Makalah Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Salah Satu Pilar Tegaknya Nkri (aprilya)

  • Uploaded by: Lia
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Salah Satu Pilar Tegaknya Nkri (aprilya) as PDF for free.

More details

  • Words: 3,075
  • Pages: 14
Makalah Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Salah Satu Pilar Tegaknya NKRI Diajukan untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Kewarganegaraan yang diampu oleh :

Drs. Abas Kaluku, M.Si

Oleh : Aprilya Monaries Datau ( 413417020 )

JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO GORONTALO 2019

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan tentang Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Salah Satu Pilar Tegaknya NKRI.

Makalah kewarganegaraan ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembacanya dan diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan dari pembacanya. Dan semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Kami mohon maaf apabila dalam makalah ini masih terdapat kesalahan dalam penulisan, ataupun isi. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun demi mencapai kesempurnaan dalam penulisan makalah ini.

Gorontalo, 12 April 2019

Penyusun

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1 DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 3 1.1

Latar Belakang ............................................................................................................... 3

1.2

Rumusan Masalah .......................................................................................................... 3

1.3

Tujuan ............................................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4 2.1

Pengertian Bhinneka Tunggal Ika ................................................................................ 4

2.2

Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara ..................................................... 6

2.3

Bhinneka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia ....................................................... 6

2.4

Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu Pilar Tegaknya NKRI ............................. 8

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 11 3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 11 3.2 Saran .................................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 13

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat pilar tersebut harus diperkokoh untuk membangun bangsa dalam tatangan kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Jika diibaratkan pilar merupakan tiang penyangga suatu bangunan agar bisa berdiri secara kokoh. Bila tiang ini rapuh maka bangunan akan mudah roboh. Empat tiang penyangga ditengah ini disebut soko guru yang kualitasnya terjamin sehingga pilar ini akan memberikan rasa aman tenteram. Dengan demikian pilar pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan tiang penyangga bagi berdirinya negara Indonesia.

Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu” yang berarti walapun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, dan bangsa tetapi adalah bangsa Indonesia (Ferdiansyah dan Irton, 2011: 43).

Keempat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara semestinya harus dijaga, dipahami, dihayati dan dilaksanakan dalam pranata kehidupan sehari-hari, dimana Pancasila yang menjadi sumber nilai menjadi idealogi, UUD 45 sebagai aturan yang semestinya ditaati, dan NKRI adalah harga mati, serta Bhinike Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat. Maka dalam bingkai 4 pilar tersebut maka tujuan yang dicita-citakan bangsa ini akan terwujud. 1.2 Rumusan Masalah 1. Mengapa Bhinneka Tunggal Ika menjadi salah satu pilar tegaknya NKRI 2. Bagaimana Implementasi Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui Bhinneka Tunggal Ika menjadi salah satu pilar tegaknya NKRI 2. Untuk menegtahui Implementasi Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan

3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Bhinneka Tunggal Ika Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” diambil dari kitab Sutasoma karya Mpu Tantular semasa kerajaan Mojopahit sekitar abad 14. Istilah tersebut tercantum dalam bait 5 pupuh 139. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini: Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa. Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen. Mangkang Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal. Bhinnêka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Terjemahan: Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa kuno, yang mana kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika, sedangkan tunggal ika merupakan gabungan dua kata tunggal dan ika. Bhina diartikan berbeda-beda dan ika diartikan itu sedangkan tunggal diartikan satu. Berdasarkan arti kata tersebut Bhinneka Tunggal Ika berarti “berbeda-beda itu satu itu” yang sering kita artikan berbeda tetapi tetap satu jua. Bhinneka Tunggal Ika dijadikan sebagai semboyan untuk menyatukan seluruh aspek yang terkait dengan kehidupan bangsa Indonesia, yang mana diantara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan dan tentu saja tidak hanya berkait dengan semangat toleransi kehidupan antar umat beragama. Bhinneka Tunggal Ika sangat tepat bagi bangsa Indonesia yang sangat beragam. Tentang pentingnya pemahaman kebera-gaman berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia ini, Bung Karno dalam pidatonya antara lain mengingatkan bahwa aspek kehidupan yang menjadi ciri bangsa Indonesia adalah sebagai berikut: “……ingat kita ini bukan dari satu adat istiadat, ingat, kita ini bukan dari satu agama. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi satu, demikian tertulis di lambang negara kita, dan tekanan kataku sekarang ini kuletakkan kepada kata bhinna, yaitu berbeda-beda. Ingat kita ini bhinna, kita ini berbedabeda…..”. Prinsip Indonesia sebagai negara “Bhinneka Tunggal Ika” mencerminkan bahwa meskipun bangsa Indonesia dalam realitanya memiliki sifat yang sangat hiterogen, baik dari aspek suku bangsa, etnik, kebudayaan, adat istiadat, bahasa serta agama yang dipeluk oleh masyarakat dan hidup dalam negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau, tetapi tetap terintegrasi dalam kemanunggalan, kesatuan. Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang pada tanggal 28 Oktober 1928 jauh sebelum Indonesia merdeka, pemudanya telah bersumpah menyatakan satu nusa, satu bangsa dan menjunjung satu bahasa persatuan, Indonesia. Lambang Negara tersebut dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang ditetapkan tanggal 17 Oktober 1951 dan diundangkan pada tanggal 28 Nopember 1951 (Lembaran Negara II Tahun 1951). 4

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950. Peraturan Pemerintah ini dikukuhkan dengan Pasal 36A UUD 1945 perubahan yang menyatakan: “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 diganti dengan UU RI No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan yang diundangkan tanggal 9 Juli 2009 (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 109). Dalam Pasal 72 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tersebut dinyatakan pada saat undang-undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan undang-undang ini. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila, kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Garuda Pancasila memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. Garuda Pancasila memiliki sayap yang masingmasing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45. Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai; d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai. Para pendiri NKRI sejak awal menyadari bahwa keberadaan masyarakat yang berbhinneka adalah merupakan realita yang harus diakui, diterima dan dihormati oleh bangsa Indonesia. Para pendiri negarapun sadar, bahwa apabila bangsa Indonesia mampu mengelola dengan baik kebhinnekaan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan dapat segera mencapai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 seperti yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945. Namun apabila bangsa Indonesia tidak mampu mengelola kebhinnekaan tersebut, maka akan terjadi gejolak yang berkepanjangan dan berakibat munculnya berbagai masalah, keterpurukan, penderitaan dan perpecahan, yang pada gilirannya dapat menghancurkan NKRI yang berdasarkan Pancasila.

5

2.2 Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasaMuh.Yamin harus dicatat sebagai tokoh yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika dijadikan semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengankebesaran Majapahit x Konon, disela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itusendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya sontak menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan hana dharma mangrwa.” Sambungan spontan ini di samping menyenangkanYamin, sekaligus menunjukkanbahwa di Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup dan dipelajari orang(Prabaswara, I Made, 2003). Meksipun Kitab Sutasoma ditulisoleh seorang sastrawan Buddha, pengaruhnya cukup besar dilingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.

Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup toleran untuk menerimawarisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakanwatak dasar suku-suku bangsa di Indonesia yang telahmengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dantradisi, jauh sebelum Islam datang ke Nusantara. Sekalipundengan runtuhnya Kerajaan Majapahit abad XV, pengaruhHindu-Budha secara politik sudah sangat melemah, secarakultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini(Ma’arif A. Syafii, 2011). 2.3 Bhinneka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia Dalam mengelola kemajemukan masyarakat, Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Negara Barat relatif masih baru mewacanakan hal ini, sebelum dikenal apa yang disebut dengan multikulturalisme di Barat, jauh berabad-abad yang lalu bangsa Indonesia sudah memiliki falsafah“Bhinneka Tunggal Ika”. Sejarah juga membuktikan bahwa semakin banyak suatu bangsa menerima warisan kemajemukan, maka semakin toleran bangsa tersebut terhadap kehadiran “yang lain”.

Sebagai contoh, negara-negara Islam di wilayah Asiadan Timur Tengah, seperti Mesir, Palestina, dan Lebanonyang sejak awal menerima warisan kemajemukan masyarakatnya yang lebih heterogen, jauh lebih toleran dan ramah sikap keagamaannya 6

bila dibandingkan dengan ArabSaudi, Yaman, dan Pakistan yang masyarakatnya sangathomogen dalam bidang agama (Noorsena, Bambang, 2011). Negara Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai pulau Rote tampak berjajar pulaupulau dengan komposisi dan kontruksi yang beragam. Di pulau-pulau tersebut berdiam penduduk dengan ragam suku bangsa, bahasa, budaya, agama, adat istiadat, dan keberagaman lainnya ditinjau dari berbagai aspek. Secara keseluruhan, pulau-pulau di Indonesia berjumlah 17.508 buah pulau besar dan kecil.Di balik keindahan pulau-pulau yang dihiasi oleh flora dan fauna yang beraneka ragam, Indonesia juga memiliki kebhinnekaan dalam suku yang berjumlah lebih dari 1.128 (seribu seratus dua puluh delapan) suku bangsa dan lebih dari 700 bahasa daerah. Namun keberagaman suku bangsa dan bahasa tersebut, dapat disatukan dalam satu bangsa, bangsa Indonesia dan satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan, karena bila melihat negara-negara lain adayang tidak berhasil merumuskan bahasa nasional yang berasaldari bahasa aslinya sendiri, selain mengambil dari bahasanegara penjajahnya. Keberagaman yang menjadi ciri bangsa Indonesia ditambah dengan letak posisi geografis yang sangat strategis. Kepulauan Indonesia berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, diapit dua samudera yaitu samudera Pasifik dan samudera Hindia, dan terletak ditengah garis khatulistiwa, sehingga pergantian siang dan malam berjalan sesuai dengan siklus yang seimbang.Budaya luhur bangsa Indonesia tidak terlepas dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang yang menjadi warisan dari jaman kerajaan Nusantara seperti Sriwijaya, Majapahit, Mataram Islam dan kerajaan-kerajaan lain yang juga melahirkan budaya tradisional yang telah berurat dan berakar sampai saat ini. Hal ini juga didukung antara lain dengan ditemukannya prasasti-prasasti bersejarah yang menggambarkan dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, para pendiri bangsa dengan dukungan penuh seluruh rakyat Indonesia bersepakat mencantumkan kalimat Bhinneka Tunggal Ika pada lambang negara Garuda Pancasila yang ditulis dengan huruf latin pada pita putih yang dicengkeram burung garuda. Semboyan tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “berbedabeda tetapi tetap satu jua”. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit sudah dipakai sebagai semboyan pemersatu wilayah Nusantara. Dengan demikian, kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat anak-anak bangsa, jauh sebelum zaman moderen. Realitas kehidupan berbangsa dan bernegara tidak terlepas dari

7

sejarah masa lalu. Realita yang terjadi saat ini merupakan kelanjutan dari sejarah masa lalu dan yang akan datang.

2.4 Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu Pilar Tegaknya NKRI Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika sudah terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, tetapi dipandang perlu untuk

dieksplisitkan

sebagai

pilar-

pilar tersendiri sebagai upaya preventif mengingat besarnya potensi ancaman dan gangguan terh adap Negara KesatuanRepublik Indonesia dan wawasan kebangsaan. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara sebagai modal untuk bersatu. Kemajemukan bangsa merupakan kekayaan kita, kekuatan kita, yang sekaligus juga menjadi tantangan bagi kita bangsa Indonesia, baik kini maupun yang akan datang. Oleh karena itu kemajemukan itu harus kita hargai, kita junjung tinggi,kita terima dan kita hormati serta kita wujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Empat pilar dari konsepsi kenegaraan Indonesia

tersebut

merupakan

prasyarat

minimal,

di

samping

pilar-pilar

lain,

bagi bangsa ini untuk bisa berdiri kukuh dan meraih kemajuan berlandaskan karakter kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Setiap penyelenggara negara dan segenap warga negara Indonesia harus memiliki keyakinan, bahwa itulah prinsip-prinsip moral keindonesian yang memandu tercapainya perikehidupan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuknegara

yang

dipilih

sebagai

komitmen bersama. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pilihan yang tepat untuk mewadahi kemajemukan bangsa. Oleh karena itu komitmen kebangsaan akan keutuhan Negara Kesatuan

Republik

Indonesia

menjadi

suatu

“keniscayaan” yang harus dipahami oleh seluruh komponen bangsa. Dalam Pasal 37 ayat (5) sec ara tegas menyatakan bahwa khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan karena merupakan landasan hukum yang kuat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diganggu gugat.

8

Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah yang telah menyebabkan terjadinya krisis yang sangatluas. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa belum

sepenuhnya

dijadikan

sumber

etika

dalam

berbangsa

dan bernegara

oleh

sebagian masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia. Dalam kerangka itu, diperlukan upaya mewujudkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa sebagai sumber etika dan moral untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, serta perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia. Nilai-nilai

agama

dan

nilai-nilai

budaya bangsa selalu berpihak kepadakebenaran dan menganjurkan untuk memberi maaf kepada orangyang telah bertobat dari kesalahannya. Konflik

sosial

budaya

terjadi

karena

kemajemukan

suku, budaya, dan agama tidak teratasi dengan baik dan adil oleh penyelenggara negara maupun masyarakat. Dalam kerangka itu, diperlukan penyelenggaraan negara yang mampu memahami dan mengelola kemajemukan bangsa secara baik dan adil sehingga dapat terwujud toleransi, kerukunan sosial, kebersamaan, dan kesetaraan berbangsa. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya dapat memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia, tetapi jika tidak diwaspadai, dapat memberi dampak negatif terhadap kehidupan berbangsa. Dalam kerangka itu, diperlukan adanya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu bekerja sama serta berdaya saing untuk memperoleh manfaat positif dari globalisasi dengan tetap berwawasan pada persatuan dan kesatuan nasional. .

Saat

ini,

semangat

Bhinneka

Tunggal

Ika

terasa

luntur, banyak generasi muda yang tidak mengenal semboyan ini, bahkan banyak kalangan melu pakan kata-kata ini, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Selain karena lunturnya semangat tersebut, adanya disparitas sosial ekonomi sebagai dampak dari pengaruh demokrasi. Akibat dari keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan fanatisme asal daerah. Dengan kembali menggelorakan semangat kebhinneka-an, perbedaan dipandang sebagai suatu kekuatan yang bisa mempersatukan bangsa dan negara dalam upaya mewujudkan cita-cita negara. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menunjukan bahwa bangsa Indonesia sangat heterogen, dan karenanya toleransi menjadi kebutuhan mutlak.

9

Di era modern ini, di ruang-ruang publik yang manakah homogenitas absolut dapat kita temukan? Tidak ada. Sebab, heterogenitas sudah merupakan keniscayaan hidup modern. Karena itulah, tak bisa tidak, kita harus belajar menerima dan menghargai berbagai perbedaan.Dewasa ini banyak faktor yang menyebabkan toleransikian memudar dari kehidupan masyarakat. Di era globalisasiini, banyak kecenderungan antar individu bersikap salingcuriga yang apabila hal ini dibiarkan akan memecah persatuandan kesatuan bangsa.Itulah artinya toleransi, yang berasal dari kata “tollere”(bahasa Latin) yang berarti mengangkat, sikap yang memperlihatkan kesediaan tulus untuk mengangkat, memikul, menopang bersama perbedaan yang ada. Dengan demikian,toleransi meniscayakan sikap menghargai harus aktif dan dimulai dari diri sendiri. Jadi, dengan toleransi bukan orang lain yang terlebih dulu harus menghargai kita, melainkan kita sendirilah yang harus memulai untuk menghargai orang lain. Akan tetapi tidak berhenti di situ saja, sebab toleransi akan menjadi bermakna jika ia diikuti juga oleh pihak lain,sehingga sifatnya menjadi dua arah dan timbal-balik.

10

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pilar adalah sebuah tiang penyangga untuk bangunan. Sama dengan halnya bangunan sebuah Negara wajib memiliki pilar yang kokoh supaya Negara tersebut tidak mudah roboh atau hancur dan tergoyahkan dengan mudah. Setiap Negara pasti mempunyai pilar dan setiap Negara tersebut pasti pilarnya berbeda satu dengan yang lainnya. Contohnya adalah Negara Indonesia, Indonesia memiliki empat pilar yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Pilar ini bertujuan supaya Negara Indonesia tidak mudah pecah dan runtuh saat menghadapi sebuah masalah. Latar Belakang munculnya ke empat pilar tersebut dikarenakan bangsa Indonesia sudah luntur jiwa kebangsaan atas cinta tanah air-nya sendiri. Mulai dari yang muda hingga yang tua, dan juga setiap tahun kondisi anak bangsa, para penerus bangsa semakin terpuruk. Jiwa rasa nasionalisme dan rasa cinta terhadap tanah air terkikis. Oleh karena itu, bapak kebangsaan kita sangat cemas melihat kondisi bangsa Indonesia dan pak taufiq kiemas berharap dengan pilarpilar ini bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan tidak mudah untuk tergoyangkan. Pilar yang ketiga adalah Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika mempunyai arti yang sangat penting yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu. Yaapp Bhineka Tunggal Ika mempersatu berbagai keanekaragaman suku, budaya, agam, golongan dan ras. Sekarang ini Indonesia sudah memasuki era globalisasi, berbagai budaya dan suku di Indoneisa tergeser oleh budaya barat yang masuk ke Indonesia. Oleh karena itu di sini lah Bhineka Tunggal Ika memiliki peran yang sangat penting untuk mempersatu dan memperkokoh bangsa Indonesia. Bhineka Tunggal Ika dapat mempersatu perbedaan dan juga dapat memperkokoh bangsa Indonesia melalui prinsip-prinsipnya.

11

3.2 Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.

12

DAFTAR PUSTAKA http://eprints.uny.ac.id/23973/10/10.%20BAB%201.pdf https://www.academia.edu/37948606/MAKALAH_BHINEKA_TUNGGAL_IKA_KEL OMPOK_8 http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/mk/2013/100%20PUU-XI-2013.pdf https://www.kompasiana.com/dimaseka/5528e225f17e61d0178b45ca/empat-pilar-yangsangat-penting-untuk-indonesia Asshiddiqie. Jimly, 2002, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Ke empat, Pusat Studi Hukum Tata Negara, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia Asshiddiqie Yudo Husodo, Siswono, 2005, Upaya Meningkatkan Jati Diri Bangsa Dalam Menghadapi Dinamika Global: dalam Memelihara dan Menjaga Kemajemukan Dalam NKRI, Jakarta: Menkopolhukam

13

Related Documents


More Documents from "nathia"

Snh Lia.docx
December 2019 41
Faktur Pajak Rp.pdf
October 2019 51
Digi Tales Flyer
June 2020 33
Lp Halusinasi.docx
December 2019 41
Kimia.docx
June 2020 25