LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK ( SNH ) I. STROKE NON HEMORAGIK ( SNH ) A. PENGERTIAN ▪ Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak ▪ Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000) ▪ Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008) B. KLASIFIKASI Menurut Tarwoto, dkk (2007) Stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu: a) TIA (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b) Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu. c) Stroke in Volution (progresif) Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. d) Stroke Komplit Merupakan Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut. Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan C. ETIOLOGI Stroke Non Hemorajik dapat di klasfikasikan menjadi 2 bagian di tinjau dari penyebabnya Yaitu: a) Stroke embolik Stroke embolik adalah bekuan atau gumpalan darah yang terbawa aliran darah bagian lain tubuh ke dalam otak sumber embolik selebral yang paling sering adalah jantung dan arteri karotis riwayat penyakit demam reumatik, fibrirasi atrium ( tersering) infrark miokardium dan kelainan katup jantung biasanya rentan terkena stroke
embolik khususnya bila mereka mengalami kelainan irama jantung ( arit Mia) (Thomas DJ 1996) b) Sroke trombotik Trombotik selebral dapat menjadi akibat proses penyempitan ( arterioskleosis). Pembuluh nadi otak dengan derajat yang sedang / berat dan adanya perlambatan sirkulasi selebral keadaan ini sangat berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat pula di timbulkan oleh tekanan darah tinggi dan resiko lainnya seperti diabetes beserta kadar lemak termasuk kolesterol yang tinggi dalam darah. Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab Stroke non hemoragik diakibatkan oleh: a) Thrombosis (pembekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkanoedema dan kongesti disekitarnya. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak: Ateroskelosis, hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli b) Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Menurut Arif Muttaqin (2008) faktor – faktor resiko stroke non hemoragik adalah: Hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok, minum alkohol, strees dan gaya hidup yang salah, Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Kolesterol tinggi, Penyalahgunaan obat (kokain), makanan lemak dan faktor usia. D. FAKTOR RISIKO STROKE − Pernah terserang stroke − Hipertensi − Penyakit jantung − Sudah ada manifestasi aterosklerosis secara klinis, gangguan pembuluh darah koroner, gangguan pembuluh dara − h karotis, klaudikasio intermiten ( nyeri yang hilang timbul), denyut nadi perifer tidak ada − Diabetes melitus − Polisitemia (banyak sel-sel darah) − Kadar lemak darah yang tinggi − Hematrokit tinggi − Merokok − Obesitas − Kadar asam urat tinggi serta kurang olahraga E. MANIFESTASI KLINIS Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001) menjelaskan ada enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
a) Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh) b) Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut: 1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. 2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. 3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya. c) Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan d) Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh e) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi. f) Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik. F. PATHOFISIOLOGI Adanya aterotrombosis atau emboli dapat memutuskan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF). Nilai normal CBF adalah 53 ml/100 mg jaringan otak/menit, Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit maka dapat mengahkibatkan terjadinya iskemik, Dan jika CBF < 10 ml/100 mg/menit maka otak kekurangan oksigen lalu terjadi proses fosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP (energi) berkurang mengahkibatkan pompa Na-K-ATPase tidak berfungsi, hal ini memicu depolarisasi membran sel saraf berupa pembukaan kanal ion Ca disertai kenaikan influks Ca secara cepat yang berakibat gangguan Ca homeostasis (Ca merupakan signalling molekul yang mengaktivasi berbagai enzim) dapat memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik dimana dapat terjadi kematian sel saraf (nekrosis maupun apotosis), gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami kerusakan/kematian.
G. PATHWAY
Menurut Lumbantobing (1994), Price dan Wilson (1996): Multifaktor penyebab dan predisposisi stroke
Arteri menyempit oleh trombus, embolus dan penguapan.
Arteri menyempit tersumbat
Suplay darah ke otak berkurang
ISKEMIK
Gangguan penglihatan, disorientasi: ataksia Gangguan persepsi sensori
Kelumpuhan area motorik di otak Kelumpuhan anggota gerak badan/tubuh
Terkena pada saraf ke-12 (Hipoglosus)
Ansietas
Menelan terganggu/ tidak simetris
Kurang pengetahuan
Area pada pusat bicara
Kerusakan komunikasi verbal
Harga diri rendah
Imobilitas fisik
Terkena pada syaraf ke VII (Nervus VII) motoris (fasialis) Fungsi pengecap menurun
Defisit perawatan diri
Ketidak seimbangan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh kebutuhan
H. KOMPLIKASI Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2137)
a) Hipoksia serebral Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan. b) Penurunan darah serebral Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. c) Luasnya area cidera Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal. I. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan diagnostik a) CT scan (Computer Tomografi Scan) : Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. b) MRI (Magnatik Resonan Imaging) untuk menunjukkan area yang mengalami infark, hemoragik. c) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. d) Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. e) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal. f) Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
2. Pemeriksaan laboratorium a) Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak mengandung darah atau jernih. b) Pemeriksaan darah rutin c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. (Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.) d) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. J. PENATALAKSANAAN Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah: a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan c) Tanda-tanda vital diusahakan stabil d) Bed rest e) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia f) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit g) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi h) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik i) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK j) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT k) Penatalaksanaan spesifik berupa: • Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik • Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN a. Pengumpulan data 1) Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2) Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) 3) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, seak nafas muabahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) 4) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.Ignativicius, 1995) 5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus (Hendro Susilo, 2000) 6) Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan a) Pola nutrisi dan metabolism Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. b) Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. c) Pola aktivitas dan latihan Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah d) Pola tidur dan istirahat e) Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot f) Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i) Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh l) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b.
Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi 2. Pemeriksaan integument Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda - tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis . Rambut : umumnya tidak ada kelainan 3. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) 4. Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan reflex batuk dan menelan. 5. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung 6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine 7. Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi - Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. - Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. - Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. - Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan reflex patologis.(Jusuf Misbach, 1999) c. Analisa Data No Data Fokus Etiologi Problem 1. Ds : Nyeri kepala, kejang, Ketidak efektifan sirkulasi Ketidak seimbangan penurunan kesadaran. darah ke otak perfusi jaringan Do : Hipertensi, ku lemah 2. Ds : Obstruksi jalan nafas Pola nafas tidak efektif Do : Dipsnoe, RR : 24-36x/ menit 3. Ds : Ketidak mampuan pemasukan, Ketidak seimbangan Do : Mual, muntah susah menelan. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 4. Ds : Kelemahan anggota Kerusakan neuromuskuler Kerusakan mobilitas fisik. gerak badan sebelah / kelumpuhan separoh. Do : Kekuatan otot volunter 0-1 5. Ds : Gangguan neuromuskuler Gangguan komunikasi Do : Bicara pelo dan tidak verbal. dapat berkomunikasi. 6. Ds : Bau badan Kelemahan fisik Devisit perawatan diri Do : Kelemahan fisik 7. Ds :Keluarga bertanya Kurang informasi Kurang pengetahuan mengenai penyakit pasien Do : Keluarga nampak belum paham mengenai kondisi pasien 8. Ds : Badrest total Risiko injury Do : Badrest
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidak seimbangan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan ketidak efektifan sirkulasi darah ke otak 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas 3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan, susah menelan.
4. 5. 6. 7.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya berhubungan dengan kurang informasi 8. Risiko injury berhubungan dengan badrest total C. INTERVENSI KEPERAWATAN ❖ Dx 1 : Ketidak seimbangan perfusi jaringan jaringan serebral berhubungan dengan berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah ke otak Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan efektif. NOC : Perfusi jaringan : serebral Kriteria hasil: - Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK (skala 4 ) - Tanda – tanda vital dalam batas normal (skala 4 ) - Tidak adanya penurunan kesadaran (skala 4 ) NIC : Peningkatan perfusi serebral Intervensi 1. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepa 2. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai pengukur 3. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai pengukur 4. Pantau tekanan darah Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran 5. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran 6. Pantau suhu lingkungan Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran 7. Pantau intake, output, turgor Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien 8. Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang 9. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien 10. Tinggikan kepala 15-45 derajat Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
11. Berikan oksigen sesuai indikasi Rasional : agar mudah bernafas 12. Kolaborasi obat sesuai indikasi Rasional : Agar tidak ada sumbatan dalam pembuluh darah yang dapat memperparah kondisi ❖ Dx 2 : Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharrapkan pola nafas efektif. NOC : Airway patency Kriteria hasil: - RR 16-24 x permenit (Sala 4) - Ekspansi dada normal (Sala 4) - Sesak nafas hilang / berkurang (Sala 4) - Tidak suara nafas abnormal (Sala 4) NIC : Airway manageman Intervensi : 1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas 2. Auskultasi bunyi nafas. Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas 3. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler Rasional : agar pasien nyaman 4. Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan Rasional : untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien 5. Berikan oksigenasi sesuai advis Rasional : agar mudah dalam bernafas 6. Kolaborasi obat sesuai indikasi Rasional : agar tidak terjadi konmplikasi ❖ Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat. NOC : Status nutrisi Kriteria Hasil : a. Tidak terjadi penurunan berat badan (skala 4) b. Asupan nutrisi adekuat (skala 4) c. Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi (skala 5) NIC : Manajemen nutrisi Intervensi : 1. Kaji status nutrisi pasien.
Rasional : Untuk memudahkan dalam pemberian nutrisi yang dibutuhkan 2. Ketahui makanan kesukaan pasien. Rasional : memudahkan dalam pemberian nutrisi 3. Timbang berat badan pada interval yang tepat. Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan berat badan 4. Anjurkan makanan sedikit tapi sering. Rasional : agar nutrisi tetap terpenuhi 5. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik. Rasional : menggugah selera makan 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat. Rasional : agar pemberian nutrisi yang dibutuhkan tepat 7. Berikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana untuk memenuhinya Rasional : agar tidak salah dalam pemberian nutrisi ❖ Dx 4 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan mobilisasi. NOC: - Mobility Level - Self care : ADLs Kriteria Hasil: - Klien meningkat dalam aktivitas fisik (skala 4) - Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas (skala 4) - Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah (skala 4) - Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) (skala 4) NIC : Latihan : gerakan sendi (ROM) 1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik 2. Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan 3. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program latihan 4. Kaji lokasi nyeri/ ketidaknyamanan selama latihan 5. Jaga keamanan klien 6. Bantu klien untuk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun aktif. 7. Beri reinforcement positif setipa kemajuan Terapi latihan : kontrol otot 1. Kaji kemampuan aktifitas fisik pasien Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. 2. Evaluasi fungsi sensorik
Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan 3. kaji dan catat kemampuan klien untuk keempat ekstremitas, ukur vital sign sebelum dan sesudah latihan rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan 4. Kolaborasi dengan fisioterapi Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisiotherapis. 5. Beri reinforcement positif setipa kemajuan Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi ❖ Dx 5 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kemampuan komunikasi verbal meningkat. NOC: Kemampuan komunikasi: penerimaan Kriteria Hasil : - menggunaan isyarat nonverbal (skala 4 ) - Penggunaan bahasa tulisan, gambar (skala 4 ) - Peningkatan bahasa lisan (skala 4 ) NIC : Mendengar aktif: 1. Kaji kemampuan berkomunikasi 2. Jelaskan tujuan interaksi 3. Perhatikan tanda nonverbal klien 4. Klarifikasi pesan bertanya dan feedback. 5. Hindari barrier/ halangan komunikasi Peningkatan komunikasi: Defisit bicara 1. Libatkan keluarga untuk memahami pesan klien Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien 2. Sediakan petunjuk1 sederhana Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien 3. Perhatikan bicara klien dengan cermat Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi 4. Gunakan kata sederhana dan pendek Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien 5. Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan. Rasional : Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi 6. Beri reinforcement positif Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi 7. Dorong keluarga untuk selalu mengajak komunikasi dengan klien Rasional : Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif 8. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara Rasional : Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar ❖ Dx 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan klien dapat melakukan perawatn diri secara optimal. NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Kriteria Hasil : - Klien terbebas dari bau badan (skala 4) - Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs (skala 4) - Dapat melakukan ADLS dengan bantuan (skala 4) NIC : Self-care assistant : ADLs Intervensi 1. Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan klien. 2. Sediakan kebutuhan yang diperlukan untuk ADL Rasional : Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya 3. Bantu ADL sampai mampu mandiri. Rasional : Agar upaya meningkatkan kemandirian dalam higine tercapai 4. Latih klien untuk mandiri jika memungkinkan. Rasional : Agar kemandirikan pasien terlatih 5. Anjurkan, latih dan libatkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan klien sehari-hari Rasional : Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya 6. Berikan reinforcement positif atas usaha yang telah dilakukan klien. Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi ❖ Dx 7 : Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga klien meningkat. NOC : Knowledge : disease process Kriteria Hasil : - Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan. (skala 4 ) - Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar. (skala 4 )
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya. ( skala 4 )
NIC : Teaching : disease process Intervensi 1. Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit Rasional : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga dan klien 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit Rasional : agar pasien memahami kondisi penyakitnya 3. Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan Rasional : agar pasien memahami kondisi penyakitnya 4. Identifikasi penyebab penyakit Rasional : agar pasien mengetahui penyebab penyakitnya 5. Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit. Rasional : agar pengetahuan klien meningkat 6. Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan. Rasional : mengurangi kecemasan klien dan keluaraga 7. Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik. 8. Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan Rasional : mengurangi kecemasan klien dan keluaraga ❖ Dx 8 : Resiko tinggi injuri berhubungan dengan badrest total Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury. NOC : Status risiko Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami injury NIC : Kontrol risiko Intervensi 1. Berikan posisi dengan kepala lebih tinggi. Rasional : agar pasien nyaman 2. Kaji tanda-tanda penurunan kesadaran. Rasional : agar tidak terjadi penurunan kesadaran 3. Observasi TTV Rasional : sebagai tolak ukur pemeriksaan 4. Atur posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena tekanan. Rasional : agar pasien nyaman 5. Beri bantuan untuk melakukan latihan gerak. Rasional : agar pasien merasa semangat dalam latihan 6. Bantu untuk miring kanan miring kiri
Rasional : mencegah terjadinya injury Keterangan skala : 1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukan 3. Kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Selalu menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, Sudarnth.2002.Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta:EGC Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid2.Jakarta.Media Aesculapius Mutaqin, Arif.2008.Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika. Tarwoto,Wartonah.2007.Keperawatan Persarafan.Jakarta:Sagung Seto
Medikal
Bedah
Gangguan
System
NANDA. 2008. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Yogyakarta : Prima Medika.