Metode Kritis-historis Orientalis

  • Uploaded by: Lukman
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Metode Kritis-historis Orientalis as PDF for free.

More details

  • Words: 2,450
  • Pages: 61
Adn in Ar mas , M.A . Adnin Armas, M.A. Kandidat Doktor di ISTAC-IIUM, Kuala Lumpur/Direktur Eksekutif INSISTS

Meto de Kr iti s-Hi st oris (Historical Critical Method/ Überlieferungsgeschichtliche)  Materi Kajian: Problem Teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Pr oble m Teks Pe rja nji an Lama  Persoalan Lisan dan Tulisan  Sumber Lisan  PL → bahasa Ibrani, Aram, bahasa Kanaan, bahasa Yehuda  Tulisan PL →Kanaan→Aramaik (Asyur)→tulisan persegi (square script)→Ibrani

Pr oble m Teks Pe rja nji an Lama Persoalan Penerjemahan → Aramaik (Targum) Biblia Hebraica → Yunani kuno (Septuagint) → Syiriak (Peshitta) → Latin (Vulgata) → Eropa

Pr oble m Teks Pe rja nji an Lama Persoalan Teks: Teks PL pertama kali dicetak pada tahun 1488 di Soncino, Italia. Sebelumnya, selama kurang lebih 3000 tahun ditulis tangan.

Pr oble m Teks Pe rja nji an Lama  Persoalan Teks:  Penduduk Samaria menganggap hanya Torah, bukan Neviim dan Kethubim.  Orang-orang Yahudi: PL →24 buku  Protestan →39 buku  Katolik Roma dan Ortodoks → 46 buku

Pr oble m Teks Pe rja nji an Baru  Teks Asal telah berubah Menjadi Bahasa Yunani Kuno  Lebih Dari 5000 Manuskrip  Teks Standart: Edisi Erasmus (1516)

Me tode Kr itis- Hist oris 1. 2. 3. 4. 5.

Kritik Sastra (Kritik Sumber) Kritik Teks Kritik Bentuk Kritik Redaksi Kajian Filologis

Kr it ik Sa st ra PL  Jerome (±342-420):  Sejumlah paragraf bukan karangan Musa. Abraham ibn Ezra (1092-1167): Musa bukanlah pengarang keseluruhan Taurat Andreas Bodenstein menulis De canonis Scripturis libellius (Kanonisasi Kitab Suci) pada tahun 1520.

Kr it ik Sa st ra PL  Isaac de la Peyrère (1592-1676):  Pengarang Taurat lebih dari seorang. Sebabnya banyak kisah dalam Taurat yang kabur (obscurity), membingungkan (confusion), tidak lengkap (unfinished), terdistorsi (distorted) dan bertentangan (contradictions).

Kr it ik Sa st ra PL  Baruch Spinoza/Benedict de Spinoza (1632-1677):  Menolak keimanan sebagai titik tolak untuk mengkaji Alkitab. Semangat penuh kebebasan tanpa prejudis keimanan adalah keharusan untuk mengkaji Alkitab.

Kr it ik Sa st ra PL  Richard Simon (!638-1712) menulis Histoire critique de Vieux Testament (Historis-Kritis Perjanjian Lama-1678): Taurat adalah hasil kompilasi yang sangat panjang (the result of a long process of compilation).

Kr it ik Sa st ra PL  Jean le Clerc (1654-1736): “higher criticism”  “Dokumen-dokumen Bibel telah dihasilkan dalam situasi-situasi khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dengan maksud-maksud yang khusus.

Kr it ik Sa st ra PL  PL (Masoretic text) menjadi textus receptus ketika Masoretes meletakkan tanda-tanda vokal pada abad ke-8 hingga abad ke-11 M.

Kr it ik Te ks PB  Teks Standart: Edisi Erasmus (1516)  John Mill menghimpun 30.000 varian bacaan yang berbeda (1707).  Richard Bentley (m. 1742) meninggalkan lebih dari 40 tempat  Johan Albrecht Bengel (m. 1752): Bacaan yang lebih sulit lebih diprioritaskan dibanding bacaan yang mudah.  Asumsi: penulias akan memudahkana tulisan yang sukar dipahami, ketimbang menyulitkan tulisan yang mudah dipahami.

Kr it ik Te ks PB  Johan Salomo Semler (m. 1791): Kalam Ilahi dan Kitab Suci tidak identik. Kitab Suci memuat buku2 yang penting hanya utk masa terdahulu saat buku2 tsb ditulis. Ajaran seperti itu tiddak dapat memberi sumbangan moral kepada manusia hari ini untuk maju. Bagian-bagian dari Bibel bukanlah inspirasi dan tidak dpt diterima secara otoritatif. Buku yg ada dlm Bibel adalah murnis historis. Bibel terbentuk berdasarkan kpd kesepakatan dari wilayah2 Gereja.

Kr it ik Te ks Johann Jakob Griesbach (m. 1812) memasukkan versinya ketimbang menggunakan textus receptus. Menganalisa pengarang PB. Karya Matius, Markus dan Lukas mustahil diharmonisasikan. Susunan kronologis dari karya mereka tidak dapat dipercaya.  Karl Lachmann meninggalkan secara total teks standar dan menerbitkan teks baru (1831).  Teks orisinal PB tidak mungkin akan dihasilkan lagi.

Kr it ik Be ntuk  Johann Gottfried Herder (1744-1803):  Setiap pengarang Bibel memiliki maksud, waktu dan lokasi masing-masing. Bibel yang utama (Primal Gospel) adalah oral dibanding tulisan. Bibel yang paling tua adalah ucapan oral Yesus.

Kr it ik Be ntuk  Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768-1834):  Sekalipun Bibel adalah wahyu, namun ia ditulis dalam bahasa manusia.  Buku-buku yang ada dalam Bibel sepatutnya diperlakukan sama dengan karya-karya tulis yang lain.  Timotius I bukanlah berasal dari Paulus.

Orientalis Modern dalam Studi al-Qur’ān Gustav Weil (m. 1889)

Ignaz Goldziher (m. 1921)

Abraham Geiger (m. 1871)

Snouck Hurgronje (m. 1936)

Theodor Nöldeke (m. 1930)

Friedrich Schwally (m. 1919)

Joseph Schacht (m. 1969)

G. Bergstraesser (m. 1931)

Arthur Jeffrey (m. 1959)

Edward Sell (m. 1932)

Richard Bell (m. 1959)

Otto Pretzl (m. 1941)

John Wansbrough (m. 2002)

Harald Motzki

Andrew Rippin Herbert Berg Daniel A. Madigan

Regis Blachere (m. 1973)

Pendeta Alphonse Mingana (m. 1937): “Sudah tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap alQur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani.”

Mo hamm ed Ar koun: “Sayang sekali kritik-kritik filsafat tentang teksteks suci--yang telah diaplikasikan kepada Bibel Ibrani dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan konsekuensi negatif untuk ide wahyu terus ditolak oleh pendapat kesarjanaan Muslim. Karya-karya mazhab Jerman terus ditolak, dan kesarjanaan Muslim tidak berani menempuh penelitian seperti itu sekalipun penelitian tersebut akan menguatkan sejarah Mushaf dan teologi wahyu.”

Ar thur Jeffe ry ( 18921959): “Komunitaslah yang menentukan masalah ini suci dan tidak. Komunitaslah yang memilih dan mengumpulkan bersama tulisan-tulisan tersebut untuk kegunaannya sendiri, yang mana komunitas merasa bahwa ia mendengar suara otoritas keagamaan yang otentik yang sah untuk pengalaman keagamaan yang khusus.”

Taufik Adnan Amal: “Uraian dalam paragraph-paragraf berikut mencoba mengungkapkan secara ringkas proses pemantapan teks dan bacaan Alqur’an, sembari menegaskan bahwa proses tersebut masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaanya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan menggagas bagaimana menyelesaikan permasalahan itu lewat suatu upaya penyuntingan edisi kritis al-Qur’an.”

“Edisi kritis Alquran ini tentunya diarahkan sedemikian rupa untuk menghasilkan bentuk teks yang lebih memadai dan mudah dibaca.”

Luthfi As syaukanie: “Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa alQur’an dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma‘nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa al-Qur’an yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (alkhayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan al-Qur’an sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik dan rekayasa.”

Jurn al J ustisia Fakulta s S ya ria h In stitut Agama Is lam Ne geri Semara ng, (E disi 23 Th X I, 2003):

“Dalam studi kritik Qur’an, pertama kali yang perlu dilakukan adalah kritik historisitas Qur’an. Bahwa Qur’an kini sudah berupa teks yang ketika hadir bukan bebas nilai dan tanpa konteks. Justru konteks Arab 14 abad silam telah mengkonstruk Qur’an…

Jurn al J ustisia Fakulta s S ya ria h IA IN W ali songo, Se ma rang, (Ed isi 23 Th XI, 2 003): Adalah Muhammad saw, seorang figur yang saleh dan berhasil mentransformasikan nalar kritisnya dalam berdialektika dengan realitas Arab. Namun, setelah Muhammad wafat, generasi pasca Muhammad terlihat tidak kreatif. Jangankan meniru kritisisme dan kreativitas Muhammad dalam memperjuangkan perubahan realitas zamannya, generasi pasca-Muhammad tampak kerdil dan hanya mem-bebek pada apa saja yang asalkan itu dikonstruk Muhammad…

Tanpa menegasikan besarnya peran yang dimainkan Mushaf Utsmani dalam mentransformasikan pesan Tuhan, kita terlebih dulu menempatkan Mushaf Utsmani itu setara dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, Mushaf itu tidak sakral dan absolut, melainkan profan dan fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat di dalamnya, yang masih dalam proses pencarian. Karena itu, kini kita diperkenankan bermain-main dengan Mushaf tersebut, tanpa ada beban sedikitpun, beban sakralitas yang melingkupi perasaan dan pikiran kita.” ( Aksin Wijaya, “Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan” (2004), Tesis Master IAIN Yogya, hal. 123)

Aplikasi Metode Kritis-Historis Dalam Studi alQur’an

Al-Qur’an zaman Nabi Muhammad (saw)

Aloys Sprenger (1813-1893): “Muhammad sebagai penyampai al-Qur’an untuk orang ‘yang buta huruf’ bukan untuk ditulis di atas kertas.”

Hartwig Hirshfeld (m. 1934): “Ketika maut mendekatinya, Muhammad tidak berusaha untuk menghimpun materi wahyu ke dalam sebuah buku. Tidak dihimpunnya materi wahyu itu bukan disebabkan Muhammad sudah terlebih dahulu wafat, namun memang karena Muhammad tidak ingin menghimpunnya ke dalam sebuah mushaf. Selain itu, Muhammad tidak menghimpun al-Qur’an menjadi sebuah mushaf supaya Muhammad bebas untuk merubah ayatayat yang tidak sesuai lagi dengan keadaan. Muhammad lebih suka para muridnya untuk menghapal materi wahyu tersebut.”

Régis Blachère (m.1973): Tidak ada alasan formal untuk mempercayai Muhammad secara pribadi telah terus menetapkan mushaf dari wahyu. Sesungguhnya terdapat alasan yang serius untuk berfikir bahwa Ia tidak menjadikan tugas menghimpun buku sebagai sebuah visi (There is no formal reason to believe that Muhammad would have personally proceeded to constitute a corpus from the Revelation. Indeed there is a serious reason to think that he had not even envisioned this task).

Al-Qur’an zaman Abu Bakar dan Umar ra.

Leone Caentani (m. 1935): Hadits yang menyatakan bahwa alQur’an pertama kali dihimpun pada zaman Abu Bakar adalah palsu. Hadits tersebut bertujuan untuk menjustifikasi tindakan ‘Utsman menghimpun al-Qur’an.

Friedrich Schwally (m. 1919):

Mushaf Abu Bakr adalah mushaf pribadi

Musthafa Mandur : Motivasi yang mendorong Abu Bakr dan ‘Umar adalah perasaan rendah diri (murakkab naqs), dan karena ‘Umar memberikan mushaf tersebut kepada anaknya, maka mushaf tersebut adalah harta pribadi (maliyah shaksiyyah)

Ta ufik Ad nan Am al: “Mushaf yang dihimpun pada zaman Abu Bakr dan ‘Umar bukanlah mushaf resmi. Selain itu, motivasi yang mendorong dihimpunnya mushaf tersebut bukanlah disebabkan banyaknya para Qurra’ yang meninggal dalam perang Yamamah.”

Mushaf-Mushaf Tandingan

Ar thur Jeffe ry:  Sebenarnya terdapat beragam Mushaf yang beredar di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Mushaf-Mushaf tersebut berbeda dengan Mushaf ‘Utsman. Jadi, ketika Mushaf ‘Utsmani dijadikan satu teks standart yang resmi dan digunakan di seluruh wilayah kekuasaan Islam, maka kanonisasi tersebut tidak terlepas dari alasan-alasan politis (political reasons).

Arthur Jeffery: Mushaf Abdullah ibn Mas’ud mengeluarkan alfatihah, al-nas, al-falaq dari al-Qur’an

Ar thur Jeffe ry: “Tentu saja terdapat kemungkinan al-Fatihah sebagai sebuah doa dikonstruksi oleh Nabi sendiri, tetapi penggunaannya dan posisinya di dalam al-Qur’an kita saat ini dikarenakan para penyusunnya, yang menempatkannya, mungkin di halaman awal Mushaf Standar.”

Luthfie Assyaukanie “Ibnu Mas‘ud bukanlah seorang diri yang tidak menyertakan al-Fatihah sebagai bagian dari alQur’an. Sahabat lain yang menganggap surah “penting” itu bukan bagian dari al-Qur’an adalah Ali bin Abi Talib yang juga tidak memasukkan surah 13, 34, 66, dan 96. Hal ini memancing perdebatan di kalangan para ulama apakah al-Fatihah merupakan bagian dari al-Qur’an atau ia hanya merupakan “kata pengantar” saja yang esensinya bukanlah bagian dari kitab suci.

Luthfi As syaukanie: Salah seorang ulama besar yang menganggap al-Fatihah bukan sebagai bagian dari al-Qur’an adalah Abu Bakr al-Asamm (w. 313 H). Dia dan ulama lainnya yang mendukung pandangan ini berargumen bahwa al-Fatihah hanyalah “ungkapan liturgis” untuk memulai bacaan al-Qur’an. Ini merupakan tradisi popular masyarakat Mediterania pada masa awal-awal Islam. Sebuah hadis Nabi mendukung fakta ini: “Siapa saja yang tidak memulai sesuatu dengan bacaan alhamdulillah [dalam hadis lain bismillah] maka pekerjaannya menjadi sia-sia.”

Mushaf ‘Utsmani

Arthur Jeffery: Standartisasi Mushaf ‘Uthmani tidak terlepas dari alasan-alasan politis (political reasons).

Ar thur Jeffe ry:  Sebenarnya terdapat beragam Mushaf yang beredar di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Mushaf-Mushaf tersebut berbeda dengan Mushaf ‘Utsman. Jadi, ketika Mushaf ‘Utsmani dijadikan satu teks standart yang resmi dan digunakan di seluruh wilayah kekuasaan Islam, maka kanonisasi tersebut tidak terlepas dari alasan-alasan politis (political reasons).

Jurn al J ustisia Fakulta s S ya ria h IA IN W ali songo, Se ma rang, (Ed isi 23 Th XI, 2 003):

Dari sekian banyak daftar ketidakkreatifan generasi pascaMuhammad, yang paling mencelakakan adalah pembukuan Qur’an dengan dialek Quraisy, oleh Khalifah Usman Ibn Affan yang diikuti dengan klaim otoritas mushafnya sebagai musfah terabsah dan membakar (menghilangkan pengaruh) mushaf-mushaf milik sahabat lain…

Jurn al J ustisia Fakulta s S ya ria h IA IN W ali songo, Se ma rang, (Ed isi 23 Th XI, 2 003): Imbas dari sikap Usman yang tidak kreatif ini adalah terjadinya militerisme nalar Islam untuk tunduk/mensakralkan Qu’an produk Quraisy. Karenanya, wajar jika muncul asumsi bahwa pembukuan Qur’an hanya siasat bangsa Quraisy, melalui Usman, untuk mempertahankan hegemoninya atas masyarakat Arab [dan Islam]. Hegemoni itu tampak jelas terpusat pada ranah kekuasaan, agama dan budaya. Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.” (Pengantar Redaksi; Kritik Historisitas Qur’an: Pengantar menuju Desakralisasi)

Ah mad Ba so : Mushaf Utsmani adalah konstruk Quraisy terhadap alQur’an dengan mengabaikan sumber-sumber mushaf lainnya. Misalnya, Mushaf Abdullah bin Mas‘ud yang sempat diabaikan oleh Utsman, menyebutkan bacaan, “Inna al-dina ‘inda Allah al-hanifiyyah,” bukan “alIslam.” Versi ini disingkirkan oleh Utsman dalam mushafnya karena Ibnu Mas‘ud tidak merepresentasikan kekuasaan Quraisy. Abdullah bin Mas‘ud berasal dari kalangan suku marjinal Hudzail. Dan yang perlu diketahui, kekuasaaan Utsman adalah representasi dari kekuasaan hegemoni Quraisy yang memonopoli segenap produk-produk cultural dan keagamaan dalam sejarah awal… mana yang mewakili kalamullah, Mushaf Utsmani atau Mushaf Abdullah bin Mas‘ud?

Mu s’a b bin Sa ’d: adrakat al-nas hina fa‘ala ‘Utsman ma fa‘ala, fama raitu ahadan ankara dhalika, ya‘ni min al-muhajirin wa al-ansar wa ahl al-‘ilm.

Ali r a.:  “Seandainya Ia belum melakukannya, maka aku yang membakarnya (law lam yasna’hu ‘Utsman lasana‘tuhu).  “Seandainya aku yang berkuasa, niscaya aku akan berbuat mengenai Mushaf sebagaimana yang ‘Utsman buat (law walitu, lafa‘altu fi al-Masahif alladhi fa‘ala ‘Utsman).

Th abit b in ‘Ima rah alHa nafi:  “Aku telah mendengar Ghanim bin Qis alMazni mengatakan: “Seandainya ‘Utsman belum menulis mushaf, maka manusia akan mulai membaca puisi.” (law lam yaktub ‘Utsman al-mushaf, latafiqa al-nas yaqra’una al-shi‘r).  Abu Majlaz mengatakan: “Seandainya ‘Utsman tidak menulis al-Qur’an, maka manusia akan terbiasa membaca puisi.”(law la anna ‘Utsman kataba al-Qur’an laulfiyat al-nas yaqra’una alshi‘r).

Ar thur Jeffe ry: Al-Qur’an memiliki banyak kelemahan. Oleh sebab itu, perlu sebuah al-Qur’an dengan bentuk yang baru yang disebut dengan al-Qur’an edisi kritis (a critical edition of the Qur’an)

Arthur Jeffery: Jilid Pertama, mencetak teks hafs yang diklaim sebagai textus receptus dengan menyertakan apparatus criticus

Jilid Kedua, pengenalan (introduction) terhadap sejarah al-Quran sebagaimana Geschichte des Qorans edisi kedua

Jilid ketiga, menerangkan apparatus criticus

Jilid keempat, membuat kamus alQur’an yang akan memuat makna asal kosa kata al-Qur’an.

Ta ufik Ad nan Am al: “Edisi kritis Alquran ini tentunya diarahkan sedemikian rupa untuk menghasilkan bentuk teks yang lebih memadai dan mudah dibaca.”

Program Stud i Taf si r Hadits Fakul tas Ushulu ddi n dan Fi lsafa t UIN Syari f H idayatul lah Mata kuliah: Kajian Orientalisme terhadap alQur’an dan Hadits Tujuan: Mahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan kajian orientalis terhadap alQur’an dan Hadits Referensi: Mohammed Arkoun, Rethinking Islam Norman Calder, Studies in Early Muslim Jurisprudence Kenneth Cragg, The Event of the Qur’an: Islam in its Scripture Farid Essack, Qur’an Liberation & Pluralism

Related Documents


More Documents from "Heri Susanto"

00-hidden Mission
April 2020 44
Laporan_new(2)[1].docx
August 2019 56
Rpp Smt 1
November 2019 34
Soal Pre Test.pdf
May 2020 30