MAKALAH “Mengidentifikasi Masalah Keperawatan Pada Pasien dengan
Effusi Pleura“ Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah DosenPengampu: Ns. Asnah, S.Kep.,M.Pd
DISUSUN OLEH: 1.
M Fikky A A A
P07220117060
2.
Noer Jannah
P07220117062
3.
Novia Puspita
P07220117064
4.
Nur Rachmi S
P07220117066
5.
Ratu Alkhar S P
P07220117068
6.
Riska Hidayati
P07220117070
7.
Selvy Lazuarti
P07220117072
8.
Sundari Rizky Y
P07220117074
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah KMB ( Keperawatan Medikal Bedah ), yang telah memberikan tugas dan membimbing kami.Penulis membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB ( Keperawatan Medikal Bedah ), yang berjudul “Mengidentifikasi masalah Keperawatan pada pasien dengan effuse pleura”. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka Kami berharap kritik
dan saran dari pembaca . Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan kita semua.
Balikpapan, 30 Agustus 2018
Kelompok 4
DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4 A. Latar Belakang ............................................................................................................. 4 B. Tujuan .......................................................................................................................... 4 C. Sistematika Penulisan .................................................................................................. 5 BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................. 6 A. Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan ..................................................... 6 B. Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Diagnostic ) ................................................................................................................ 18 C. Pengkajian.................................................................................................................. 22 D. Diagnosa Keperawatan .............................................................................................. 27 E. Perencanaan ............................................................................................................... 28 F. Konsep Evaluasi ........................................................................................................ 30 BAB III PENUTUP............................................................................................................. 31 Kesimpulan ...................................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009). Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari
suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,2008). Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit primer yang yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairanyang berfungsi sebagai pelumas agar paru-paru dapat bergerak dengan lancar saat bernapas. Cairan yang melebihi normal akan menimbulkan gangguan jika tidak bisa diserap oleh pembuluh darah dan pembuluh limfe (Syahruddin et al,2009)
B. Tujuan 1. Untuk Mengetahui Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan 2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Diagnostic ) 3. Untuk Mengetahui Pengkajian 4. Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan 5. Untuk Mengetahui Perencanaan 6. Untuk Mengetahui Konsep Evaluasi
C. Sistematika Penulisan makalah ini adalah sebagai berikut ; 1. Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan 2. Bab II : Pembahasan terdiri dari Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan, Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Diagnostic ), Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan dan Konsep Evaluasi. 3. Bab III : Penutup terdiri dari kesimpulan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Struktur dan Fungsi Sistem Respirasi Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Struktur Sistem Respirasi Sistem respirasi terdiri dari: 1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli 3. Alveoli Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2 4. Sirkulasi paru Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru 5. Paru Terdiri dari : a. Saluran nafas bagian bawah b. Alveoli
c. Sirkulasi paru
6. Rongga Pleura Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis 7. Rongga dan dinding dada Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi
Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
Dihangatkan
Disaring
Dan dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :
Psedostrafied
ciliated
columnar
epitelium
yang
berfungsi
menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) d. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Saluran Nafas Bagian Bawah a. Laring Terdiri dari tiga struktur yang penting
Tulang rawan krikoid
Selaput/pita suara
Epiloti
Glotis
b. Trakhea Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. c. Bronkhi Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Bronchus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior
Alveoli Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar : Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas
Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit. Membran « sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin O² Co²
Surfactant Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan
menurunkan tekanan permukaan
pada
waktu
ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari
Sirkulasi Paru Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.
Paru Merupakan
jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus
terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
Rongga dan Dinding Dada Rongga ini terbentuk oleh: a. Otot –otot interkostalis b. Otot – otot pektoralis mayor dan minor c. Otot – otot trapezius d. Otot –otot seratus anterior/posterior e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis f. Kedua hemi diafragma Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
Fungsi Respirasi dan Non Respirasi dari Paru 1. Respirasi : pertukaran gas O² dan CO² 2. Keseimbangan asam basa 3. Keseimbangan cairan 4. Keseimbangan suhu tubuh 5. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi 6. Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin 7. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri
Mekanisme Pernafasan Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada: 1. Tekanan intar-pleural Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar. 2. Compliance Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai copliance. Ada dua bentuk compliance:
a. Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O b. Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: ±50 ml/cm H2O Compliance dapat menurun karena: a. Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru b. Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak c. Chestwall
undistensibility:
kifoskoliosis,
obesitas,
distensi
abdomen Penurunan
compliance
akan
mengabikabtkan
meningkatnya
usaha/kerja nafas. 3. Airway resistance (tahanan saluran nafas) Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas Sirkulasi Paru a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit Ventilasi alveolar = 4 liter/menit Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8 b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg. Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari
rongga kapiler ke rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid
pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler. Kondisi ini dalam keadaan normal selalu seimbang.Peningkatan
tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan garam dalam rongga interstitial.
Transpor Oksigen 1. Hemoglobin Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk: a. Kelarutan fisik dalam plasma b. Ikatan kimiawi dengan hemoglobin Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2 menurun. 2. Oksigen content Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 ) a. Plasma b. Hemoglobin
Regulasi Ventilasi Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur: a. Rate impuls
Respirasi rate
b. Amplitudo impuls
Tidal volume
Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2 Pemeriksaan Fungsi Paru
Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis Indikasi klinik: a. Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks b. Payah jantung kanan dan kiri c. Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen d. Penyakit-penyakit neuromuskuler e. Usia lebih dari 55 tahun. Pernafasan / respirasi adalah pertukaran gas dimana oksigen masuk kedalam tubuh untuk metabolisme, sedang karbondioksida sebagai hasil metabolisme dikeluarkan oleh tubuh. Sebetulnya proses respirasi ini dilakukan oleh dua sistem dalam tubuh yaitu sistem pernafasan dan sistem sirkulasi. Namun yang akan kita bahas adalah sistem pernafasan saja. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan terdiri dari : 1. Hidung (Cavum Nasi) Udara masuk ke dalam tubuh pertama – tama akan melalui lubang hidung. Kecuali pada beberapa alternatif udara dapat melewati mulut. Pada saat melewati hidung udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa hidung yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan ber sel goblet. 2. Pharing Udara inspirasi dari hidung pada saat mencapai pharing hampir bebas debu, suhu sama seperti suhu tubuh dan kelembaban mencapai 100 %. Pharing dibagi menjadi tiga bagian yaitu : a. Naso Pharing b. Oro Pharing c. Laryngo Pharing 3. Larynx
Larynx terdiri dari satu seri tulang rawan. Terdapat pula Thyroid Cartilago, Vocal Cords, Cricoid Cartilago dan Epiglotis. Pada waktu menelan Larynx akan bergerak ke atas dan Glotis menutup jalan nafas serta Epiglotis yang berbentuk seperti daun mempunyai gerakan seperti pintu pada pintu masuk Larynx, sehingga makanan tidak dapat masuk kedalam Oesophagus. Kalau ada benda asing masuk sampai luar glotis, maka Larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membatukkan benda asing tersebut hingga tidak masuk kedalam saluran nafas. Refleks penutupan ini tergantung pada koordinasi neuromaskuler yang kemungkinan tidak bekerja secara penuh pada bayi. Sehingga mengarah pada spasme. Kondisi yang dapat mempengaruhi larynx terbagi dalam tiga bagian : a. Abnormalitas kongenital seperti :
Afresia larynx
Anyaman larynx
Laryagomalacia (Stridor Laringeal Kongenital).
Cidera benda asing
Infeksi – laringitis, edema dari larynx
4. Trachea Merupakan bagian saluran pernafasan yang bentuknya seperti tabung dan merupakan lanjutan larynx, terdiri dari cincin Trachea yang berbentuk huruf C. Panjangnya
9 cm, jumlahnya 16 – 20 buah dan
bercabang dua menjadi Bronkus kanan dan kiri. Lapisan terdalam dinding Trachea terdiri dari lapis mucosa yang mengandung kelenjar – kelenjar mucosa yang mengsekret mukus / lendir. Epitelnya bercilia. 5. Bronchus Pada bagian akhir trachea, ia akan bercabang dua menjadi Bronchus kiri dan kanan. Bronchus juga mempunyai cincin tulang rawan, dan lapis mucosanya juga mengandung cilia. Bronchus kanan lebih besar, lebih tegak dan lebih pendek.
Bronchus kemudian terlihat masuk masing – masing paru – paru. Pada saat masuk ke dalam paru – paru, bronchus bercabang menjadi Bronchiolus (bronchus kanan menjadi tiga cabang dan bronchus kiri menjadi dua cabang) sesuai dengan lobus pada paru – paru. Bronchiolus kemudian melanjutkan diri dengan bercabang lagi hingga pada ujung Bronchiolus yang paling kecil berhubungan dengan kantong – kantong udara atau alveoli. Dimana alveoli merupakan tempat terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 melalui proses difusi antara sel - sel gepeng alveoli dengann butir – butir darah dari kapiler – kapiler paru – paru. 6. Alveolus Dinding alveolus merupakan membran tempat pertukaran oksigen dari luar dengan karbondioksida dari sistem sirkulasi sebagai hasil metabolisme tubuh. Diantara alveolus terdapat cairan dan apabila cairan ini berkurang maka dapat menimbulkan atelektasis. 7. Paru – paru (Pulmo / Lung) Merupakan alat pernafasan utama pada respirasi. Mempunyai struktur seperti karet busa, lunak dan kenyal, terletak didalam rongga dada sebelah kiri dan sebelah kanan. Paru- paru kanan terdiri dari lobus, atas, tengah dan bawah. Tiap lobus membentuk lobulus. Paru dibungkus oleh pleura. Pleura terdiri dari dua lapis yaitu pleura vicerlalis yang membungkus paru – paru secara keseluruhan dan pleura parietalis yang menyelimuti thoraks. Diantara kedua pleura itu terdapat suatu rongga yang dinamakan cavum pleura dan keadaannya hampa udara, sehingga memudahkan paru – paru untuk bergerak bebas. Bila cavum ini berisi udara atau cairan, maka dapat menghalangi berkembangnya paru – paru, sehingga menyebabkan gangguan fungsi pernafasan. 8. Otot Pernafasan
Otot utama pernafasan terdiri dari Musculus Intercostalis interna dan externa serta diafragma, sedang otot tambahan pernafasan adalah otot perut dan otot punggung. Pada pernafasan yang tenang, seorang dewasa bernafas 6 sampai 7 liter udara per menit dengan pernafasan 14 kali per menit. Jumlah udara yang diinsprasi dan diekspirasi pernafasan (udara tidal) sekitar 500 ml. Pada saat istirahat seorang dewasa menggunakan sekitar 250 ml oksigen per menit dan mengekspirasi 200 ml karbon dioksida per menit. Pada latihan berat, volume ventilasi paru – paru dapat melebihi 80 liter per menit dan penggunaan oksigen dapat meningkat diatas 3,5 liter per menit. Nilai pada bayi berbeda. Mereka mempunyai permukaan yang besar dalam hubungannya dengan berat badan dan tinggi angka metabolisme. Saluran pernafasan mempunyai penampang yang relatif lebih besar, dan ruang mati anatomis secara proporsional lebih besar. Iga – iga hampir horizontal
pada
saat
istirahat,
dan
inspirasi
tidak
dapat
lebih
meningkatkannya. Inspirasi terutama diafragmatik dan setiap hal yang menghambat gerakan ini akan menyebabkan kesukaran bernafas. Faktor ini akan membuat pernafasan pada bayi kurang efisien dibandingkan pada dewasa dan peningkatan ventilasi alveolar dicapai dengan meningkatkan kecepatan pernafasan (18 sampai 40 kali per menit) yang memerlukan masukan oksigen yang tinggi. Kebutuhan oksigen besar pada saat lahir adalah 23 ml per menit. Dengan unsur yang meningkat kecepatan per menit menurun dan kebutuhan oksigen basal meningkat. 9. Volume Paru – paru Untuk menentukan perubahan volume digunakan suatu spirometer. Individu bernafas kedalam suatu penutup mulut dan menyebabkan bel bergerak turun naik. 10. Kapasitas paru – paru Kapasitas vital adalah volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru – paru dengan usaha paksa setelah melakukan suatu inspirasi maksimal. Hal ini tergantung pada ukuran orang dan biasanya
sebesar 4,8 liter pada laki – laki dan 3,2 liter pada wanita. Hal ini meningkat pada perenang dan penyelam dan menurun pada orang tua dan pada penyakit dari alat pernafasan, misalnya obstruksi pernafasan, efusi pleura dan fibrosis paru – paru. Secara Ringkas Gambaran Anatomi Fisiologi Pernapasan: Udara masuk melewati: Hidung-->pharing-->Laring-->Trakea-->Broncus-->Bronchiolus-->alveoli >alveolus Anatomi dari sistem pernapasan terdiri dari:
Hidung dan mulut
Saluran napas (pharing, laring, Trachea)
Paru -paru (bronchus, bronchiolus, alveolus)
Otot-otot pernapasan (diaphragma dan otot dada)
Bagaimana fisiologi kita bernapas ?Awalnya otot pernapasan akan berkontraksi.
Diaphragma
akan
turun
ke
bawah,
dan
otot
dada
mengembangkan sangkar dada. Karena tekanan negatif didalam sangkar dada, maka paru-paru pun ikut mengembang sehingga udara terhisap masuk ke dalam paru-paru. Sampai di alveolus oksigen yang kita hirup akan mengalami pertukaran dengan carbon dioksida sebagai hasil dari metabolisme. Namun tidak semua oksigen akan diserap tubuh. Dari setiap udara yang kita hirup hanya sekitar 4% yang diserap tubuh, sisanya yang 16% akan dikeluarkan melalui hembusan napas (catatan : Kadar oksigen dalam udara bebas hanya 20% ). Sehingga hembusan napas kita masih cukup oksigen untuk melakukan bantuan napas. Pernapasan di kontrol oleh pusat kontrol pernapasan yang ada di batang otak.
B. Konsep Dasar ( Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Diagnostic ) 1. Definisi Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009). Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,2008). Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit primer yang yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairanyang berfungsi sebagai pelumas agar paru-paru dapat bergerak dengan lancar saat bernapas. Cairan yang melebihi normal akan menimbulkan gangguan jika tidak bisa diserap oleh pembuluh darah dan pembuluh limfe (Syahruddin et al,2009) 2. Etiologi a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig. b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,
tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen. c. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
infark
paru, tuberkulosis. d. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini : Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah c. Peningkatan tekanan negative intrapleural d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
3. Patofisiologi Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antaracairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis
disebut
hemotoraks
dan
biasanya
disebabkan
karena
trauma maupun keganasan. Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Adanya defek diafragma yang mengakibatkan hubungan rongga pleura
4. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami : 1. Dispneu bervariasi
2. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura 3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi 4. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat) 5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena 6. Perkusi meredup di atas efusi pleura 7. Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi 8. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura 9. Fremitus vokal dan raba berkurang
Gejala-gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan : a. Batuk b. Cegukan c. Pernafasan yang cepat d. Nyeri perut.
Adanya defek diafragma yang mengakibatkan hubungan rongga pleura
Komplikasi a. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum). b. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis). c. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis). d. Laserasi pleura viseralis.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen dada Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan
untuk
mendiagnosis
menunjukkan adanya cairan.
efusi
pleura,
yang
hasilnya
CT scan dada CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan
dan bisa menunjukkanadanya pneumonia, abses paru atau tumor.
USG dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan
cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Biopsi Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Menganalisa cairan pleura dengan cara : Bronkoskopi ; Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
C. Pengkajian 1. Identitas klien Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan. Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
3.
Riwayat penyakit dahulu Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4.
Riwayat penyakit keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5.
Riwayat psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
6.
Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
Pola nutrisi dan metabolik Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
Pola tidur dan istirahat Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
Pola hubungan dan peran Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
Pola reproduksi dan seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
Pola penanggulangan stress Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
Pola tata nilai dan kepercayaan Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan. Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
Pemeriksaan fisik a. Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien. D. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang timbul menurut Carpenito (1995) adalah: a. Diagnosa Keperawatan Pre Tindakan 1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan denganmenurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalamrongga pleura ditandai dengan sesak nafas 2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakanmedis pemasangan WSD ditandai dengan palpitasi, gemetar, gelisah,gugup, ketakutan, terkejut 3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleuraditandai dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak menahan nyeri,menangis dan merintih 4. Gangggun
pola
tidur
berhubungan
dengan
sering
terbangun
sekunder terhadap efusi pleura ditandai dengan kesulitan untuk jatuh tertidur 5. Resiko
terhadap
perubahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
yang berhubungan dengan anoreksia akibat nyeri 6. Ansietas berhubungan dengan prosedur pemeriksaan diagnostic ditandai dengan klien menghindar, pucat, palpitasi dan gemetar b. Diagnosa Keperawatan Post Tindakan 1. Nyeri berhubungan dengan truma jaringan sekunder terhadap pemasangan WSD 2. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringansekunder terhadap pemasangan WSD c. Diagnosa Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
E. Perencanaan a. Rencana Tindakan Pre Tindakan 1.
Ketidak efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam ronga pleura ditandai dengan sesak nafas. Tujuan :Pasien memperlihatkan pola pernafasan yang efektif dalam waktu 2 hari setelah pemasangan WSD. Kriteria evaluasi hasil:
Pasien memperlihatkan/ mempertahankan pola pernafasan yang efektif dan mengalami perbaiakn pertukaran gas pada paru, meliputi : o
Frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal
o
Penurunan nyeri dada/dispneu
o
Pada pemeriksaan sinar-x, cairan rongg pleura kembalinormal, baik jumlah maupun konsistensinya
Klien menyatakan factor penyebab, jika diketahui danmenyatakan cara adaptif mengatasi factor tersebut
Mengutarakan pentingnya latihan paru setiap hari
b. Intervensi 1.
Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler Tujuan :tidak adanya gangguan pertukaran gas Kriteria hasil : Klien akan :
Melaporkan berkurangnya dyspnea Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Intervensi Rasionalisasi Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan. Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger. Rasional : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi
2.
3.
Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas
Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas Tujuan : Bersihnya jalan napas Kriteria hasil : Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas Intervensi Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas. Atur posisi semi fowler Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar
Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari Rasional :Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan pembersihan
Kolaborasi :Pemberian oksigen lembab Rasional : Mencegah mukosa membran kering, mengurangi secret
Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis : penyebaran infeksi teratasi Kriteria hasil : Klien akan dapat :
Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran infeksi Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi. Intervensi : Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne Rasional : Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi
Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik Rasional : Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan infeksi
Monitor suhu sesuai sesuai indikasi Rasional : Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi Rasional : Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien
Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin.
F. Konsep Evaluasi 1. Pasien toleran terhadap aktifitasnya sehari-hari. 2. Pasien menunjukkan pola napas normal 3. Pasien dapat mengeluarkan secret sehingga bersihan jalan nafas efektif. 4. Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang atau dapat dikontrol. 5. Pasien menjadi tahu tentang kondisinya dan pengaturan obatnya.
BAB III PENUTUP Kesimpulan Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yangdiakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bekteri atau virus. Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200 – 300 ml. Tanda – tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara napas.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/12512856/BAB_II_EFUSI_PLEURA http://repository.unimus.ac.id/467/3/5.BAB%20II.pdf https://www.pdfcoke.com/doc/53727796/Patofisiologi-Efusi-Pleura https://dokumen.tips/documents/bab-ii-efusi-pleura.html http://kangsaipul.blogspot.com/2014/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html https://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pernapasan/ http://kasagan.blogspot.com/2014/05/efusi-pluera.html https://rikayuhelmi116.wordpress.com/2012/12/09/asuhan-keperawatan-dengan-efusi pleura/