LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
Oleh: Nama : Maulia Ekanisa NIM
: 14142011023
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKes YPIB MAJALENGKA 2017/2018
A. Masalah Utama Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
B. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulbetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Direja, 2011). Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia, 2011). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi atau pengalaman panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. 2. Jenis-Jenis Halusinasi Ada beberapa jenis halusinasi, Yosep (2007), membagi halusinasi menjadi 8 jenis yaitu : a. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik) Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik) Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan. c. Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik) Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai kombinasi moral d. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik) Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. e. Halusinasi Perabaan (Taktil) Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit. f. Halusinasi kinesthetik Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). g. Halusinasi visceral Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya 1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. 2) Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti impian.
3. Etiologi Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu : a. Faktor predisposisi 1) Faktor perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress. 2) Faktor sosiokultural Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya. 3) Faktor biokimia Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin. 4) Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan
zat
adiktif.
Hal
ini
berpengaruh
pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. 5) Faktor genetik dan pola asuh Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. b. Faktor presipitasi 1) Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
2) Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. 3) Dimensi intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien 4) Dimensi sosial Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. 5) Dimensi spiritual Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk.
4. Rentang Respon Halusinasi Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Pikiran logis
Distorsi pikiran
Gangguan pikiran/delusi
Persepsi akurat
Ilusi
Halusinasi
Emosi konsisten
Reaksi emosi berlebihan/ Sulit berespon emosi berkurang
Perilaku sesuai
Perilaku aneh/tidak biasa
Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial
Menarik diri
Isolasi sosial
5. Fase-Fase Halusinasi Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat
ansietasnya
yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. a. Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : halusinasi menyenangkan. Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Perilaku klien : 1) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai 2) Menggerakkan bibir tanpa suara. 3) Pergerakan mata yang cepat. 4) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik. 5) Diam dan asyik sendiri. b. Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber
yang
dipersepsikan.
Klien
mungkin
mengalami
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Perilaku Klien : 1) Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah. 2) Rentang perhatian menyempit. 3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c. Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Perilaku Klien : 1) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. 2) Kesukaran berhubungan dengan orang lain. 3) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. 4) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah. d. Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasi. Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik. Perilaku Klien : 1) Perilaku teror akibat panik. 2) Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh orang lain) 3) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia. 4) Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks. 5) Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
6. Tanda dan Gejala Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurut Direja (2011) sebagai berikut : a. Halusinasi Pendengaran Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga. b. Halusinasi Penglihatan Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kortoon, melihat hantu atau monster. Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas. c. Halusinasi Penghidungan Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadangkadang bau itu menyenangkan. Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung. d. Halusinasi Pengecapan Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses. Data Objektif : sering meludah, muntah. e. Halusinasi Perabaan Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa tersengat listrik. Data Objektif : menggaruk- garuk permukaan kulit.
7. Akibat yang Ditimbulkan Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Ini diakibatkan karena klien berada di bawah kendali halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya (fase IV). Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan
bunuh
diri,
membunuh
orang
lain
bahkan
merusak
lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu : a. Penatalaksanaan Medis 1) Psikofarmakoterapi Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain : a) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg. b) Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011). 2) Psikoterapi Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. 3) Rehabilitasi Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
b. Penatalaksanaan Keperawatan Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010): 1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang
disediakan),
stimulus
dari
pengalaman
masa
lalu
yang
menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus. 2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
9. Pohon Masalah (Nita Fitriah, 2010) Resiko mencederai diri sendiri ↑ Perubahan persepsi sensori: halusinasi ↑ Isolasi sosial: menarik diri ↑ Harga diri rendah
C. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Alasan masuk RS Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. b. Data yang perlu dikaji 1) Jenis halusinasi Pada proses pengkajian, data penting yang perlu dikaji disesuaikan dengan jenis halusinasinya. 2) Isi halusinasi Data dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar, atau apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa di permukaan tubuh bila halusinasi perabaan. 3) Waktu dan frekuensi halusinasi Data dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau bulan, pengalaman
halusinasi itu muncul, bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi. 4) Situasi pencetus halusinasi Perlu diidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalami halusinasi. Data dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu, juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelangkan muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien. 5) Respon klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.
c. Pemeriksaan fisik Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien. 1) Status mental Penampilan : tidak rapi, tidak serasi Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit Aktivitas motorik : meningkat/menurun Afek : sesuai/maladaprif Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan nformasi Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis Tingkat kesadaran Kemampuan konsentrasi dan berhitung
d. Mekanisme koping Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi : 1) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari 2) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain 3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal 4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu: a. Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri. c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Menurut Nanda (2005) diagnosa keperawatan utama pada klien dengan perilaku halusinasi adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi.
3. Intervensi Keperawatan Rencana Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Dalam Bentuk Strategi Pelaksanaan SP Klien
SP Keluarga
SP I p
SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien 3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan
pasien beserta proses terjadinya
halusinasi 6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
halusinasi 7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik 8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP II p
SP II k
1. Memvalidasi masalah dan latihan
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
sebelumnya. 2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang lain
merawat pasien dengan halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP III p
SP III k
1. Memvalidasi masalah dan latihan
1. Membantu keluarga membuat jadual
sebelumnya. 2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang biasa dilakukan pasien). 3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum obat (prinsip 5 benar minum obat). 3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning) 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
4. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien, perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada klien dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
5. Evaluasi Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau pormatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011). Menurut Damaiyanti (2012), evaluasi dilakukan sesuai TUK pada perubahan persepsi sensori : halusinasi yaitu : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya b. Klien dapat mengenali halusinasinya c. Klien dapat mengontrol halusinasinya d. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mrngontrol halusinasi e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika. Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika. Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC. Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Selemba Medika Maramis F. Willy., 2005, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya : Airlangga University Press. Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Tim Pengembangan MPKP RSJ Provinsi Bali. 2009. Pedoman Manajemen Asuhan Keperawatan (7 Masalah Utama Keperawatan Jiwa). Bangli. Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info Medika. Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama