Lapsus Riven Fixo Anemia.docx

  • Uploaded by: Ocha Hubung
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Riven Fixo Anemia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,083
  • Pages: 25
SMF / Bagian Ilmu Kesehatan Anak

LAPORAN KASUS

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Maret 2019

Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

ANEMIA

Oleh : Rivent Octavian Bona Artha Nababan, S. Ked (1408010056)

Pembimbing : dr. Hendrik Tokan, Sp.A dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2019

1

LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan Kasus ini dengan judul: Anemia atas nama Rivent Octavian Bona Artha Nababan, S.Ked NIM: 1408010056 pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang pada tanggal Maret 2019

Kupang, Maret 2019 Mengetahui Pembimbing,

1. dr. Hendrik Tokan, Sp. A

.....................................

2. dr. Irene K.L.A Davidz, Sp.A, M.Kes

.....................................

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul Hiperbilirubinemia di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. dr.W.Z.Johannes-Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Penulisan Laporan Kasus ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. dr. Regina M. Manubulu, Sp.A, M.Kes selaku Ketua SMF Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes sekaligus pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun Laporan Kasus ini. 2. dr. Hendrik Tokan, Sp. A selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun Laporan Kasus ini. 3. dr. Irene K.L.A Davidz, Sp.A, M.Kes selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun Laporan Kasus ini. 4. Segenap Staf Medis Fungsional (SMF)Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes-Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. 5. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun Laporan Kasus ini. Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Kasus ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga Laporan Kasus ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Kupang, Maret 2019

Penulis

3

LAPORAN KASUS ANEMIA PADA ANAK Rivent Octavian Bona Artha Nababan, S. Ked Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

I. PENDAHULUAN Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik.(1) Diperkirakan lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Sekitar 32,8 % siswa Sekolah Dasar (SD) di Jakarta masih menderita anemia pada tahun 2003. Meski menurun dibandingkan tahun 2008, yang mencapai angka 49,5 %, ada kecenderungan penderita anemia kambuh lagi jika tidak ada bimbingan dan penyuluhan soal gizi kepada masyarakat.(1) Secara fungsional anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke perifer. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah hemoglobin dan hematokrit.(1) Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari, anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas. (1) Berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi Standar Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat

4

menegakkan diagnosis anemia (defisiensi besi, megaloblastik, aplastik, hemolitik) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. (1)

II. LAPORAN KASUS 1. Identitas Pasien Nama

: An. PT

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 1 tahun 10 bulan

TTL

: Kupang, 21 April 2017

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Bakunase

No. MR

: 509091

Tanggal MRS IGD

: 5 Maret 2019 ( pukul12.45 WITA)

2. Riwayat Perjalanan Penyakit Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis (ibu kandung pasien) pada tanggal 7 Maret 2019. a. Keluhan Utama : b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan dari puskesmas Bakunase dengan dehidrasi ringan-sedang + Gastroenteritis akut + Observasi vomitus. Pasien dengan keluhan muntah setiap kali makan > 5 kali berisi susu sejak 1 hari SMRS. Menurut orangtuanya pasien juga mencret> 5 kali berwarna kuning, ampas (+), lendir (-), darah (-). Pasien demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk pilek (+), mimisan(-), gusi berdarah (-) c. Riwayat Penyakit Dahulu : d. Riwayat Pengobatan Di Puskesmas Bakunase pasien mendapatkan obat paracetamol 100 mg, oralit ±100 cc, zinc 10 mg, IVFD RL 11 tpm

5

e. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang menyertai kehamilan. Pasien merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Pasien lahir spontan pervaginam,cukup bulan, di Puskesmas Bakunaseditolong bidan dengan BBL lebih dari 2200 gram, langsung menangis dan dirawat gabung dengan ibu. g. Riwayat Imunisasi Imunisasi dasar pasien lengkap pasien telah mendapat imunisasi HbO, BCG, Polio 4x, DPT-HB-Hib 3x dan Campak 1x. h. Riwayat ASI dan Nutrisi Pasien diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. ASI diberikan sampai saat ini dengan tambahan bubur saring sejak usia 8 bulan. Pasien tidak diberikan susu formula. i. Riwayat Tumbuh Kembang Menurut ibu pasien, tumbuh kembang pasien sama seperti kakaknya. Saat

ini

pasien dalam

perkembangan

yang normal,

tidak ada

keterbelakangan mental. Pasien mulai bisa mengucapkan kata mama/papa saat usia 10 bulan, mulai bisa berdiri saat usia 1 tahun, dan mulai berjalan saat usia 1 tahun 5 bulan.

3. Pemeriksaan Fisik (7 Maret 2019) Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis (E4V5M6)

Berat Badan

: 7.3kg

Tinggi Badan

: 80 cm

Tanda-tanda vital Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

:120 kali/menit, reguler, kuat angkat

6

Pernapasan

: 30 kali/menit

Suhu

:37,8oC

SpO2

: 97%

Kepala

: Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok, warna rambut hitam, wajah simetris

Kulit

: Pucat (-), kuning (-), kebiruan (-), turgor kulit kembali cepat

Mata

:Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-)

Pupil

: Isokor 3 mm/3 mm (+/+), reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tak langsung (+/+)

Telinga

: Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), otorea (-/-)

Hidung

:Rhinore (+/+), deformitas (-), deviasi septum (-), perdarahan (-/-)

Mulut

: Sianosis (-), bibir tampak pucat (-), perdarahan gusi (-), plak putih (-), mukosa mulut tampak lembab, lidah bersih

Leher

:Pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid(-)

Toraks (bentuk)

: Bentuk toraks normal, tidak tampak bekas luka (scar)

Pulmo Inspeksi

: Pengembangan dada simetris kiri dan kanan,tidak tampak penggunaan otot bantu napas, massa (-)

Palpasi

:Taktil fremitus simetris dekstra = sinistra, tidak teraba massa, tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi

:Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler

Ronkhi

Wheezing

7

Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V linea midclavicular sinistra Perkusi : batas jantung normal batas jantung atas

: ICS 2 linea parasternal dekstra

batas jantung bawah : ICS 5 linea midclavicularis sinistra batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal dekstra batas jantung kiri

: ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop (-) Abdomen: Inspeksi

: Simetris, perut tampak datar, tidak tampak scar ataupun massa

Auskultasi : Bising usus (+), kesan normal Palpasi

: Nyeri tekan epigastrium (-),hepar tidak teraba dibawah arcus costa

Perkusi

: Timpani (+)

Genitalia

: Tidak dievaluasi

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema :

4. Pemeriksaan Penunjang PEMERIKSAAN

NILAI RUJUKAN

Hemoglobin

HASIL HEMATOLOGI (5/3/2019) Darah Rutin 5,7 (L)

Jumlah Eritrosit

3.90

3.60-5.20 106/uL

10.8-12.8 g/dL

8

Hematokrit MCV MCH MCHC RDW-CV Jumlah Leukosit Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit Jumlah Eosinofil Jumlah Basofil Jumlah Neutrofil Jumlah Limfosit Jumlah Monosit Jumlah Trombosit PDW MPV PCT Glukosa sewaktu Natrium darah Kalium darah Klorida darah Calcium Ion Total Calcium

PEMERIKSAAN

Hemoglobin Jumlah Eritrosit Hematokrit MCV MCH MCHC RDW-CV

20.2 (L) MCV, MCH, MCHC 51.9 (L) 14.5 (L) 28.0 14.6 5.85 (L) Hitung jenis 0.1 (L) 1.0 63.0 (H) 31.9 4.0 0.01 0.06 3.69 1.87 0.24 176 (L) 19.0 (H) 5.6 (L) 0.10 (L) Kimia darah (5/3/19) 84 Elektrolit (5/3/2019) 130 (L) 3.4 (L) 96 1.150 2.7

35.0-43.0 % 73-101 fL 23-31 Pg 26-34 g/L 11-16 % 6-17 103/uL 1.0-5.0 % 0-1 % 25-26 % 25-50 % 1.0-6.0 % 0.00-0.40 103/uL 0.00-0.10 103/uL 1.50-7.00 103/uL 1.00-3.70 103/uL 0.00-0.70 103/uL 217-497 103/uL 9.0-17.0/fL 9.0-13.0 fL 0.17-0.35 70-150 mg/dL 132-147 mmol/L 3.5-4.5 mmol/L 96-111 mmol/L 1.120-1.320 mmol/L 2.25-2.75 mmol/L

HASIL HEMATOLOGI (10/3/2019) Darah Rutin 13,3 (H)

NILAI RUJUKAN

6,71 (H) 43,6 (H) MCV, MCH, MCHC 65,0 (L) 19,8 (L) 30,5 26,9 (H)

3.60-5.20 106/uL 35.0-43.0 %

10.8-12.8 g/dL

73-101 fL 23-31 Pg 26-34 g/L 11-16 %

9

Jumlah Leukosit

7,06 Hitung jenis 5,4 (H) 0,5 29,8 58,7 (H) 5,6 0.38 0.03 2.10 4,15 (H) 0.39 301 19.2 (H) 6.1 (L) 0.18

Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit Jumlah Eosinofil Jumlah Basofil Jumlah Neutrofil Jumlah Limfosit Jumlah Monosit Jumlah Trombosit PDW MPV PCT

6-17 103/uL 1.0-5.0 % 0-1 % 25-26 % 25-50 % 1.0-6.0 % 0.00-0.40 103/uL 0.00-0.10 103/uL 1.50-7.00 103/uL 1.00-3.70 103/uL 0.00-0.70 103/uL 217-497 103/uL 9.0-17.0/fL 9.0-13.0 fL 0.17-0.35

5. Resume Seorang anak perempuan berumur 1 tahun 10 bulan merupakan pasien rujukan dari puskesmas Bakunase dengan dehidrasi ringan-sedang + Gastroenteritis akut + Observasi vomitus. Pasien demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut orangtuanya pasien juga mencret > 5 kali berwarna kuning, ampas (+), lendir (-), darah (-). Pasien muntah setiap kali makan > 5 kali berisi susu sejak 1 hari SMRS. Batuk pilek (+), mimisan(-), gusi berdarah (-). Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum : tampak sakit sedang, Kesadaran : compos mentis, TD : 90/60 mmHg, N : 120x/menit, RR : 30 x/menit, T : 37,8 0 C, SpO2 : 97% 6. Diagnosa Kerja

: Gastroenteritisakut dengan dehidrasi ringan sedang +

febris H3 + Anemia Mikrositik Hipokrom

7. Terapi: -IVFD RL 700cc/24 jam -Zink 1x20 po

10

-Oralit 70cc tiap BAB cair/muntah -Donperidon syr 2x½cth kalau mual -Paracetamol drops 4x 0,8cc kalau demam -Cek apusan darah tepi

11

Follow Up Hari/tanggal S

O

8/3/19 Keluhan hari ini, pasien masih batuk, demam sejak tadi malam, mual dan muntah sudah tidak ada sejak tadi malam, nafsu makan sudah mulai membaik, orang tua pasien mengeluhkan mata yang sembab dan bibir yang bengkak. BAB dan BAK baik. KU : Pasien tampak sakit sedang HR : 150x/menit RR : 50x/menit S : 38,2◦C

9/3/19 Keluhan hari ini, pasien masih batuk, berdahak namun sulit dikeluarkan, masih demam namun tidak sepanas kemarin, pasien sulit makan dan minum, mata masih sembab dan bibir bengkak, mencret (-), mual/muntah (-). BAB dan BAK baik.

10/3/19 Keluhan hari ini, batuk berkurang, masih demam sudah tidak ada, pasien masih sulit makan dan minum, mual dan muntah (-) mata masih sembab dan bibir bengkak. BAB dan BAK baik.

KU : Pasien tampak sakit sedang HR : 140x/menit RR : 40x/menit S : 37,8◦C

KU : Pasien tampak sakit sedang HR : 130x/menit RR : 30x/menit S : 36,6◦C

Kulit : Pucat (+), sianosis (-), ikterik (-), berkeringat Kepala : Normochepal, UUB menutup Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) Mulut : Mukosa bibir kering Telinga : Otorea (-/-) Hidung : Rhinorea (-/-) Leher : Pembesaran KGB (-) pembesaran tiroid (-) Thorax : pengembangan dada

Kulit : Pucat (+), sianosis (-), ikterik (-), berkeringat Kepala : Normochepal, UUB menutup Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Mulut : Mukosa bibir kering Telinga : Otorea (-/-) Hidung : Rhinorea (-/-) Leher : Pembesaran KGB (-) pembesaran tiroid (-) Thorax : pengembangan dada simetris d/s

Kulit : Pucat (+), sianosis (-), ikterik (-), berkeringat Kepala : Normochepal, UUB menutup Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Mulut : Mukosa bibir kering Telinga : Otorea (-/-) Hidung : Rhinorea (-/-) Leher : Pembesaran KGB (-) pembesaran tiroid (-) Thorax : pengembangan dada simetris d/s Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-

12

A

P

simetris d/s Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) gallop (-) Abdomen : Cembung, BU (+), supel, tympani Extremitas : Akral hangat, CRT <3 GEA dehidrasi ringan sedang + febris H3 + anemia mikrositik hipokrom  IVFD RL 700cc/24 jam

Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) gallop (-) Abdomen : Cembung, BU (+), supel, tympani Extremitas : Akral hangat, CRT <3

/-) Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) gallop (-) Abdomen : Cembung, BU (+), supel, tympani Extremitas : Akral hangat, CRT <3

GEA dehidrasi ringan sedang + febris H3 + anemia mikrositik hipokrom

GEA dehidrasi ringan sedang + febris H3 + anemia mikrositik hipokrom



IVFD RL 700cc/24 jam



IVFD RL 700cc/24 jam



Zink 1x20 po



Zink 1x20 po



Zink 1x20 po



Oralit 70cc tiap BAB



Oralit 70cc tiap BAB



Oralit 70cc tiap BAB cait/muntah

cait/muntah



Donperidon syr 2x½cth kalau mual

Donperidon syr 2x½cth kalau



Paracetamol drops 4x 0,8cc kalau demam

cait/muntah 

Donperidon syr 2x½cth kalau



mual 

Paracetamol drops 4x 0,8cc kalau demam

mual 

Paracetamol drops 4x 0,8cc kalau demam

13

III. DISKUSI 3.1

Definisi Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke perifer

(1)

. Anemia gravis adalah anemia berat

dengan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melaluitransfuse(2). 3.2

Etiologi Anemia hanyalah suatu kumpulan gejalan yang disebabkan oleh bermacam

penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena hal berikut (1): 1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan) 3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis) 3.3

Klasifikasi 1. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi a. Anemia normositik normokromik Anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism, dan anemia pada penyakit hati kronik(2). b. Anemia makrositik Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini

14

dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel(2).

c. Anemia mikrositik hipokromik Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital)(2). 2. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis (1,2,4). a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 1) Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit seperti defisiensi besi, asam folat dan vitamin B12. 2) Gangguan utilisasi besi a) Anemia akibat penyakit kronik b) Anemia sideroblastik. 3) Kerusakan sumsum tulang a) Anemia aplastik b) Anemia mieloplastik c) Anemia pada keganasan hematologi d) Anemia diseritropoietik e) Anemia pada sindrom mielodiplastik b. Anemia akibat kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan) Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Anemia akibat perdarahan dibagi menjadi: 1) Anemia pasca perdarahan akut

15

2) Anemia pasca perdarahan kronik c. Anemia hemolitik Hemolisisterjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya (kelainan intrinsik) atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah (kelainan ekstrinsik). Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri mengalami kelainan (kelainan intrinsik) diantaranya adalah: 1) Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit. 2) Gangguan sintetis globin misalnya talasemia. 3) Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter. 4) Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase). Hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun (kelainan ekstrinsik). Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri.

3.4

Manifestasi klinik Manifestasi klinik dari anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu (3): 1. Manifestasi klinik umum anemia Disebut juga sebagai sindrom anemia yang dapat muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia ini terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang-kunang, kaki dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku. 2. Manifestasi klinik khas masing-masing anemia

16

a. Anemia defisiensi besi Disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia).

b. Anemia megaloblastik Glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12. c. Anemia hemolitik Ikterus, splenomegali, hepatomegali d. Anemia aplastik Perdarahan dan tanda infeksi 3. Manifestasi klinik penyakit penyakit dasar Manifestasi klinik yang tibul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. 3.5

Patofisiologi 1. Pemendekan massa hidup eritrosit Diduga anemia terjadi merupakan bagian dari sindrom stres hematologik, dimana terjadi peningkatan produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi, kanker dan lainnya. Sitokin tersebut dapat menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoietin di ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang (2,3). 2. Penghancuran eritrosit Penghancuran eritrosit dapat terjadi intravaskular dan ekstravaskular. Pada hemolisis intravaskular, destruksi eritrosit terjadi di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanin, fiksasi komplemen dan aktifasi sel permukaan yang langsung mendegradasi dan mendestruksi membran eritrosit. Aktifasi sistem komplemen menyebabkan terbentuknya kompleks molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks tersebut akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu alur transmembran

17

sehingga permeabilitas membran sel akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam sel sehingga sel bengkak dan ruptur (2,3,4). Hemolisis yang lebih sering terjadi adalah hemolisis ekstravaskular. Pada hemolisis ini destruksi eritrosit terjadi di organ retikuloendotelial. Destruksi tersebut biasanya terjadi karena perubahan membran dari eritrosit. Perubahan tersebut dapat terjadi karena sensitasi sel darah merah dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut, sehingga sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh organ retikuloendotelial (2,3). 3. Produksi eritrosit Gangguan produksi eritrosit dapat disebabkan karena fungsi sumsum tulang yang terganggu dan dapat pula disebabkan karena adanya gangguan metabolisme besi. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia)(1,2).

18

3.6

Penegakkan Diagnosis Algoritma pendekatan diagnosis anemia(1) : ANEMIA

Hapusan darah tepi dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)

MCV, MCH, MCHC 

MCV, MCH, MCHC N

Anemia mikrositik hipokromik

Anemia normositik normokromik

MCV, MCH, MCHC 

Anemia makrositik

Algoritma pendekatan diagnosis anemia mikrositik hipokromik (1):

19

Algoritma pendekatan diagnosis anemia normositik normokromik (1):

Algoritma pendekatan diagnosis anemia makrositik (1):

20

3.7

Penatalaksanaan 1. Anemia aplastik Terapi imunosupresif merupakan modalitas penting untuk sebagian besar pasien anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam terapi imunosupresif adalah yang sering dipakai adalah (4,6): a. Anthymocyte globulin (ATG) dosis 20mg/kgBB perhari selama 4 hari. b. Siklosporin-A (CsA) dosis 12-15mg/kgBB umumnya selama 6 bulan. Siklosporin bekerja menghambat aktifasi dan proliferasi prekursor limfosit sitotoksik. c. Metilprednisolon 5mg/kgBB selama seminggu kemudian berangsurangsur diturunkan selama 3 minggu.

2. Anemia defisiensi besi Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah (3): a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoraghia. b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh: 1) Terapi besi oral Sulfas ferosus, dosis anjuran 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg perhari yang dapat meningkatkan eritropoiesis dua sampai tiga kali normal. 2) Terapi besi parenteral Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron sorbitol ciric acid complex dan yang terbaru iron ferric gluconate dan iron sucrose. Besi parenteral diberikan melalui intramuskular dalam atau dapat juga intravena pelan. Dosis yang diberikan dihitung melalui rumus:

21

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian. c. Pengobatan lain 1) Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama protein hewani. 2) Vitamin C: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatkan absorpsi besi. 3. Anemia megaloblastik a. Defisiensi asam folat Asam folat oral 1 mg setiap hari, namun dosis tinggi sampai 5 mg perhari diperlukan pada defisiensi folat yang disebabkan malabsorpsi (5)

.

b. Defisiensi vit B12 1) Terapi sianokobalamin oral Sianokobalamin oral dosis anjuran 2 mg per hari selama 1 – 2 minggu, dilanjutkan 1 mg per hari(5). 2) Terapi sianokobalamin parenteral Sianokobalamin parenteral 1 mg per hari selama seminggu, dilanjutkan seminggu sekali selama sebulan, dilanjutkan kobalamin oral per hari(5). 4. Indikasi transfusi darah(4) a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima. b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.

22

c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat). d. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL. Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb ≤13 g/dL.

3.8

Prognosis Prognosis pada anemia tergantung pada penyebab, tingkat keparahan, dan progresifitas anemia tersebut.

3.9

Komplikasi Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia dan kejang. Pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar kemungkinannya mengalami gagal jantung kongestif daripada seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung. Komplikasi dapat terjadi sehubungan dengan jenis anemia tertentu.(7)

23

IV. KESIMPULAN 1. Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke perifer. 2. Anemia gravis adalah anemia berat dengan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melalui transfusi. 3. Etiologi anemia diantaranya adalah gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). 4. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi adalah anemia normositik normokromik, anemia makrositik, anemia mikrositik hipokromik. 5. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis adalah anemia karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang, anemia akibat kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan) dan anemia hemolitik. 6. Manifestasi klinis anemia terbagi menjadi, manifestasi klinik umum, manifestasi klinik khas masing-masing anemia, dan manifestasi klinik dari penyakit dasar. 7. Prognosis pada anemia tergantung pada penyebab, tingkat keparahan, dan progresifitas anemia tersebut.

24

DAFTAR PUSTAKA 1. Bakta, Made I. 2009. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta: EGC. 2. Price, Sylvia.A., Wilson, L. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC. 3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info Medika. Jakarta. 2002 4. Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC. Jakarta. 2000. 5. Soenarto. 2009. Anemia Megaloblastik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta: EGC. 6. Widjarnako, A., Aru, W.S., Hans Salonder. 2009. Anemia Aplastik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta: EGC. 7. Supandiman, I., Heri F., Lugyanti S. 2009. Anemia Pada Penyakit Kronis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta: EGC.

25

Related Documents

Lapsus Depresi.docx
December 2019 38
Lapsus Snhl.docx
November 2019 33
Lapsus Paraparese.docx
November 2019 41
Lapsus Tulunagung.doc
December 2019 42
Lapsus Neneng.docx
November 2019 43

More Documents from "neneng syahadah"