Pbl 30 Last.docx

  • Uploaded by: melvin
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pbl 30 Last.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,074
  • Pages: 19
Pemeriksaan Medis dalam Segi Tanatologi dan Traumatologi pada Mayat Melvin Andrean 102015042 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Abstrak Autopsi berasal dari kata auto yaitu sendiri dan opsis yaitu melihat. Yang dimaksudkan degan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan inteprestasi atas penemuan-penemuan tesebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang diteukan dengan penyebab kematian. Dalam ilmu kedokteran forensik terdapat cabang ilmu yang dikenal dengan tanatologi dan traumatologi. Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Sedangkan traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungan dengan kekerasan (rudapaksa). Dalam pemeriksaan ini diperlukan surat permintaan dari penyidik untuk dibuatan Visum et Repertum (VeR). Kata Kunci: Autopsi, tanatologi, traumatologi.

Abstract The autopsy comes from the auto word itself and the opische, which is seeing. What is meant by an autopsy is an examination of the body, including examining the outside and inside, with the aim of finding the disease process and / or injury, carrying out the findings of the findings, explaining the cause and looking for a causal relationship between abnormalities. with the cause of death. In forensic medicine there is a branch of science known as tanatology and traumatology. Tanatology is a part of forensic medicine that studies deaths and changes that occur after death and the factors that influence these changes. Whereas traumatology is the study of injuries and injuries and relations with violence (rudapaksa). In this examination, a request letter from the investigator is needed to make Visum et Repertum (VeR). Keywords: Autopsy, tanatology, traumatology.

Pendahuluan Dalam ilmu kedokteran forensik terdapat cabang ilmu yang dikenal dengan tanatologi dan traumatologi. Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Sedangkan traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungan dengan kekerasan (rudapaksa).1 Kedua ilmu tersebutsangat berfungsi untuk mengusut kasus pembunuhan yang terjadi pada negara kita yang dimana angka kriminalitas yang semakin tinggi. Dalam melakukan pemeriksaan jenazah diperlukan adanya surat permintaan yang resmi dari penyidik untuk dibuatkan visum oleh ahli yang diatur oleh pasal 133 KUHP.2 Setelah dilakukan pemeriksan kita dapat memperkirakan sebab kematian, mekanisame kematian dan kemungkinan cara matinya korban. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui aspek hukum dan medikolegal, epidemiologi, etiologi, persiapan autipsi, cara identifikasi mayat, pemeriksaan medis berupa pemeriksaan tanatologi, pemeriksaan traumatologis, interpretasi temuan pada kasus, sebab mati, mekanisme kematian, cara matinya korban pada kasus, pembuatan laporan hasil pemeriksaan.

Kasus Mayat seorang laki-laki ditemukan pada sebuah hutan. Oleh anggota kepoliisian, mayat tersebut dibawa ke RS untuk dilakukan autopsi. Dari pemeriksaan ditemukan mayat sudah membusuk lanjut, mengenakan pakaian lengkap. Selanjutnya ditemukan satu luka terbuka dengan tepi rata pada dada kiri, dua luka terbuka pada lengan bagian bawah sisi luar, satu luka memar pada pipi kanan, satu luka memar pada kepala bagian belakang, luka lecet berwarna putih pada punggung jari-jari kaki kanan kiri. Dari hasil autopsi, ditemukan dinding depan jantung terpotong, resapan darah pada kulit kepala bagian belakang, organ-organ lain dalam batas normal. Dari jenazah tersebut tidak ditemukan satupun tanda pengenal.

Aspek Hukum dan Medikolegal Pada kasus pembunuhan terdapat beberapa pasal KUHP yang mengaturnya seperti pada pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dnegan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Selain itu

terdapat psala 339 KUHP yang berbunyi “pembunuhan yang diikuti, disertai dan didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dnegan maksud untuk mempersiapkan dan mempermudah pelaksanaanya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Dimana pada kasus diatas kita belum mengetahui latar belakang pembunuhan tersebut apakah terjadi perampokan sebelumnya atau bukan ataukah dilakukan sendiri atau berencana dengan beberapa orang. Jika dilakukan berencaa maka diatur pada pasal 340 KUHP yang isinya adalah “barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dnegan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.2 Untuk melakukan pemeriksaan pada kasus pembunuhan maka penyidik harus mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya sesuai pasal 133 KUHP ayat 1 “ dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya”. Maka apabila kita ditunjuk oleh penyidik untuk menjadi saksi ahli maka kita harus melakukannya. Sesuai pasal 224 KUHP yang berbunyi “barang siapa yang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undangundang yang harus dipenuhinya, diancam:2 1. dalam perkara pidana, dengan pidana paling lama sembilan bulan. 2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. Pada kasus ini dilakukan autopsi forensik atau autopsi medikolegal terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan:3 A. Menentukan dalam hal penentuan identitas mayat. B. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat kematian C. Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan D. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk Visum et Repertum

E. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.3 Epidemiologi Angka terjadina pembunuhan di Indonesia menurut badan statistik memperlihatkan jumlah kejadian kejahatan terhadap yawa pada tahun 2011 hingga tahun 2014 mengalami penurunan. Namun, pada tahun 2015 menlonjak hingga menjadi 1.491 kasus (tertinggi pada kurun waktu 5 tahun terakhir. Angka ini tidak mencerminkan jumlah korban karena pada satu kejadian bisa saja terjadi lebih dari satu korban.4

Etiologi Hal yang melatar belakanginya berbagai macam, bisa berupa dendam terhadap korban karena masalah tertentu, atau disertai kejahatan lain seperti pemerkosaan, pencurian barang, penganiyaan, penipuan dll. 4

Persiapan Autopsi Autopsi berasal dari kata auto yaitu sendiri dan opsis yaitu melihat. Yang dimaksudkan degan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan inteprestasi atas penemuan-penemuan tesebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang diteukan dengan penyebab kematian.4 Untuk melakukan autopsi forensik ini, diperlukan satu surat permintaan pemeriksaan atau pembuatan Visum et Repertum (VeR) dari pihak yang berwenang, dalam hal ini penyidik. Sehingga seblum autopsi dimulai, beberapa hal perlu dipersiapkan yaitu:3 A. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan sudah lengkap. Dalam kasus ini perhatikan apakah surat permintaan/ pembuatan VeR telah ditandatangani oleh penyidik yang berwenang. Untuk autopsi pada kasus ini, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ. B. Apakah mayat yang akan diutopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan. Perhatikan apakah terhadap mayat yang akan diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang, berupa penyegelan dnegan label polisi yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat. Hal ii untuk memenuhi ketentuan mengenai penyegelan baran bukti.

Label tersebut memuat antara lain: nama, alamat, tangal kematian, temapat kematian dsb yang sesuai dengan data-data pada surat permintaan. C. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin. Informasi mengenai kejadian yang mendahului kematian, keadaan tempat kejadian perkara dapat memberikan petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu menentuka jenis pemeriksaan khusus yang mugnkin diperlukan, jika keteranganketerangan tersebut kurang atau tidak ada dapat mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti penting. D. Periksa alat-alat yang diperlukan telah tersedia atau belum. Untuk melakukan pemeriksaan autopsi pada kasus ini diperlukan salah satunya botolbotol yang terisi larutan formalinn yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi pemeriksaan histopatologik.dan botol atau tabung untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk pemeriksaan toksikologik.

Beberapa tahapan autopsi yang perlu diketahui adalah:

1. Identifikasi Mayat Karena pada kasus ini, mayat tidak ditemukan satupun tanda pengenal maka diperlukan identifikasi forensik. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujua membantu penyidik untuk memnentukan identitas seseorang terutama pada jenazah yang tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan masal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Identitas sesorang dipastikan bila paling sedit dua metode yang digunakan memberikan hasill positif (tidak meragukan). tanda umum yang menunjukan identitas mayat, seperti: jenis kelamin, bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi seperti: tinggi dan berat badan.1,3 Sedangkan ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat digunakan lebih spesifik yaitu pemeriksaan sidik jari, pemeriksaan gigi dan pemeriksaan DNA disebut pemeriksaan primer. Sedangkan terdapat pemeriksaan sekunder diantaranya: visual, pemeriksan dokumen, pakaian, perhiasan dan identifikasi medis.1

Identifikasi primer Pemeriksan sidik jari

Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dnegan data sidik jari ante mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari pemeriksaan ini diakui pemeriksaan ini memiliki ketepatan yang tinggi untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik.1

Pemeriksaan gigi Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan percetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagiannya. Seperti halnya sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas . dnegan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dnegan data pembanding ante mortem.1

Pemeriksaan DNA Pemeriksaan ini adalah suatu pengujian forensik yang melibatkan teknik biologi molekuler yang mendapatkan profil DNA sejumlah materi uji yang merupakan bahan biologis. Profil DNA ini didapatkan dari berbagai sumber dapat dicocokkan untuk menunjukan keterkaitan biologis berbagai materi uji, sehingga mendukung suatu pembuktian. Selain itu, DNA yang dimilki oleh suatu individu selalu sama profilnya, tidak peduli dari bagian tubuh mana sampel diambil. Sampel-sampel tersebut dapat dikumpulkan dari tempat kejadian perkara, dari kerabat, barang pribadinya, orang tua kandung, anak kandung. Dan metode ini merupakan metode paling akurat. Dari ketiga data primer, jika satu saja positif maka mayat tersebut dinyatakan teridentifikasi.1,3

Pemeriksaan sekunder Pemeriksaan visual Metode ini dilakukan dengan cara meperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa khilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektf pada jenazah yang belum membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkian faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.1

Pemeriksaan dokumen

Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, Paspor dsb) yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.namun dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada didekat jenazah belu tentu miliknya.1

Identifikasi medik Metode ini menggunakan data inggi badan dan berat badan, warna rambut, warna mata, cacat/kelainan khusus.1

2. Pemeriksaan Medis Tanatologi Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).1

Mati somatis (mati klinis) Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.1,3

Mati suri Terhentinya ketiga sistem kehidupan datas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Degan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.1

Mati seluler Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ. Sebagai gambaran bahwa susanan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit, otot masih dapat dirangsang sampai kia-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam, ditalasi pupil masih terjadi pada pemberian

adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas atropin 1% kedalam kamera okuli posterior, pemberian pilokarpin 1% auat fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat berkerigat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan menyuntikan pilokarpin 2% atau asetil kolin 20%, spermatozoa masih bertahan hidup berapa hari dalam epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.1

Mati serebral Kerusakan dua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.1

Mati otak Seperti mati serebral namun batang otak dan serebelum juga mengalami kerusakan yang irreversible. Dengan diketahuinya mati otak maka dapat dikatakan secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dihentikan.1

Tanda-tanda kematian Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini atau pada saat kematian atau beberapa menit kemudian.1 Tanda-tanda tidak pasti:1 

Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dar 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)



Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.



Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi spasme sehingga warna kulit jadi kebiruan.



Tonus otot menghilang dan relaksasi. kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran dari daerah-daerah yang tertekan seperti daerah belikat dan bokong pada mayat yang terlentang.



Pembuluh darah retina mengalami segmentasi

beberapa menit setelah kematian.

Segmen-segmen bergerak kearah tepi retina kemudian menetap. 

Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air.

Tanda pasti kematian: 1. Lebam mayat (livor mortis) Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh. Darah tetap cair dnegan adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makinlama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap stelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila enekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilkukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cair sehingga jumlah darah masih dapat megalir dan membentuk lebam mayat ditempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat akibat bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot akan mempersulit perpindahan tersebut. Lebam mayat dapat diguankan untuk memperkirakan sebab kematian, seperti: lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklata pada keracunan nitrit atau nitrat, mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah lebam mayat menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat darah terdapat didalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma. Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan kemudia disiram dengan air, warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak hilang.1,3

2. Kaku mayat (rigor mortis) Kelenturan otot setelah kematian masih dapat dipertahankan karena metabolisme tingkat selular masih berjalan berupa pecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi., aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.

Kaku mayat dapat dibuktikan dengan memeriksa persendian, kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) kearah dalam. setelah mati klinis 12 jam, kaku mayat menjadi lengkap dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Faktor-faktor yang mepercepat kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.1,3 Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:1 1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor) Bentuk kekakuan pada otot saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm adalah kaku mayat yang timbih dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Kepentingan medikolegalnya

adalah

menunjukkan

sikap

terakhir

masa

hidupnya.

Misalnya

tangannyamengggemnggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, atau menggenggam senjata pada kasus bunuh diri. 2. Heat stiffening Kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati tebakar 3. Cold stiffening Kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin sehngga terjadi pembekuan cairan tubuh, temasuk cairan sendi, pemadatan jaringan , pemdatan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar seperti pecahan es.

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Terjadi karena pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi evaporasi dan konveksi. Suhu tubuh saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suu akan lebih cepat pada suhu lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis. Suhu mayat akan diukur dari mulut kurang lebih 1 derajat C/ jam dan akan berhenti disuhu ruangan.1

4. Pembusukan (decomposition)

Proses degradasi jaringn yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dnegna pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Pembentukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dngan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini akan menyebar keseluruh perut dan dada dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan warna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit akan terkelupas tau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas didalam tubuh, dimulai didalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tagngnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat didalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya krepitasi, gas ini mnyeebabkan pembengkakakn pada tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar pada jaringan ikat longgar seperti skrotu dan payudara. Tubuh dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai sikap setengah felksi akibat terkumpulnya gas pembusukan didalam rongga sendi.1,3 Selanjutnya rambut mulai mudah dicabut dan kuku mudah terlepasm wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mati dibiarkan tergeletak di daerah rumput. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan, yaitu kira-kira 3648 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, dialis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies larva dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat digunakan utnuk memperkirakan saat kematian. Media tempat mayat juga berperan, mayat yang terdapat diudara akan lebih cepat membusuk dibandingka yang didalam air atau ditanah. Dengan pebandingan tana : air: udara yaitu 1: 2: 8.1

5. Adiposera Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi didalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Adiposera terutama terdiri dari asamasam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi

sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dnegan sisa-sisa otot dan jaringan ikat. Adiposera dapat terbentuk di sembarang tubuh bahkan dalam hati. Biasanya perubahan bentuk bercak dapat terlihat dipipi, payudara, bokong, ekstremitas. Adiposera dapat bertahan hingga bertahun-tahun, shingga identifikasi mayat dan sebab pasti kematian masih dimungkinkan. Faktor- faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang cukup.1 Pada lemak segar mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat menjadi 205 dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Adiposera paling baik dianalisis dengan analisis asam palmitat.

6. Mummifikasi Proses penguapan cairan atau dehidhrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan, jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering, mummfikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).1,3

Perkiraan saat kematian 

Perubahan pada mata. bila mata terbuka, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam terbentuk segitiga dnegan dasar ditepi kornea. Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dnegan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mecapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan air, kekeruhan menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata terbuka maupun tertutu, kornea akan menjadi keruh dalam waktu 10-12 jam pasca mati.



Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam mebuat keputusan.



Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang rambut kkumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk

memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang memiliki kebiasaan mencukur kumis dan jenggotnya. 

Pertumbuhan kuku. Diperkirakan skitar 0,1 mm/ perhari pertumbuhan kuku, dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.



Perubahan cairan srebrspinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat dari 10 jam, kadar nitrogen non-ptotein kurang dari 80 mg% menunjukan kematian kurang dari 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5mg% dan 10 mg% masing-masing memnunjukan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.



Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan adar kaliumyang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati.

Traumatologi Forensik Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungan dengan kekerasan (rudapaksa), sedangka luka itu sendiri adalah ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Luka dapat disebabkan oleh kekerasan benda tumpul atau kekerasan benda tajam.1

Luka akibat kekeraan benda tumpul Memar adalah suatu perdarahann dalam jaringan bawah kutis akibat pecahnya kapiler dari vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari dan akhirnya akan menghilang dalam 14 hari sampai 15 hari.1 Luka lecet terjadi akibat cedera pada lapisan apidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya aspal. Sesuai dnegan mekanisme terjadinya, luka lecet diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: luka lecet gores, luka lecet serut, luka lecet tekan dan luka lecet geser. Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) didepannya dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi. Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores

yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut. Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser. Luka robek adalah luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kulit terenggang ke satu arah dan menyebabkan terjadi terobek. Dengan ciri bentuk luka yang umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, sering tampak luka memar di sekitarnya (lihat gambar 1, 2, 3).1

Gambar 1. Contoh Luka Memar.5

Gambar 2. Contoh Luka Lecet.5

Gambar 3. Contoh Luka Geser.6

Luka akibat benda tajam Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat kekerasan banda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka bacok.

Selain gambaran umum ditas, luka iris atau luka sayat dan luka bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka, sudut luka yang lancip tidak melebihi panjang luka. Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukan perkiran benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau pisau bermata dua. Bila satu sudut lancip yang lainnya sudut tumpul, berati benda tajamnya adalah bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Kulit disekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukan luka lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan karena faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.Umumnya luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan memilki ciri-ciri sebagai berikut:1 Tabel 1. Ciri Luka Akibat Pembunuhan, Bunuh Diri dan Kecelakaan.1 Pembunuhan

Bunuh diri

Kecelakaan

Lokasi luka

Sembarang

Terpilih

Terpapar

Jumlah luka

Banyak

Banyak

Tunggal/banyak

Pakaian

Terkena

Tidak terkena

Terkena

Luka tangkis

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Luka percobaan

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Cedera sekunder

Mungkin ada

Tidak ada

Mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan tunggal. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada telapak tangan dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan tungkai. Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letak/lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi dari pisau, serat kain dan pemeriksaan terhadap bercak darahnya.1

Hubungan antara luka yang ditemukan sebab mati harus dapat dibuktikan bahawa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan yang menyebabkan luka. Untuk itu perama-tama harus dibuktikan bahwa luka yang ditemukan benar-benar luka yang terjadi pada masa korban masih hidup (luka intravital). Tanda intravital luka berupa bervariasi dapat berupa ditemukannya resapan darah, proses penyembuhan luka, serbukan sel radang dsb.3

Inteprestasi temuan pada kasus Dimana pada kasus ini mayat sudah membusuk lanjut, berati dari pembahasan diatas berarti mayat sudah lebih dari 24 jam. Selanjutnya ditemukan luka terbuka dengan tepi rata pada dada kiri, dua luka terbuka pada lengan bagian bawah kanan sisi luar, menunjukan luka ini akibat kekerasan benda tajam. satu luka memar pada pipi kanan, satu luka memar pada kepala bagian belakang, luka lecet berwarna putih pada punggung jari-jari kaki kanan kiri. hal ini menunjukan adanya luka akibat benda tumpul. Luka memar bisa terjadi akibat adanya kekerasan kepada korban sebelum meninggal, luka lecet berwarna putih menunjukan luka lecet tersebut terjadi post mortem atau bukan tanda intravital karena tidak ada reaksi resapan darah dsb.2 Luka lecet ini dapat terjadi akibat aspal atau bagian tubuh yang terseret oleh permukaan yang kasar. Dari hasil autopsi, ditemukan dinding depan jantung terpotong, resapan darah pada kulit kepala bagian belakang, hal ini menunjukan adanya tanda intravital atau antemortem.1,2

Sebab, Mekanisme dan Kemungkinan Cara Kematian Sebab mati adalah penyakit atau cedera/ luka yang bertanggung jawab atas terjadinya kematian. Sebab mati pada kasus ini adalah luka akibat kekerasan benda tajam pada bagian dinding depan jantung. Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiai yang ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup. Pada kasus ini mekanisme kematian adalah perdarahan hebat akibat luka akibat kekerasan benda tajam didada kiri yang menybabkan dinding depan jantung terpotong. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan kematian. Bila kematian terjadi akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah wajar. Bila kematian terjadi akibat cedera atau luka, atau pada seseorang yang semula telah mengidap suatu penyakit. Kematiannya dipercepat oleh adanya cedera atau luka, maka kematian demikian adalah kematian tidak wajar. Kematian tidak wajar ini dapat terjadi sebagai akibat dari kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Dalam kasus ini cara kematian tidak wajar yaitu dari data yang didapat korban menglami kasus pembunuhan.3

Visum et Repertum (VeR) VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter berisi temuan dan pendapat berdasarkan keilmuan tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia, baik yang hidup maupun mati atas permintaa tertulis (resmi) dari penyidik yang berwenang yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumah untuk keterangan peradilan. Dimana VeR dikenal menjadi beberapa jenis yaitu:7 1. Visum et Repertum perlukaan (termasuk keracunan) 2. Visum et Repertum kejahatan asusila 3. Visum et Repertum jenasah 4. Visum et Repertum psikiatrik VeR terdiri dari 5 bagian yaitu:7 1. Projustitia 2. Pendahuluan 3. Pemberitaan 4. Kesimpulan 5. Penutup.

Bagian pendahuluan Uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu pemeriksaan, instasi peminta visum, nomor dan tanggal surat permintaan, serta identitas korban yang diperiksa sesuai dengan pemeriksaan VeR tersebut.7

Bagian hasil pemeriksaan Memuat hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang dituliskan secara sistematik, jelas, dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang kedokteran.7

Bagian kesimpulan

Berisi kesimpulan pemeriksaan atas hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan/ keahliannya. Pada korban hidup berisi setidaknya jenis perlukaan atau cedera, penyeab serta derajat luka.7

Bagian penutup Uraian kalimat penutup yang menyatakan bahwa VeR dibuat dengan seenarnya, berdasarkan keilmuan serta mengingat sumpah dan sesuai dengan KUHAP (lihat gambar 4,5,6). 7

Kesimpulan Dalam kasus kematian tidak wajar diperlukan pemeriksaan autopsi forensik untuk menentukan sebab mati, mekanisme kematian dan cara kematian. Untuk dilakukan pemeriksaan maka diperlukan surat permintaan dari penyidik untuk dibuatan Visum et Repertum.

Daftar Pustaka 1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim AW, Sidhi, Hertian S dkk. Ilmu kedokteran forensik. Cetakan kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h. 25, 37. 2. Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta Pusat: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. h. 28-29. 3. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik. Cetakan ke-4. Jakarta: 2000. 1,2,4-7,12-13. 4. Badan

Pusat

Statistik.

2016.

Statistik

kriminal

2016.

Diunduh

dari

https://media.neliti.com/media/publications/48283-ID-statistik-kriminal-2016.pdf.

16

Desember 2018. 5. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta Pusat: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. h. 25, 29. 6. Santiko W. Mei 2017. Jenis luka forensik (Vulnus): klue dan intepretasi. Diunduh dari https://www.google.co.id/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUK EwiKq7GAmKHfAhXUAnIKHWolDi0Qjhx6BAgBEAM&url=https%3A%2F%2Fdokte rmuslim.com%2Fjenis-luka-forensik-

vulnus%2F&psig=AOvVaw0Vv4vwBKzFDL7S2mNMevTD&ust=1544940261540849. 15 Desember 2018. 7. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta Pusat: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. h. 25, 29.

Related Documents

Pbl 30 Last.docx
December 2019 25
Pbl
June 2020 35
Pbl
June 2020 23
Pemicu Pbl
October 2019 27
Pbl Rationale
November 2019 27
De Pbl
November 2019 25

More Documents from ""