. Sediaan oral sesuai untuk intensitas nyeri kepala ringan sampai sedang untuk menjaga absorbsinya. Obat ini harus diberikan dengan dosis optimal dan sebaiknya diulang setiap 2 jam (untuk naratriptan setiap 4 jam), sampai nyeri kepala hilang sepenuhnya atau telah mecapai dosis maksimal. Golongan triptan sebaiknya tidak digunakan dalam 24 jam setelaj pemakaina triptan jenis lain.
1. Pengobatan preventif (profilaksis). Macam-macam obat pilihan pertama yang dianggap efektif dalam pengobatan preventif adalah:
Penyekat-ß misalnya atenolol, bisoprolol, metoprolol, nadolol, propanolol, dan timolol.
16
Pemakaian penyekat –β dikontraindikasikan pada sinus bradikardi, penyakit paru obstruktif (asma), dan DM.
Antagonis serotonin (5-HT2), misalnya: metisergid dan siproheptadin.
Antidepresan trisiklik, misalnya amitriptilin.
Penyekat-Ca, misalnya: flunarisin dan verapramil
Meningkatkan ambang rangsang nyeri .
Antikomvulsan, misalnya:Na valproat dan topiramat.
2.13.1 Terapi alternatif 1. Akupunktur uji klinis telah menemukan bahwa akupunktur dapat membantu untuk sakit kepala. Dalam perawatan ini, seorang praktisi menyisipkan banyak tipis, jarum sekali pakai menjadi beberapa daerah kulit Anda pada titiktitik yang telah ditentukan.
17
2. Biofeedback Biofeedback tampaknya efektif dalam mengurangi rasa sakit migrain. Teknik relaksasi ini menggunakan peralatan khusus untuk mengajarkan cara untuk memantau dan mengontrol respon fisik tertentu yang berkaitan dengan stres, seperti ketegangan otot.
18
3. Pijat terapi Terapi pijat dapat membantu mengurangi frekuensi migrain. Para peneliti terus mempelajari efektivitas terapi pijat dalam mencegah migrain. Terapi perilaku kognitif. Terapi perilaku kognitif dapat mengambil manfaat beberapa orang dengan migrain.
4. Herbal, vitamin dan mineral. Ada beberapa bukti bahwa herbal feverfew dan Butterbur dapat mencegah migrain atau mengurangi keparahan mereka, meskipun hasil studi dicampur. Butterbur tidak dianjurkan karena masalah keamanan jangka panjang.
5. Dosis tinggi dari riboflavin (vitamin B-2) juga dapat mencegah migrain atau mengurangi frekuensi sakit kepala.
19
2.14 Prognosis Bagi banyak penderita migren,masa penyembuhan sangat penting, terutama menghindari faktor pencetus. Migren pada akhirnya dapat sembuh sempurna. Terutama pada wanita yang sedah memasuki masa menopause, akan lebih aman mengalami serangan, berhubungan dengan produksi serotonin.
20
BAB 3 KESIMPULAN
migrain adalah nyeri kepala berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya pada satu sisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual dan/atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.2 Gejalagejala tersebut dianggap sebagai manifestasi tahap vasodilatasi arteri ekstrakranial. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah Riwayat keluarga, hormon, makanan yang bersifat vasodilator, stres, rangsangan sensorik, alkohol dan merokok. Ada 2 tipe migren secara umum, antara lain migren dengan aura dan migren tanpa aura. Yang lainnya ialah migren basilaris dan migren oftalmoplegik. Diagnosa banding migren antara lain: iskemia serebral transien (TIA), dan epilepsi. Pengobatan migrain dilakukan dengan farmakologi dan non farmakologi.
21