BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal. Penyebab utamanya ialah Mycobacterium tuberculosis (91,5%) sisanya (8,5%) disebabkan oleh mikobakterium atipikal. Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru – paru, kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, usus dan organ lainnya.1 Seperti halnya tuberkulosis paru, tuberkulosis kutis terutama terdapat di negeri yang sedang berkembang. Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, gizi kurang karena dapat mempengaruhi daya tahan tubuh, dan status imunodefisiensi. Faktorfaktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering terkait dengan faktor lingkungannya ataupun pekerjaannya. Tuberkulosis kutis menyerang tanpa memandang jenis kelamin dan umur, umumnya terdapat pada anak-anak dan orang dewasa muda, wanita lebih sring dibandingkan pria.1 Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, dan suhu optimal 37°C. Bentuk skrofuloderma merupakan bentuk tersering yang ditemukan terdapat (84%) disusul tuberkulosis kutis verukosa (13%) dan bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan.1
1
Pada pengobatan tuberkulosis kutis non medikamentosa dilakukan perbaikan
keadaan
umum,
misalnya
gizi
dan
anemia.
Pengobatan
medikamentosan tuberkulosis kutis terdiri atas kombinasi: INH, rifampisin, ethambutol atau streptomisin. Lama pengobatan paling sedikit 9 bulan.1
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal. 1 2.2
Epidemiologi Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) skrofuloderma
merupakan bentuk yang tersering yang didapat (84%), disusul tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus vulgaris yang dahulu dikatakan tidak terdapat ternyata ditemukan, meskipun jarang. Bentuk tersebut dahulu merupakan bentuk yang tersering terdapat di negeri beriklim dingin (Eropa). Di Amerika Serikat sejak dahulu jarang terdapat tuberkulosis kutis.1 Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi. Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa dengan status imunodefisiensi. Frekuensi terjadinya penyakit ini pada wanita lebih sering dari pada pria. Penyakit ini dapat terjadi di belahan dunia manapun, terutama di Negara – Negara berkembang dan negara tropis. Di negara berkembang
termasuk
Indonesia,
tuberculosis
kutis
sering
ditemukan.
Penyebarannya dapat terjadi pada musin hujan dan diakibatkan karena gizi yang kurang dan sanitasi yang buruk.1
3
2.3
Etiologi Tuberkulosis kutis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit
ini
juga dapat
disebabkan oleh
Mycobacterium bovis dan terkadang juga dapat disebabkan oleh vaksin Bacillus Calmette-Guerin, dan mikobakterium atipikal.1 2.3.1 Mycobactrium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman yang bersifat aerob dan merupakan patogen pada manusia, dimana bakteri ini bersifat tahan asam sehingga biasa disebut bakteri tahan asam (BTA), dan hidupnya intraselular fakultatif. Artinya, bakteri ini tidak mutlak harus berada didalam sel untuk dapat hidup. Mikobakterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, tahan asam, panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ, tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada 370 C.1 Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam1 : a.
Sediaan mikroskopik Bahan berupa pus, jaringan kulit, dan jaringan kelenjar getah bening. Pada pewarnaan dengan cara Ziehl Neelsen, atau modifikasinya, jika positif kuman tampak berwarna merah pada dasar yang biru. Kalau positif belum berarti kuman tersebut M. Tuberculosis, oleh karena ada kuman lain yang tahan asam, misalnya M. Lepra.
4
b. Kultur Kultur dilakukan pada media Lowenstein-Jensen, pengeraman pada suhu 37 C. Jika positif koloni tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur positif, berarti pasti kuman tuberkulosis. c.
Binatang percobaan Dipakai marmut, percobaan tersebut memerlukan waktu 8 minggu
d. Tes biokimia Ada beberapa macam, misalnya tes niasin dipakai untuk membedakan jenis human dengan yang lain. Jika tes niasin positif berarti jenis human. e.
Percobaan resistensi
2.3.2 Mikobakteria atipikal Mikobakteria atipikal merupakan kuman tahan asam yang agak lain sifatnya dibandingkan dengan M.tuberculosis, yakni patogenitasnya rendah, pada pembiakan umumnya membentuk pigmen, dan tumbuh pada suhu kamar. Menurut klasifikasi Runyon, kuman tersebut dibagi menjadi 4 golongan :1 1. Golongan I : fotokromogen Koloni dapat membentuk pigmen, bila mendapat cahaya, misalnya M. Marinum dan M. Kansasii 2. Golongan II : skotokromogen Koloni dapat membentuk pigmen dengan atau tanpa cahaya, misalnya M. Scrofulaceum 3. Golongan III : nonfotokrmogen
5
Koloni tidak dapat atau sedikit membentuk pigmen, walaupun mendapat cahaya contohnya M. Avium-intracellulare dan M. Ulcerans. 4. Golongan IV : rapid growers Koloni tumbuh dalam beberapa hari, misalnya M. Fortuitum dan M. Abscessus. 2.4
Klasifikasi Klasifikasi
tuberkulosis
kutis
menurut
Pillsburry dengan
sedikit
perubahan:1 1. Tuberkulosis Kutis Sejati Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit disertai gambaran histopatologis yang khas. a.
Tuberkulosis kutis primer Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulous chancre)
b.
Tuberkulosis kutis sekunder TBC kutis sekunder merupakan reinfeksi baik lokal maupun sistemik pada individu yang pernah terinfeksi dengan kuman TB sebelumnya. 1. Tuberkulosis kutis miliaris 2. Skrofuloderma 3. Tuberkulosis kutis verukosa 4. Tuberkulosis kutis gumosa 5. Tuberkulosis kutis orifisialis 6. Lupus Vulgaris 6
2. Tuberkulid Tuberkulid merupakan reaksi id, yaitu kelainan kulit akibat alergi. Pada kelainan kulit tidak ditemukan kuman penyabab, kuman tersebut terdapat pada tempat lain di dalam tubuh, biasanya di paru. Tes tuberkulin memberikan hasil positif. 1. Bentuk Papul 1. Lupus Miliaris Diseminatus Fasiei 2. Tuberkulid Papulonekrotika 3. Liken skrofulosorum 2. Bentuk granuloma dan ulseronodus 1. Eritema Nodosum (E.N.) 2. Eritema Induratum (E.I.) Bazin Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit isertai gambaran histopatologik yang khas. Tuberkulosis kutis primer berarti kuman masuk pertama kali ke dalam tubuh. Tuberkulid merupakan reaksi id, yang berarti kelainan kulit akibat alergi. Pada kelainan tersebut tidak ditemukan kuman penyebab, tetapi kuman tersebut terdapat pada tempat lain di dalam tubuh, biasanya di paru. Pada tuberkulid tes tuberkulin memberi hasil positif.
7
2.5
Patogenesis
Skema 1. Patofisiologi tuberkulosis kutis 2
Cara infeksi dari kuman M. Tuberculosis ini ada 6 macam yaitu penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma, inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis, penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris, penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris, penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris, atau bisa juga kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
8
2.6 Imunologi Ternyata terdapat kolerasi antara bentuk-bentuk tuberkulosis kutis dan imunitas. Stokes dkk membagi tuberkulosis kutis berdasarkan imunitas sebagai berikut:1 a. Hiperergik, positif dengan tuberkulin pengenceran tinggi (1:1.000.000 atau kurang) termasuk: 1. Liken skrofulosorum 2. Tuberkulosis kutis verukosa 3. Lupus vulgaris b. Normogenik, positif dengan tuberkulin pengenceran sedang (1:100.000) termasuk; 1. Lupus vulgaris 2. Skrofuloderma 3. Sebagian kecil Tuberkulid papulonekrotika 4. Sebagian eritema induratum 5. Inokulasi tuberkulosis primer (setelah minggu ke 3-4) c. Hipoergik, tidak bereaksi atau bereaksi lemah dengan tuberkulin pengenceran rendah (1:1.000 atau lebih): 1. Sebagian besar tuberkulid papulonekrotika 2. Sebagian kecil eritema induratum 3. Lupus miliaris diseminatus fasiei
9
d. Anergik ( tidak bereaksi): 1. Kompleks primer stadium dini 2. Tuberkulosis kutis miliaris lanjut 2.7 Gambaran Klinis 2.7.1
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre) Afek primer dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding
tergaung dan disekitarnya livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek primer, pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif. Keseluruhannya merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena itu disebut tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat gejalanya, misalnya pada bayi. Pada anak yang berusia lebih besar terdapat resistensi yang lebih tinggi, sehingga afek primer mengalami involusi spontan dan meninggalkan sikatriks.1
Gambar 1. Tuberkulosis primer3
10
2.7.2 Tuberkulosis kutis miliaris Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status imunokompromise. Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau selaput otak. Terjadi karena penjalaran ke kulit dari fokus di badan. Reaksi terhadap tuberkulin biasanya negatif (anergi). Ruam berupa eritema berbatas tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada umumnya prognosisnya buruk.1
Gambar 2. Tuberkulosis kutis miliaris4
2.7.3
Skrofuloderma Tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi secara pekontinuitatum
dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah bening, otot dan tulang. Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan tulangnya. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar ”klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan 11
dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas.1
Gambar 3. Scrofuloderma3
2.7.4 Tuberkulosis kutis verukosa Tipe ini terjadi terutama pada orang dewasa, anak-anak dan individu yang resisten terhadap terjadinya inokulasi eksternal basil tuberkel. Infeksi terjadi secara eksogen, jadi kuman masuk ke dalam kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada tungkai bawah dan kaki, tempat yang lebih sering mendapat trauma, yang tersering di lutut. Gambaran klinisnya khas sekali, biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks.1
12
Gambar 4. Tuberculosis cutis veruka3
2.7.5 Tuberkulosis kutis gumosa Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya dari paru. Kelainan kulit berupa guma, yakni infiltrat subkutan, berbatas tegas (sirkumskrip) yang menahun, kemudian melunak dan bersifat destruktif.1
Gambar 5. Tuberculosis kutis gumosa5
2.7.6 Tuberkulosis kutis orifisialis Sinonimnya ialah tuberkulosis kutis ulserosa. Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium. Pada tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya akibat berkontak langsung dengan sputum. Pada tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus akibat berkontak langsung dengan feses yang mengandung kuman tuberkulosis. Pada tuberkulosis 13
saluran kemih, ulkus dapat ditemukan di sekitar orifisium uretra eksternum. Ulkus berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan sekitarnya livid.1
Gambar 6. Tuberkulosis orifisialis3
2.7.7 Lupus vulgaris Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas. Cara infeksi dapat secara endogen atau eksogen. Gambaran klinis yang umum adalah kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour). Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus. Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks. Bila mengenai muka tulang rawan hidung dapat mengalami kerusakan. Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke perifer atau serpiginosa.1
14
Gambar 7. Lupus vulgaris3
2.7.8 Lupus milliaris diseminatus fasiel Mengenai daerah wajah dan timbul secara bergelombang. Ruam berupa papul-papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaran apple jelly colour seperti pada lupus vulgaris.1
Gambar 8. Lupus miliaris diseminatus fasiel6
2.7.9 Tuberkulosis papulonekrotika
15
Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul. Tempat predileksi pada wajah, anggota badan bagian ekstensor, dan badan. Mulamula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombang, membesar perlahan-lazhan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks., kemudian timbul lesi-lesi baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun.1
Gambar 9. Tuberkulosis papulonekrotika4
2.7.10 Liken skrofulosorum Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis tulang atau nodus limfatikus. Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa. Mula-mula tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut, punggung dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif, jika sembuh tidak meninggalkan sikatriks.1
16
Gambar 10. Liken skrofulosorum5
2.7.11
Eritema nodusum Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas
bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat memberi gambaran klinis sebagai Eritema Nodusum., yang sering: lepra sebagai eritema nodusum leprosum, reaksi yang terjadi karena Streptococcus B Hemolyticus, alergi obat secara sistemik, dan demam reumatik.1
Gambar 11. Eritema Nodusum4
2.7.12
Eritema induratum Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah
arteri dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis lemak. Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen. Tempat predileksinya pada daerah fleksor. Terjadi supurasi 17
sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi, tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan. Perjalanan penyakit kronik residif.1
Gambar 12. Eritema induratum3
2.8 TUBERKULOSIS KUTIS OLEH MIKOBAKTERIA ATIPIKAL Kelainan kulit oleh mikobakteria tersebut memberi gambaran yang tidak khas, yaitu :1 2.8.1 Golongan 1 M. marinum menimbulkan kelainan nodus verukosa, dapat linear hingga menyerupai sporotrikosis. Sumber infeksi utama ialah kolam renang, karena itu disebut swimming pool granuloma. Tempat predileksinya ialah tempat yang banyak mendapat trauma, yakni di siku dan lutut. M.kansasii dapat menimbulkan kelainan kulit sebagai nodus verukosa menyerupai sporotrikosis atau krusta dengan ulkus yang dangkal dibawahnya. 2.8.2 Golongan II Infeksi oleh M. Scrofulaceum berupa limfadenitis dan skrofuloderma. Gambaran klinisnya sama dengan yang disebabkan oleh M. Tuberculosis.
18
2.8.3 Golongan III M. avium-intracellulare biasanya menyebabkan tuberkulosis paru, osteomielitis, dan limfadenitis, jarang menyebabkan infeksi pada kulit. Kelainan pada kulit jarang, berupa plak kekuningan, bersisik, sebuah atau multipel. Kadang menyerupai lupus vulgaris. Dapat pula berbentuk nodus-nodus subkutan dengan kecenderungan membentuk ulkus dan berkembang secara progresif lambat dan menahun. M. ulcerans menyebabkan kelainan kulit pertama-tama sebagai nodus indolen atau abses yang kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut juga indolen, dindingnya bergaung, meluas disertai jaringan nekrotik. 2.8.4 Golongan IV M. fortuitum pernah diisolasikan dari abses karena suntikan. Sejak itu dilaporkan di Amerika Serikat sebagai abses subkutan sesudah trauma termasuk suntikan. M. chelonei diisolasikan dari abses subkutan seorang pasien dengan osteoartritis kronik. M.abscessus gambaran klinisnya mirip yang disebabkan oleh M.chelonei
19
2.9 Tabel Diagnosis Banding Tuberkulosis Kutis Tabel 1. Diagnosis banding tuberkulosis kutis1 Sindrom Chancriform yaitu syphilis
Tuberkulosis chancre
primer dengan disertai chancre, penyakit cat-scratch, sporotrichosis, tularemia, infeksi M. marinum. Kromomikosis, nevus verukosa, dan
Tuberkulosis kutis verukosa
frambusis stadium II, veruka vulgaris, infeksi M. marinum, pyoderma, chromomycosis, bromoderma, lichen planus hipertrofik, dermatosis aktinik hipertropik. Sarkoidosis, lymphocytoma,lymphoma,
Lupus Vulgaris
lupus eritematosus kutaneus kronik, syphilis tersier, leprosy, blastomycosis, leismaniasis lupoid dan pioderma. Aktinomikosis, hidradenitis supurativa,
Scrofuloderma
limfopatia venereum, infeksi jamur. Pannikulitis, infeksi jamur infasive,
Tuberkulosis kutis gumosa
hidradenitis, syphilis tersier. Ulkus aphthous, histoplasmosis, syphilis.
Tuberkulosis kutis orifisialis
20
2.9 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis kutis adalah Tuberculin Skin Test (TST), pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan mikroskop untuk menemukan basil tahan asam, kultur untuk menemukan mikobakteria, Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA mikrobakteria, pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen mikrobakteria berupa QuantiFERON-TB Gold (QFT-G).2,3 a.
Tuberculin Skin Test (TST) Protein M.tuberculosis (tuberculin) disuntikkan intradermal sebanyak 5U
(0,1 ml) di bagian anterior lengan. Reaksi maksimal terjadi 48 jam setelah disuntikkan. Reaksi positif berupa indurasi eritema batas tegas ukuran diameter lebih dari 10 mm. Pada pasien infeksi HIV, diameter lesi ≥ 5mm sudah dinyatakan positif. Pada pasien yang sudah pernah mendapat vaksin BCG, diameter lesi ≥ 15 mm dinyatakan positif. Hasil tes positif terjadi 2-3 minggu setelah infeksi. 3,5 Hasil tes tuberkulin positif tergantung pada imunitas host. Tes tuberkulin positif pada kasus tuberkulosis inokulasi primer, skrofuloderma, tuberkulosis gumosa, tuberkulosis verukosa kutis, lupus vulgaris, dan tuberkulid. Hasil tes tuberkulin negatif terjadi pada host dengan imunitas buruk, misalnya pada kasus tuberkulosis orifisialis, tuberkulosis miliaris akut, dan tuberkulosis gumosa dengan kondisi fisik buruk.3,7,8 b.
Pemeriksaan Histopatologi
21
Sediaan pemeriksaan histopatologi berasal dari biopsi lesi kulit. Masingmasing lesi akan memberikan gambaran histopatologi berbeda. Berikut adalah gambaran histologi masing-masing tuberkulosis kutis9: Tabel 2. Gambaran Histopatologi TB Kutis9
c.
Pemeriksaan Basil Tahan Asam Pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan bakteri tahan asam dilakukan
dengan pewarnaan spesimen kulit menggunakan Ziehl Neelsen. Hasil positif bila ditemukan 104 bakteri per millimeter. Hasil pemeriksaan bakteri tahan asam ini dapat mengklasifikasikan tuberkulosis kutis menjadi multibasiler dan pausibasiler. Pada kasus dengan jumlah bakteri sedikit, sering ditemukan hasil negatif. Hasil negatif pemeriksaan ini tidak menyingkirkan diagnosis tuberkulosis kutis.7 d.
Pemeriksaan Kultur Media yang digunakan untuk kultur adalah Egg-Based Media/Lowenstein
Jensen dan media agar semisintesis (Middlebrook 7H10 dan 7H11). Hasil kultur 22
dengan media solid terlihat pada minggu ke-4 sampai ke-8. Media kultur cair akan mempercepat pertumbuhan koloni menjadi 3-7 hari. Metode kultur cepat yang sering digunakan adalah radiometri BACTEC (BATEC 460) atau nonradiometri BACTEC (BATEC MGIT 960). Hasil kultur positif pada tuberkulosis kutis multibasiler, sedangkan tidak semua kasus tuberkulosis kutis pausibasiler hasil kulturnya positif.3 e.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) Pemeriksaan ini bisa mendeteksi fragmen DNA M. tuberculosis sangat
cocok pada tuberkulosis kutis dengan jumlah bakteri tahan asam sedikit yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan mikroskop menggunakan pewarnaan ZiehlNeelsen dan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan PCR juga cocok digunakan pada pasien immunocompromised (infeksi HIV). Pemeriksaan sangat spesifik sehingga bisa membedakan antigen M.tuberculosis dengan mikobakterium lainnya.7,8 f.
Pemeriksaan Serologi Pemeriksaan ini untuk mendeteksi antibodi yang terbentuk akibat infeksi
tuberkulosis. Pemeriksaan QuantiFERON-TB Gold (QFT-G) menggunakan antigen protein M.tuberculosis yaitu ESAT-6 dan CFP-10. Pada pemeriksaan ini diukur kadar IFN-γ yang terbentuk setelah 16-24 jam sebagai respons terhadap antigen tersebut. Pemeriksaan lain yang lebih sensitif adalah T-SPOT® yang mengukur IFN-γ yang diproduksi oleh sel T.7 2.10 Penatalaksana a. Non medikamentosa Keadaan umum diperbaiki, misalnya keadaan gizi dan anemia.1 23
b. Medikamentosa Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik, hendaknya diperhatikan syarat berikut ini.1 1. Pengobatan harus dilakukan scara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi. 2. Pengobatan harus dalam kombinasi. Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, karena obat tersebut bersifat baktersidal, harganya murah dan efek sampingnya jarang terjadi. Sedapat-dapatnya dipilih paling sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal. Daftar obat tuberkulosis yang terdapat di Indonesia dicatumkan pada table. Yang bersifat bakterisidal ialah INH (H), rimfampisin (R), pirazinamid (Z), dan streptomisin (S). Sedangkan etambutol bersifat bakteriostatik. Pemilihan obat tergantung pada keadaan ekonomi penderita, berat-ringannya penyakit, dan adakah kontraindikasi.1 Dosis INH (H) pada anak 10 mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis maksimum 400 mg sehari. Rifampisin (R) 10 mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan, kontraindikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25 mg/kg BB, streptomisin (S) 15 mg/kg BB, dosis maksimun streptomisin 90 gram. Ethambutol (E) 15 mg/kg BB.1
24
Tabel 3. Obat antituberkulosis yang ada di Indonesia1 Nama obat
Dosis
INH
5-10 mg/kg BB
Cara pemberian per os, dosis tunggal
Efek samping utama neuritis perifer gangguan hepar
Rifampisin
10 mg/kg BB
per os, dosis tunggal waktu lambung kosong
gangguan hepar
Pirazinamid
20-35 mg/kg BB
per os dosis terbagi
gangguan hepar
Etambutol
bulan I/II 25 mg/
per os, dosis tunggal
gangguan N II
Kg BB,berikutnya 15 mg/kg BB Streptomisin
25 mg/kg BB
per inj im
gangguan N VIII
Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal (intensif) dan tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat. R dan H disebut bakterisidal lengkap karena kedua obat tersebut dapat memasuki seluruh populasi kuman sedangkan Z hanya berkerja pada lingkungan asam dan S dalam lingkungan basa.1 Umumnya sebagai pengobatan TB kutis cukup digunakan 3 atau 2 obat. Misalnya kombinasi 3 obat : H, R, dan Z. Setelah 2 bulan Z dihentikan karena rejimen tersebut sangat poten, sehingga massa pengobatan dapat dipersingkat, sedangkan yang lain diteruskan. Karena ketiga obat tersebut sangat hepatotoksik 25
maka sebelum pengobatan dimulai diperiksa lebih dahulu fungsi hepar (SGOT, SGPT, dan fosfatase alkali). Dua minggu sesudah terapi diulangi, biasanya meninggi. 2 minggu kemudian diperiksa lagi. Bila tetap atau menurun, pengobatan dilanjutkan. Tetapi, jika meninggi cara pengobatan diubah, Z dihentikan, R diberikan seminggu 2 kali dengan dosis setiap kali 600 mg. rejimen lain ialah kombinasi H, R dan E. Yang diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan dengan H dan R tanpa etambutol. Jika pasien kurang mampu maka terpaksa diberikan kombinasi 2 obat saja yaitu H dan R atau H dan etambutol, dengan sedirinya waktu pengobatan lebih lama. Setelah sebulan pengobatan tidak tampak perbaikan, harus dicurigai telah terjadi resistensi dan dapat diberikan obat lain.1 Pengobatan tuberkulosis kutis yang disebabkan oleh mikobakteria atipikal pengobatannya agak berbeda dengan yang disebabkan oleh M. tuberkulosis. 2.10.1 Tatalaksana bakteri atipikal 1. M. marinum Pengobatan dengan minosiklin sehari 100-200 mg selama 6-12 minggu. Pengobatan lain dengan rimfampisin 600 mg dan etambutol 1,2 gram sehari selama 3-6 bulan. Juga ddapat dengan kotrimoksazol 2-3 tablet (1 tablet berisi 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimoksazol) sehari 2 kali selama 6 minggu. Pada kasus yang sukar disembuhkan dilakukan pembedahan. 1. M. kansasii Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis, terutama streptomisin, rifampisin, dan etambutol dalam kombinasi. Dapat juga diberikan minosiklin 200 mg per hari. 26
2. M. scrofulaceum Kuman ini tidak begitu sensitif terhadap obat-obat antituberkulosis. Pengobatan pilihan untuk limfadenitis ialah eksisi. Pada penyakit yang meluas kombinasi obat antituberkulosis dapat dicoba. 3. M. avium-intracellulare Penyakit ini tidak begitu responsif dengan pengobatan kimiawi, dianjurkan tindakan pembedahan. Jika belum sembuh dapat dikombinasikan dengan klaritromisin. 4. M. fortuitum Infeksi tersebut dapat diberikan dengan klaritromisin 500 mg sehari 2 kali atau minosiklin 100-200 mg per hari. 5. M. chelonae Biasanya resisten terhadap sefaksitin, tobramisin lebih efektif daripada amikasin. Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris dan TB kutis verukosa yang kecil. Pengobatan topical pada TB kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. 2.11 Prognosis Pada umunya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan, prognosisnya baik.1
27
BAB 3 PENUTUP Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikrobakteria atipikal. Tuberkulosis kutis yang paling sering ditemukan adalah skrofuloderma dan tuberkulosis verukosa. Di daerah tropis, skrofuloderma lebih dominan. Lupus vulgaris lebih sering ditemukan pada wanita, sedangkan tuberkulosis verukosa sering ditemukan pada laki-laki. Tuberkulosis kutis yang sering ditemukan pada anak-anak adalah skrofuloderma. Pada daerah endemis tuberkulosis, 50% kasus tuberkulosis kutis dapat terjadi pada usia kurang dari 19 tahun.1 Diagnosis tuberkulosis kutis didasarkan atas anamnesis riwayat TB, pemeriksaan
bakteriologik
(untuk
menentukan
etiologinya),
pemeriksaan
histopatologik (untuk menegakkan diagnosis), dan tes tuberkulin. Ada juga yang menyebutkan bahwa Reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction) dapat dipakai untuk menentukan etiologi. Tetapi kerugiannya tidak dapat mendeteksi kuman hidup, jadi kultur masih tetap merupakan baku emas.1 Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi. Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, diantaranya karena obat tersebut bersifat bakterisidal, harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih paling sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal, dan keadaan umum diperbaiki.1 Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal (intensif) dan tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat.1
28
DAFTAR PUSTAKA 1. Wisnu I, Daili E, Menaldi S. Tuberkulosis Kutis. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.p. 78-86 2. Sanchez T. Andres, Bonifaz A. Cutaneous Tuberculosis: a Review of the Current Literature. Current Tropical Medicine Reports. 2018;5:67-76 3. Sethi A. Tuberculosis and Infections with Atypical Mycobacteria. In: Fitzpatrick’s Dermatology General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p 1769–78. 4. Yasarate B, Madegedara D. Tuberculosis of the skin. J. Ceylon Coll. of Physician.2010;41:83–8. 5. Gomathy S, Venkatesh R. Cutaneus Tuberculosis in Childern. Pediatric Dermatol.2013;30:7–16 6. https://www.dermnetnz.org/topics/cutaneous-tuberculosis-images/ 7. Almaguer J, Ocampo J, Rendon A. Current Panorama in the Diagnosis of Cutaneus Tuberculosis. Actas Dermosifi liorg.2009;100:562–70. 8. Francisco
GB,
Eduardo
G.
Cutaneus
Tuberculosis.
Clinics
in
Dermatology.2007;25:173–180. 9. Neerja Puri. A Clinical and Histopathological Profi le with Cutaneuos Tuberculosis. Indian J Dermatol. 2011;56:550–2
29