Pengaruh Jumlah Repetisi pada Latihan Push-up Terhadap Perubahan Lingkar Lengan Atas Mahasiswa Laki-laki FK UKRIDA PROPOSAL SKRIPSI Diajukan kepada Jurusan Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Untuk Menyusun Skripsi S1
Melvin Andrean 102015042
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2018
1 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI
Nama
: Melvin Andrean
N.I.M
: 102015042
Alamat
: Jl. Muara karang blok E1U no 17, RT 020 RW 002. 14450
No. Telp
: 085695168039
Judul yang diajukan
: Pengaruh Jumlah Repetisi pada Latihan Push-up Terhadap Perubahan Lingkar Lengan Atas Mahasiswa Laki-laki FK UKRIDA
Jakarta, 24 April 2018
Menyetujui,
Dosen Pembimbing 1
Dosen Pembimbing 2
( dr. Hartanto Hartono , M.Biomed )
( dr. Santoso Gunardi , MS.PAK(K))
2 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL PROPOSAL ............................................................................................... 1 PERSETUJUAN PROPOSAL......................................................................................................2 DAFTAR ISI .................................................................................................................................3 PROPOSAL SKRIPSI ..................................................................................................................5 PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................................................6 BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................8 1.1. Latar Belakang ...........................................................................................................8 1.2. Permasalahan ..............................................................................................................9 1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................................10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................11 2.1. Anatomi Lengan .........................................................................................................11 2.2. Latihan Resistensi ......................................................................................................12 2.3. Jenis Latihan Resistensi ............................................................................................. 12 2.4 Variabel pada Latihan Resistensi ...............................................................................13 2.5 Push-up.......................................................................................................................15 2.6 Tekanan Mekanik……………………………………………………………………17 2.7 Stress Metabolik……………………………………………………………………..17 2.8 Sel Satelit …...………………………………………………………………………18 2.9 Jalur Miogenik…………………………….…………………………………………18 2.10 Hormon dan Sitokin………………………………………………………………...19 3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2.11 Hipertrofi Otot………………………………………………………………………21 2.12 Lipolisis……………………………………………………………………………...22 2.13 Pengukuran Antropometri…………………………………………………………...22 2.13 Kerangka Teori………………………………………………………………………24 2.14 Kerangka Konsep……………………………………………………………………25 BAB III METODELOGI PENELITIAN ......................................................................................26 3.1. Desain Penelitian ........................................................................................................26 3.2. Tempat Dan Waktu ....................................................................................................26 3.3. Subjek Penelitian ........................................................................................................26 3.4. Sampling dan Rumus .................................................................................................26 3.5. Bahan Alat dan Cara Penelitian .................................................................................27 3.6. Parameter Penelitian ...................................................................................................28 3.7. Variabel Penelitian .....................................................................................................28 3.8. Analisis Data ..............................................................................................................29 3.9 Definisi Operasional………………………………………………………………….30 JADWAL PENELTIAN ...............................................................................................................32 PERSYARATAN ETIK ...............................................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................34
4 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PROPOSAL SKRIPSI PROGRAM SARJANA KEDOKTERAN FK UKRIDA UNTUK KEPERLUAN SEKRETARIAT
1
Mahasiswa/i Melvin Andrean
Nama
2
NIM 102015042
Pembimbing Tim pembimbing skripsi tidak boleh melebihi dua orang
Nama
Hartanto Hartono
Gelar dr, M.Biomed
Nama
Santoso Gunardi
Gelar
3
Judul Skripsi
dr, MS.PAK(K)
Harus informatif dan singkat jangan. melebihi 20 kata
Pengaruh Jumlah Repetisi pada Latihan Push-up Terhadap Perubahan Lingkar Lengan Atas Mahasiswa Laki-laki FK UKRIDA
4
Kata Kunci 3-5 kata kunci (key words)
Latihan Push-up
Mahasiswa Laki-laki
Lingkar Lengan Atas
5 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
5
Persetujuan Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
6
Persetujuan Penilai Proposal
Nama Penilai & Gelar
Institusi
Tanggal dan Tanda tangan
Penilaian (mohon diberi tanda )
Diterima tanpa perbaikan Diterima dengan perbaikan ( mohon diberikan komentar)
Tidak diterima (mohon diberikan komentar)
6 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
7
Komentar Penilai (apabila tidak mencukupi dapat dituliskan di lembar tambahan)
7 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
BAB I LATAR BELAKANG
8
Latar Belakang Lengan merupakan salah satu bagian ekstermitas atas pada tubuh kita yang memiliki banyak
fungsi. Lengan juga berperan sebagai sumber kekuatan yang membantu tangan untuk menggenggam. Lengan yang besar merupakan idaman para kaum pria dan secara estetik masih sering dianggap sebagai simbol kejantanan seorang pria.(1) Banyak latihan yang dapat digunakan oleh pria untuk membesarkan massa otot pada lengannya salah satunya adalah push-up.(2) Push-up merupakan salah satu latihan fisik multi sendi pada anggota tubuh bagian atas yang popular baik untuk atlet maupun non-atlet.(2, 3) Banyak keuntungan yang bisa di dapat dari Push-up, yaitu dapat dilakukan tanpa menggunakan alat tambahan serta intensitasnya bisa diubah sesuai dengan kebutuhan.(2-4) Selain itu, latihan ini tergolong cocok untuk hampir semua orang dengan resiko kecelakaan yang rendah.(5,
6)
Tidak hanya itu, pada pusat kebugaran, latihan ini sering digunakan
sebagai salah satu cara untuk mengembangkan kekuatan, ketahanan, dan sudah dibuktikan oleh Naoki Kikuchi (2017) bahwa latihan push-up selama 8 minggu dapat meningkatkan massa otot pada anggota tubuh bagian atas dan lengan.(2, 3, 7) Pada dasarnya, latihan push-up sendiri merupakan suatu latihan isotonik yang merupakan bagian dari latihan resistensi.(5) Latihan resistensi sendiri merupakan segala aktivitas fisik yang menyebabkan otot pada tubuh kita bekerja melawan kekuatan atau berat tambahan dan merupakan latihan yang efektif untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan dan juga massa otot.(5, 8) Pada latihan resistensi, ada beberapa variabel dari latihan yang dapat diubah-ubah, yaitu frekuensi, intensitas, volume, interval waktu istirahat dan yang lainnya.(5, 9-11) Dengan mengatur beberapa variabel yang ada pada latihan resistensi tersebut, dapat tercipta suatu keadaan stress pada otot, yakni stress metabolik dan stress mekanik.(5, 12) Dimana, kedua stress tersebut bisa dicapai dengan cara mengubah variabel latihan. Selain itu, penelitian menurut Gerald T. Mangine1, Jay R. Hoffman, David H. Fukuda, et al (2015) menyatakan bahwa kedua stress ini memiliki efek positif yang membantu terjadinya hipertrofi otot.(12) Selain hipertrofi otot, Studi menurut Ve´ronique A. Cornelissen, Robert H. Fagard, Ellen Coeckelberghs, Luc Vanhees (2011) juga melaporkan bahwa latihan resistensi dapat membakar lemak
pada tubuh. Perlu diketahui, walaupun dengan latihan resistensi, hipertrofi otot bisa terbentuk dan 8 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
lemak tubuh dapat terbakar.(5,
13)
Tetapi, belum ada penelitian yang mencari dengan semakin
banyaknya jumlah repetisi yang dilakukan pada push-up akan menyebabkan hipertrofi otot dan pembakaran lemak yang semakin meningkat atau malah sebaliknya. Perubahan yang terjadi pada otot ataupun lemak tersebut tentu akan mempengaruhi ukuran pada bagian lengan. Hal tersebut dapat diukur melalui pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) / Mid Upper Arm Circumference (MUAC) yang merupakan salah satu pengukuran untuk mengukur kesatuan dari otot, lemak dan tulang pada bagian lengan.(14-16) Selain itu, LLA juga dapat menjadi sarana tolak ukur yang baik untuk mengetahui status nutrisi jangka pendek.(14,
16)
Sehingga, pada
penelitian ini akan dicari dengan semakin banyaknya jumlah repetisi yang dilakukan pada push-up akan menyebabkan perubahan pada LLA yang semakin membesar atau malah menurun. Pada penelitian ini, akan dilakukan juga pengukuran tambahan selain LLA, yakni berupa Triceps Skinfold (TSF) yang berfungsi sebagai pengukur tebal lemak subkutan dengan menggunakan alat, yakni kaliper.(14, 16, 17) Dengan mengetahui ukuran LLA dan TSF tersebut, kita dapat mengetahui ukuran dari Arm Muscle Area (AMA) dan mengetahui Arm Fat Area (AFA) dengan menggunakan suatu perhitungan rumus.(14,
18)
Sehingga, selain untuk mencari pengaruh jumlah repetisi dengan
perubahan lingkar lengan atas, kita juga bisa mencari tahu apakah perubahan pada lingkar lengan atas tersebut disebabkan oleh adanya perubahan pada otot atau lemak yang menurun/meningkat pada lengan.
9
Permasalahan
9.1 Masalah Belum ada penelitian yang mencari pengaruh banyaknya jumlah repetisi yang dilakukan pada push-up terhadap ukuran lingkar lengan atas yang semakin meningkat atau menurun. 9.2 Hipotesis Hipotesis nol: tidak ada pengaruh antara jumlah repetisi pada latihan push-up terhadap perubahan lingkar lengan atas Hipotesis kerja: ada pengaruh antara jumlah repetisi pada latihan push-up terhadap perubahan lingkar lengan atas
9 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Tujuan Penelitian
10
10.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui besarnya pengaruh jumlah repetisi pada latihan push-up terhadap perubahan lingkar lengan atas seseorang. 10.2 Tujuan Khusus
Dapat diketahui jumlah repetisi yang memberikan perubahan terbesar pada lingkar lengan atas seseorang.
Dapat diketahui penyebab terjadinya perubahan lingkar lengan atas seseorang yakni perubahan pada otot atau lemak.
Dapat diketahui besarnya perubahan otot pada lengan yang terjadi setelah push-up.
Dapat diketahui besarnya perubahan lemak pada lengan yang terjadi setelah push-up.
Sebagai aplikasi kepada kaum pria atau binaragawan sebagai bentuk latihan pada lengan.
10.3 Manfaat Penelitian
Manfaat bagi Mahasiswa o Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiwa seberapa besar pengaruh jumlah repetisi pada latihan push-up terhadap perubahan lingkar lengan atas seseorang.
Manfaat bagi Peneliti
o Sebagai tambahan ilmu, kompetensi dan pengalaman berharga dalam melakukan penelitian kesehatan yang secara umunya terkait dengan latihan push-up secara khususnya
o Sebagai salah satu aplikasi ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta menambah minat dan semangat dalam melakukan penelitian dan terselesaikan bagian dari pembuatan tugas akhir skripsi.
Manfaat bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan o Penelitian ini dapat dipakai sebagai sumber informasi bagi mereka yang ingin melatih lengan dalam menetapkan latihan yang tepat bagi mereka. 10 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
o Sebagai acuan kepada peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian.
Manfaat bagi Universitas o Penelitian ini dapat dijadikan sumber data dan informasi untuk penelitian selanjutnya di tingkat universitas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
11
Landasan Teori
11.1 Anatomi Lengan Lengan merupakan bagian dari extremitas atas yang memiliki banyak fungsi. Lengan dapat dibagi menjadi lengan atas dan lengan bawah.(19) Pada lengan atas, terdapat tulang yakni os. Humerus dan pada lengan bawah terdapat dua tulang yakni os.radius dan os. Ulna. Otot pada lengan atas dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu otot yang terdapat pada bagian anterior dan yang terdapat pada bagian posterior.(19, 20) Pada lengan atas bagian anterior terdapat m.biceps brachii yang memiliki dua caput yang berasal dari prosesus coracoideus scapulae yaitu caput brevis dan yang berasal dari scapula yang berada tepat diatas fossa glenoidale yaitu caput longum. dimana kedua bagian tersebut akan bersatu dan berinsersi pada tuberculum biceps pada ujung atas radius. Selain itu, adapula m.coracobrachialis yang berjalan dari procesus scapulae ke bawah ke pertengahan corpus humeri.(19) Dan m. brachialis yang terletak dibawah m.biceps dan tepat di depan sendi siku. Pada bagian posterior, terdapat m.triceps brachii yang memiliki tiga caput dari scapula dan bagian belakang corpus humeri dan berjalan ke bawah dibagian belakang lengan dan berinsersi pada olecranon ulna. Dimana otot ini berfungsi sebagai ekstensor pada siku.(19, 20) Pada lengan bawah otot biasanya dibagi menjadi bagian anterior untuk fleksi dan posterior untuk ekstensi.(20, 21) Pada bagian anterior, terdapat lima otot yaitu m.flexor carpi radialis, m.palmaris longus, m.flexor carpi ulnaris, m.pronator teres dan m.flexor digitorum superficialis. Sedangkan pada
11 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
bagian posterior, terdapat empat otot yaitu m.extensor carpi radialis brevis, m.extensor digitorum, m.extensor digitiminimi, dan m.extensor carpi ulnaris.(20, 21)
11.2 Latihan Resistensi Latihan resistensi merupakan segala bentuk latihan fisik yang menyebabkan otot untuk bekerja melawan beban atau gaya tambahan.(5, 8) Latihan resistensi ini juga merupakan sarana yang baik untuk meningkatkan kekuatan otot, ketahanan otot, dan massa otot pada berbagai macam orang, baik pada perempuan maupun pada orang lanjut usia. Selain itu, latihan resistensi merupakan salah satu cara untuk tetap sehat dan menghambat terjadinya proses penuaan, serta dapat menghambat terjadinya sarcopenia, yakni penurunan massa dan kualitas pada otot. Hal ini terjadi karena latihan resistensi ini akan menghambat hilangnya massa otot tersebut dengan perlahan-lahan membangun kembali massa otot.(5, 8) Latihan resistensi ini juga berguna untuk meningkatkan kekuatan otot yang akan berguna untuk melindungi sendi dan meningkatkan stabilitas dan keseimbangan sehingga menurunkan resiko untuk terjatuh dan bisa mencegah terjadinya fraktur yang disebabkan karena jatuh. Selain otot, latihan resistensi juga berguna untuk meningkatkan kekuatan dan densitas pada tulang.(5) Penelitian juga membuktikan bahwa latihan resistensi bisa menurunkan resiko dari penyakit jantung, yaitu dengan menurunkan lemak pada tubuh, menurunkan tekanan darah, dan memperbaiki level kolesterol. The American Heart Association juga menganjurkan latihan resistensi sebagai latihan komprehensif untuk membantu mencapai kesehatan dan kebugaran untuk orang dengan atau tanpa penyakit jantung.(5, 8)
11.3 Jenis Latihan Resistensi Latihan resistensi dibagi menjadi beberapa macam jenis, yakni : 11.3.1 Isometrik Latihan isometrik merupakan bentuk latihan paling sering yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan pada otot, karena latihan isometrik merupakan latihan yang pada saat dilakukan oleh bagian tubuh, sendi atau otot yang melakukan gerakan tersebut tidaklah bergerak. Gaya pada otot yang berkontraksi menyebabkan adanya suatu tahanan pada otot tanpa adanya perubahan posisi/panjang yang terlihat jelas. Salah satu contoh dari gerakan ini adalah gerakan saat kita memegang barbell dengan lengan yang sedang membengkok.(5, 22) Beberapa keuntungan dari latihan ini adalah selain berguna untuk meningkatakan kekuatan otot, juga bisa meningkatkan massa otot serta meningkatkan densitas pada tulang. Selain itu, pembakaran lemak juga bisa terjadi dikarenakan adanya peningkatan dari metabolisme otot 12 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
yang diakibatkan dari peningkatan kekuatan otot. Latihan ini juga mudah dilakukan karena bisa dilakukan tanpa alat dan dimana saja.(5, 22) Namun terdapat kerugian dari latihan ini, yaitu dapat meningkatan tekanan darah secara pesat. Hal ini dikarenakan adanya tegangan pada otot yang di dapat saat melakukan latihan sehingga dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan menyebabkan irama tidak normal pada jantung. Maka pada orang dengan tekanan darah tinggi disarankan untuk membatasi latihan istometrik ini.(22)
11.3.2 Isotonik Tidak seperti latihan isometik, latihan isotonik ini melibatkan segala jenis gerakan pada otot yang melawan suatu tahanan seperti barbell, berat tubuh, dan sebagainya. Latihan isotonik ini dilakukan dengan menggunakan beban yang konstan/sama, sehingga beban yang digunakan dalam latihan akan tetap sama tidak peduli jenis gerakan atau besar kecepatan yang digunakan saat berlatih. Beberapa contoh dari latihan isotonik ini adalah mengangkat barbell, dumbbell, atau latihan dengan menggunakan berat tubuh seperti push-up and sit-up.(5, 22) Jika dibandingkan dengan jenis latihan resistensi lainnya, latihan isotonik tergolong memiliki keuntungan terbaik bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan bahwa dengan melakukan latihan isotonik secara rutin, selain terjadinya peningkatan kekuatan otot, massa otot, dan ketahanan otot, kekuatan ligamen dan tendon juga dapat meningkat, dan jika ditambah dengan peningkatan kekuatan otot, stabilitas sendi, dan postur juga dapat meningkat. Hal ini dapat menurunkan resiko terkena penyakit seperti low-back-pain ataupun artritis. Selain itu beberapa keuntungan tambahan bisa didapatkan dengan latihan ini, yaitu seperti peningkatan kekuatan tulang, energi, dan pembakaran lemak. Hal ini dikarenakan dengan terjadinya peningkatan massa otot, pembakaran lemak juga terjadi.(5, 22) Beberapa kerugiannya adalah latihan isotonik ini membutuhkan alat yang beberapa di antaranya memiliki harga yang mahal. Selain itu, cedera dapat terjadi jika gerakan ini tidak dilakukan dengan benar atau mungkin beban yang digunakan terlalu berat.(5)
11.4 Variabel Latihan Seperti yang kita ketahui, pada latihan resistensi ada beberapa variabel latihan yang bisa diubah-ubah, yaitu dengan mengubah variabel tersebut kita bisa mengatur besarnya stress metabolik dan stress mekanik yang bisa dicapai. Beberapa variabel tersebut adalah frekuensi, intensitas, interval istirahat, tipe latihan dan volume latihan.(5, 9, 23, 24)
13 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
11.4.1 Frekuensi Frekuensi pada latihan resistensi merupakan jumlah sesi latihan yang dilakukan selama periode waktu tertentu, dalam hal ini biasanya dalam satuan minggu. Studi menyatakan bahwa untuk program fitness dan kesehatan secara umum, American College of Sports Medicine menyarankan untuk melakukan latihan resistensi sebanyak 2-3 hari per minggu secara tidak berurutan.(5,
23)
Dimana, pada penelitian ini push-up akan dilakukan selama 3 x / minggu yaitu setiap hari senin rabu dan jumat 11.4.2 Volume Latihan Volume pada latihan resistensi merupakan salah satu variabel yang penting pada latihan resistensi. Volume latihan ini mengacu kepada jumlah total dari set x repetisi x beban latihan, dimana dengan mengubah hal tersebut, volume latihan juga dapat berubah. (11, 22, 23, 25) Penelitian menunjukan bahwa volume latihan yang menggunakan jumlah multiset memiliki efek yang lebih superior terhadap hipertrofi otot dibandingkan dengan set yang tunggal. (8, 23)
Selain itu, penelitian mengatakan bahwa latihan dengan beban yang normal sampai berat dan
repetisi yang normal sampai tinggi merupakan karakterisasi dari latihan untuk merangsang hipertrofi pada otot. Hal ini sudah terbukti bahwa latihan yang memiliki volume tinggi dan multiset memiliki hasil hipertrofi otot yang lebih baik dibandingkan dengan latihan yang memiliki volume rendah dan memiliki set tunggal.(10) Sedangkan pada latihan yang memiliki fokus untuk meningkatkan kekuatan pada otot, latihan biasanya dilakukan menggunakan beban yang berat serta repetisi yang rendah namun tetap menggunakan multiset. Hal ini dikarenakan efek multiset terbukti lebih baik daripada set tunggal baik untuk hipertrofi otot maupun peningkatan kekuatan otot.(10) Dimana pada penelitian ini , latihan akan dilakukan 2 set dengan beban latihan tergantung berat tubuh masing- masing individu Selain itu jumlah repetisi pada penelitian ini akan dibandingkan yaitu Grup kontrol (tanpa repetisi), grup 1 (repetisi rendah yaitu 5), grup 2 (repetisi sedang yaitu 10) dan grup 3 (repetisi tinggi yaitu 15).(26)
11.4.3 Tipe Latihan Latihan sendi tunggal (Single-Joint) merupakan latihan yang memberikan stress kepada satu sendi atau otot saja, sedangkan latihan multisendi (Multi-Joint) memberikan stress kepada lebih dari satu sendi atau otot.(10) Kedua latihan ini terbukti efektif untuk meningkatkan kekuatan otot pada bagian yang ingin dilatih. Latihan sendi tunggal dianggap memiliki kemungkinan kecelakaan lebih rendah karena skill dan teknik yang terlibat lebih rendah dibandingkan dengan latihan multisendi. Latihan multisendiri melibatkan koordinasi dan aktivasi syaraf yang lebih 14 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
kompleks. Namun karena melibatkan lebih banyak otot, latihan multisendi dianggap baik dalam meningkatkan kekuatan otot.(10) Latihan yang memberikan stress kepada lebih banyak otot menunjukan respon metabolik terbaik. Jumlah otot yang terlibat memberikan pengaruh kepada besarnya kebutuhan metabolik dan respon hormon anabolik, hal tersebut dapat digunakan untuk latihan resistensi yang mengutamakan ketahanan otot, peningkatan massa otot, dan penurunan lemak sebagai tujuan utama. Tetapi perlu diketahui bahwa adapula penelitian yang menyatakan bahwa baik latihan sendi tunggal maupun multisendi memberikan efek yang sama dalam peningkatan massa dan kekuatan otot pada anggotat tubuh atas.(10, 27)
11.4.4 Interval Istirahat Interval istirahat merupakan banyaknya jumlah istirahat di antara setiap set dan latihan yang secara pesat meningkatkan respon metabolik dan kardiovaskular. Untuk latihan yang menargetkan peningkatan kekuatan otot, jumlah interval istirahat yang dibutuhkan akan lebih lama, yaitu dianjurkan untuk dilakukan selama 3-5 menit minimum untuk latihan multisendi.(10, 11) Studi sudah menunjukan bahwa jumlah interval istirahat yang pendek menguntungkan bagi hipertrofi dan ketahanan otot. Hal ini berkaitan dengan terjadinya peningkatan stress pada sistem glikolitik dan ATP-PC yang berfungsi untuk meningkatkan hipertrofi otot dimana menurut studi stress ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan interval istirahat yang pendek, yakni berkisar antara 1-2 menit/ kurang.(10) Pada penelitian ini , istirahat antar set dilakukan selama 2 menit.
11.5 Push-up Push-up merupakan salah satu latihan fisik multi-sendi pada anggota tubuh bagian atas yang populer, baik untuk atlet maupun non-atlet. Selain itu, Push-up merupakan latihan isotonik yang merupakan bagian dari latihan resistensi yang pada latihannya tahanan yang digunakan adalah tahanan yang berbasis berat badan orang tersebut. Latihan berbasis berat badan ini merupakan trend pada fitness di dunia selama 3 tahun berturut-turut, yakni pada tahun 2015 sampai 2017 menurut ACSM.(2-7) Latihan Push-up memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah untuk meningkatkan kekuatan, massa, dan ketahanan pada otot pada anggota tubuh bagian atas. Selain itu, ada beberapa pula beberapa keunggulan dari latihan push-up ini, yaitu latihan ini dapat dilakukan tanpa menggunakan alat tambahan serta intenitasnya bisa di ubah sesuai dengan kebutuhan, selain itu juga latihan ini tergolong cocok untuk hampir semua orang dengan resiko kecelakaan yang 15 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
tergolong rendah. Selain itu, push-up juga sering digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dari anggota tubuh atas dan sering digunakan dalam standarisasi tes kebugaran baik untuk anak-anak maupun militer.(2-7)
11.5.1 Biomekanisme pada Push-up Push-up memiliki banyak variasi pada posisinya, untuk versi standar latihan dilakukan pada lantai yang datar.(4,
28)
Dalam melakukan gerakan push-up harus dilakukan dengan benar,
perlu diperhatikan bahwa sendi pada bagian lutut, sendi pada bagian pinggang, pelvis dan tulang belakang harus dibuat kaku/ ditahan. Sehingga, hal ini akan membuat tubuh berada pada garis lurus mulai dari bagian kepala hingga kaki. Sementara itu, pada bagian bahu dan siku akan difleksikan diekstensikan untuk menggerakan tubuh bagian atas. Selain itu, scapula di-retraksi dan protraksi untuk memfasilitasi gerak pada sendi glenohumeral. Contoh dari gerakan Push-up standar dapat dilihat pada gambar 1.1 .(4) Beberapa otot yang terlibat saat melakukan gerakan push-up adalah m.pectoralis major, m.Triep brachii , m.deltoideus anterior,
m. Latissimus dorsi, m.Bisep brachii, m. deltoideus
posterior, m.trapezius superior, m. trapezius media, m.trapezius inferior, m.serratus anterior, m.psoas, m.obliquus external, m.obliquus internal, m.transversus abdominis, m.rectus abdominis, m.rectus femoris dan m.erector spina.(4, 6) Variasi dari Push-up dapat diubah-ubah, paling sering dengan mengubah posisi tangan. Push-up dengan posisi tangan melebar (150% lebar bahu), push-up posisi normal (100% lebar bahu), dan Push-up dengan posisi tangan dipersempit (50% lebar bahu). Push-up dengan posisi tangan melebar dianggap lebih mengaktifkan otot pectoralis major, sedangkan pada push-up dengan posisi tangan dipersempit akan mengoptimalkan aktivasi dari trisep brachii. Push-up dengan posisi tangan melebar dianggap lebih mengaktifkan otot pectoralis major, sedangkan pada push-up dengan posisi tangan dipersempit akan mengoptimalkan aktivasi dari trisep brachii.(4)
16 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Gambar 1.1 Push-up yang dilakukan dalam posisi standar.(4)
11.6 Tekanan Mekanik Tekanan mekanik dicapai dengan memaksa terjadinya suatu pembangkitan dan suatu regangan yang dianggap penting kepada pertumbuhan otot. Dimana, tegangan mekanik ini berguna dalam meningkatkan massa otot serta menurunkan kemungkinan terjadinya atrofi.(25) Tekanan mekanik saat diberikan kepada otot rangka, dikatakan akan menstimulasi pelepasan dari faktor pertumbuhan yang berujung kepada sintesis protein. Jika tekanan yang diberikan ini cukup (tekanan lebih besar dibandingkan yang biasa di dapatkan oleh otot), strain untuk mengaktifkan struktur protein dan protein kontraktil mungkin juga menginisiasi respon peradangan yang menghasilkan adanya fusi dari sel satelit ke jaringan otot yang rusak dengan tujuan untuk meningkatkan besar, kekuatan dan ketahanan terhadap kerusakan oleh stimulus yang sama di masa mendatang.(12, 25)
11.7 Stress Metabolik Penelitian mendukung adanya peran anabolik pada otot yang disebabkan stress metabolik karena olahraga. Meski metabolik stress tampaknya bukan menjadi komponen penting dari pertumbuhan otot, banyak bukti yang menunjukkan bahwa stress metabolik bisa memiliki efek hipertrofik yang signifikan, baik dalam primer atau cara sekunder.(25) Ini dapat dilihat secara empiris dengan memeriksa latihan dengan intensitas sedang yang banyak diadopsi oleh binaragawan. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan metabolisme stress sambil mempertahankan ketegangan otot yang signifikan. Stress metabolik bermanifestasi sebagai hasil dari latihan yang bergantung pada glikolisis anaerobik untuk memproduksi ATP, yang menghasilkan 17 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
penumpukan dari hasil metabolit seperti laktat, ion hidrogen, fosfat anorganik, kreatin, dan lainnya. Otot yang iskemia juga telah terbukti menghasilkan stres metabolik substansial dan berpotensi menghasilkan efek hipertrofi.(25)
11.8 Sel Satelit Hipertrofi otot terjadi ketika sintesis protein meningkat lebih dari degradasi protein, dimana hipertrofi otot dianggap untuk dimediasi oleh aktivitas sel satelit.(25, 29) Sel satelit ini berada di antara lamina basalis dan sarcolemma yang pada keadaan normalnya tidak aktif, namun akan menjadi aktif ketika adanya cukup stimulus yang diberikan kepada otot.(25, 29) Setelah dirangsang, sel satelit ini akan berproliferasi dan akhirnya menyatu dengan sel yang sudah ada atau dengan di antara mereka sendiri untuk membentuk miofiber yang baru untuk menyediakan pelopor yang dibutuhkan untuk memperbaiki dan selanjutnya menumbuhkan jaringan otot yang baru.(25, 29) Untuk memfasilitasi sel satelit ini, diyakini terjadi hipertrofi otot dengan berbagai cara. Salah satunya, mereka memberikan nucleus ekstra mereka kepada serat otot,
sehingga meningkatkan
kapasitas untuk mensintesiskan protein kontraktil yang baru karena perbandingan dari nucleus otot dan massa serat tetap sama saat terjadinya hipertrofi. Untuk terjadinya perubahan dibutuhkan sumber dari luar, yakni sel yang aktif bermitotik. Sel satelit ini memiliki kemampuan bermitotik sehingga berperan sebagai myonuclei untuk membantu pertumbuhan otot.(25) Sel-sel satelit ini juga mengekspresikan berbagai faktor regulasi miogenik (termasuk Myf5, MyoD, myogenin, dan MRF4) yang membantu dalam perbaikan otot, regenerasi, dan pertumbuhan. Faktor-faktor pengatur ini mengikat urutan DNA yang hadir dalam promotor gen otot, dengan masingmasing memiliki peran berbeda dalam miogenik.(25)
11.9 Jalur Miogenik Hipertrofi otot yang di induksi oleh latihan fisik difasilitasi oleh sejumlah jalur pensinyalan, dimana efek dari stimulasi mekanik secara molekuler ditransduksi ke target yang menggeser keseimbangan protein otot untuk meningkatkan adanya sintesis dibandingkan dengan degradasi protein. Ada beberapa pensinyalan anabolik utama, yakni Akt /mammalian target of rapamycin (mTOR), mitogen-activated protein kinase (MAPK), dan calcium (Ca2+) dependent pathway.(25)
11.9.1 Akt/Mammalian Target of Rapamycin Pathway (mTor) Jalur Akt / mTOR diyakini bertindak sebagai jaringan utama yang mengatur pertumbuhan otot skeletal. Meskipun mekanisme molekuler yang spesifik belum sepenuhnya dijelaskan, Akt dianggap sebagai molekul yang merupakan efektor sinyal anabolik dan inhibitor 18 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
dominan sinyal katabolik. Ketika diaktifkan, sinyal Akt mTOR, menggunakan sinyal untuk mempromosikan hipertrofi pada jaringan otot di berbagai tempat.(25)
11.9.2 Mitogen-Activated Protein-Kinase Pathway (MAPK) Mitogen-Activated Protein-Kinase Pathway dianggap sebagai pengatur ekspresi gen, status redoks, dan metabolisme utama. Khusus untuk hipertrofi otot rangka yang disebabkan oleh latihan, MAPK telah terbukti menghubungkan stress seluler dengan respon adaptif pada miosit, memodulasi pertumbuhan dan diferensiasi. Tiga modul signaling MAPK yang berbeda berhubungan dengan hipertrofi otot yang diinduksi oleh olahraga: kinase sinyal-diatur ekstraseluler (ERK 1/2), p38 MAPK, dan c-Jun NH2-terminal kinase (JNK). Dari modul-modul ini, JNK telah terbukti paling responsif terhadap ketegangan mekanik dan kerusakan otot, dan itu sangat sensitif terhadap latihan eksentrik. Aktivasi yang diinduksi oleh latihan JNK dikaitkan dengan peningkatan pesat mRNA dari faktor transkripsi yang memodulasi proliferasi sel dan perbaikan DNA.(25)
11.9.3 Calcium-Dependent Pathways Berbagai jalur kalsium dependent telah terlibat di dalamnya pengaturan hipertrofi otot. Calcineurin (Cn) sangat penting mengatur kritis dalam kaskade pensinyalan Ca2+. Cn bertindak ke hilir di jalur Ca2+ dan menengahi berbagai hipertrofik efektor seperti myocyte enhancing faktor 2, GATA faktor transkripsi, dan faktor nuklir sel T yang diaktifkan.. Sinyal Cn-dependent terkait dengan hipertrofi semua jenis serat dan penghambatannya telah ditunjukkan untuk mencegah pertumbuhan otot bahkan di hadapan otot yang berlebihan.(25)
11.10 Hormon dan Sitokin Hormon dan sitokin memainkan peran dalam respon hipertrofik, melayani sebagai regulator proses anabolik. Peningkatan konsentrasi hormon anabolik meningkatkan kemungkinan interaksi reseptor, memfasilitasi metabolisme protein dan pertumbuhan otot berikutnya. Banyak juga yang terlibat dalam proliferasi sel satelit dan diferensiasi dan mungkin memfasilitasi pengikatan satelit sel untuk merusak serat untuk membantu dalam perbaikan otot.(25) Pengaturan hormon penyebab hipertrofi merupakan sesuatu yang kompleks, banyak hormon dan sitokin diyakini berkontribusi seperti Hepato growth factor, Interleukin-5 (IL-5), Interleukin- 6 (IL-6), fibroblast growth factor, dan leukemia inhibitory factor telah terbukti mempromosikan anabolisme. Insulin juga telah terbukti memiliki sifat anabolik dengan efek yang lebih besar pada
19 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
pelemahan proteolisis daripada mempertinggi sintesis protein. Insulin juga menyebabkan mitosis dan diferensiasi sel satelit.(25)
11.10.1 Insulin-Like Growth Factor (IGF) Insulin-like growth factor sering disebut sebagai hormon anabolik mamalia yang paling penting yang memberikan respon anabolik utama untuk tubuh secara keseluruhan dan menunjukkan efek yang ditingkatkan sebagai respons terhadap beban mekanik. Ketika latihan fisik, otot memproduksi lebih banyak IGF-1 sistemik dan IGF-1 yang bersirkulasi daripada hati. Ada beberapa isoform pada IGF-1, yakni IGF-1Ea and IGF-1Eb, dan IGF-1Ec (MGF). Insulin-like growth factor insulin telah terbukti menginduksi hipertrofi dalam cara autokrin dan parakrin.(25) Pertama, IGF-1 bisa langsung mempromosikan anabolisme dengan meningkatkan laju sintesis protein dalam myofibers yang berbeda. MGF juga secara lokal telah ditunjukkan untuk mengaktifkan sel satelit dan memediasi proliferasi dan diferensi sel satelit. IGF-IEa, di sisi lain, diperkirakan akan meningkatkan fungsi sel satelit dengan serat otot, memfasilitasi donasi myonuclei dan membantu mempertahankan DNA optimal untuk rasio protein dalam jaringan otot. Insulin-like growth factor juga mengaktifkan kalsium tipe L dalam menyalurkan ekspresi gen, sehingga meningkatkan konsentrasi Ca2+ intraseluler. Ini mengarah pada aktivasi dari beberapa jalur anabolik Ca2+ -dependen, termasuk calcineurin dan beberapa target lainnya.(25)
11.10.2 Testosteron Testosteron adalah hormon yang diturunkan dari kolesterol yang memiliki efek anabolik yang cukup pada jaringan otot. Selain efeknya pada otot, testosteron juga bisa berinteraksi dengan reseptor pada neuron, dengan demikian meningkatkan jumlah neurotransmitter yang dilepaskan, regenerasi saraf, dan meningkat ukuran tubuh sel.(25) Meskipun efek dari testosteron pada otot terlihat tanpa adanya latihan fisik, tindakannya diperbesar oleh muatan mekanik, dengan mempromosikan anabolisme baik dengan meningkatkan protein sintetik dan menghambat pemecahan protein. Testosteron juga dapat berkontribusi terhadap pertambahan protein secara tidak langsung dengan merangsang pelepasan hormon anabolik lainnya seperti GH (Growth Hormone). Selain itu, telah terbukti bermanfaat untuk replikasi dan aktivasi sel satelit.(25)
11.10.3 Growth hormone Growth hormone adalah hormon polipeptida yang memiliki sifat anabolik dan katabolik. GH ini disekresikan oleh kelenjar pituitari anterior dengan sekresi terhebat yang tidak membutuhkan 20 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
latihan terjadi selama tidur. Tingkat dari GH ini meningkat setelah melakukan berbagai jenis latihan yang dipicu dengan adanya hipertrofi padaserat otot tipe I dan serat otot tipe II. Selain itu dikatakan bahwa peningkatan GH sementara dapat menyebabkan peningkatan interaksi dengan reseptor sel otot, memfasilitasi pemulihan serat dan menstimulasi respons hipertrofik. GH juga dianggap terlibat dengan peningkatan IGF-1 secara lokal yang diinduksi oleh latihan fisik.(25)
11.10.4 Fibroblast Growth Factor (FGF) FGF (Fibroblast Growth Factor) disimpan di dalam jaringan otot rangka. FGF memiliki 9 bentuk, dan 5 diantaranya berguna untuk proliferasi dan diferensiasi sel satelit sehingga menyebabkan hipertrofi otot rangka dimana FGF yang dikeluarkan ini tergantung dengan besarnya trauma pada otot.(29)
11.10.5 Hepatocyte Growth Factor (HGF) HGF (Hepatocyte Growth Factor) adalah sitokin yang memiliki banyak peran. Untuk membantu hipertrofi yang terjadi pada otot rangka, HGF berfungsi untuk mengaktivasi sel satelit dan bertanggung jawab untuk berpindahnya sel satelit kebagian yang terluka.(29)
11.11 Hipertrofi Otot Hipertrofi otot merupakan suatu peningkatan dari massa otot selama hipertrofi, elemen kontraktil membesar dan matriks ekstraselular mengembang untuk membantu pertumbuhan.(23,
29)
Pertumbuhan ini terjadi dengan terjadinya pertambahan sarkomer, peningkatan elemen non-kontraktil dan cairan sarkoplasmik, serta dengan memperkuat aktivitas sel satelit. Ini berbanding terbalik dengan hyperplasia yang hasilnya adalah terjadinya peningkatan jumlah serat di dalam otot.(23, 25) Hipertrofi kontraktil dapat terjadi baik dengan menambahkan sarkomer dalam seri maupun paralel.24,26 Kebanyakan dari hipertrofi yang disebabkan oleh latihan resistensi berasal dari peningkatan sarkomer dan miofibril dalam keadaan paralel. Ketika otot rangka diberikan stimulus yang berlebihan akan terjadi suatu kekacauan pada miofibril dan matriks ekstraseluler yang berhubungan dengannya. Ini akan menyebabkan serangkaian peristiwa miogenik yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan besar dan jumlah protein aktin dan myosin, serta juga jumlah total dari sarkomer yang tersusun paralel. Hal tersebut akan menambah diameter dari masing-masing serat sehingga akan menyebabkan peningkatan pada daerah cross sectional pada otot.(23, 25)
21 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
11.12 Lipolisis Latihan resistensi adalah stimulus kuat untuk meningkatkan aktivitas endokrin. Dimana, latihan resistensi ini dapat menyebabkan terjadinya stress metabolik sehingga akan menghasilkan peningkatan akut sekresi hormon seperti katekolamin.(30, 31) Katekolamin merupakan stimulator yang sangat kuat terhadap lipolisis di jaringan adiposa. Dimana, norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf simpatik sistem saraf, sementara epinefrin diproduksi oleh medula adrenal, terutama pada intensitas latihan yang lebih tinggi. Pada adiposa subkutan manusia jaringan, setidaknya empat jenis reseptor adrenergik memediasi efek lipolitik dari katekolamin (reseptor β123- dan α2-adrenergik). Epinefrin dan norepinefrin akan menstimulasi lipolisis melalui aktivasi reseptor β-adrenergik, sementara aktivasi Reseptor α2-adrenergik mengarah pada penghambatan lipolisis.(32) Lemak pada tubuh disimpan dalam bentuk trigliserida. lipolisis merupakan suatu reaksi yang secara biologis "membongkar" trigliserida menjadi tiga asam lemak dan gliserol, yang kemudian dilepaskan ke dalam darah. Metabolisme lemak menggambarkan penghancuran atau oksidasi (kehilangan elektron), asam lemak menjadi energi yang dapat digunakan oleh sel-sel tubuh.(33)
11.13 Pengukuran Antropometri Pengukuran antropometri ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah subjek diberikan perlakuan. Selain itu, pengukuran-pengukuran ini juga bertujuan untuk mencari penyebab perubahan yang terjadi pada subjek.
11.13.1 Lingkar Lengan Atas Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) merupakan salah satu pengukuran untuk mengukur kesatuan dari otot, lemak dan tulang pada bagian lengan. Selain itu, LLA juga dapat menjadi sarana tolak ukur yang baik untuk mengetahui status nutrisi jangka pendek dimana LLA sendiri dapat diukur menggunakan pita pengukur pada saat lengan dalam keadaan relaks pada titik tengah. Pada penelitian ini, pengukuran dari lingkar lengan atas ini dilakukan untuk mengetahui perubahan sebelum dan sesudah push-up dilakukan.
11.13.2 Triceps Skinfold Triceps Skinfold (TSF) yang berfungsi sebagai pengukur tebal lemak subkutan dan juga berfungsi untuk mengukur indeks dari lemak total pada tubuh. Dimana, TSF ini diukur dengan menggunakan alat yakni kaliper. TSF ini akan diukur ditempat yang sama dengan LLA yakni pada titik tengah antara akromion dan olekranon di bagian posterior. 22 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
11.13.3 Arm Muscle Area Arm Muscle Area merupakan suatu pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui area cross sectional dari otot tanpa adanya lemak. Pengukuran ini dilakukan menggunakan rumus yaitu Arm Muscle Area: ([LLA – phi. TSF]2 / 4.phi) – 10 (untuk pria) atau 6,5 (untuk wanita). Dimana pengukuran ini bertujuan untuk membantu mengetahui penyebab terjadi/ tidaknya lingkar lengan atas pada subjek.
11.13.4 Arm Fat Area Arm Fat Area merupakan suatu pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui area lemak pada lengan. Pengukuran ini dapat dilakukan menggunakan rumus yaitu Arm Fat Area: (TSF X LLA/2) – [phi x (TSF)2/4. Dimana pengukuran ini bertujuan untuk membantu mengetahui penyebab terjadi/ tidaknya lingkar lengan atas pada subjek.
23 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
11.11 Kerangka Teori
-
Latihan Resistensi “ push-up”
Tekanan Mekanik
Hormon dan Sitokin
Miogenic Pathway
Faktor Frekuensi latihan Jumlah repetisi Jumlah set Tipe latihan Interval istirahat Jenis push-up
Stress Metabolik
Sel Satelit
Hipertrofi Otot
Lipolisis
Perubahan pada Massa Otot
Perubahan pada Tebal Lemak
Perubahan Lingkar Lengan Atas
Tabel. 1. Kerangka Teori yang Terkait dengan Variabel yang Diteliti.
24 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
11.12 Kerangka Konsep
Latihan Resistensi “Push-up”
Jumlah Repetisi
Grup 1 (Kontrol) (0 repetisi)
Grup 2 (Repetisi Rendah) (5 repetisi)
Grup 3 (Repetisi Sedang) (10 repetisi)
Grup 4 (Repetisi Tingi) (15 repetisi)
Perubahan Lingkar Lengan Atas yang Berbeda -
Tebal Lemak subkutan Massa Otot Lengan
Faktor mempengaruhi - Usia - IMT - Jenis Kelamin - Makanan - Aktivitas Sehari-hari
Tabel 2. Kerangka konsep yang mengkhususkan satu faktor yang mempengaruhi varibel yang diteliti 25 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
12
Rencana Penelitian
12.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode eksperimental. Dimana dalam metode ini, peneliti melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel kemudian mempelajari efek perlakuan tersebut. Dimana pada penelitian ini variabel yang akan dimanipulasi adalah variabel bebasnya yakni jumlah repetisi latihan push-up. Dimana design yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah The Pre-Test Post-Test Design.
12.2 Tempat dan Waktu penelitian 12.2.1 Tempat: Di ruang kelas FK UKRIDA. 12.2.2 Waktu penelitian: Maret 2018 – Agustus 2018
12.3 Subjek Penelitian Mahasiswa laki-laki FK UKRIDA.
12.4 Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian. Sedangkan ciri khusus sengaja dibuat oleh peneliti agar sampel yang diambil nantinya dapat memenuhi kriteria-kriteria yang mendukung atau sesuai dengan penelitian.. Kriteria tersebut biasa diberi istilah dengan kriteria inklusi dan eklusi. Dimana, teknik sampling ini dilakukan dikarenakan variasi dari mahasiswa FK UKRIDA yang digunakan sebagai populasi.(34)
Rumus yang digunakan untuk penelitian eksperimental adalah: Rumus Federer (t-1) (n-1) ≥ 15 (4-1)(n-1) ≥ 15 3n-3 ≥ 15 3n ≥ 18 26 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
n≥6 -Besar sampel per kelompok: 6
Keterangan
t: Jumlah kelompok uji (35)
n: Besar sampel per kelompok.
Kriteria inklusi: Mahasiswa laki-laki FK Ukrida, berusia 20-29 tahun, memiliki index massa tubuh normal (18,5 – 22,9 kg/cm2), tidak mengikuti fitness atau kegiatan yang dapat membantu dalam pembentukan otot ataupun pembakaran lemak, makan 3 x 1 hari, tidak menggunakan supplemen protein dan dapat melakukan gerakan push-up.
Kriteria Eklusi: Mahasiswa yang tidak bersedia untuk mengikuti penelitian, memiliki kelainan musculoskeletal.
12.5 Bahan, alat dan cara pengambilan data 12.5.1 Bahan Penelitian:
Buku tulis
Pen
12.5.2 Alat Penelitian
Alat tulis yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran lingkar perut mahasiswa.
Pita pengukur untuk mengukur lingkar perut mahisiswa dengan satuan centimeter (cm)
Kaliper untuk mengukur triceps skinfold dengan satuan milimeter (mm)
Lembar Informed-consent tanda persetujuan mahasiswa dalam mengikuti penelitian dan akan berkontribusi dalam pembuatan penelitian ini.
Kuesioner untuk diisi oleh mahasiswa berkaitan identitas diri.
12.5.3 Cara
Data diambil dengan cara primer.
Pertama-tama, penyebaran kuisioner dilakukan kepada mahasiswa laki-laki FK UKRIDA untuk mengetahui subjek mana saja yang memenuhi criteria.
Populasi yang memenuhi kriteria kemudian akan diambil secara purposive sampling.
Setelah sample diambil, akan terlebih dahulu di anamnesis dan diperiksa untuk memastikan kriteria tersebut sekali lagi, kemudian akan dilakukan inform consent untuk mengetahui bersedia/ tidak untuk 27 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
mengikuti eksperimen.
Sample yang sudah terkumpul kemudian dibagi kedalam 4 group.
Kemudian masing-masing sample akan di ukur lingkar lengan atas dan triceps skinfold sebelum melakukan push-up selama 8 minggu (fase 1)
Setelah push-up dilakukan pengukuran kembali lingkar lengan atas dan triceps skinfold (fase 2)
Cara Pengukuran Lingkar Lengan Atas: alat yang digunakan untuk mengukur LLA adalah pita pengukur yang tidak dapat diregang. Dimana yang diukur adalah tangan sebelah kanan. Pengukuran dilakukan pada titik tengah lengan, pertama-tama lengan difleksikan 90o dengan telapak tangan menghadap keatas. Lalu, prosesus akromion dan olekranon ditentukan kemudian dicari titik tengah dari jarak antara akromion dan olekranon setelah itu diberi tanda dengan spidol. Kemudian, lengan akan diluruskan kembali dari posisi semula dan dalam keadaan relaks untuk mengukur lingkar lengan atas dengan menggunakan pita pengukur pada titik tengah tersebut tegak lurus dengan sumbu panjang dari lengan.(14)
Cara pengukuran Triceps Skinfold : alat yang digunakan untuk mengukur adalah kaliper pegas. Dimana, TSF ini akan diukur ditempat yang sama dengan LLA yakni pada titik tengah antara akromion dan olekranon di bagian posterior. Dalam posisi relaks, kulit dan lemak subkutan ditarik sejajar dengan sumbu panjang dari lengan 2cm di atas titik tengah. Kemudian TSF diukur menggunakan kaliper tepat pada titik tengah bagian posterior tepat dibawah jari yang menarik kulit dan lemak subkutan.(14)
Cara pengukuran Arm Muscle Area: pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui area cross sectional dari otot tanpa adanya lemak. Pengukuran ini dilakukan menggunakan rumus yaitu Arm Muscle Area: ([LLA – phi. TSF]2 / 4.phi) – 10 (untuk pria) atau 6,5 (untuk wanita).(15, 36)
Cara pengukuran Arm Fat Area: pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui area lemak pada lengan. Dilakukan menggunakan rumus yaitu Arm Fat Area: (TSF X LLA/2) – [phi x (TSF)2/4].(37)
12.6 Parameter yang diperiksa :
Lingkar Lengan Atas (rasio)
Triceps Skinfold (rasio)
Arm Muscle Area (rasio)
Arm Fat Area (rasio)
12.7 Variabel penelitian
Variabel terikat: Diameter lingkar lengan atas, Triceps Skinfold, Arm Muscle Area, Arm Fat Area.
Variabel bebas: Jumlah repetisi latihan push-up
28 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
12.8 Dana Penelitian Perkiraan dana penelitian Persiapan
Pembuatan Proposal
Rp. 100.000,-
Bahan dan Alat Tulis
Rp. 100.000,-
Pelaksanaan
Uang untuk Sampel
Rp. 120.000,- / group + Rp. 680.000,-
12.9Analisis Data 1. Uji Normalitas Menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov uji normalitas ini berfungsi untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak. Jika p>0,05 (5%) sebaran dinyatakan normal dan jika p<0,05 (5%) sebaran dinyatakan tidak normal. Uji normalitas ini dilakukan kepada data pre dan post test pada seluruh data dan berfungsi sebagai persyaratan untuk mengetahui apakah data pada penelitian ini dapat menggunakan uji parametrik.
2. Uji Homogenitas Menggunakan Levene’s Test uji homogenitas ini dilakukan kepada data pre dan post test pada seluruh data dan berfungsi sebagai persyaratan untuk mengetahui apakah data pada penelitian ini dapat menggunakan uji parametrik.
3. Uji Deskriptif Dari hasil pengukuran juga akan dilakukan uji deskriptif untuk mengetahui sejumlah data berupa mean, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range , kurtosis dan skewerness). 4. Análisis bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengecek adakah perbedaan bermakna antara pre dan post test pada setiap grup. Análisis ini dilakukan dengan menggunakan uji dependent t-test jika memenuhi uji homogenitas dan normalitas atau uji wilcoxon jika tidak memenuhi.
5. Análisis multivariat Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui adakah perbedaan bermakna pre dan post-test dengan membandingkannya antar grup. Análisis ini dilakukan dengan menggunakan uji anova pada distribusi 29 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
normal dan kruskall wallis pada distribusi tidak normal.
12.10 Definisi Operasional: 1. Push-up Push-up merupakan salah satu latihan fisik multi-sendi pada anggota tubuh bagian atas yang populer dan memiliki banyak manfaat yaitu untuk meningkatkan kekuatan, massa, dan ketahanan pada otot.(2,
5)
Sudah dibuktikan oleh Naoki Kikuchi (2017) bahwa latihan push-up selama 8 minggu dapat
meningkatkan massa otot pada anggota tubuh bagian atas. Pada penelitian ini digunakan push-up posisi normal dan dilakukan selama 8 minggu.(2)
2. Posisi Push-up Pada penelitian ini push-up dilakukan pada lantai yang datar dan harus dilakukan dengan benar, perlu diperhatikan bahwa sendi pada bagian lutut, sendi pada bagian pinggang, pelvis dan tulang belakang harus dibuat kaku/ ditahan. Sehingga, hal ini akan membuat tubuh berada pada garis lurus mulai dari bagian kepala hingga kaki. Sementara itu, pada bagian bahu dan skapula akan difleksikan dan diperpanjang agar menjadi terangkat sehingga pada tubuh bagian bawah akan menjadi lebih turun. Selain itu, scapula diretraksi dan protraksi untuk memfasilitasi gerak pada sendi glenohumeral. Contoh dari gerakan Push-up standar dapat dilihat pada gambar 1.1.(4)
3. Frekuensi Latihan Frekuensi pada latihan resistensi merupakan jumlah sesi latihan yang dilakukan selama periode waktu tertentu, dalam hal ini biasanya dalam satuan minggu. Dimana, pada penelitian ini push-up akan dilakukan selama 3 x / minggu yaitu setiap hari senin rabu dan jumat.(5, 23)
4. Volume Latihan Volume pada latihan resistensi merupakan salah satu variabel yang penting pada latihan resistensi. Volume latihan ini mengacu kepada jumlah total dari set x repetisi x beban latihan. Dimana pada penelitian ini akan dilakukan 2 set dengan beban latihan tergantung berat tubuh masing- masing individu. Selain itu, jumlah repetisi pada penelitian ini akan dibandingkan yaitu Grup kontrol (tanpa repetisi), grup 1 (repetisi rendah yaitu 5), grup 2 (repetisi sedang yaitu 10) dan grup 3 (repetisi tinggi yaitu 15).(10, 22, 23, 26)
5. Interval Istirahat Studi sudah menunjukan bahwa jumlah interval istirahat yang pendek menguntungkan bagi hipertrofi dan ketahanan otot. Dimana pada penelitian ini, istirahat antar set dilakukan selama 2 menit.(10, 11) 30 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
6. Lingkar Lengan Atas Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) merupakan salah satu pengukuran untuk mengukur kesatuan dari otot, lemak dan tulang pada bagian lengan. Selain itu, LLA juga dapat menjadi sarana tolak ukur yang baik untuk mengetahui status nutrisi jangka pendek dimana LLA sendiri dapat diukur menggunakan pita pengukur pada saat lengan dalam keadaan relaks pada titik tengah.(14-16)
7. Triceps Skinfold Triceps Skinfold (TSF) yang berfungsi sebagai pengukur tebal lemak subkutan dan juga berfungsi untuk mengukur indeks dari lemak total pada tubuh. Dimana, TSF ini diukur dengan menggunakan alat yakni kaliper. Dimana, TSF ini akan diukur ditempat yang sama dengan LLA yakni pada titik tengah antara akromion dan olekranon di bagian posterior.(14, 16, 17)
8. Arm Muscle Area Arm Muscle Area merupakan suatu pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui area cross sectional dari otot tanpa adanya lemak. Pengukuran ini dilakukan menggunakan rumus yaitu Arm Muscle Area: ([LLA – phi. TSF]2 / 4.phi) – 10 (untuk pria) atau 6,5 (untuk wanita). (15, 36)
9. Arm Fat Area Arm Fat Area merupakan suatu pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui area lemak pada lengan. Pengukuran ini dapat dilakukan menggunakan rumus yaitu Arm Fat Area: (TSF X LLA/2) – [phi x (TSF)2/4].(37)
10. Usia Subjek Pada penelitian ini digunakan subjek mahasiswa fakultas kedokteran UKRIDA dengan rentang usia 2029 tahun. Hal tersebut dipilih karena dapat memudahkan pengamatan dan pengontrolan subjek dalam penelitian, rentang usia ini juga dipilih dikarenakan menurut penelitian oleh Lowndes et al jika dibandingkan dengan usia 18-19 tahun dan 30-39 tahun pertambahan area cross sectional dari otot yang diinduksi oleh latihan resistensi terjadi lebih besar pada usia ini walaupun perbedaannya tidak signifikan. Tetapi dengan menggunakan subjek rentang usia 20-29 tahun diharapkan dapat memudahkan dalam mengamati perubahan dan mempermudah pengukuran pada penelitian.(38)
11. Jenis Kelamin Subjek Pada penelitian ini digunakan subjek berjenis kelamin hanya laki-laki. Hal ini dikarenakan berdasarkan penelitian Kirk J. Cureton et al melihat bahwa jika dibandingkan dengan perempuan pertambahan area cross 31 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
sectional terjadi lebih besar pada laki-laki. Dimana dengan menggunakan subjek berjenis kelamin laki-laki diharapkan dapat memudahkan dalam mengamati perubahan dan mempermudah pengukuran pada penelitian.(39)
12. Makanan Subjek Pada penelitian ini subjek dibatasi konsumsi makannya yakni 3 x 1 hari. Dimana pada penelitian ini juga, subjek tidak diperbolehkan untuk menggunakan supplemen protein yang menurut penelitian Milou Beelen et al dapat meningkatkan pembentukan otot setelah latihan. Hal ini dipergunakan untuk menyamaratakan perlakuan terhadap subjek penelitian.(40)
13. Aktivitas Subjek Pada penelitian ini subjek melakukan aktivitasnya sehari-hari secara normal namun pada penelitian ini, subjek yang dipilih tidak sedang mengikuti kegiatan fitness dan tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas yang dapat membantu dalam pembentukan otot ataupun pembakaran lemak seperti jogging dsb. Hal ini diperuntukan untuk menyamaratakan perlakuan terhadap subjek dalam penelitian.
14. Index Massa Tubuh Subjek Pada penelitian ini subjek yang digunakan semuanya memiliki IMT normal yakni 18,5 – 22,9 kg/cm2. Dimana hal ini dipergunakan untuk menyamaratakan subjek penelitian.
13
Jadwal Penelitian Cantumkan lama penelitian dan rincian jadwal secara skematis.
No Kegiatan 1 Studi pustaka Persiapan alat dan bahan 2 penelitian 3 Penelitian 4 Penulisan
Mei
Juni
Juli
Bulan (Tahun 2017-2018) Agus Sept Des Maret X
Aprl
Mei
Juni
X X
X X
32 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
14
Persyaratan Etik Bagian dibawah ini harus diisi apabila penelitian yang diusulkan berkaitan dengan eksperimentasi pada manusia dan hewan. Metode yang digunakan harus memenuhi ketentuan etik penelitian pada manusia dan hewan (Human and Animal Ethics). Persyaratan ini dianut oleh semua jurnal ilmiah berbobot.
Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahn etik yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik termasuk (a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.
1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melaporkan dan menjelaskan segala prosedur dan cara yang akan dilakukan kepada subjek bagi menjamin data yang diperoleh adalah valid. 2. Subjek diminta untuk mengisi kuesioner tentang data peribadi dan data tahap kesehatan dan diminta persetujuan bahawa subjek bersedia untuk mengikuti penelitian ini. 3. Latihan push up yang berlebihan dimana tidak mengikuti saran yang telah diberikan akan menyebabkan kemungkinan otot-otot dibagian lengan akan tegang dan berkemungkinan akan menimbulkan implikasi kepada subjek yang tidak mematuhinya. Dimana, penelitian ini memilih subjek yang sehat tubuhnya dan tidak memiliki penyakit yang menyulitkan mereka. 4. Pemeriksaan lingkar lengan atas dan triceps skinfold hanya dapat dilakukan oleh peneliti dan subjek bagi menjaga rahasia diameter lingkar lengan atas subjek.
Implikasi Etik Eksperimental pada Hewan
33 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Daftar Pustaka 1.
Laliberte R, George SC. The Men's Health Guide To Peak Conditioning: Rodale Books; 1997.
46 p. 2.
Kikuchi N, Nakazato K. Low-load bench press and push-up induce similar muscle hypertrophy
and strength gain. Journal of Exercise Science & Fitness. 2017;15(1):37-42. 3.
Ebben WP, Wurm B, VanderZanden TL, Spadavecchia ML, Durocher JJ, Bickham CT, et al.
Kinetic analysis of several variations of push-ups. Journal of strength and conditioning research. 2011;25(10):2891-4. 4.
Contreras B, Schoenfeld B, Mike J, Tiryaki-Sonmez R, Cronin J, Vaino E. The Biomechanics
of the Push-up2012. 41-6 p. 5.
Hongu N, Wells MJ, Gallaway PJ, Belgic P. Resistance training: Health benefits and
recommendations. College of Agriculture and Life Sciences Cooperative Extension. 2015. 6.
Marcolin G, Petrone N, Moro T, Battaglia G, Bianco A, Paoli A. Selective Activation of
Shoulder, Trunk, and Arm Muscles: A Comparative Analysis of Different Push-Up Variants. Journal of athletic training. 2015;50(11):1126-32. 7.
Suprak DN, Dawes J, Stephenson MD. The effect of position on the percentage of body mass
supported during traditional and modified push-up variants. Journal of strength and conditioning research. 2011;25(2):497-503. 8.
Swank AM. Resistance Training For Special Populations: Cengage Learning; 2009.
9.
Mangine GT, Hoffman JR, Gonzalez AM, Townsend JR, Wells AJ, Jajtner AR, et al. The
effect of training volume and intensity on improvements in muscular strength and size in resistancetrained men. Physiological reports. 2015;3(8). 10.
Kraemer WJ, Ratamess NA. Fundamentals of resistance training: progression and exercise
prescription. Medicine and science in sports and exercise. 2004;36(4):674-88. 11.
Tan B. Manipulating Resistance Training Program Variables to Optimize Maximum Strength
in Men: A Review. The Journal of Strength & Conditioning Research. 1999;13(3):289-304. 12.
Mangine G, Hoffman J, Fukuda D, Stout J, Ratamess N. Improving muscle strength and size:
The importance of training volume, intensity, and status2015. 131-8 p. 13.
Cornelissen VA, Fagard RH, Coeckelberghs E, Vanhees L. Impact of Resistance Training on
Blood Pressure and Other Cardiovascular Risk Factors. A Meta-Analysis of Randomized, Controlled Trials. 2011;58(5):950-8. 14.
Mamula P, Markowitz JE, Baldassano RN. Pediatric Inflammatory Bowel Disease. 2nd
edition. New York: Springer 2012. 265-7 p. 34 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
15.
Gibson RS. Principles of Nutritional Assessment. 2nd edition. New York: Oxford University
Press; 2005. 290-3 p. 16.
Frank-Stromborg M, Olsen SJ. Instruments for Clinical Health-care Research. London: Jones
and Bartlett Publishers; 2004. 290-3 p. 17.
Wilkins LW. Professional Guide to Assessment: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. 70-1 p.
18.
Wiggins KL, Group ADARP. Renal Care: Resources and Practical Applications: American
Dietetic Association; 2004. 22-3 p. 19.
Jacob S. Human Anatomy: A Clinically-Orientated Approach. Philadelphia: Churchill
Livingstone/Elsevier; 2007. 20.
Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. 22nd edition. Jakarta: ECG; 2006. 158-204
p. 21.
Muscolino JE. Know the Body: Muscle, Bone, and Palpation Essentials - E-Book. Missouri:
Elsevier Health Sciences; 2013. 181-2 p. 22.
Brown LE, Strength N, Association C. Strength Training: Human Kinetics; 2007. 113-6 p.
23.
Schoenfeld B. Science and Development of Muscle Hypertrophy. New York: Human Kinetics,
Inc.; 2016. Chapter 3 p. 24.
Brown LE. Strength Training. 2nd edition: Human Kinetics, Inc.; 2017. Chapter 3 p.
25.
Schoenfeld BJ. The mechanisms of muscle hypertrophy and their application to resistance
training. Journal of strength and conditioning research. 2010;24(10):2857-72. 26.
Paris B. Prime: Penguin Publishing Group; 2002.
27.
Gentil P, Soares S, Bottaro M. Single vs. Multi-Joint Resistance Exercises: Effects on Muscle
Strength and Hypertrophy. Asian journal of sports medicine. 2015;6(2):e24057. 28.
Borreani S, Calatayud J, Colado JC, Moya-Nájera D, Triplett NT, Martin F. Muscle activation
during push-ups performed under stable and unstable conditions. Journal of Exercise Science & Fitness. 2015;13(2):94-8. 29.
Hernandez RJ, Kravitz L. The Mystery of Skeletal Muscle Hypertrophy. ACSM's Health &
Fitness Journal. 2003;7(2):18-22. 30.
Baechle TR, Earle RW, Strength N, Association C. Essentials of Strength Training and
Conditioning: Human Kinetics; 2008. 31.
Goto K, Ishii N, Sugihara S, Yoshioka T, Takamatsu K. Effects of resistance exercise on
lipolysis during subsequent submaximal exercise. Medicine and science in sports and exercise. 2007;39(2):308-15. 32.
Polak J, Bajzova M, Stich V. Effect of exercise on lipolysis in adipose tissue. Future
Lipidology. 2008;3(5):557-72. 35 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
33.
Herrera L, Kravitz L. Yes! You Do Burn Fat During Resistance Exercise. Journal of Applied
Physiology. 2009;102:1767-72. 34.
Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 5th edition: Sagung Seto;
2014. 100-9, 92 p. 35.
Syahdrajat T. Panduan Menulis Tugas Akhir Kedokteran & Kesehatan. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP; 2015. 114-5 p. 36.
Ranke MB. Skeletal Muscle as a Response Target: the Link Between Growth and Metabolism:
9th KIGS/KIMS Expert Meeting on Growth Hormone and Growth Disorders, Stresa, March 2006: Supplement Issue: Hormone Research 2006, Vol. 66, Suppl. 1: Karger; 2006. 37.
Caballero B, Allen L, Prentice A. Encyclopedia of Human Nutrition, Four-Volume Set:
Elsevier Science; 2005. 316 p. 38.
Lowndes J, Carpenter RL, Zoeller RF, Seip RL, Moyna NM, Price TB, et al. Association of
age with muscle size and strength before and after short-term resistance training in young adults. Journal of strength and conditioning research. 2009;23(7):1915-20. 39.
Cureton KJ, Collins MA, Hill DW, McElhannon FM, Jr. Muscle hypertrophy in men and
women. Medicine and science in sports and exercise. 1988;20(4):338-44. 40.
Beelen M, Koopman R, Gijsen AP, Vandereyt H, Kies AK, Kuipers H, et al. Protein
coingestion stimulates muscle protein synthesis during resistance-type exercise. American journal of physiology Endocrinology and metabolism. 2008;295(1):E70-7.
36 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA