Lapsus Tabanan Kochil.docx

  • Uploaded by: Putu Arimarta Irianta Heros
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Tabanan Kochil.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,792
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi tanda-tanda persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). (POGI, 2016) KPD preterm maupun aterm dapat dibagi menjadi early PROM yaitu pecahnya selaput ketuban <12 jam dan prolonged PROM yaitu pecahnya selaput ketuban ≥12 jam. (Corton et al., 2014) Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. (POGI, 2016). PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya. (Yaze & Dewi, 2016) Penyebab KPD sendiri belum dapat diketahui secara pasti. Akan tetapi, penelitian telah menemukan kondisi-kondisi yang meningkatkan risiko KPD pada kehamilan. Beberapa kondisi tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor ibu, faktor janin, dan faktor ketuban. Faktor ibu meliputi kondisi infeksi, nutrisi, gangguan hormon, dan gangguan anatomi seperti inkompetensi serviks. Selain itu, terdapat faktor janin dan ketuban meliputi peregangan ketuban oleh karena kelainan letak, ukuran janin yang besar, kehamilan multipel, atau sebab-sebab lain. (Chandra & Sun, 2017) Idenfitikasi dan penanganan ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan dengan penyulit persalinan yang dapat berujung pada penyulit masa neonatus dan nifas pada bayi dan ibu. Komplikasi persalinan utama yang dapat terjadi adalah persalinan preterm yang dengan sendirinya meningkatkan risiko 1

infeksi atau masalah pernafasan pada masa neonatus. Komplikasi utama yang juga dapat menyerang ibu dan janin adalah infeksi akibat penyebaran askenden dari saluran lahir ibu. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan akibat KPD adalah prolaps tali pusat, gawat janin intrapartum,dan deformitas janin. (Soetomo, 2010) Beberapa penelitian menyebutkan morbiditas neonatal berkurang setelah usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu. Insiden distress pernafasan, lamanya perawatan bayi, dan hiperbilirubinemia berkurang secara signifikan pada bayi yang lahir setelah usia kehamilan 34 minggu. Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan. (ACOG, 2016) Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), menetapkan KPD sebagai kompetensi 3A dimana dokter umum harus mengenali dan dapat memberikan penatalaksanaan awal terhadap KPD, mengingat pentingnya penanganan KPD yang tepat untuk dapat mencegah mobiditas dan mortalistas persalinan, masa nifas dan neonates (KKI SKDI, 2016). Laporan kasus ini disusun agar didapatkan pemahaman lebih dalam mengenai teori dan kenyataan seputar kasus ini.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi tanda-tanda persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). (POGI, 2016) KPD preterm maupun aterm dapat dibagi menjadi early PROM yaitu pecahnya selaput ketuban <12 jam dan prolonged PROM yaitu pecahnya selaput ketuban ≥12 jam. (Corton et al., 2014) KPD dapat dikasifikasikan menjadi KPD sangat preterm, KPD preterm, dan KPD berdasarkan umur kehamilan saat terjadi KPD. KPD sangat preterm terjadi saat usia kehamilan 24 minggu hingga kurang dari 34 minggu. KPD preterm terjadi antara usia kehamilan 34 hingga kurang dari 37 minggu, sedangkan KPD terjadi sejak usia kehamilan 37 minggu. (POGI, 2016)

2.2 Epidemiologi Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Sekitar 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. Sementara itu, 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 3% dari seluruh kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya dengan risiko 21-32%. (ACOG, 2016) KPD juga berkaitan dengan peningkatan risiko morbiditas pada ibu serta janin. Risiko infeksi pada KPD meningkat baik pada ibu maupun bayi. (PPK Sanglah, 2015) Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD 3

prolonged, 10-36% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini setelah 24 jam. (Chandra & Sun, 2017). Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus atau neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat. (POGI, 2016)

2.3 Patofisiologi Pada kehamilan awal, cairan ketuban sebagaian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan ketuban didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan ketuban. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Cairan ketuban merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan, mengantung banyak sel janin (lanugo, verniks kaseosa) dan berfungsi dalam menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan sing. (Soetomo, 2010) Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban. (Morris et al., 2016) Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh Matriks Metalo Proteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga 4

memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase

atau

tissue

inhibitor

metalloproteinase

(TIMP).

TIMP-1

menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1. Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah. (Morris et al., 2016) Walau begitu, banyak teori berusaha menjelaskan proses pergeseran konsentrasi MMP dan TIMP sebelum in partu. Teori-teori ini mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).

Sintesis maupun degradasi jaringan

kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. (Middleton et al., 2017)

2.4 Faktor Risiko Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. (Gahwagi et al., 2015) a) Infeksi 5

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan prekursor prostaglandin sementara respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan mengganggu sintesis kolagen. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih dari 37,8°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau. Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion karena rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya. b) Inkompetensi serviks Inkompetensi serviks atau serviks yang selalu terbuka oleh karena terdapat kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan atau kuretase atau tindakan obstetri lainnya) akan menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. c) Gangguan Nutrisi 6

Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Kondisi sosio-ekonomi yang rendah berkaitan dengan status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah. d) Hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Protein hormon relaxin juga berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat dimana hormon ini diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat dijelaskan sepenuhnya. e) Peregangan Selaput Ketuban Adanya peningkatan tekanan intrauterin seperti pada kehamilan kembar dan polihidramnion dapat menyebabkan peregangan selaput amnion sehingga menurunkan perfusi pada membran amnion dan mempermudah terjadinya KPD. Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan 7

proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban. f) Faktor Selaput Ketuban Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. 72 % penderita dengan sindroma EhlersDanlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm. g) Faktor-Faktor Lain:

1)

Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. konsistensi serviks pada persalinan sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis dengan proses pembukaan serviks pada multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap

2)

Ibu yang hamil pada umur >35 tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.

3)

Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang 8

mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya 4)

Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Hal ini terjadi karena kandungan tar dalam asap rokok yang akan merusak komponen molekul utama dari sel tubuh dan dapat mengganggu integritas sel, berkurangnya elastisitas membran, termasuk selaput ketuban rentan mengalami ruptur.

5)

Kelainan letak (sungsang) dimana tidak ada bagian terendah yang menutupi Pintu Atas Panggul (PAP) sehingga tidak ada yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.

2.5 Diagnosis Penilaian awal dari ibu hamil dengan keluhan KPD aterm meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Penegakkan diagnosis KPD dapat dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi: (Soetomo, 2010) 1. Anamnesis Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya dan faktor resikonya. Pemeriksa juga harus menggali tanda-tanda in partu yang menyertai atau mendahului keluarnya air ketuban. Tanda-tanda inpartu yang perlu ditekankan adalah nyeri perut hilang timbul atau keluar lendir bercampur darah. Tanda-tanda in partu yang menyertai atau mendahului pecahnya ketuban berarti tereliminasinya KPD sebagai diagnosis diferensial.

9

2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, dilakukan inspeksi apakah keluar cairan pervaginam atau tidak. Pada pemeriksaan dalam, dilakukan penilaian adanya cairan dalam vagina serta apakah selaput ketuban sudah pecah. Namun, pemeriksaan dalam pada vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan resiko infeksi neonatus. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm berdasarkan inspeksi. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya 7,1-7,3 sedangkan sekret vagina 4,5-6), cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis. 3. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dapat digunakan untuk melengkapi diagnosis guna menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), maka kecurigaan akan pecahnya ketuban sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak dapat menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat juga digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin. 4. Pemeriksaan Laboratorium Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang digunakan adalah adanya leukositosis maternal (WBC yang lebih dari 16.000/uL), adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban dan gas-liquid chromatography, serta amniosentesis untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob). Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD 10

aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.

2.6 Penatalaksanaan Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan di bawah 37 minggu. Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, kemudian melanjutkan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Pada pasien dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan preterm dan kehamilan aterm. Menurut protap Rumah Sakit Sanglah penatalaksanaan KPD adalah sebagai berikut: (PPK Sanglah, 2015) 2.6.1 KPD dengan kehamilan aterm (>35 minggu) 1.

Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari.

2.

Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis dilakukan seksio sesarea.

3.

Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat >37,6C segera dilakukanterminasi.

4.

Bila admission test dan temperatur rektal <37,6C, dilakukan observasi tanda inpartu selama 12 jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan induksi persalinan.

5.

Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam kehamilan, leukosit >12.000, CRP >10 mg/L, dan pelvik skor <5 dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan.

6.

Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS): a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. b. Bila kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol 25 mcg pervaginam setiap 6 jam maksimal 2 kali pemberian. Bila PS 11

baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir

2.6.2 KPD dengan kehamilan preterm (<35 minggu) 1.

Perawatan di Rumah Sakit.

2.

Hindari pemeriksaan serviks secara digital, hanya boleh dilakukan inspekulo dengan spekulum steril.

3.

Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi janin, adanya solusio plasenta, perkiraan berat janin, dan jumlah air ketuban.

4.

Diberikan antibiotik: Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari.

5.

Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid: deksametason 12 mg / 24 jam selama 2 hari.

6.

Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti temperatur rektal >37,6C, hipertensi dalam kehamilan, leukosit >12.000, CRP >10 mg/L dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan. a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol 25 mcg pervaginam setiap 6 jam maksimal 2 kali pemberian. Bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir.

7.

Observasi di kamar bersalin a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri. b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan terjadi peningkatan >37,6C segera lakukan terminasi.

8.

Di ruang obstetri a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam. b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan laju endap darah (LED).

9.

Tata cara perawatan konservatif 12

a. Dilakukan sampai janin viable b. Selama

perawatan

konservatif,

tidak

dianjurkan

melakukan

pemeriksaan dalam. c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan. d. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan sara sebagai berikut:  Tidak boleh koitus  Tidak boleh melakukan manipulasi vagina  Segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi.

2.7 Komplikasi KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya: (Endale et al., 2016) 1. Terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan sehingga akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain: - Infeksi intrauterin - Tali pusat menumbung - Kelahiran prematur - Amniotic Band Syndrome 13

2. Terhadap ibu Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat, dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.

14

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS Nama

: WIN

No CM

: 626161

Umur

: 23 tahun

Agama

: Hindu

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Br. Batuh Singakerja, Ubud

MRS

: 24 Juni 2018

3.2 ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Keluar air pervaginam sejak 17.00 (24.06.18) 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keadaan sadar ke ruang VK RSUD Gianyar pada tanggal 24 Juni 2018 pada pukul 18.00 dengan keluhan keluar air pervaginam sejak pukul 17.00.00 WITA (20.06.18). Keluar air bening merembes hingga membasahi pakaian, berbau amis dan tidak bisa ditahan. Nyeri perut hilang timbul dan keluar lendir disangkal. Gerak anak dikatakan (+) baik. 3. Riwayat Penyakit Terdahulu Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, penyakit paru dan penyakit ginjal. Pasien memiliki riwayat alergi obat paracetamol. Alergi makanan disangkal. 4. Riwayat Menstruasi Pasien mengalami haid pertama pada usia 13 tahun dengan siklus setiap bulannya teratur setiap 28 hari. Lamanya haid dalam 1 periode adalah 5 hari dengan frekuensi mengganti pembalut 3 kali perhari (±50 ml). Dengan keluhan nyeri saat 15

haid. Hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien 28 September 2017, untuk taksiran persalinan pasien yaitu pada tanggal 30 Juni 2018 (USG). 5.

Riwayat Obstetri Hamil ini merupakan kehamilan pertama bagi pasien.

Ha

Umur

Berat

Sex/

Cara

mil

Keha

Badan

Umur

Persali

Ke:

milan

Lahir

1.

6.

L

P

nan

Abortus Penolong

Tempat

Persalinan

persalinan

Lahir Hidup/

Ya

Tdk

Mati

Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun.

7.

Riwayat Ante Natal Care Pasien biasanya kontrol kehamilan ke bidan dan praktek dokter spesialis kandungan sebanyak lebih dari tiga kali. Pasien mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1 x.

8.

Riwayat Pernikahan Pasien menikah 1 kali pada usia 22 tahun dengan lama pernikahan dengan suami kurang lebih 6 bulan.

9.

Riwayat Sosial dan Keluarga Penyakit kronis pada keluarga seperti hipertensi, diabetes melitus, asma, dan penyakit jantung disangkal. Pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi minuman beralkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik 1. Status Present Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: Tekanan darah 110/80 mmHg 16

Nadi 80x / menit Napas 20x / menit Suhu Axilla 36,6 oC Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan

: 158 cm

IMT

: 27, 2 kg/m2

2. Status General Mata

: Anemis -/-, ikterus -/-

THT

: Kesan tenang

Thoraks Jantung

: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru

: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Ekstremitas :

Hangat

Edema

+

+

-

-

+

+

-

-

3. Status Obstetri Mammae Inspeksi

: Hiperpigmentasi aerola mammae simetris

Abdomen Inspeksi

: Perut membesar ke depan, striae gravidarum (+), luka sayatan (-).

Palpasi

:



Pemeriksaan Leopold I. Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong). TFU : 3 jari di bawah prosessus xyphoideus (32 cm) II. Teraba tahanan keras dan memanjang di kanan (kesan punggung) dan teraba bagian-bagian kecil di kiri. III. Teraba bagian bulat, keras dan terfiksir (kesan kepala). IV. Bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul.



His (-) 17



Penurunan 4/5

Auskultasi

: Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan bawah umbilikus dengan frekuensi 140 x/menit

Vagina Inspeksi

: Keluar cairan pervaginam (+)

Inspekulo

: Flx(-), fl (-), cairan jernih keluar dari ostium uteri eksternum. Tes lakmus (+).

VT

: Pembukaan 1 cm, eff 25%, ketuban (-), lunak anterior, teraba kepala denominator belum jelas, penurunan H I, tidak teraba bagian kecil/tali pusat, PS >5.

3.4 Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap Parameter

Hasil

Rujukan

Satuan

WBC

17,8

4-10

103/μL

HGB

11,7

11,0-16,0

g/dL

HCT

35,7

37-48

%

MCV

87,4

80-100

fL

MCH

28,6

27-34

g/dL

MCHC

32,7

32-36

g/dL

PLT

179

150-450

103/μL

BT

2’ 00’’

1-6

Menit

CT

8’ 00’’

10-15

Menit

3.5 Diagnosis G1P0000 UK 39 minggu 1 hari T/H + KPD, TBJ 3255 gram, PS >5.

3.6 Penatalaksanaan Terapi -

MRS 18

-

Ekspetatif Pervaginam

-

Observasi 12 jam  tidak ada tanda-tanda inpartu  drip oxytocin sesuai protap

Monitoring Keluhan, vital sign, his, djj KIE Menjelaskan kepada pasien mengenai kondisi pasien

3.7 Perkembangan Persalinan Pasien Pk 22.00 WITA (24/06/2018) S

: Nyeri perut hilang timbul, gerak anak (+) Baik

O

: KU: Baik, Kesadaran: Compos mentis St. Present TD 110/70 mmHg, N 70x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36,5oC St. General Mata

: anemi -/-, ikterus -/-

Thorax

: cor/pulmo dbn

Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) St. Obstetrik Abdomen

: His: 2-3x/10 menit 20-30” DJJ: 144x/menit

Vagina: VT: Pembukaan 2 cm, eff 25%, ketuban (-), teraba kepala sutura sagitalis melintang, penurunan H I, tidak teraba tali pusat/bagian kecil A

: G1P0000 UK 39 minggu 1 hari, T/H, PK I (keluar air)

P

: Observasi kemajuan persalinan

Pk 02.30 WITA (25/06/2018) Evaluasi kemajuan persalinan S

: nyeri perut hilang timbul (+), gerak anak (+) Baik

O

: KU baik, Kesadaran: Compos mentis St. Present 19

TD 120/80 mmHg, N 82x/mnt, RR 20x/mnt, Suhu 36,3oC St. General Mata

: anemi -/-, ikterus -/-

Thorax

: cor/pulmo dbn

Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) St. Obstetrik Abdomen

: His: 2-4x/10 menit ~ 35-40” DJJ 148x/menit

Vagina: VT: Pembukaan 4 cm, eff 50%, ketuban (-), teraba kepala sutura sagitalis melintang, penurunan H II, tidak teraba tali pusat/bagian kecil A : G1P0000 UK 39 minggu 2 hari, T/H + PK I (keluar air), TBJ 3255 gram, P : Observasi Kemsjuan persalinan Kelola sesuai partograf who

Pk 06.45 WITA (25/6/2018) Ibu ingin mengedan S

: sakit perut hilang timbul (+)

O

: KU baik St. Present TD 110/70 mmHg, N 82x/mnt, RR 20x/mnt, Suhu 36,5oC St. General Dalam batas normal St. Obstetrik Abdomen

: His : 4-5x/10’~40-45” DJJ: 144x/menit

Vagina: VT:

Pembukaan lengkap, ketuban (-), teraba kepala UUK depan,

penurunan H III+, tidak teraba tali pusat/bagian kecil A

: G1P0000 UK 39 minggu 2 hari, T/H + PK I (keluar air), TBJ 3255 gram

P

: Pimpin Persalinan 20

Pk 06.55 WITA (25/06/2018) Lahir bayi laki-laki dengan berat badan 3300 gr, panjang badan 49 cm, A-S 7-8, kelainan kongenital (-) S

: nyeri jalan lahir (+)

O

: KU: Baik, Kesadaran: Compos mentis St. Present TD 110/70 mmHg, N 80x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36oC St. General Mata

: anemia -/-, ikterus -/-

Thorax : cor S1S2 tunggal reguler murmur(-) Pulmo ves+/+, rh-/-, wh-/Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) St. Obstetrik Abdomen : TFU setinggi pusat Kontraksi uterus (+) baik Vagina: VT: tampak tali pusat terkendali Tampak semburan darah segar A

: P1001, PK III

P

: MAK III: - injeksi oksitosin 10 iu im - penegangan tali pusat terkendali - masase fundus uteri

Pk 07.00 WITA (25/06/2018) Lahir plasenta kesan lengkap, hematome (-), kalsifikasi (-) S

: nyeri jalan lahir (+)

O

: KU baik, Kesadaran: Compos mentis St. Present TD 110/70 mmHg, N 80x/mnt, RR18x/mnt, Suhu 36oC St. General Mata

: anemia -/-, ikterus -/-

Thorax : cor S1S2 tunggal reguler murmur(-) 21

Pulmo ves+/+, rh-/-, wh-/Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) St. Obstetrik Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat Kontraksi uterus (+) baik Vagina: VT: perdarahan aktif (+) Luka episiotomihecting A : P1001, pspt B PK IV P : Observasi 2 jam post partum Pk 09.00 WITA (25/6/2018) Observasi 2 jam post partum S

: nyeri jalan lahir (+) minimal

O

: KU baik St. Present TD 110/70 mmHg, N 80x/mnt, RR18x/mnt, Suhu 36oC St. General Mata

: anemia -/-, ikterus -/-

Thorax : cor S1S2 tunggal reguler murmur(-) Pulmo ves+/+, rh-/-, wh-/Ekstremitas : Hangat (+), edema (-) St. Obstetrik Abdomen

:TFU 2 jari bawah pusat Kontraksi uterus (+) baik

Vagina: VT: perdarahan (-) Lochia (+) A

: P1001, pspt B, post partum hari ke-0

P

: Perawatan nifas Amoxicillin 500mg tiap 8 jam io Paracetamol 500mg tiap 8 jam io SF 300mg tiap 12 jam io 22

3.8 Perkembangan Perawatan Ruang Nifas Pk 07.00 WITA (26/6/2018) S

: nyeri jalan lahir (+), mobilisasi (+), BAK(+)

O

: KU baik St. Present TD 100/70 mmHg, N 80x/mnt, RR20x/mnt, Suhu 36oC St. General Mata

: anemia -/-, ikterus -/-

Thorax : cor S1S2 tunggal reguler murmur(-) Pulmo ves+/+, rh-/-, wh-/Ekstremitas : Hangat (+), edema (-)

St. Obstetrik Abdomen

: TFU 2 jari bawah pusat Kontraksi uterus (+) baik

Vagina: VT: perdarahan aktif (-) Lochia (+) A

: P1001, pspt B, post partum hari ke-1

P

: Amoxicillin 500mg tiap 8 jam io Paracetamol 500mg tiap 8 jam io SF 300mg tiap 12 jam io BPL, 2/7/18

23

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien inisial AP, 26 tahun datang ke ruang bersalin kebidanan BRSUD Tabanan pada tanggal 21 Juni 2018 pukul 05.30 WITA. Pasien mengeluh keluar air merembes dan tidak bisa ditahan sejak pukul 23.00 WITA (20 Juni 2018), nyeri perut hulang timbul (-), keluar lender bercampur darah dan gerak bayi dirasakan baik. Diagnosis dari KPD paling baik ditentukan dari hasil anamnesis pasien diikuti dengan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis di dapatkan keluar air pervaginam tanpa disertai tanda inpartu sejak 10 jam 30 menit. Didapatkan umur kehamilan 40 minggu 0 hari dari tafsiran persalinan berdasarkan USG. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dan general dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen ditemukan kesan bokong diatas, punggung di kanan, anggota gerak dikiri, kesan kepala di bawah dan sudah masuk ruang panggul. Pada inspekulo, bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI). Pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan 1 cm, eff 25%, ketuban (-), lunak anterior, teraba kepala denominator belum jelas, penurunan H I, tidak teraba bagian kecil/tali pusat, PS >5. Tes dengan kertas lakmus menunjukan reaksi basa (perubahan warna lakmus menjadi biru). Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan keluhan ketuban pecah dini, serta ditemukan pelvic skore >5 dan tidak ditemukan tanda-tanda inpartu sehingga pasien di induksi dengan drip oxytocin 5 IU. Pada pukul 20.00 di dapatkan tanda-tanda inpartu dengan bukaan lengkap ketuban (-), teraba kepala, penurunan H II+, tidak teraba bagian kecil/tali pusat sehingga persalinan dipimpin. Pada pukul 21.30 didapatkan fetal bradikardi, caput (+) dan tidak terjadi kemajuan penurunan kepala (PK II lama) sehingga dilakukan tindakan section sesaria. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan tanpa disertai tanda-tanda persalinan. KPD dibagi menjadi KPD aterm dan preterm sesuai dengan usia gestasi. Sementara, berdasarkan durasi pecahnya ketuban dibagi menjadi early dan prolonged. Kedua klasifikasi ini penting diketahui untuk penatalaksanaan lebih lanjut. 24

Patofisiologi terjadinya KPD dijelaskan lewat adanya aktivitas kolagenolitik yang dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP). Faktor risiko yang dikatakan berhubungan dengan terjadinya KPD adalah infeksi, malpresentasi janin, distensi uterus (kehamilan multiple, polihidramnion), inkompetensi serviks atau serviks pendek, memiliki riwayat persalinan premature, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, prosedur medis, trauma pada abdomen, perdarahan pervaginam pada trimester kedua dan ketiga, merokok dan menggunakan obat-obatan terlarang. Pada kasus ini, untuk faktor risiko tidak infeksi ditemukan dari keluhan, dan pada pemeriksaan fisik tidak ada tanda-tanda inflamasi, namun pada pemeriksaan penunjang didapatkan WBC meningkat yang mengarah kecurigaan infeksi. Masalah gangguan nutrisi juga tidak ditemukan, yang mana dibuktikan dengan kenaikan berat badan pada pasien cukup serta tidak ada keluhan mual dan muntah berlebih saat kehamilan. Masalah hormonal masih belum bisa dieksklusi karena tidak diketahui kadar pasti hormon dalam tubuh pasien. Namun, dari anamnesa tidak ada riwayat gangguan menstruasi maupun penyakit kandungan lainnya. Masalah inkompetensi serviks tidak ditemukan, kelainan letak juga tidak didapatkan dari hasil anamnesis berupa posisi gerakan aktif bayi, pemeriksaan Leopold, maupun pemeriksaan penunjang seperti USG. Faktor risiko dari kehamilan sebelumnya juga tidak ada karena pasien baru pertama kali hamil. Riwayat trauma pada abdomen tidak ada. Dapat disimpulkan bahwa pada pasien in ditemukan faktor risiko yaitu infeksi yang menyebabkan terjadinya KPD. Penatalaksaan pasien dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm menurut protap salah satunya adalah pemeriksaan admission test dan bila hasilnya patologis maka dilakukan seksio sesarea. Admission test merupakan tes skrining yang dilakukan saat awal pesalinan untuk mendeteksi gawat janin dan memilih ibu yang membutuhkan pemantauan janin berkelanjutan selama persalinan. Tes ini meliputi kardiotokografi (KTG) selama 20-30 menit. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan KTG. Penatalaksanaan KPD aterm prinsipnya adalah pemberian antibiotik, pencegahan komplikasi, observasi selama 12 jam untuk memutuskan dimulainya 25

induksi dan dilakukan terminasi sesuai indikasi. Pada pasien ini telah diberikan antibiotik broad spectrum berupa amoxicillin, observasi temperatur dan tanda-tanda infeksi untuk mencegah terjadinya korioamnionitis. Selama observasi 12 jam, pasien tidak mengalami kemajuan persalinan sehingga dilakukan induksi dengan drip oksitosin. Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. Pada kasus pasien ini ditemukan adanya komplikasi pada maternal. Hal ini didukung oleh hasil laboratorium dengan peningkatan White Blood Cell (WBC). Selain itu komplikasi yang terjadi adalah persalinan kala II yang lama sehingga diputuskan untuk terminasi kehamilan dengan tindakan sectio sesaria. Setelah di ruang nifas, ibu diberi KIE antara lain mobilisasi dini, ASI eksklusif, vulva higiene dan tanda-tanda infeksi.

26

BAB V SIMPULAN Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi tanda-tanda persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). Patofisiologi terjadinya KPD dijelaskan lewat adanya aktivitas kolagenolitik yang dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP). Faktor risiko yang dikatakan berhubungan dengan terjadinya KPD adalah infeksi, malpresentasi janin, distensi uterus (kehamilan multiple, polihidramnion), inkompetensi serviks atau serviks pendek, memiliki riwayat persalinan premature, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, prosedur medis, trauma pada abdomen, perdarahan pervaginam pada trimester kedua dan ketiga, merokok dan menggunakan obat-obatan terlarang. Dilaporkan suatu kasus pada perempuan berusia 26 tahun dengan G1P0000 UK 40 minggu 1 hari, T/H + KPD. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini, faktor risikonya terjadinya KPD adalah infeksi. Penanganan pasien ini sudah sesuai protap penangan KPD. Prognosis pasien ini cenderung baik karena keadaan pasien stabil sebelum dan setelah persalinan.

27

DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists. 2016. Practice Bulletin No. 172: Premature Rupture of Membranes. Obstetrics and Gynecology. Oct; 128(4):e165.

Chandra I and Sun L. 2017. Third trimester preterm and term premature rupture of membranes: Is there any difference in maternal characteristics and pregnancy outcomes?. Journal of the Chinese Medical Association. Oct 1;80(10):657-61.

Corton, M.M., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Spong, C.Y. and Dashe, J.S., 2014. Williams obstetrics 24/E. E (EBOOK): McGraw Hill Professional.

Gahwagi, M.M., Busarira, M.O. and Atia, M., 2015. Premature Rupture of Membranes Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 5(09), p.494.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. 2006.

Morris, J.M., Roberts, C.L., Bowen, J.R., Patterson, J.A., Bond, D.M., Algert, C.S., Thornton, J.G., Crowther, C.A. and PPROMT Collaboration, 2016. Immediate delivery compared with expectant management after preterm pre-labour rupture of the membranes close to term (PPROMT trial): a randomised controlled trial. The Lancet, 387(10017), pp.444452. 28

Middleton, P., Shepherd, E., Flenady, V., McBain, R.D. and Crowther, C.A., 2017. Planned early birth versus expectant management (waiting) for prelabour rupture of membranes at term (37 weeks or more). The Cochrane Library.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI.

PPK Sanglah, Ketuban Pecah Dini. Dalam: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Denpasar: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. 2015. hlm.8-10.

Soewarto Soetomo. 2010 Ketuban Pecah Dini. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010.

Yaze IU, Dewi R. 2016. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada Perempuan Hamil Usia 37 Tahun. J Medula Unila. Volume 4. Nomor 4. P: 76-80

29

Related Documents

Lapsus Tabanan Kochil.docx
November 2019 35
Lapsus Depresi.docx
December 2019 38
Lapsus Snhl.docx
November 2019 33
Lapsus Paraparese.docx
November 2019 41
Lapsus Tulunagung.doc
December 2019 42
Lapsus Neneng.docx
November 2019 43

More Documents from "neneng syahadah"

Lapsus Disentri Heros.docx
November 2019 15
Lapsus Heros
October 2019 17
Lapsus Svcs Bab 1-2.docx
December 2019 10
Daftar Pustaka.docx
November 2019 18
Lapsus Tabanan Kochil.docx
November 2019 35