BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia dimana WHO melaporkan bahwa 0,5% dari penduduk dunia terserang penyakit ini, sebagian besar berada di negara berkembang sekitar 75%, diantaranya di Indonesia setiap tahun ditemukan 539.000 kasus baru Tuberkulosis (TB) positif dengan kematian 101.000. (Depkes,2010). Indonesia sendiri menempati peringkat ke-3 setelah india dan Cina yang menjadi negara dengan kasus TB tinggi. Hasil survey prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600 ribu diantaranya perempuan) sementara 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). (Depkes,2011). Tuberkulosis ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak sang penderita). Ketika penderita TB Paru batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan kuman TB Paru atau bacillike udara. (Amin dan Asril, 2007)
1.2 Rumusan masalah 1. Apa yang definisi Tuberkulosis ? 2. Apa etiologi penyakit tuberkulosis ? 3. Apa patofisiologi tuberkulosis ? 4. Apa menifestasi klinis dari tuberkulosis ? 5. Bagaimana penatalaksanaan medis tuberkulosis?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari tuberkulosis. 2. Untuk mengetahui etiologi tuberkulosis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi tuberkulosis. 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari tuberkulosis. 5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari tuberkulosis.
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tubercolusis. Kuman ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang bagian lain dari tubuh seperti ginjal, tulang, dan otak. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. Tuberkulosis (TB atau TBC) pada anak memang berbeda dengan TB pada orang dewasa. TB pada anak menginfeksi primer di parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk, sehingga jarang ditemukan gejala khas TB seperti batuk berdahak.Pada parenkim paru ini juga kuman cenderung lebih sedikit, maka TB tidak menular antara sesama anak. TB sangat mudah menular dari orangtua ke anak, tapi TB tidak menular dari anak ke anak. TBC adalah penyakit serius yang gampang menular secara langsung melalui udara. Anak-anak dengan kekebalan tubuh buruk paling rentan tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi TB tidak menular antara sesama anak. Tuberkulosis
adalah
penyakit
akibat
infeksi
kuman
Mikobakterium
tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia.
2.2 Etiologi Kuman penyebab TBC yakni Mycobacterium tuberkulosis ditularkan melalui percikan dahak. Jika terkena kuman terus-menerus dari orang-orang dewasa di
dekatnya, terutama orangtua, maka anak tetap terkena. Di antara sesama anak kecil sendiri sangat kecil kemungkinan menularkan. Penyebab
tuberkulosis
adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi
dengan
pemanasan,sinar
matahari,dan sinar ultraviolet. Ada
dua
macam mikobacteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe bovin.Basil tipe bovin berada dalam usus sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus .Basil tipe human bisa berada dibercak ludah ( droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup
bercak
ini.Perjalanan
TBC
setelah
infeksi
melalui
udara.
(Nanda.2013).
2.3 Patofisiologi Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales.
kompleks
Mycobacterium
tuberculosis
meliputi
M.
tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain
dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga. Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis (M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi bila M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah maka M.Tb akan berkembang biak dan menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari darah akan ditarik secara kemotaksis ke arah
M.Tb berada, kemudian memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat
membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk tuberkel yang mengandung selsel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa Langhans) dan limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di dalamnya dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer) menjalar ke kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan limfangitis akan membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat aktif kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau terjadi kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat mencair dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya.
2.4 Manifestasi Klinis Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan faktor agen (jumlah, virulensi). Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah demam yang tidak tinggi (subfebris), berkisar 38°C, biasanya timbul sore hari, 2-3 kali seminggu dan belangsung 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, tidak terlalu mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB paru pada anak
umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun terjadi, berarti limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat reseptor batuk. Batuk kronik pada anak lebih sering dikarenakan oleh asma. Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan sebagai gejala nonspesifik. Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan pada kasus infeksi lain. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain atau secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis pada anak dapat disebutkan sebagai berikut :
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi
Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive)
Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple
Batuk lama lebih dari 30 hari
Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi (gibbus, pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid), dll.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan sputum (S-P-S) Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obatobat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadangkadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.
b. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%. c. Rekomendasi WHO skala IUATLD : 1. Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative 2. Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
3. Ditemukan 10-99 BTA : 1+ 4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+ 5. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
d. Pemeriksaan tuberculin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6– 12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
e. Pemeriksaan Rontgen Thoraks Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia
atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras. Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
f. Pemeriksaan CT Scan Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
g. Radiologis TB Paru Milier TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih
dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
h. Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.
Permulaan tuberkulosis sukar diketahui karena gejalanya tidak jelas dan tidak khas,tetapi kalau terdapat panas yang naik turun dan lama dengan atau tanpa batuk dan pilek, anoreksia, penurunan berat badan dan anak lesu, harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Petunjuk lain umtuk diagnosis tuberkulosis ialah adanya kontak dengan penderita tuberkulosis orang dewasa. Diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin positif dan kelainan radiologis paru. Basil tuberkulosis tidak selalu dapat ditemukan pada anak.
2.6 Penatalaksanaan medis Kemoterapi : Pemberian terapi pada tuberculosis didasarkan pada 3 karakteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen, basil yang hidup di tempat yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman hingga beberapa tahun, dan basil yang mengalami mutasi sehingga resisten terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 12-18 bulan, dosis 10-20 mg/kgBB/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama 2 bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberikan dua kali dalam 1 minggu. Pada TB berat dan ekstrapulmonal biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah EMB dan streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan RIF selama 4-10 bulan sesuai perkembangan klinis. Pada meningitis TB, perikarditis, TB milier, dan efusi pleura diberikan kortikosteroid yaitu prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan perlahan (tapering off) sampai 2-6 minggu bersamaan dengan pemberian obat anti tuberkulosis. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuscular) dan ethambutol. Selain itu juga, kita jangan melupakan terapi pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya. Ada juga terapi pembedahan. Terapi ini dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberkulosis untuk jaringan paru yang rusak. Pencegahan adalah dengan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan kemoterapi, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen.
Non Medikamenosa. Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada tatalaksana TBC adalah keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh dan tidak melanjutkan pengobatan. Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang mengenai TBC dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat. Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan. DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu : Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan matu terjamin, Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC. Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah : Petugas kesehatan, Keluarga pasien, Kader, Pasien yang sudah sembuh, Tokoh masyarakat, Guru. Tugas pengawas minum obat adalah : Mengawasi pasien agar minum obat secara teratur sampai selesai pengobatan, Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, Mengingatkan kepada pasien untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa) dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TBC yang mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik
pada biakan, lebih-lebih pada pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada anak diagnosis tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam strategi DOTS. Maka diperlukan strategi diagnostik lain yaitu dengan menggunakan sistem skoring. Kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji Tuberculin negatif), tetapi kontak dengan penderita TB aktif, obat yang
digunakan
adalah
INH
5-10
mg/kgBB/hari
selama
2-3
bulan.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor menjadi TB aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid atau imunosupresan lain, penderita penyakit keganassan, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk, masa akil balik, atau infeksi baru TB, konfersi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan a. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orang tua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga) b. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit) c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil).
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom
Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
d. Riwayat Masa Lalu Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur? Pernah dirawat dirumah sakit ? Obat-obat yang digunakan/riwayat Pengobatan, Riwayat kontak dengan penderita TBC, Alergi, Daya tahan yang menurun., Imunisasi/Vaksinasi : BCG. e. Riwayat Penyakit Sekarang Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempattempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula) f. Riwayat Keluarga Adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak, Kondisi rumah , Merasa dikucilkan, Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, Biasanya pada keluarga yang kurang mampu, Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, Tidak bersemangat dan putus harapan. h. Riwayat psikososial spiritual Yang mengasuh, Hubungan dengan anggota keluarga, Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan secara umum, Pelaksanaan spiritual. i. Pola fungsi kesehatan. Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. Pola nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. Pola eliminasi. Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. Pola aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). Pola tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. Pola kognitif perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu. Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. Pola seksualitas/reproduktif. Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. Pola koping toleransi stres, Menarik diri, pasif. j. Pemeriksaan Fisik a. Demam: sub fibril, fibril (40-41°C) hilang timbul. Batuk: terjadi karena
adanya
iritasi
pada
bronkus;
batuk
ini
membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum). b. Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru. c. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak). d. Pembesaran kelenjar biasanya multipel. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses. k. Pemeriksaan Diagnostik Dan Pengobatan a. Uji tuberkulin
uji tuberkulin (+).
hipersensitifitas tipe lambat
imunitas seluler.
Infeksi TB.
b. Foto rontgent Rutin : foto pada rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen. Rontgent paru tidak selalu khas. c. Pemeriksaan mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK. d. Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi). e. Pemeriksaan patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber infeksiAdanya kontak dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa. f. Lain-lain (Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
l. Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS, KKA, dan DDST a. Pertumbuhan
Kaji BBL,BB saat kunjungan
BB normal
BB normal, mis : ( 6-12 tahun ) umur.
kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun.
LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan
b. Perkembangan
lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais meringis
usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda, memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti.
usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan
sederhana, dan
larangan berpartisipasi dalam permainan.
usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu, bersaing
usia 18-24 bulan = naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan mereka.
usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat dan lain-lain.
usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut warna, dan menyayangi saudara.
usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
3.2 Diagnosa Keperawatan a. Diagnosa yang dapat muncul yaitu : 1. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi 2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi 3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi, proses inflamasi, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman. 4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu yang lama. 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan : Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Anoreksia. 6. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua berhubungan dengan isolasi pasien
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan a. Diagnosa 1 KH : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dipsnue Rencana tindakan : 1. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnue R : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapi dimulai untuk mendapatkan efeknya, O2 humidifier mengurangi dipsnue dan meningkatkan oksigenasi. 2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur R : Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang
3.
Berikan obat batuk ekspektoran sesuai kebutuhan R : ekspektoran membantu mengeluarkan mukus
b. Diagnosa 2 KH : Keluarga akan mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit dan pengobatan. Rencana tindakan : 1. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang penularan dan pengobatan TB R : pemahaman bagaimana penularan TB dan penangannya membantu mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi, dan pengobatan yang diberikan. 2. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang bagaimana memberikan pengobatan, berapa lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi bila anak tidak menjalani tuntas pengobatannya. R : pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko bila pengobatan diberhentikan di awal akan menigkatkan kepatuhan.
c. Diagnosa 3 KH : Tidak terjadi penyebaran infeksi Rencana tindakan : 1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi. R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. 2. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu
perkumpulan. Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan. R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya penyebaran 3. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. 4. Gunakan masker setiap melakukan tindakan R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi 5. Monitor temperatur R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. 6. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan 7. Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan. R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan selanjutnya
d. Diagnosa 4 KH : Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi Rencana tindakan : 1. Kaji seberapa banyak pengetahuan dan yang dimiliki orang tua dan anak tentang TB dan hal ketidakpahaman yang dimiliki R : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk belajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka panjang. 2. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani pengobatan dengan tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan. R : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan informasi perlunya mengikuti program pengobatan dengan
tuntas
dan
menurunkan
risiko
kegagalan
akibat
defisit
pengetahuan. 3. Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika diperlukan R : hak ini akan menurunkan risiko pengabaiyan dosis yang dilakukan anak selama pengobatan
e. Diagnosa 5 Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi dan BB meningkat. KH : Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, pemulihan kebutuhan nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik. Rencana Tindakan: 1. Mengukur dan mencatat BB pasein R : BB menggambarkan status gizi pasien 2. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering R : Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah 3. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien 4. Memberikan makanan tinggi TKTP R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah 5. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan. R : Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan 6. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
7. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien. R : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan
nutrisi
untuk
pemulihan
klien
sehingga
dapat
meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi. 8. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri. R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien. 9. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% ) R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
f. Diagnosa 6 KH : Orang tua tetap dapat menjalankan perannya. Rencana tindakan : 1. Ajarkan orang tua tentang tekhnik isolasi yang benar R : pemahaman dan mengikuti teknis isolasi dengan benar membantu mencegah penularan TB yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan 2. Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi anak secara teratur. R : seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan terhadap perpisahan.
3.4 Implementasi Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
3.5 Evaluasi Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya.Usaha preventif dilakukan dengan vaksin BCG dan kemoprofilaksis.
B.
Saran-Saran 1. Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada. 2. Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit TBC