LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI AKIBAT PATOLOGIS KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA PASIEN EFUSI PLEURA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang dibimbing oleh Ns. Syaifuddin Kurnianto, M.Kep
Oleh:
IFTAHUL MEILIDIA
172303101006
FARIDHATUL HASANAH
172303101016
RIDHA NILNA SALSABILLA
172303101044
MUKHAMMAD ASHIF B.
172303101074
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER Februari 2019
KONSEP PENYAKIT A. Definisi Efusi pleura, yaitu pengumpulan cairan dirongga pleura, biasanya merupakan dampak sekunder dari penyakit lain (misalnya pneumonia, infeksi pulmonal, sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, tumor neoplastik, gagal jantung kongestif) (Brunner, 2013). Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan berlebih di dalam rongga pleura. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan. Kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan penderitanya. (Muttaqin, 2014). Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya akumulasi cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. (Tobing dan Widirahardjo, 2013). Commented [s1]: DIBERI KETERANGAN GAMBAR
Gambar 1. Gambar Efusi Pleura B. Etiologi dan Klasifikasi Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu : 1. Efusi pleura transudat Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan non inflamasi dalam ruang interstisial atau rongga pleura yang disebabkan oleh perubahan faktor sistemik yang terjadi dalam paru-paru akibat dari perubahan tekanan hidrostatik dan atau tekanan koloid atau penimbunan cairan, bukan akibat dari perubahan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan ini berhubungan dengan penyakit jantung kongestif, sirosis hepatis, sindroma nefrotik, dan hipoalbuminemia pada pasien malnutrisi dan malabsorbsi (Hamidie Ronald Daniel,2015). Ciri-ciri cairan transudat: a. Cairan jernih
Commented [s2]: ETIOLOGI YANG DIPAKAI BERDASARKAN KLASIFIKASINYA: EKSUDAT, TRANSUDAT. JADI ETIOLOGI BOLEH DIJADIKAN SATU DENGAN KLASIFIKASI.
b. Warna kuning muda c. Berat jenis>1.015 d. Tidak berbau e. Bekuan (-)/negatif f. pH >7,31 g. protein <3 g% h. BTA (-)/negatif i. Kultur kuman (-)/negatif 2. Efusi pleura eksudat Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012). Cairan radang ekstravaskuler yang mempunyai berat jenis tinggi (>1.015) dengan kandungan protein yang lebih tinggi dari transudat. Cairan radaang ini dapat membeku karena mengandung fibrinogen. Penyakit yang bisa menyebabkan terjadinyaa eksudt seperti infeksi, neoplasma atau keganasan, trauma atau kondisi inflamasi (Hamidie Ronald Daniel,2015). Ciri-ciri cairan eksudat: a. Cairan keruh b. Warna kuning kehijauan/merah coklat/putih susu c. Berat jenis >1.015 d. Berbau e. Bekuan (+)/positif f. Ph <7,31 g. Protein >3 g% h. Glukosa < plasma darah i. Kadar LDH >200 I U j. Rivalta (+)/positif k. Hitung sel PMN banyak l. Pewarnaan gram (+)/positif m. BTA (+)/positif n. Kultur kuman (+)/positif C. Patofisiologi Didalam rongga pleura teradapat ± 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura visceralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatis, tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura visceralis, sebagian kecil lainya (10-20 %) mengalir ke dalam
pembuluh limfe sehingga pasase cairan ini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut dengan efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik, peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadianya efusi dapat dibedakan atas eksudat dan transudat. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai dengan peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Penimbunan eksudat disebabakan oleh peradangan suatu keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening (Damjanov, 2009).
PATH WAY??? D. Manifestasi Klinis Beberapa gejala disebabkan oleh penyakit yang lebih dulu diderita. Pneumonia menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Efusi ganas dapat menyebabkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi, kecepatan pembentukan efusi, dan penyakit paru penyebab akan menentukan tingkat keparahan gejala. 1. Efusi besar: sesak napas sampai gawat napas akut. 2. Efusi kecil sampai sedang: dispnea mungkin tidak terjadi. 3. Terdengar bunyi redup atau pekak saat dilakukan perkusi diatas area cairan, suara napas minimal atau tidak ada, fremitus berkurang, dan trakea tergeser menjauhi sisi yang terganggu. (Suddarth, 2011)
E. Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgen dada Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpuk. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi (Ewingsa, 2009).
Commented [s3]: CANTUMKAN SUMBER KUTIPANNYA BOSS…
Gambar 1 Gambar Rontgen dada
2. CT-Scan dada CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor (Morton, G.2012). 3. USG dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan (Morton, G.2012).
Gambar 2 Gambar USG Dada
4. Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal) (Morton, G.2012).
Gambar 3 Gambar Torakosentesis
5. Biopsi Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh
lapisan
pleura
sebelah
luar
diambil
untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan (Morton, G.2012). 6. Bronkoskopi Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul (Morton, G,2012). F. Tatalaksana Menurut (Suddarth, 2011) 1. Penatalaksanaan medis: Sasaran terapi adalah untuk menemukan penyebab utamanya agar cairan tidak kembali terakumulasi; dan untuk meredakan ketidaknyamanan, dispnea, dan gangguan pernapasan. Terapi khusus diarahkan pada penyebab utama. a. Torasentesis dilakukan untuk mengeluarkan cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan mengatasi dispnea. b. Slang dada dan drainase sekat air mungkin diperlukan untuk tindakan drainase dan reekspansi paru. c. Pleurodesis kimia: pembentukan adhesi meningkat ketika obat-obatan dimasukkan kedalam rongga pleura untuk menghilangkan rongga dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. d. Modalitas terapi yang lain mencangkup pleurektomi bedah (insersi kateter kecil yang terhubung ke slang drainase) atau implantasi pintas pleuroperitoneal. 2. Penatalaksanaan keperawatan: a. Implementasikan regimen medis: persiapkan dan posisikan pasien untuk menjalani torasentesis dan berikan dukungan selama prosedur.
b. Pantau slang drainase dada dan sistem sekat air; catat jumlah drainase pada interval yang telah diprogramkan. c. Berikan asuhan keperawatan yang berhubungan dengan penyebab utama efusi pleura. G. Prognosis Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan dini. (Rubins J. 2014). H. Komplikasi Menurut, Morton, G. (2012) 1. Fibrotoraks Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut. 2. Atalektasis Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura. 3. Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. 4. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru. 5. Empiema Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.
Commented [s4]: SUMBER????
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas pasien Dari hasil penelitian data rekam medis bulan juni 2010 didapatkan 63 penderita Ca paru. Presentasi jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 60,3%(38 penderita). Ditemukan perbedaan jumlah penderita kangker paru laki-laki dan perempuan dengan efusi pleura dan tanpa efusi pleura meliputi jumlah penderita ca paru laki-laki yang mengalami efusi pleura sebanyak 10 penderita sedangkan jumlah penderita Ca Paru laki-laki yang tidak mengalami efusi pleura sebanyak 25 penderita dan penderita Ca Paru perempuan yang tidak mengalami efusi pleura sebanyak 15 penderita. Hal tersebut sesuai dengan penelitian DR.Avisenna Dutha Pratama pada tahun 2008 (Puspita et al., 2017). 2. Keluhan utama Keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas (Puspita et al., 2017). 3. Riwayat penyakit sekarang Adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, sebagainya (Puspita et al., 2017). 4. Riwayat penyakit dahulu Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi non-pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit tuberkulosis paru (Puspita et al., 2017). 5. Riwayat penyakit keluarga Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari anggota keluarganya yang lain, terkecuali penularan infeksi tuberkulosis yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura (Puspita et al., 2017). 6. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. b. Pola eliminasi Pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. c. Pola aktivitas dan latihan Adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
d. Pola tidur dan istirahat Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. e. Pola hubungan dan peran Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya. f. Pola persepsi dan konsep diri Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. g. Pola sensori dan kognitif Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya. h. Pola reproduksi seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. i. Pola koping Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya. j. Pola tata nilai dan kepercayaan Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit (Puspita et al., 2017). 7. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Amati irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan. Frekuensi pernafasan normal orang dewasa mencapai 14-20x/menit. Amati tanda gagal nafas seperti pernafasan cuping hidung. b. Perkusi Pada jaringan paru yang sehat menghasilkan suatu resonan (suara bernada rendah, berongga). Nada dan kualitas perkusi lain dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Tympani (nada tinggi, bergaung, seperti drum) 2) Datar (nada tinggi, lembut) 3) Pekak (nada sedang, seperti suara gedebug suara tubuh yang jatuh) c. Palpasi 1) Palpasi trakea, kaji apakah posisi berada di garis tengah dan dapat bergerak sedikit. 2) Palpasi dinding dada, untuk mengkaji pengembangan dada simetris atau tidak selama inspirasi dan ekspirasi. 3) Palpasi untuk menilai fremitus taktil dengan cara palpasi dinding dada posterior ketika klien berkata 99.
d. Auskultasi Suara napas menurun sampai menghilang pada dada yang sakit (Puspita et al., 2017). B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain: 1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru akibat adanya penumpukan sekret dalam rongga pleura. a. Definisi Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat (herdman & kamitsuru, 2017) b. Batasan karakteristik 1) pola nafas abnormal 2) perubahan ekskursi dada 3) bradipnea 4) penurunan tekanan ekspirasi 5) penurunan tekanan inspirasi 6) penurunan ventilasi semenit 7) penurunan kapasitas vital 8) dispnea 9) peningkatan diameter anterior-posterior 10) pernapasan cuping hidung 11) ortopnea 12) fase ekspirasi memanjang 13) pernapasan bibir 14) takipnea 15) penggunaan otot bantu pernapasan 16) penggunaan posisi tiga-detik (herdman & kamitsuru, 2017) c. Faktor yang berhubungan 1) ansietas 2) posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru 3) keletihan 4) hiperventilasi 5) obesitas 6) nyeri 7) keletihan otot pernafasan (herdman & kamitsuru, 2017)
d. Kondisi terkait 1) deformitas tulang 2) deformitas dinding dada 3) sindrome hipoventilasi 4) gangguan muskuloskeletal 5) imaturitas neurologis 6) gangguan neurologis 7) disfungsi neuromuskular 8) cedera medula spinalis (herdman & kamitsuru, 2017) C. Intervensi Diagnosa keperawatan Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru akibat adanya penumpukan sekret dalam rongga pleura.
D. IMPLEMENTASI E. EVALUASI
Tujuan dan kriteria hasil
Intervesi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, S., 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Bulecheck, (2015). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6. Jakarta: Elsevier. herdman, t.h. & kamitsuru, s., 2017. NANDA-1 Diagnosis Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. 11th ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kusumo, (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakarta: Mediaaction Publishing. Lemone, P., (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 5 Vol.4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Lemone, P., (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Moorhead, 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5. Jakarta: Elsevier. Morton, G., (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aescuplapius. Suddarth, B., 2011. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Puspita, I. et al. (2017) “Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada tahun 2015 Causes of Pleural Effusion in Metro City in 2015,” 4, hal. 25–32.