MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1 “ TB Paru ”
Kelompok 5 Kelas II. A Chyntia Fulmi Yolanda
(173110160)
Febry Trismayola
(173110165)
Jefri Wahyudi
(173110171)
Maghvirah
(173110173)
Novreti Recika
(173110179)
Rozalina Maizara
(173110187)
Waninda Septrina
(173110193)
Dosen Pembimbing : Netti, S.Kp, M.Pd
JURUSAN D – III KEPERAWATAN PADANG POLTEKKES KEMENKES RI PADANG 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tuberkulosis penyakit lama yang masih menjadi pembunuh terbanyak di antara penyakit menular. Dunia pun masih belum bebas dari TBC. Berdasarkan laporan WHO 2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di Indonesia, namun baru terlaporkan ke Kementerian Kesehatan sebanyak 420.000 kasus. Mereka yang belum diperiksa dan diobati akan menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan seakan-akan masalah TBC tak kunjung selesai. Dunia ingin mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030 dan Indonesia turut berkomitmen mencapainya.. Penyakit ini ditularkan dari penderita TB aktif yang batuk dan mengeluarkan titik-titik kecil air liur dan terinhalasi oleh orang sehat yang tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap penyakit ini. TB termasuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di dunia. Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia termasuk dalam 6 besar negara dengan kasus baru TB terbanyak. Baru-baru ini WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan penderita tuberkulosis (TBC) terbanyak kedua di dunia, di bawah India. Pada 2016, kasus TBC baru di Indonesia mencapai lebih dari 1 juta penderita. B. Tujuan 1. Untuk memahami definisi TB Paru 2. Untuk memahami etiologi TB Paru 3. Untuk memahami menifestasi klinik TB Paru 4. Untuk memahami patofisiologi dan WOC TB Paru 5. Untuk memahami komplikasi dari TB Paru 6. Untuk memahami asuhan keperawatan pada klien TB Paru
C. Manfaat 1. Untuk mengetahui definisi TB Paru. 2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya dalam tubuh. 3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien TB Paru
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit a. Defenisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah (Price & Wilson, 1994). Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi pada Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Suriadi, 2001). Tuberkulosis Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis suatu basil tahan asam yang menyerang parenkim paru yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah dan dapat menular melalui udara. b. Etiologi Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) (Suyono, etal 2001). Bakteri ini sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik dan bersifat anaerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru yang kandungan oksigennya tinggi, daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.
c. Manifestasi Klinis Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik meliputi : 1.Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. 2.Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. 3. Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain 4. Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
Gejala sistemik, meliputi : 1. Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
2. Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggubulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
d. Patofiologi Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri dari makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatumembentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Smeltzer & Bare, 2001). e. WOC
f. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita TB paru antara lain: 1 Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2 Penyebaran infeksi ke organ lain Misalnya : otak, jantung, persendian dan ginjal.
g. Penatalaksanaan 1. Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Pemberian paduan OAT didasarkan pada klasifikasi TB Paru. Prinsip pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Pada keadaan khusus (adanya penyakit penyerta, kehamilan, menyusui) pemberian pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi khusus tersebut (Dep.Kes, 2003) misalnya: a.
Wanita hamil: Pinsip pengobatan pada wanita hamil tidak berbeda dengan orang dewasa. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali Streptomycin, karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang dilahirkan;
b.
Ibu menyusui: Pada prinsipnya pengobatan TB Paru tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi sesuai dengan berat badannya;
c.
Wanita pengguna kontrasepsi: Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Penderita TB Paru seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal;
d.
Penderita TB Paru dengan kelainan hati kronik: Sebelum pengobatan TB, penderita dianjurkan untuk pemeriksaan faal hati. Apabila SGOT dan SGPT meningkat 3 kali, OAT harus dihentikan. Apabila peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita kelainan hati, Pirazinamid tidak boleh diberikan;
e.
Penderita TB Paru dengan Hepatitis Akut: Pemberian OAT ditunda sampai Hepatitis Akut mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB Paru sangat diperlukan, dapat diberikan Streptomycin dan Ethambutol maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampicin dan Isoniasid selama 6 bulan;
f.
Penderita TB Paru dengan gangguan ginjal: Dosis yang paling aman adalah 2 RHZ/6HR. apabila sangat diperlukan, Etambutol dan Streptomicin tetap dapat diberikan dengan pengawasan fungsi ginjal;
g.
Penderita TB paru dengan Diabetes Mellitus: Dalam keadaan ini, diabetesnya harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Penggunaan Etambutol pada penderita Diabetes harus diperhatikan karena mempunyai komplikasi terhadap mata. Penggunaan OAT mempunyai beberapa efek samping diantaranya: a. Rifampicin: tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada air seni, purpura dan syok (Dep.Kes, 2003), sindrom flu, hepatotoksik (Soeparman, 1990); b. Pirasinamid: nyeri sendi, hiperurisemia, (Soeparman, 1990); c. INH: kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki (Dep.Kes, 2003), neuropati perifer, hepatotoksik (Soeparman, 1990); d. Streptomisin: tuli, gangguan keseimbangan (Dep.Kes, 2003), nefrotoksik dan gangguan Nervus VIII (Soeparman, 1990); e. Ethambutol: gangguan penglihatan, nefrotoksik, skinrash/dermatitis (Soeparman, 1990); f) Etionamid: hepatotoksik, gangguan pencernaan (Soeparman, 1990)
2. Pembedahan Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak. 3. Pencegahan Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian a. Identitas klien Nama, umur (kuman TBC menyerang semua umur), jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB paru yang lain. b. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif. c. Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan. d. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA, efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. e. Riwayat penyakit keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga diteruskan penularannya. f. Riwayat psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain. g. Pola fungsi kesehatan 1)
Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable,demam subfebris(40410C) hilang timbul. 2) Pola nutrisi Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. 3) Respirasi Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif
:
Mulai
batuk
kering
sampai
batuk
dengan
sputum
hijau/purulent,mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). 4) Rasa nyaman/nyeri Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
5) Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. 6) Interaksi Sosial Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. b. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen e. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
3. Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
a. Bersihan jalan napas Setelah diberikan tindakan a. tidak
Kaji
efektif keperawatan kebersihan jalan pernapasan:
ulang
fungsi
bunyi
napas,
berhubungan dengan napas efektif,
kecepatan, irama, kedalaman
sekret
dan
kental
atau dengan kriteria hasil:
sekret
darah, ·
kelemahan,
upaya napas pasien. 2.
b. Catat kemampuan untuk
Mengeluarkan sekret mengeluarkan
tanpa bantuan. ·
otot
1. Mempertahankan jalan aksesori.
batuk buruk, edema · trakeal/faringeal
penggunaan
3.
Menunjukkan
secret
atau
batuk efektif, catat karakter, prilaku jumlah
sputum,
adanya
untuk memperbaiki bersihan hemoptisis. jalan napas. ·
4.
Berpartisipasi
c.
Berikan pasien posisi
dalam semi
atau
Fowler,
program pengobatan sesuai Bantu/ajarkan batuk efektif kondisi. ·
dan latihan napas dalam.
5. Mengidentifikasi potensial d.
Bersihkan sekret dari
komplikasi dan melakukan mulut dan trakea, suction bila tindakan tepat.
perlu. e.
Pertahankan
intake
cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. f.
Lembabkan
udara/oksigen
inspirasi.
Kolaborasi: g.
Berikan
mukolitik, kortikosteroid
obat:
agen
bronkodilator, sesuai
indikasi.
b. Gangguan pertukaran Setelah diberikan tindakan a. Kaji dispnea, takipnea, gas
berhubungan keperawatan pertukaran gas bunyi pernapasan abnormal.
dengan berkurangnya efektif, dengan kriteria hasil:
Peningkatan upaya respirasi,
keefektifan
·
permukaan
1. Melaporkan tidak terjadi keterbatasan ekspansi dada
paru, dispnea.
atelektasis, kerusakan · membran
2. Menunjukkan perbaikan b.
alveolar ventilasi
kapiler, sekret yang jaringan kental,
dan kelemahan.
dan
oksigenasi tingkat
adekuat
·
perubahan-
kesadaran,
dengan tanda-tanda
edema GDA dalam rentang normal.
bronchial.
Evaluasi
perubahan
catat
sianosis warna
dan kulit,
3. Bebas dari gejala membran mukosa, dan warna distress pernapasan
kuku. c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan
bibir
disiutkan,
terutama pada pasien dengan fibrosis
atau
kerusakan
parenkim. d.
Anjurkan untuk bedrest,
batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. e.
Monitor GDA.
f.
Kolaborasi:
Berikan
oksigen sesuai indikasi.
c. Gangguan
Setelah diberikan tindakan a. Catat status nutrisi paasien:
keseimbangan nutrisi keperawatan ,
kurang
turgor kulit, timbang berat
dari diharapkan kebutuhan nutrisi badan,
kebutuhan
adekuat,
dengan
berhubungan dengan hasil: kelelahan, batuk yang · sering,
integritas
mukosa
kriteria mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
1. Menunjukkan berat badan mual/rnuntah atau diare.
adanya meningkat mencapai tujuan b.
produksi
sputum, dengan
dispnea,
anoreksia, normal
nilai dan
Kaji ulang
laboratoriurn pasien bebas
tanda disukai.
yang
pola diet
disukai/tidak
penurunan
malnutrisi.
kemampuan finansial.·
2.
c.
Monitor
intake
dan
Melakukan perubahan output secara periodik.
pola
hidup
untuk d.
meningkatkan
Catat adanya anoreksia,
dan mual, muntah, dan tetapkan
mempertahankan berat badan jika ada hubungannya dengan yang tepat.
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). e.
Anjurkan bedrest.
f.
Lakukan
perawatan
mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. g.
Anjurkan makan sedikit
dan sering dengan makanan tinggi
protein
dan
karbohidrat. Kolaborasi: h.
Rujuk ke ahli gizi untuk
menentukan komposisi diet.
d. Intoleransi
aktivitas Setelah diberikan tindakan a.
berhubungan dengan keperawatan ketidakseimbangan antara
suplai
Evaluasi respon pasien
pasien terhadap
diharapkan
mampu Catat
aktivitas. laporan
dispnea,
dan melakukan aktivitas dalam peningkatan kelemahan atau
kebutuhan oksigen
batas
yang
ditoleransi kelelahan.
dengan kriteria hasil: ·
1.
Melaporkan
menunjukan
b.
Berikan
lingkungan
atau tenang dan batasi pengunjung
peningkatan selama
toleransi terhadap aktivitas indikasi.
fase
akut
sesuai
yang dapat diukur dengan c.
Jelaskan
adanya dispnea, kelemahan istirahat
pentingnya
dalam
rencana
berlebihan, dan tanda vital pengobatandan dalam rentan normal
perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat. d.
Bantu pasien memilih
posisi
nyaman
untuk
istirahat. e.
Bantu
perawatan
aktivitas diri
yang
diperlukan.
Berikan
kemajuan aktivitas
peningkatan selama
fase
penyembuhan.
e. Risiko tinggi infeksi Setelah diberikan tindakan a. Kaji patologi penyakit dan penyebaran / aktivitas keperawatan ulang
tidak
terjadi potensial
infeksi
melalui
infeksi penyebaran/ aktivitas ulang droplet udara selama batuk,
berhubungan dengan infeksi, dengan kriteria hasil: pertahanan
primer · 1.
bersin, meludah, bicara ,
Mengidentifikasi tertawa.
tidak adekuat, fungsi intervensi
untuk b.
Identifikasi orang-orang
silia menurun/ statis mencegah/menurunkan
yang beresiko terkena infeksi
sekret,
seperti
kerusakan resiko penyebaran infeksi.
jaringan infeksi
akibat
anggota
teman, orang dalam satu
yang · 2.Menunjukkan/melakukan
perkumpulan.
menyebar, malnutrisi, perubahan pola hidup untuk c. terkontaminasi
oleh meningkatkan
keluarga,
Anjurkan
lingkungan menutup
mulut
pasien dan
lingkungan,
kurang yang. aman.
membuang dahak di tempat
informasi
tentang
penampungan yang tertutup
infeksi kuman.
jika batuk. d.
Gunakan masker setiap
melakukan tindakan. e.
Identifikasi
individu
yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi,
operasi
bypass
intestinal, menggunakan obat penekan
imun/
kortikosteroid,
adanya
diabetes melitus, kanker. f.
Tekankan untuk tidak
menghentikan dijalani.
terapi
yang
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Bararah, Taqyah dan Jauhar Muhammad.2003. Asuhan Keperawatan Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya Redirected to jtptunimus-gdl-nurmapuspi-5399-2-babii.pdf http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/8620/6.BAB-20II.pdf?sequence=6 http://eprints.ums.ac.id/34035/26/BA-202-20NEW.pdf