Lp Efusi Pleura.docx

  • Uploaded by: Anas
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Efusi Pleura.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,736
  • Pages: 16
LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

A.

Konsep Dasar Penyakit 1.

Pengertian Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015) Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Muralitharan, 2015) Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2013)

2.

Patofisologi Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara

produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru . Terjadi

infeksi

tuberkulosa

paru,

yang

pertama

basil

Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.

3.

Pathway

Infeksi

Penghambatan drainase limfatik

Tekanan osmotik koloid plasma

Peradangan permukaan pleura

Tekanan kapiler paru meningkat

Transudasi cairan intra vaskuler

Permeabilitas vaskuler

Tekanan hidrostatik

Transudasi

Edema

Cavum pleura

EFUSI PLEURA

Penumpukan cairan dalam rongga pleura

Ekspansi paru menurun

MK : Pola nafas tidak efektif

Sesak nafas

Nyeri dada

MK : Gangguan pola tidur

Nafsu makan menurun

MK : Gangguan kebutuhan pemenuhan nutrisi

4.

Etiologi Efusi pleura disebabkan oleh : a.

Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik

b.

Peningakatan permeabilitas kapiler

c.

Penurunan tekanan osmotic koloid darah

d.

Peningkatan tekanan negative intrapleura

e.

Kerusakan drainase limfatik ruang pleura Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)

a.

Tubercolosis

b.

Pneumonitis

c.

Emboli paru

d.

Kanker

e.

Infeksi virus,jamur,dan parasit. Non infeksi (transudat)

5.

a.

Gagal jantung kongesif (90% kasus)

b.

Sindroma nefrotik

c.

Gagal hati

d.

Gagal ginjal

e.

Emboli paru

Klasifikasi Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu : a.

Efusi pleura transudat Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.

b.

Efusi pleura eksudat Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).

6.

Manifestasi Klinik a.

Batuk

b.

Dispnea bervariasi

c.

Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)

d.

Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.

e.

Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.

7.

f.

Perkusi meredup diatas efusi pleura.

g.

Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.

h.

Fremitus fokal dan raba berkurang.

Komplikasi a.

Fibrotoraks Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis

yang

dibawahnya.

berat

pada

Pembedahan

jaringan-jaringan pengupasan

yang

(dekortikasi)

berada perlu

dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut. b.

Atalektasis Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

c.

Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

d.

Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

e.

Empiema Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paruparu, sesak napas dan rasa sakit.

8.

Pemeriksaan Penunjang a.

Rontgen dada Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

b.

CT-Scan dada CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor

c.

USG dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan

yang

jumlahnya

sedikit,

sehingga

bisa

dilakukan

pengeluaran cairan. d.

Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

e.

Biopsi Jika

dengan

torakosentesis

tidak

dapat

ditentukan

penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah

luar

diambil

untuk

dianalisa.

Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. f.

Bronkoskopi Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

9.

Penatalaksanaan Medis a.

Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

b.

Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.

c.

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

B.

d.

Antibiotika jika terdapat empiema

e.

Operatif

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1.

Pengkajian a.

Identitas pasien Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b.

Keluhan utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.

c.

Riwayat penyakit sekarang Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhannya tersebut.

d.

Riwayat penyakit dahulu Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

e.

Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

f.

Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan

kesehatan.

Kemungkinan

adanya

riwayat

kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obatobatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolisme Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas. 3) Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. 4) Pola aktivitas dan latihan Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di dada. 5) Pola tidur dan istirahat Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah. 6) Pola hubungan dan peran Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya. 7) Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.

Sebagai

seorang

awam,

pasien

mungkin

akan

beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya

dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. 8) Pola sensori dan kognitif Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya. 9) Pola reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. 10) Pola koping Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.

2.

Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain: a.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan cairan di pleura paru dextra.

b.

Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik

c.

Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi makanan d.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.

e.

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan WSD (Water Seal Drainage)

3.

Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Ketidakefektifan pola nafas

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

Setelah dilakukan a. Posisikan pasien untuk tindakan keperawatan memaksimalkan ventilas selama 3x24 jam pasien b. Identifikasi pasien perlunya menunjukkan keefektifan pemasangan alat jalan nafas jalan nafas dibuktikan buatan dengan kriteria hasil : c. Lakukan fisioterapi dada jika a. Frekuensi pernafasan perl sesuai yang d. Keluarkan sekret dengan batuk diharapkan atau suctio b. Ekspansi dada e. Auskultasi suara nafas, catat simetris. adanya suara tambahan c. Bernafas mudah. f. Monitor respirasi dan status d. Pengeluaran sputum oksigen. e. Tidak didapatkan g. Posisikan pasien untuk penggunaan otot mengurangi dispneu. tambahan. f. Tidak didapatkan Respiratory monitoring ortopneu a. Monitoring frekuensi, irama dan g. Tidak didapatkan kedalaman nafas. nafas pendek. b. Monitoring gerakan dada, lihat kesimetrisan. c. Monitor pola nafas : takipneu d. Beri terapi pengobatan respirasi.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik

Ketidakseimbang an nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi makanan

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri hilang/terkendali dengan kriteria hasil: a. Mengenali faktor penyebab b. Mengenali lamanya sakit (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) c. Menggunakan metode non-analgetik untuk mengurangi nyeri d. Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang f. Tanda vital dalam rentang normal

Pain management : a. Kaji pengalaman nyeri pasien sebelumnya, gali pengalaman pasien tentang nyeri dan tindakan apa yang dilakukan pasien b. Kaji intensitas, karakteristik, onset, durasi nyeri. c. Kaji ketidaknyamanan, pengaruh terhadap kualitas istirahat, tidur, ADL. d. Kaji penyebab dari nyeri e. Monitoring respon verbal/non verbal f. Atur posisi yang senyaman mungkin, lingkungan nyaman

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya, dengan kriteria hasil: a. Intake zat gizi (nutrien) b. Intake zat makanan dan cairan c. Berat badan normal

NIC Nutritional management Aktifitas: a. Kaji adanya alergi makanan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien c. Berikan makanan yang terpilih d. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori e. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Pain control : Ajarkan teknik relaksasi Management terapi : Kelola pemberian analgetik

Nutritional management: a. Timbang berat badan secara

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbanga n suplai dengan kebutuhan oksigen

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat melakukan aktivitas dengan baik dengan kriteria hasil: a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai penignkatan tekanan darah,nadi dan RR b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri c. Tanda-tanda vital normal d. Level kelemahan e. Status kardiopulmonary adekuat f. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

rutin b. Monitor turgor kulit c. Monitor mual dan muntah d. Monitor kalori dan intake nutrisi NIC Activity therapy Observasi : a. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual b. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas. Mandiri : a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan b. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis dan sosial. c. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai d. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan. Health education : a. Ajarkan untuk penggunaan teknik relaksasi b. Ajarkan Tindakan untuk mengehemat energi. Kolaborasi : a. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat b. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit jantung.

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan WSD (Water Seal Drainage)

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil: a. Tanda – tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal b. Tidak terdapat tanda – tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD c. Nilai laboratorium terutama leukosit dalam batas normal ( leukosit normal : 5000 – 10.000 rb/ul ).

NIC Observasi a. Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan malise) b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi (misalnya, usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan malnutrisi ) c. Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit, absolut, hitung jenis, protein serum, dan algumin) d. Amati penampilan praktik higiene Personal untuk perlindungan terhadap infeksi Mandiri a. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak menugaskan perawat yang sama untuk pasien lain yang mengalami infeksi dan memisahkan ruang perawatan pasien dengan pasien yang terinfeksi b. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-masing pasien Kolaborasi a. Ikuti protokol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau kultur positif b. Berikan terapi antibiotik, bila di perlukan Health education

a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan resiko terhadap infeksi b. Instruksikan untuk menjaga higiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi (misalnya, mencuci tangan) 4.

Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu : a.

Bersihan jalan nafas kembali efektif

b.

Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

c.

Nyeri akut teratasi

d.

Tidak terjadi resiko tinggi infeksi

e.

Aktivitas sehari-hari kembali baik

DAFTAR PUSTAKA Baughman C Diane, (2013). Keperawatan Medikal Bedah “Buku saku dari Brunner dan Suddart. Jakarta : EGC Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra: MediAction Publishing. Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius. Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi Medika.

Related Documents

Lp Efusi Pleura.docx
December 2019 47
Lp Efusi Pleura.docx
December 2019 18
Efusi Perikardium.docx
June 2020 21
Efusi Pleura.docx
April 2020 21
Efusi Pleura.docx
July 2020 18

More Documents from "Irhas Nawir"