Lk Snrs.docx

  • Uploaded by: RizalMarubobSilalahi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lk Snrs.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,474
  • Pages: 8
Laporan Kasus EBP

Kepada Yth.

Unit Non Infeksi

Penyaji

: dr. Vanny Fitriana Sari

Hari/tanggal

:

Pembimbing

: DR. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A(K)

Supervisor

: Prof. dr Rusdijas, Sp.A(K)

Februari 2017

Prof. dr. Rafita Ramayanti, Sp.A(K) DR. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A(K) dr. Rosmayanti, MKed(Ped), Sp.A dr. Beatrix S, MKed (Ped), Sp.A

PENDAHULUAN Sindrom Nefrotik merupakan penyakit kronik yang dapat menyerang anak pada umur berapapun baik dari bayi maupun remaja, dan paling sering ditemukan pada anak usia sekolah dan remaja. Prevalensi di dunia kurang lebih 16 kasus per 100.000 anak, dengan rasio laki-laki lebih banyak dari pada anak perempuan dengan perbandingan 2:1, namun tidak demikian pada remaja.1,2 Sindrom nefrotik (SN) adalah penyakit ginjal umumnya terjadi pada anak ditandai dengan terjadinya kebocoran protein dari darah menuju urin sampai glomeruli, sehingga menyebabkan proteinuria. 1 Sebagian besar anak memberikan respon yang cukup baik dengan pengobatan steroid namun 10-20%% gagal memberikan respon terapi yang baik. Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik yang sebagian akan berakhir menjadi EndStage Renal Disease dalam waktu 5 tahun yang merupakan 10% dari kasus ESRD. Oleh karena itu diperlukannya terapi immunosupresif alternatif untuk penatalaksnaan SNRS.3 Angka kejadian SNRS cukup tinggi ditemukan pada anak Afrika-Amerika dan pada anak yang lebih tua dibandingkana dengan etnis dan kelompok usia lain. Risiko utama terjadinya resiten steroid bergantung pada gambaran histopatologi awal. Penelitian yang dilakukan oleh International Study of Kidney Disease in Children menunjukkan 70.44% pada focal and segmental glomerulosclerosis (FSGS), 44% pada mesangial proliperatif glomerulonephritis (MesPGN), dan 7% pada minimal change disease (MCD) mengalami resisten terhadap steroid.4

Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus sindrom nefrotik resisten steroid pada anak laki-laki usia 11 tahun 9 bulan KASUS Pasien atas nama FPS, laki-laki usia 11 tahun 10 bulan, alamat Jl. Martoba 1 Gg. SM Raja KM 9.5 masuk dari poli Divisi Nefrologi tanggal 23 Desember 2016 dengan keluhan utama bengkak seluruh tubuh hal ini dialami OS sejak ± 2 minggu yang lalu, awalnya bengkak dimulai pada kelopak mata kemudian wajah, perut, kemaluan dan sampai dikedua tungkai bawah. Riwayat

bengkak sebelumnya (+) dialami OS sejak ± 11 bulan yang lalu yaitu bulan februari 2016 dengan penjalaran bengkak yang sama. Bengkak hilang timbul sebanyak 3 kali dan OS hanya berobat ke bidan dan dikatakan alergi. 1 bulan yang lalu OS mengalami bengkak lagi dan akhirnya berobat ke dokter spesialis anak dan mendapatkan pengobatan selama 4 minggu. Bengkak sempat berkurang namun muncul kembali sejak 2 minggu yang lalu. Saat ini demam (), batuk pilek (-). BAK (+) kesan cukup. BAB (+) dalam batas normal. RPT : pasien sebelumnya telah didiagnosis dengan sindrom nefrotik dan sudah mendapatkan pengobatan selama 4 minggu. RPO : prednison, kaptopril, valsartan, furosemid.

Pemeriksaan Fisik : Status Presens Sensorium : Compos Mentis BB: 38 kg TB: 137 cm BB/U: 84 %

Suhu : 37,0 °C LLA : 22 cm (5th < SD< 7th )

TB/U: 93,8 %

BBI : 41 kg

BB/TB: 92,5 %

Anemis (-) Dypsneu (-) ikterik (-) Oedem (+) Sianotik (-) Status Lokalis : Kepala : Wajah : sembab (+),

Mata : refleks cahaya (+/+) pupil isokor 3 mm/3 mm,

Conjunctiva palpebra inferior pucat (-/-), Palpebra superior oedem (+/+), Telinga : dalam batas normal, Hidung : dalam batas normal, Mulut : dalam batas normal, Leher : pembesaran kelenjar getah bening : (-/-) Dada : Simetris Fusiformis, retraksi (-) HR : 98 x/menit, regular, murmur (-) RR : 18 x/menit, regular, ronkhi (-/-) Perut ; soepel, pristaltik (+) normal, Hepar dan Lien : sulit dinilai , Shifting dullness (+) Anggota gerak : Nadi : 98 x/menit, regular, tegangan / volume cukup, akral hangat, Capilary Refill Time < 3 detik, Pitting edema (+)

TD : 120/80 mmHg

Anogenitalia : edema skrotum (+/+), transluminasi (+) Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium tanggal 21 Desembr 2016 Hemoglobin

: 14,8 g/dL

Eosinofil

: 0,1 %

Hematokrit

: 44 %

Basofil

: 0,5 %

Leukosit

: 12.240 /µL

Neutrofil

: 73,4 %

Trombosit

: 287.000 / µL

Limfosit

: 17,2 %

Monosit

: 8,8 %

Kalsium

: 7.7 mEq/L

Albumin

: 1,8 g/dL

KGD

: 172 mg/dL

BUN

: 16 mg/dL

Ureum

: 34 mg/dL

Natrium

: 129 mEq/L

Kreatinin

: 0,34 mg/dL

Kalium

: 3.8 mEq/L

Klorida

: 94 mEq/L

GFR : mL/menit/1,73m2 (N: 96,5 -136,9 mL/menit/1,73m2 )

Urinalisis : Warna

: Kuning keruh

Eritrosit

: 107/µL

Glukosa

: Negatif

Leukosit

: 31.0/ µL

Bilirubin

: Negatif

Epitel

: 53,3/ µL

Keton

: Negatif

Cast

: 23,35/ µL

Berat Jenis

: 1.030

Kristal

: 2,1 / µL

pH

: 6.5

Bakteri

: 33.0/ µL

Protein

:+3

Nitrit

: Negatif

Leukosit

: Positif

Darah

: Positif

Diagnosis Kerja : Sindrom Nefrotik Resisten Steroid

Terapi : -

IVFD D5% NaCl 0.9% 

-

Prednison Alternating dose 1 x 8 tablet (S- R-J)

-

Furosemid 3 x 20 mg

-

Captopril 2 x 12.5 mg

-

Diet MBRG 1700 kkal dengan 60 g protein

Rencana : 

Subtitusi Albumin



Balans cairan / 6 jam



Dipstick urin pagi hari



Pemberian Injeksi Cyclophospamid 500 – 1000 mg/m2/ hari  500 mg dalam 250 cc NaCl 0.9% gandeng dengan Manitol 20% 35 cc dalam 500 cc NaCl 0.9% habis dalam 24 jam.

Follow up tanggal 25 Desember 2016 S : Bengkak (+), demam (-) O : Sensorium : Compos Mentis

Suhu : 36,7 °C

Kepala : Wajah : sembab (+), Mata : Refleks cahaya (+/+) pupil isokor 3 mm/3 mm, Conjunctiva palpebra inferior pucat (-/-), Palpebra superior oedem (-/-), Telinga : dalam batas normal, Hidung : dalam batas normal, Mulut : dalam batas normal

Leher : pembesaran kelenjar getah bening : (-/-) Dada : Simetris Fusiformis, retraksi (-) HR : 92 x/menit, regular, murmur (-) RR : 18 x/menit, regular, ronkhi (-/-) Perut : Soepel, pristaltik (+) Normal, smiley umbilical (+), Hepar dan Lien : sulit dinilai Anggota gerak : Nadi : 92 x/menit, regular, tegangan / volume cukup, akral hangat, Capilary Refill Time < 3 detik, Pitting edema (+), berkurang. TD : 110/70 mmHg, Anogenital : edema skrotum (+) Diagnosis kerja : Sindrom nefrotik Resisten steroid Terapi : -

IVFD D5% NaCl 0.9% 

-

Injeksi Cyclophospamid 500 – 1000 mg/m2/ hari  500 mg dalam 250 cc NaCl 0.9% gandeng dengan Manitol 20% 35 cc dalam 500 cc NaCl 0.9% habis dalam 24 jam. (mulai jam

-

Furosemid 3 x 20 mg

-

Captopril 2 x 12.5 mg

-

Diet MBRG 1700 kkal dengan 60 g protein

DISKUSI Sindrom nefrotik adalah suatu penyakit pada ginjal sebagai akibat dari meningkatnya permeabilitas dari barier filtrasi glomerulus yang ditandai dengan 4 tanda klinis utama untuk menegakkan diagnosis yaitu : proteinuria massif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick = 2+), hipoalbuminemia (albumin serum < 2,5 g/dL), edema dan

hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.1,5 Walaupun

sindroma nefrotik dihubungkan dengan banyak penyakit pada ginjal namun pada anak yang paling sering ditemukan adalah sindoma nefrotik primer, yaitu tidak ditemukannya tanda nefritis atau penyakit primer ekstrarenal.1,2 Sindroma nefrotik pada anak, sebagaian besar 80-90% mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM).Pada pengobatan dengan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total.Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4% sampai 5% menjadi gagal ginjal terminal dan sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal. Dalam perjalanan penyakitnya, 76%93% akan mengalami relaps, 30% diantaranya akan mengalami relaps sering/frekuen, 10-20% akan mengalami relaps jarang. Sedangkan 40%-50% sisanya akan mengalami dependen steroid.6 Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) merupakan suatu keadaan dimana penderita sindrom nefrotik (SN) tidak mencapai fase remisi atau perbaikan setelah 4 minggu pengobatan

steroid dosis penuh ( 2mg/kg/hari ). Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada anak yang ditandai dengan kumpulan gejala seperti proteinuria masif ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia. Keadaan remisi adalah keadaan dimana penderita sindrom nefrotik mengalami perbaikan dengan tanda proteinuria negatif ( proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam ) tiga hari berturut-turut dalam satu minggu, sehingga terjadi proteinuria yang menetap pada sindrom nefrotik resisten steroid. 7 Berdasarkan pernyataan beberapa ahli, sindrom nefrotik resisten steroid dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 8,9 1.

Initial resistence Merupakan keadaan tidak tercapainya remisi pada fase awal sindrom nefrotik. Respon terhadap terapi lebih jelek dibanding late resistence. Survival rates ginjal dari golongan ini pada tahun pertama sebesar 94,6%, tahun ke-5 sebesar 70,0%, tahun ke-10 sebesar 56,0% , tahun ke-15 sebesar 34,0%

2.

Late resistence Merupakan keadaan dimana terjadi perbaikan atau remisi pada fase awal sindrom nefrotik namun terjadi relaps pada perkembangannya. Respon terapi cenderung lebih bagus. Survival rates ginjal dari golongan ini pada, tahun pertama sebesar 100%, tahun ke-5 sebesar 100%, tahun ke-10 sebesar 83,0% dan tahun ke-15 sebesar 83,0%. (KTI) Manifestasi klinik pada SNRS tidak jauh berbeda dengan manifestasi klinik sindrom

nefrotik secara umum. Perbedaan yang dapat ditemukan adalah kemungkinan prognosis dan respon pengobatan yang lebih buruk dari sindrom nefrotik sensitif steroid. Inti dari kelainan pada sindrom nefrotik secara umum adalah meningkatnya permeabilitas glomerulus terhadap protein akibat perubahan muatan negatif pada membran basalis glomerulus yang pada keadaan normal berperan untuk membatasi filtrasi protein serum. Hal ini mengakibatkan protenuria masif, yang kemudian menyebabkan turunnya kadar protein serum, terutama albumin serum.10 Pengelolaan SNRS harus dilakukan secara cermat dan tepat mengingat sulitnya pengobatan dan prognosis yang lebih jelek dari kelompok senstif steroid. Menurut para ahli, alangkah baiknya jika dapat dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal pada penderita SNRS. Sebagian besar anak dengan SNRS mempunyai gambaran histopatologis non kelainan minimal. Tetapi terkadang, tidak semua tempat pelayanan kesehatan sanggup untuk melakukan biopsi ginjal. Maka dari itu, selain biopsi ginjal, para klinisi juga dapat memantau respon pasien terhadap pengobatan untuk menentukan prognosis yang akan digunakan sebagai dasar langkah-langkah pengobatan selanjutnya.8 Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi prognosis pasien. Kelainan histopatologis berhubungan dengan respons sindrom nefrotik terhadap pengobatan steroid karena sebagian besar SN lesi minimal memberikan respons yang baik terhadap pengobatan steroid, maka SN lesi minimal sering disamakan dengan SN sensitif steroid, sedangkan sindrom nefrotik kelainan non-minimal disamakan dengan SNRS. Respons terhadap pengobatan steroid bisa menentukan prognosis fungsi ginjalnya. Penderita SNSS umumnya tidak

akan mengalami gangguan fungsi ginjal di kemudian hari, sebaliknya anak-anak SNRS dalam jangka panjang akan mengalami gangguan fungsi ginjal sampai gagal ginjal terminal.12,13 Secara umum tatalaksana SNRS terdiri dari, : 1,11 1.

Terapi suportif, seperti pemeriksaan kesehatan umum yang cermat, penyesuaian makanan, penanganan edema dan hiperlipidemia.

2.

Terapi

imunosupresi.

Beberapa

imunosupresi

yang

sudah

digunakan

seperti

metilprednisolon puls, siklofosfamid, siklosporin, MMF, tacrolimus dan rituximab, tetapi belum ditetapkan obat paling efektif dengan sedikit efek samping. 3.

Terapi non imunosupresi. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker (ARB) telah banyak digunakan sebagai terapi non imunosupresi untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan proteinuria melalui penurunan tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. Pada anak dengan SNRS dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB bersamaan dengan steroid atau imunosupresi lain. Jenis obat yang bisa digunakan golongan ACEI adalah kaptopril 0.3mg/kg diberikan tiga kali sehari, enalapril 0.5mg/kg/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0.1mg/kg dosis tunggal. Sedangkan golongan ARB adalah losartan 0.75mg/kg dosis tunggal.

Beberapa farmakoterapi yang digunakan pada SNRS :1 1.

Siklofosfamid (CPA) Pemberian CPA oral pada sindrom nefrotik resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi. Pada sindrom nefrotik resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena sindrom nefrotik yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. 1 (KTI)

2.

Siklosporin (CyA) Pada sindrom nefrotik resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.1 Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial

3.

Metilprednisolon puls Mendoza dkk. melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls selama 82 minggu ditambah prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgBB (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.(Tabel 1)

Tabel 1 . Protokol metilprednisolon dosis tinggi. 1 Minggu ke-

Metilprednisolon

Jumlah

Prednison oral

1 -2

30 mg/kgBB 3x seminggu

6

Tidak diberikan

3 – 10

30 mg/kgBB 1x seminggu

8

2 mg/kgBB dosis tunggal

11 – 18

30 mg/kgBB 2 minggu sekali

4

Dengan atau tanpa taper off

19 – 50

30 mg/kgBB 4 minggu sekali

8

Taper off perlahan

52 – 82

30 mg/kgBB 8 minggu sekali

4

Taper off perlahan

Minggu ke- Metilprednisolon Jumlah Prednison oral 1 – 2 30 mg/kgBB, 3 x seminggu 6 Tidak diberikan 3 – 10 30 mg/kgBB, 1 x seminggu 8 2 mg/kgBB, dosis tunggal 11 – 18 30 mg/kgBB, 2 minggu sekali 4 Dengan atau tanpa taper off 19 – 50 30 mg/kgBB, 4 minggu sekali 8 Taper off pelanpelan 51 – 82 30 mg/kgBB, 8 minggu sekali 4 Taper off pelanpelan 4.

Obat imunosupresif lain Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur yang masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di Indonesia.

5.

Pemberian obat lain untuk mengurangi proteinuria Pada penderita SNRS yang tetap menunjukkan resistensi terhadap obat-obat di atas, dapat diberikan angitensin converting enzyme (ACE) inhibitor untuk mengurangi proteinuria. Obat yang biasa digunakan adalah kaptopril 0,3 mg/kgBB, 3 kali sehari, atau enalapril 0,5 mg/kgBB/hari dibagi ke dalam 2 dosis. Suatu penelitian menunjukkan bahwa penggunaan enalapril dengan dosis 0,2 mg/kgBB/hari dan dinaikkan menjadi 0,5-0,6 mg/kgBB/hari dapat menurunkan proteinuria sebesar 4050%. Monitor terhadap kreatinin dan elektrolit serum harus dilakukan.22 Penelitian yang sama telah dilakukan oleh Delucchi A et al. pada tahun 2000 pada 13 anak dengan SNRS usia 1,8 – 12 tahun di Chile. Semua anak pada terapi inisial sudah mendapatkan prednisone oral 60mg/m2/hari selama 8 minggu disertai pemberian siklofosfamid 2mg/kgbb/hari selama 8 minggu dan bolus methylprednisolon 1g/m2 sebanyak 5 kali, namun tidak didapatkan remisi. Kemudian SNRS diterapi dengan enalapril 0,2mg/kg/hari (maksimal 30 mg/hari dan dinaikkan setiap bulan 0,1 mg/kg/hari sampai didapatkan reduksi proteinuria 50%.

Evaluasi pengobatan dilakukan setiap bulan pada fase awal pengobatan kemudian dilanjuntkan setiap tiga sampai empat bulan. Respon terapi dibagi menjadi remisi total atau remisi parsial. Remisi total adalah keadaan dimana proteinuria sudah negatif ( dengan menggunakan tes dipstik ) atau rasio protein dengan kreatinin urin sewaktu ( Up/Uc ) <0.2. Remisi parsial didefinisikan sebagai keadaan perbaikan dimana proteinuria +1 sampai +2 (atau rasio Up/Uc diantara 0,2 sampai 2), albumin serum >2.5 g/dL, dan tidak ada edema. Disebut keadaan tidak respon terapi jika proteinuria +3 sampai +4 (atau rasio Up/Uc diantara >2), albumin serum <2.5 g/dL, dan masih terdapat edema . Target utama terapi adalah pencapaian keadaan remisi total. Pencapaian remisi parsial sudah dianggap memuaskan. Sindrom nefrotik

resisten steroid merupakan indikasi dilakukannya biopsi ginjal. Selain itu dianjurkan juga untuk melakukannya sebelum pemberian siklosporin.8

Related Documents

Lk
November 2019 55
Lk
June 2020 40
Lk-bblr.docx
May 2020 31
Lk Ckd.docx
May 2020 28
Lk Ppok.docx.doc
November 2019 48
Lk Vk.docx
November 2019 48

More Documents from "DIAH AYU RATNASARI"

Lk Snrs.docx
December 2019 23
Perina.docx
December 2019 9
Doc1.docx
November 2019 14
Jurnal Reading Mbob.docx
December 2019 18