Identifikasi dan Interpretasi Temuan pada Pemeriksaan Kasus Forensik Rini Lesmana 102015034 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 No. Telp (021) 5694-2061, e-mail:
[email protected]
Abstrak Ilmu kedokteran forensik atau lebih dikenal dengan Legal Medicine adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan. Trauma tajam secara rutin terlibat dalam kasus-kasus yang tergolong kecelakaan, dan juga kasus bunuh diri dan pembunuhan. Untuk tujuan sertifikasi kematian, perlu dicatat bahwa trauma tajam mungkin merupakan penyebab utama kematian dalam kasus di mana penyebab langsung kematian adalah proses penyakit alami. Penting untuk dipahami bahwa cara kematian yang ditunjuk dalam skenario semacam itu harus mencakup faktor penyebab yang membuat orang yang gugur tersebut rentan terhadap keadaan penyakit, yaitu luka yang mendasari yang memulai rangkaian kejadian yang akhirnya menyebabkan kematian. Kata kunci : forensik, trauma tajam, visum et repertum
Abstract Forensic medical science or better known as Legal Medicine is one of the specialist branches of medical science, studying the utilization of medical science for law enforcement and justice.The scope of the medicolegal procedure is the procurement of visum et repertum, the provision of expert information in the period before the trial and the provision of expert information in the trial. Sharp force trauma is routinely involved in cases classified as accidents, as well as in cases of suicide and homicide. For purposes of death certification, it should be noted that sharp force trauma might be the underlying cause of death in cases in which the immediate cause of death is a natural disease process. It is important to understand that the designated manner of death in such scenarios must include the causal factor that made the decedent susceptible to the disease state, namely the underlying injury that initiated the chain of events ultimately leading to death. Keywords: forensic, sharp force traumal, visum et repertum
1
Pendahuluan Ilmu kedokteran forensik merupakan rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana peraturan perundangan mewajibkan setiap dokter baik dokter, dokter spesialis kedokteran forensik, spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran forensik bagi kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik.1 Ilmu Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk kepentingan hukum dan peradilan. Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar common sense, nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat diperlukan.1 Skenario Mayat seorang laki-laki ditemukan pada sebuah hutan. Oleh anggota kepolisian, mayat tersebut dibawa ke RS untuk dilakukan otopsi. Dari pemeriksaan ditemukan mayat sudah membusuk lanjut, mengenakan pakaian lengkap. Selanjutnya ditemukan satu luka terbuka dengan tepi rata pada dada kiri, dua luka terbuka pada lengan bawah kanan sisi luar, satu luka memar pada pipi kanan, satu luka memar pada kepala bagian belakang, luka lecet berwarna putih pada punggung jari-jari kaki kanan dan kiri. Dari hasil otopsi, ditemukan dinding depan jantung terpotong, resapan darah pada kulit kepala bagian belakang, organ-organ lain dalam batas normal. Dari jenazah tersebut tidak ditemukan satupun tanda pengenal. Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui Tidak ada Rumusan Masalah Mayat laki-laki ditemukan di hutan tanpa tanda pengenal Analisis Masalah Aspek hukum dan medikolegal, identifikasi korban baik secara primer maupun sekunder, pemeriksaan thanatologi, medis, dan kesimpulan hasil pemeriksaan, kesimpulan sebab kematian, pembuatan dan penyampaian hasil laporan. Aspek Hukum Sesuai dengan kasus yang diberikan, dapat kita temukan berbagai aspek hukum yang terkait mengenai kejadian perkara tersebut. Berikut beberapa aspek hukum mengenai perkara pembunuhan atau penganiayaan yang termasuk pula didalamnya disertakan pasal-pasal hukum terkait:2 2
Pasal 338 KUHP Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 2 Pasal 339 KUHP Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. 2 Pasal 340 KUHP Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun. 2 Pasal 351 KUHP (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Pasal 354 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. 2
3
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. 2 Prosedur Medikolegal Dalam perundang-undangan terdapat beberapa prosedur medikolegal yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang terkait dalam penyelidikan kasus. Beberapa prosedur medikolegal yang harus dipatuhi:2 Kewajiban Dokter Membantu Peradilan Pasal 133 KUHAP (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.2 (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 2 (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilengkapi dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. 2 Pasal 179 KUHAP (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2 (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. 2 Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya 4
Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya. 2 Pasal 184 KUHAP (1) Alat bukti yang sah adalah: 2 a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Pertunjuk e. Keterangan terdakwa (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Pasal 186 KUHAP 2 Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal 180 KUHAP 2 (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. (2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. 2 (3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
5
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu. 2 Sanksi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter Pasal 216 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. 2 (2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum. (3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanaya dapat ditambah sepertiga. 2 Pasal 222 KUHP Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 2 Pasal 224 KUHP Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus melakukannnya: 2 1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan. 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan. Pasal 522 KUHP 6
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Identifikasi Korban Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentkan indentitas seseorang. Identifikasi personal sering menjadi suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar, bencana alam, kecelakaan masalh. Tidak hanya itu, identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau yang diragukan oleh orang tuanya. 3 Identifikasi korban terbagi menjadi 2 yaitu identifikasi primer dan sekunder. Identifikasi korban primer menggunakan metode pemeriksaan sidik jari, gigi geligi, dan DNA. Sedangkan yang sekunder menggunakan metode pemeriksaan fisik dalam dan luar, pemeriksaan barang-barang yang dibawa seperti KTP, dompet, tas, jam tangan, topi, dan yang lainnya seperti memeriksa jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan.3 a. Pemeriksaan sidik jari Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. b. Pemeriksaan gigi geligi Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi dan rahang yang dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan manual, sinar X, dan pencetakan gigi serta rahang. Odontogram meliputi data tentang jumalh, bentuk, susunan, tambalan, protesa, gigi.2 c. Pemeriksaan DNA Sampel untuk pemeriksaan bisa diambil dari darah korban, dan rambut korban d. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik ini dilakukan dengan pemeriksaan bagian tubuh luar dan dalam e. Pemeriksaan barang bawaan Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengecek barang bawaan seperti tas, dompet, handphone, serta pakaian yang dia pakai f. Pemeriksaan lainnya Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin. Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, dan tulang panjang. Selain itu juga dapat melakukan pemeriksaan 7
serologic untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang sudah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang,3 Thanatologi Thanatologi adalah bagian dari ilmu yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam thanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak).3 a. Mati somatis terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernapasan yang menetap. Secar klinis tidak ditemukan refleks-refleks, nadi tidak teraba, tidak ada gerak nafas.3 b. Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam. c. Mati seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. d. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat. e. Mati otak adalah kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang irreversible termasuk batang otak dan serebelum. 3 Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat yang dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Perubahan dini yang terjadi antaranya adalah merupakan tanda tidak pasti kematian.3 a. Tanda kematian tidak pasti -
Pernafasan berhenti yang dinilai selama lebih dari 10 menit secara inspeksi, palpasi dan auskultasi
-
Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
-
Kulit pucat tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
-
Tonus otot menghilang dan relaksasi 8
-
Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian
-
Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air. 3
b. Tanda kematian pasti -
Lebam mayat (livor mortis) Setelah kematian klinis, maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Selain untuk tanda pasti kematian, lebam mayat juga dapat digunakan untuk memperkirakan sebab kematian, mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan. 3
-
Kaku mayat (rivor mortis) Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan myosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) kea rah dalam (sentripetal). Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otototot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Dapat digunakan juga untuk memperkirakan saat kematian. Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat yaitu cadaveric spasm (kekakuan otot yang terjadi saat kematian dan menetap), heat stiffening (kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas) dan cold stiffening (kekakuan sendi akibat paparan dingin). 3 9
-
Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. 3
-
Pembusukan (decomposition, putrefaction) Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN serta asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pascamati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36 jam pasca mati. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. 3
-
Adiposera Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dapat dimungkinkan. Faktor-faktor
yang mempermudah terbentuknya 10
adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. 3 -
Mummifikasi Adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). 3
Traumatologi Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa). Sedangkan yang dimaksudkan dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. 3 Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat: a. Mekanik: 3 -
Kekerasan oleh benda tajam
-
Kekerasan oleh benda tumpul
-
Tembakan semata api
b. Fisika: 3 -
Suhu
-
Listrik dan petir
-
Perubahan tekanan udara
-
Akustik
-
Radiasi
c. Kimia: Asam atau basa kuat Pemeriksaan Luar Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang telihat, tercium maupun teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain juga
11
terhadap tubuh mayat itu sendiri. Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat mungkin, pemeriksaan harus mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan.4,5 1. Label mayat Mayat yang dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik seharusnya diberi label dari pihak kepolisian, biasanya merupakan sehelai karton yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat serta dilakukan penyegelan pada tali pengikat tersebut, untuk menjamin keaslian dari benda bukti. Label mayat ini harus digunting pada tali pengikatnya, serta disimpan bersama berkas pemeriksaan. Perlu dicatat warna dan bahan label tersebut. Dicatat pula apakah terdapat materai atau segel pada label ini, yang biasanya terbuat dari lak berwarna merah dengan cap dari kantor kepolisisan yang mengirim mayat. Isi dari label mayat ini juga dicatat selengkapnya. Adalah kebiasaan yang baik, bila dokter pemeriksa dapat meminta keluarga terdekat dari mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan atau pemastian identitas. 4,5 2. Tutup dan bungkus mayat Mayat dikirim kepada pemeriksa bisa dalam keadaan ditutup atau dibungkus. Penutup atau pembungkus dicatat jenis bahan, warna, corak, serta adanya pengotoran dicatat pula bahan dan letaknya. 4,5 3. Pakaian Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila terdapat adanya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya. 4,5 4. Perhiasan Mencatat perhiasan yang dipakai oleh mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama atau inisial pada benda perhiasan tersebut. 5. Benda di samping mayat Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan. Biasanya benda di sekitar mayat akan disertakan pada saat membungkus mayat. 4,5 6. Tanda kematian Mencatat perubahan tanatologi. 7. Identifikasi umum
12
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut. 4,5 8. Identifikasi khusus Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh, kalau perlu di foto. 4 9. Pemeriksaan rambut Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Jika pada mayat terdapat rambut yang mempunyai sifat berlainan, perlu untuk disimpan jika suatu saat perlu. 4,5 10. Pemeriksaan mata Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan. 4,5 11. Pemeriksaan daun telinga dan hidung Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung. 12. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya. 13. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain. 4,5 14. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh. 15. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu jenis luka, lokasi bentuk, ara, tepi, sudut, dasar, ukuran, dan lain-lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain garis
13
tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat. 4 16. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka. Perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif terhadap: letak luka, jenis luka, bentuk luka, arah luka, tepi luka, sudut luka, dasar luka, sekitar luka, ukuran luka. 4,5 Pemeriksaan Dalam Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi Y dan insisi melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y pula merupakan salah satu teknik khusus autopsi. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat. Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, kerongkongan, batang tenggorok, dan seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir. 4,5 1. Lidah Perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang baru maupun yang lama. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai teriiis putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih tampak berlidah utuh. 4,5 2. Tonsil Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi, nanah, tanda bekas tonsilektomi, dan sebagainya. 3. Kelenjar gondok Perhatikan ukuran dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini. 4. Kerongkongan (oesophagus) Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan yang mungkin ditemukan. 5. Batang tenggorok (trachea)
14
Dimulai dari epiglotis. Perhatikan adakah edema, benda psing, perdarahan dan kelainan lain Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Sementara pada trachea perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya. 6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin (cartilago cricoidea) 7. Arteria carotis interna Perhatikan adanya tanda kekerasan pada sekitar artena ini, buka pula artena ini. 8. Kelenjar kacangan (thymus) Perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta kemungkinan adanya kelainan lain. 9. Paru-paru Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru-paru. Perhatikan warnanya, serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli, resapan darah, bulla, dan lainnya. 10. Jantung Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bintik-bintik perdarahan. Pada autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan mengikuti aliran darah di dalam jantung. 11. Aorta thoracalis Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur, ateroma atau pembentukan aneurisma Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. 12. Aorta abdominalis Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma. Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini, terutama aa. Renalis kanan dan kiri. 13. Anak ginjal (glandula suprarenalis) Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut pada area alat rongga perut dan panggul. 14. Ginjal, ureter dan kandung kencing. 15. Hati dan kandung empedu Kandung empedu dibuka dengan gunting untuk memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hujau-kuning. 16. Limpa dan kelenjar getah bening 15
Limpa dilepaskan dan sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan permukaan yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa, Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila ditemukan kelenar getah bening regional yang membesar. 4,5 17. Lambung, usus halus dan usus besar Perhatikan selaput lendir lambung terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat ulceratif, polip, dan lain-lain. 4,5 18. Kelenjar liur peiut (pancreas) Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya. Kelenjar liur perut yang normal mempunyai wama kelabu agak kekuningan, dengan permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta beratnya. 4,5 19. Otak besar, otak kecil dan batang otak 20. Alat kelamin dalam (genitalia interna) Sebab Kematian, Cara Kematian, dan Mekanisme Kematian Sebab mati adalah penyakit atau cedera atau luka yang bertanggungjawab atas terjadinya kematian. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Bila kematian terjadi akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah wajar (natural death). Bila kematian terjadi sebagai akibat cedera atau luka, atau pada seseorang yang semula telah mengidap suatu penyakit kematiannya dipercepat oleh adanya cedera atau luka, maka kematian demikian adalah kematian tidak wajar (unnatural death). Kematian tidak wajar ini dapat terjadi sebagai akibat kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu penyidikan, penyidik masih belum dapat menentukan cara kematian dari yang bersangkutan, maka dalam hal ini kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara yang tidak tertentukan. Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga tidak dapat terus hidup.3,5 Intepretasi Hasil Temuan Korban : Mayat seorang laki-laki ditemukan pada sebuah hutan tanpa tanda pengenal Pemeriksaan luar: a. satu luka terbuka dengan tepi rata pada dada kiri 16
b. dua luka terbuka pada lengan bawah kanan sisi luar c. satu luka memar pada pipi kanan d. satu luka memar pada kepala bagian belakang e. luka lecet berwarna putih pada punggung jari-jari kaki kanan dan kiri Pemeriksaan dalam: a. dinding depan jantung terpotong b. resapan darah pada kulit kepala bagian belakang c. organ-organ lain dalam batas normal. Sebab kematian: Luka tusuk pada dada kiri yang mengenai jantung Cara kematian: kematian tidak wajar karena pembunuhan Mekanisme kematian: Dinding jantung terpotong sehingga darah mengalir keluar (terjadi perdarahan) dan organ-organ lain tidak mendapatkan vaskularisasi Visum Et Repertum Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.6 Beberapa jenis visum et repertum yaitu visum et repertum korban hidup termasuk visum et repertum perlukaan, visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenazah (korban mati akibat tindak pidana atau dugaan tindak pidana) dan visum et repertum psikiatrik (dibuat oleh dokter specialis psikiatri, biasanya untuk menilai kejiwaan terdakwa).6 Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (Pasal 184 jo Pasal 187 butir c KUHAP). Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:6 1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa. 2. Bernomor, bertanggal dan di bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”. 3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak menggunakan istilah asing. 4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi tersebut. Pada umumnya visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:6 1. Bagian Pembukaan
17
Kata Pro Justitia yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan meterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.6 2. Bagian Pendahuluan Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul “Pendahuluan”, melainkan langsung merupakan uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor dan tanggal surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum tersebut. Di bagian ini dicantumkan ada/tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk dan bahan label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada “benda bukti”, biasanya pada ibu jari kaki kanan mayat.6 3. Bagian Pemberitaan Bagian ini diberi judul “Hasil Pemeriksaan”. Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap “barang bukti” yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi tiga bagian, yaitu Pemeriksaan luar, Pemeriksaan dalam (bedah jenazah) dan Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya.6 4. Bagian Kesimpulan Bagian ini diberi judul “Kesimpulan”. Dalam bagian ini dituliskan kesimpulan pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini berisikan setidak-tidaknya jenis perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan, penyebabnya serta sebab kematiannya. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk penting tentang kekerasan ataupun pelakunya.6 5. Bagian Penutup Bagian ini tanpa judul, melainkan langsung berupa uraian kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan keilmuan serta mengingat sumpah dan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).6
Contoh Visum Et Repertum pada Korban
18
RS UKRIDA Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Jakarta, 13 Desember 2018 PRO JUSTITIA Visum Et Repertum No. 20/TU.RSU/XII/2018 Yang bertanda tangan di bawah ini, dr………………………, SpF, dokter pada Rumah Sakit Ukrida, atas permintaan dari kepolisian Sektor Batu Ceper dengan suratnya no 13/VER/XII/2018/Sek.BtCeper, tertanggal 10 Desember 2018, maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal sepuluh Desember tahun dua ribu delapan belas pukul tiga belas lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di RS Ukrida, telah dilakukan pemeriksaan korban denga nomor registrasi 00584 yang menurut surat tersebut adalah: Nama : Tn. X Jenis kelamin : Laki-laki Umur : Warga Negara : Agama : Pekerjaan : Alamat : Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan. Hasil Pemeriksaan : 1. Korban ditemukan di hutan , tanpa tanda pengenal 2. Ditemukan satu luka terbuka dengan tepi rata pada dada kiri, dua luka terbuka pada lengan bawah kanan sisi luka, satu luka memar pada pipi kanan, satu luka memar pada kepala bagian belakang, luka lecet berwarna putih pada punggung jari-jari kaki kanan dan kiri, pada bagian dinding depan jantung terpotong , dan terdapat resapan darah pada kulit kepala bagian belakang 3. organ-organ lain dalam batas normal. Kesimpulan Pada mayat laki-laki ini tidak ditemukannya tanda pengenal, ditemukan luka di lima bagian tubuh, ditemukan bagian dinding dada kiri terpotong, dan ditemukan resapan darah pada kulit kepala bagian belakang. Maka dari itu untuk intepretasinya dapat digolongkan dalam kematian karena. Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dokter yang memeriksa,
dr. ………………………….SpF 19
Kesimpulan Dari pembahasan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa cara kematian pada kasus ini diduga kematian yang tidak wajar (unnatural death). Dilihat dari pemeriksaan luar, terdapat luka-luka akibat trauma tumpul, dan terjadi penusukan pada dada kiri. Maka dapat disimpulkan sebab kematian dari kasus ini adalah kekerasan tajam pada dada kiri yang menyebabkan perdarahan.
Daftar Pustaka 1. Hukum
online.
Forensik
dan
kegunaannya.
2016.
Diunduh
dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6647/forensik-dan-ruang-lingkupnya-dalammengungkap-tindak-pidana. Diakses pada tanggal 14 Desember 2018. 2. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. h.3-26. 3. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu kedokteran forensk. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h. 25-36, 197-8 4. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.1-44, 56-81. 5. Koponen
MA,
Collins
KA.
The
autopsy
report.
2012.
Diunduh
dari
https://emedicine.medscape.com/article/1718019. Diakses pada tanggal 14 Desember 2018 6. Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.h.14-21, 24-7.
20