Lp Efusi Pleura Kemuning.doc.docx

  • Uploaded by: UL
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Efusi Pleura Kemuning.doc.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,696
  • Pages: 12
EFUSI PLEURA A. Definisi Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000). Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995) B. Etiologi 1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah

dan

karena

trauma.

Di

Indonesia

80%

karena

tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik. Penurunan tekanan osmotic koloid darah. Peningkatan tekanan negative intrapleural. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

C. Tanda dan Gejala 1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. 2. Adanya

gejala-gejala

penyakit

penyebab

seperti

demam,

menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. 3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. 4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). 5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga GroccoRochfusz,

yaitu

daerah

pekak

karena

cairan

mendorong

mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. 6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Pathway

E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Foto thorak Pada foto thorak PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. 2. Biopsi Pleura Pengambilan specimen jaringan pleura melalui biopsy jalur percutaneus, untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman penyakit seperti pleurisy tuberculosa dan tumor pleura. 3. Pengukuran fungsi paru (Spirometri) Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara residual ke kapasitas total paru dan penyakit pleural pada TB kronis tahap lanjut. 4. Pemeriksaan Laboratorium Hasil

Kemungkinan

Leukosit 25.000 mm³

Emphiema

Banyak Neutropil

Pneumonia, Infark paru, Pankreatitis, TB paru

Banyak Limfosit

TB, limfoma, keganasan

Eosinofil meningkat

Emboli paru, Polyarthritis nodusa, parasit dan jamur

Eritrosit

Mengalami peningkatan 100010.000/mm³, cairan tampak hemmoragis, dan sering dijumpai pada penderita pancreatitis atau pneumonia. Bila eritrosit . 100.000 mm³ menunjukkan adanya infark

paru, trauma dada dan keganasan Misotel banyak

Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan

Sitologi

Hanya 50-60% kasus-kasus keganasan dapat ditemukan keberadaan sel-sel ganas. Sisanya lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat meekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis.

F. Penatalaksanaan Medis 1. Thorakosintesis Indikasinya : 

Menghilangkan

sesak

nafas

yang

disebabkan

oleh

akumulasi cairan dalam rongga pleura 

Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal



Bila terjadi reakumulasi cairan Pengambilan pertama cairan pleura tidak boleh lebih dari 100 cc, kerana pengambilan cairan pleura dalam waktu yang singkat dan dalam jumlah yang banyak akan menimbulkn edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.

G. Pengkajian a. Riwayat penyakit saat ini Diawali dengan keluhan batuk, sesak nafas, nyeri pleiritis, rasa berat didada, BB menurun. Perlu ditanyakan kapan keluha itu muncul dan apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan tersebut.

b. Riwayat penyakit dahulu Apakah klien pengerita TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, ascites. c. Riwayat penyakit keluarga Apakah keluarga ada yang menderita kanker paru, asma, TB paru. Pemeriksaan fisik a. B1 (Breathing) 1) Inspeksi Peningkatan usaha dan frekwensi pernafasan yang disertai dengan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggan pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian sputum yang produktif dengan sputum purulen. 2) Palpasi Pendorongan mediastinum kearah hemithorak kontralateral yang diketahui dari posisi trachea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlh cairan > 300 cc. Pergeraka dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. 3) Perkusi Suara perkusi redup hingga pekak tergantung jumlah cairan. Suara pekak pada dasar rongg dada sisi yang sakit, redup (dullness) pada tengah dada, suara resonance pada apeks paru (Nowak dan Hanford, 2004).

4) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Posisi duduk cairan semakin ke atas semakin tipis. b. B2 (Blood) 1) Inspeksi Ictus cordis yang berada di ICS 5 pada linea medioclaviculaus kiri selebar 1 cm untuk mengetahui pergeseran jantung. 2) Palpasi Menghitung HR (Heart Rate) kedalaman dan ketidakteraturan denyut jantung, dan thrill (gerakan ictus cordis0. 3) Perkusi Mengetahui batas jantung daerah mana yang pekak, untuk mengetahui pergeseran jantung karena pendorong cairan efusi pleura. 4) Auskultasi Menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop, adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung, murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. c. B3 (Brain) 1) Inspeksi Tingkat kesadaran, pemeriksaan GCS, serta fungsi sensorik pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan.

d. Bladder (B4) Pengukuran volume output urine yang berhubungan dengan intake cairan, jika ditemukan oliguri merupakan tanda awal syok. e. B5 (Bowel) 1) Inspeksi Apakah abdomen membuncit atau datar, tepi abdomen menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, adakah massa. Biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan BB. f. B6 (Bone) Dikaji apakah ada edema peritibial, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta pemeriksaan capillary refill time, dan pemeriksaan kekuatan otot dibandingkan antara kanan dan kiri. H. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Ketidak efektifan pola nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi mucus yang kental, kelemahan, uapaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal. c. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membrane alveolar kapiler d. Gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penurunan struktur abdomen e. Gangguan ADL b/d kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder akibat sesak nafas

f. Cemas b/d ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk berbafas) g. Gangguan pola tidur dan istirahat b/d batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan lingkungan h. Kurangnya pengetahuan b/d informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

NO. DX 1

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

Rasional

Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu mempertahankan fungsi secara normal, dengan criteria hasil:

Identifikasi faktor penyebab

Dg mengidentifikasi penyebab kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dpt mengambil tindakan yg tepat

Kaji kwalitas, frekwensi, kedalaman pernafasan, serta melaporkan setiap perubahan yang terjadi

Dg mengkaji kwalitas, frekwensi, dan kedalaman pernafasan kita dapat mengetahui sejauhmana perubahan kondisi klien

Baringkan ps dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk dg kepela ditempat tidur 60-90° atau miringkan pada sisi yang sakit

Penurunan diagfragma dapat memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal, miring kearah yang sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi cairan sehingga ekspansi dapat maaksimal

Observasi TTV

Peningkatan frewensi nafas dan tacicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru

Lakukan asukultasi suara nafas setiap 2 jam

Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.

Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif

Menekan daerah yang nyeri dengan batuk atau nafas dalam . Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif



 

Irama, frekwensi, dan kedalaman pernafasan dalam batas normal pemeriksaan RO tidak ditemukan akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas

Pemberian O² dapat menurunkan beban

Kolaborasi pemberian O², pernafasan mencegah terjadinya obat-obatan dan foto thorak sianosis dan hipoksia. Dengan foto thorak dapat dimonitor kemajuan dari kurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Kolaborasi tindakan thorakosintesis

DX 2

Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan nafas kembali efektif dengan criteria hasil:     

Klien mampu batuk efektif Pernafasan kembali normal (16-20x/menit), Tidak ada penggunaan otot bantu nafas, bunyi nafs normal, Rh -/pergerakan pernafasan normal

Kaji fungsi pernafasan (bunyi, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu nafas)

Tindakan thorakosintesis atau pungsi paru bertujuan untuk menghilangkan sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura

Penurunan bunyi nafas menunjkkan atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi cairan secret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan

Pengeluaran akan sulit bila secret Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat sangat lengket (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat) karakter dan volume sputum Posisi fowler meemaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya Berikan posisi bernafas. Ventilasi maksimal membuka semifowler/fowler tinggi area atelektasis dan meeningkatkan dan bantu klien latihan gerakan secret ke dalam jalan nafas dan batuk efektif nafasbesar untuk dikeluarkan

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan

Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.

Mencegah obstruksi dan aspirasi.Penghisapan diperlukan bila Bersihkan secret dari mulut klien tidak mampu mengeluarkan secret. Eliminasi lender dengan suction dan trachea bila perlu sebaiknya dilakukan dalam jangka suction waktu kurang dari 10 menit dengan pengawasan efek samping suction Pengobatan antibiotika yang ideal adalah dengan adanya dasar dari tes uji

Kolaborasi pemberian antiniotika

resistensi kuman terhadap antibiotika sehingga lebih mudah untuk mengobati pneumonia. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan

Agen mukolitik

Bronkodilator jenis aminofilin via intravena Kortikosteroid

Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakheobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Kortikosteroid berguna pada hipoksemia dengan keterlibatan luas dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan

DAFTAR PUSTAKA Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakarta, EGC, 2000. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

Muttaqin.A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta. Sumantri. I. (2009)Asuhan Keperawatan Pada pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta. Gleadle.J. (2005)At a Glance : Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga Medical Series.Jakarta

Related Documents


More Documents from "Anas"

1. Cover.docx
December 2019 36
Telaah Kritis Jurnal.docx
December 2019 35
Mkep Bab Iv - V.docx
November 2019 33
Leafleat.docx
December 2019 35