Lapsus Malaria Vivax

  • Uploaded by: dina aulia insani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Malaria Vivax as PDF for free.

More details

  • Words: 2,778
  • Pages: 18
Laporan Kasus

MALARIA VIVAX

Oleh : Dina Aulia Insani NIM. I1A002003

Pembimbing

Dr. HM. Darwin Prenggono, Sp.PD-KHOM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNLAM – RSUD ULIN BANJARMASIN Juni, 2008

1

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadangkadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acutetubular necrosis, dan malaria cerebral (1,2,3). Malaria masih merupakan masalah kesehatan utama negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia. Dari empat spesies parasit malaria yang menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae dan plasmodium oval, dua spesies yangg pertama merupakan penyebab lebih dari 95% kasus malaria di dunia (4). Menurut WHO, sekitar 40% populasi dunia hidup dinegara miskin, populasi tersebut memiliki resiko tinggi terkena malaria. Sekitar 2,5 milyar manusia beresiko dan Diperkirakan 350 – 500 juta manusia terkena malaria setiap tahun. Kebanyakan disebabkan oleh P.falciparum dan P.vivax. Lebih dari 1 juta manusia meninggal karena malaria

(5)

. Malaria 90% terjadi di Afrika. Peningkatan malaria di Afrika berkaitan

dengan resistensi pengobatan klorokuin dan sulfapiridoksin pirimetamin, resistensi terhadap insektisida dan status sosial ekonomi. Tingkat mortalitas malaria pada anak sekitar 1 – 2 juta setiap tahunnya

(1)

.

Hampir separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 % saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 2

100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20% di Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk lakilaki dan 8 per 100.000 untuk perempuan. Prevalensi kasus malaria di Indonesia atau daerah-daerah endemi malaria tidak sama, hal ini tergantung pada prilaku spesies nyamuk yang menjadi vektor. Di Kalimantan Selatan sendiri merupakan daerah endemis malaria. Vektor malaria yang terdapat di Kalimantan adalah Anopheles letifer dan Anopheles balabacensis (6,7). Diseluruh dunia, kasus malaria vivax dibandingkan jenis malaria yang lain sekitar 70 – 80 juta per tahun

(8)

. Menurut WHO, sekitar 40% kasus malaria di dunia

disebabkan oleh P.vivax. Kasus malaria vivax walaupun jarang fatal tapi merupakan penyebab utama morbiditas dan mempengaruhi ekonomi baik tingkat individu maupun nasional

(9)

. P.vivax merupakan spesies parasit yang paling dominan di Asia Tenggara,

Eropa Timur, Asia Utara, Amerika tengah dan Selatan (10). Berikut ini dilaporkan sebuah kasus malaria di ruang Penyakit Dalam Pria RSUD Ulin Banjarmasin.

3

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS Seorang pria, Tn. M, umur 25 tahun, agama Islam, suku Banjar, status belum kawin, pekerjaan karyawan perusahaan tambang, alamat rumah Teluk tiram darat Gg. Family Rt. 18. Datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin pada tanggal 5 Mei 2008.

II.

KELUHAN UTAMA Panas

III.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak kurang lebih sebulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit penderita panas tinggi. Panas tidak terus menerus sepanjang hari. Penderita mengaku setelah panas, penderita berkeringat tapi tidak ada menggigil. Penderita juga mengeluh badan terasa lemah dan lesu. Kadang-kadang penderita juga merasa pusing, mual dan muntah. Selama sakit, penderita mengaku nafsu makan berkurang. Seminggu kemudian penderita berobat ke dokter dan diberi obat, penderita lupa nama obatnya. Beberapa hari kemudian penderita merasa mengalami perbaikan. Namun satu minggu setelah berobat, penderita mengalami keluhan yang serupa.

4

Penderita bekerja di batu licin. Penderita mengaku ada orang di lingkungan tempat bekerja yang menderita panas, tapi penderita tidak tahu penyakitnya.

IV.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Penderita tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat darah tinggi maupun kencing manis.

V.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Penderita menyangkal adanya penyakit yang sama pada keluarga, tidak ada darah tinggi, maupun kencing manis.

VI.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan sakit

: tampak sakit berat

Keadaan umum

: tampak lemah

Kesadaran

: kompos mentis, GCS 4 – 5 – 6

Kulit

: warna sawo matang, anemis

Tanda vital Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 120 kali/menit

Respirasi

: 26 kali/menit

Suhu

: 39oC

5

KEPALA DAN LEHER Kepala

: tampak lonjong, rambut hitam

Mata

: konjungtiva kanan dan kiri anemis, ikterik tidak ada, refleks cahaya positif, pupil isokor, diameter pupil 3 mm/3 mm

Telinga

: simetris, serumen minimal, sekret tidak ada

Hidung

: simetris, sekret tidak ada

Mulut

: mukosa bibir basah, anemis, tidak sianosis, lidah tidak kotor dan tidak tremor, faring tidak hiperemi, tonsil tidak membesar

Leher

: JVP tidak meningkat, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada kaku kuduk dan tortikalis

TORAKS Paru Inspeksi

: bentuk normal, simetris, gerak napas simetris, retraksi tidak ada

Palpasi

: fremitus raba simetris

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara napas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

6

Jantung Inspeksi

: iktus tidak terlihat, pulsasi tidak ada, voussure cardiac tidak tampak

Palpasi

: iktus tidak teraba dan tidak kuat angkat, thrillI tidak ada

Perkusi

: batas jantung kanan dan kiri normal

Auskultasi

: bunyi jantung 1 dan 2 normal, tunggal, bising tidak ada

ABDOMEN Inspeksi

: bentuk datar

Palpasi

: Hepar teraba 2 cm di bawah processus xypoideus dan 2 cm di bawah arcus costa Lien teraba schuffner II Massa tidak ada

Perkusi

: redup regio hypochondria dekstra dan sinistra

Auskultasi

: bising usus normal

EKSTREMITAS Atas

: hangat, tidak ada edema, tidak ada parese

Bawah

: hangat, tidak ada edema, tidak ada parese

TULANG BELAKANG

: tidak ada deformitas, kifosis, maupun skoliosis

7

VII.

RESUME Nama (usia)

: Tn. M (25 tahun)

Jenis kelamin

: Laki-laki

Keluhan utama

: Panas

Uraian

: Sekitar 1 bulan, panas disertai berkeringat, badan terasa lemah dan lesu. Kadang-kadang pusing, mual, muntah dan nafsu

makan

berkurang. Riwayat penyakit dahulu

:-

Riwayat penyakit keluarga

:-

Keadaan sakit

: tampak sakit berat

Keadaan umum

: tampak lemah

Kesadaran

: kompos mentis, GCS 4 – 5 – 6

Kulit

: warna sawo matang, anemis

Tanda vital

: TD = 100/60 mmHg, N = 120 kali/menit, RR = 26 kali/menit, T = 39oC

Kepala dan leher

: konjungtiva kanan dan kiri anemis,

Paru

: tidak ada kelainan (TAK)

Jantung

: tidak ada kelainan (TAK)

Abdomen

: Hepatomegali dan splenomegali

Ekstremitas

: tidak ada kelainan (TAK)

Tulang belakang

: tidak ada kelainan (TAK)

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 8

Parameter Hemoglobin Lekosit Eritrosit Hematokrit Trombosit RDW-CV MCV MCH MCHC Basofil % Basofil # GDS Widal S.Typhi O S.Typhi H S.Paratyphi AO S.Paratyphi BO S.Paratyphi AH S.Paratyphi BH Cholesterol total Trigliserida Albumin Total protein SGOT SGPT Ureum Kreatinin

LABORATORIUM DARAH RUTIN Hasil Pemeriksaan 05-05-2008 07-05-2008 5.2 4 3.2 3.2 1.73 1.35 15 12 63 94 19.7 19.9 86.7 88.1 30.1 29.6 34.7 33.6 0.0 0.3 0.00 0.01 KIMIA DARAH 133 SEROLOGI Negative Negative Negative Negative Negative Negative LEMAK DAN JANTUNG 90 132 HATI 3.2 6.6 19 28 GINJAL 17 1.0 MDT tanggal 07 Mei 2008

Nilai Normal (Satuan) 14 – 18 g/dl 4.0 – 10.5 ribu/ul 4.5 – 6.0 juta/ul 40 – 50 vol% 150 – 450 ribu/ul 11.5 – 14.7 % 80.0 – 97.0 fl 27.0 – 32.0 pg 32.0 – 38.0 % 0.0 – 1.0 % < 0.1 ribu/ul 70 – 120 mg/dl

Negative Negative Negative Negative Negative Negative 131 – 250 mg/dl 0 – 220 mg/dl 3.9 – 4.4 g/dl 6.8 – 8.0 g/dl 16 – 40 U/l 8 – 45 10 – 45 mg/dL 0.5 – 1.7 mg/dL

Eritrosit - Normokromik normositik - Anisositosis - Ditemukan : Plasmodium vivax stadium tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, tropozoit dewasa, schizoit dan gamet Lekosit : kesan jumlah menurun, sel muda (-) Trombosit : kesan jumlah menurun Kesimpulan : pansitopenia dengan infeksi Plasmodium vivax

PEMBAHASAN 9

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk betina Anopheles. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu plasmodium vivax, plasmodium falcifarum, plasmodium

malaria dan

plasmodium ovale. Daur hidup keempat spesies malaria pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan horpes. Fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu skizogoni eritrosit dan skizogoni eksoeritrosit. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivax (malaria tertiana). Pada infeksi plasmodium vivax daur eksoeritrosit berlangsung terus sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps (7). Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarah pada malaria. Pada anamnesa didapatkan lebih kurang 1 bulan penderita demam, berkeringat, pusing, muntah, tidak nafsu makan dan badan terasa lemah. Selama perawatan pasien mengalami demam disertai menggigil pada hari ketiga, kelima, dan ketujuh. Masa tunas intrinsik malaria vivax biasanya berlangsung 12 – 17 hari, tetapi beberapa strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama. Menurut Kevin S et al, masa inkubasi untuk P. vivax lebih lama dibandingkan P.falcifarum yaitu 18 – 40 hari. Anamnesa yang sangat mendukung diagnosis malaria pada penderita demam adalah riwayat bepergian kedaerah endemis malaria. Tetapi tidak adanya riwayat bepergian keluar kota tidak menyingkirkan kemungkinan terkena malaria

(10)

. Menurut

Center for Disease Control (CDC) 2007, gejala malaria tidak spesifik, dimulai dengan 10

sindrom prodormal berupa demam, malaise, lemah, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), gangguan neurologi, dan sakit kepala. Demam adalah gejala yang paling sering muncul sekitar 78% - 100% tapi demam yang periodik tidak selalu muncul (10)

. Menurut WHO, gejala klinis saja tidak dapat menegakkan diagnosis malaria karena

pada daerah yang endemis gejala klinis tidak selalu muncul. Kurva demam pada permulaan penyakit tidak teratur tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan berkeringat. Demam dan menggigil disebabkan oleh eritrosit lisis dan keluarnya merozoit ke sirkulasi (11). Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,0 oC, konjungtiva anemis, dan hepatosplenomegali. Menurut Kathryn N.S et al, demam pada penderita malaria sering dengan suhu badan lebih dari 38oC

(12)

. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau

tidak berat, pada malaria menahun yang biasanya lebih jelas. Malaria menyebabkan anemia hemolitik berat karena sel darah merah diinfestasi oleh parasit Plasmodium. Mekanisme terjadinya kerusakan eritrosit pada infeksi malaria sangat kompleks. Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam susmsum tulang

(13)

. Menurut Geoffrey Pasvol, indikasi transfusi pada penderita malaria

apabila Hb kurang dari 7 g/dl pada orang dewasa. Menurut B.A Biggs, transfusi diberikan apabila hematokrit kurang dari 20%.

Selama dirawat pasien hanya

mendapatkan transfusi 1 kolf. Seharusnya transfusi sampai Hb 10 g/dl tapi pasien tidak kooperatif walaupun sudah diberikan edukasi (14,15).

11

Lien pada serangan pertama mulai membesar. Sekitar 24% - 40% splenomegali paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik

(10)

. Lien mengalami kongesti,

menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dam jaringan ikat yang bertambah. Patofisiologi terjadinya splenomegali adalah produksi berlebih dari IgM sebagai respon terhadap Plasmodium. Sedangkan hepatomegali, ikterik dan nyeri perut jarang ditemukan (12). Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis malaria yaitu pemeriksaan darah tepi serta apusan darah tebal dan tipis.

Pada pemeriksaan hematologi menunjukkan

pansitopenia dan kadar albumin rendah. Menurut Kathryn N.S et al, pada malaria didapatkan trombositopenia pada 70% kasus, anemia pada 25% kasus. Leukosit dapat normal atau rendah, lekositosis ditemukan kurang dari 5% kasus. Fungsi hati dapat abnormal, peningkatan transaminase ditemukan pada 25% kasus. Peningkatan bilirubin dengan adanya peningkatan laktat dehidrogenase yang menunjukkan adanya proses hemolisis. Pada malaria juga bisa didapatkan hiponatremia dan peningkatan kreatinin (12)

.

Albumin yang rendah pada penderita malaria menunjukkan infeksi akut

(14)

.

Penelitian Myoung-Don Oh et al disimpulkan bahwa trombositopenia sering terjadi pada penderita malaria sekitar 85,1%. Walaupun kadar trombosit sangat rendah tapi jarang terjadi perdarahan. Mekanisme terjadinya trombositopenia masih belum dapat dimengerti, kemungkinan terjadi peningkatan platelet yang berkaitan dengan stimulasi Ig G dan makrofag (16). Hasil pemeriksaan morfologi darah tepi menunjukkan berbagai stadium dari spesies P.vivax, yaitu stadium tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, tropozoit dewasa, schizoit dan gamet. Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan menemukan

12

parasit dalam darah yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi melalui apusan darah tepi tebal maupun tipis dengan pewarna Giemsa. Pada morfologi darah tepi menunjukkan adanya fase aseksual dan seksual parasit dalam darah. Pada fase aseksual, merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran darah menghinggapi eritrosit. Merozoit dalam eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin, dengan pulasan giemsa sitoplasmanya berwarna biru, inti merah mempunyai vakuol yang besar. Eritrosit yang dihinggapi parasit mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama disebut titik schuffner. Trofozoit muda kemudian menjadi trofozoit dewasa yang sangat aktif sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk amoeboid. Setelah daur eritrosit berlangsung beberapa kali terjadi fase seksual, merozoit yang tumbuh menjadi trofozoit dapat membentuk gametosit (7). Pasien ini pertama masuk didiagnosa dengan suspek leukimia. Gejala klinis leukemia adalah panas, rasa lemah, nafsu makan kurang, anemia, splenomegali, hepatomegali dan perdarahan. Pada pasien ini tidak terdapat perdarahan. Setelah dilakukan pemeriksaan morfologi darah tepi ditemukan parasit P.vivax maka diagnosa pasien ini menjadi malaria vivax. Untuk terapi malaria pada kasus ini penderita diberi kloroquin dan pirimetamin. Kloroquin 150 mg pada hari pertama 4 tablet dan 6 jam kemudian dilanjutkan 2 tablet. Hari kedua dan ketiga diberikan kloroquin 2 tablet . Primakuin 15 mg diberikan selama 14 hari. Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak efektif pada parasit di jaringan. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap P. falcifarum dan P. vivax.(5) Primakuin untuk membasmi parasit pada fase aseksual. Menurut WHO 2006,

13

yang terpenting dari pengobatan malaria adalah eradikasi parasit sehingga dapat mencegah progresivitas menjadi malaria berat dan menurunkan morbiditas yang berkaitan dengan kegagalan terapi. Secara umum, P.vivax masih sensitif pada semua obat anti malaria. Kloroquin dan primakuin merupakan obat kombinasi pilihan. Pilihan pertama rekomendasi WHO untuk malaria vivax yaitu kloroquin 25 mg/KgBB dibagi 3 hari dikombinasikan dengan primakuin 0,25 mg/KgBB 1 kali sehari selama 14 hari. Khusus untuk Asia Tenggara dan Oceania dosis primakuin 0,5 mg/KgBB (5). Pasien ini pulang atas permintaan sendiri dan dirawat hanya selama 8 hari. Sehingga sulit untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan kesembuhan. Komplikasi serius pada malaria vivax sangat jarang, pada beberapa kasus komplikasi yang serius adalah rupturnya limpa.

PENUTUP

14

Telah dilaporkan laporan kasus seorang penderita laki-laki (25 tahun) dengan diagnosis malaria vivax, telah dirawat di ruang Penyakit Dalam Pria RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 5 – 12 Mei 2008 . Penderita datang dengan keluhan badan panas disertai badan lemah, pusing, mual, muntah dan nafsu makan yang menurun. Hasil Pemeriksaan laboratorium didapatkan pansitopenia dan pada morfologi darah tepi ditemukan parasit P. Vivax pada berbagai stadium. Pasien pulang atas permintaan sendiri dan dirawat hanya selama 8 hari. Sehingga sulit untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan kesembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

15

1. Millet JP, Ollalla PG, Santisteve PC et al. Imported malaria in a cosmopolitan

European city: a mirror image of the world epidemiological situation. Malaria Journal 2008; 7 (56): 1-9 2. Munthe CE. Malaria serebral. Cermin dunia kedokteran 2001; 131: 5-6 3. Kawai S, Ikeda E, Sugiyama M et al. Enhancement of splenic glucose metabolism

during acute malarial infection: correlation of findings of FDG-PET imaging with pathological changes in a primate model of sever human malaria. Am. J. Trop. Med. Hyg 2006; 74 (3): 353 - 60 4. Umar N. Gambaran penyakit malaria di bagian anak Rumah Sakit Umum Langsa

Aceh Timur. Cermin dunia kedokteran 1994; 94: 14-15 5. WHO. Guidelines fot the treatment of malaria. 2006. Dari URL: www.who.int 6. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 UNICEF Indonesia, 2000, Multiple

Indicator Cluster Survey Report on the Education and Health of Mothers and Children 7. Gandahusada, Srisasi dkk. Parasitologi Kedokteran, Edisi 3. FKUI Jakarta, 1998;

171-209 8. Rodrigues MHC, Cunha MG, Machado RLD, Ferreira OC, Rodrigues MM, Soares

IS. Serological detection of Plasmodium vivax malaria using recombinant proteins corresponding to the 19-kDA C-terminal region of the merozoite surface protein-I. Malaria Journal 2003; 2: 1-7 9. Leslie T, Mayan MI, Hasan MA et al. Sulfadoxine-Pyrimethamine, Chlorpraguanil-

Dapson, or Chloroquine for the treatment of plasmodium vivax malaria in Afganistan and Pakistan: a randomized controlled trial. JAMA 2007; 297 (20) 2201- 9 10. Griffith KS, Lewis LS, Mali S et al. Treatment of malaria in the United States: a

systemic review. JAMA 2007; 297 (20): 2264 – 77 11. CDC. Malaria. 2007. Dari URL: www.CDC.gov 16

12. Suh KN, Kain KC, Keystone JS. Malaria. JMAC 2004; 170 (11): 1-10 13. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. EGC Jakarta, 2000; 125-126 14. Pasvol G. The treatment of complicated and severe malaria. British medical

bulletin 2005; 75: 29 – 47 15. Biggs BA, Goller JL, Jolley D, Ringwald P. Regional differences in the response

of P.vivax malaria to primaquine as anti-relapse therapy. Am.J.Trop.Med.Hyg 2007; 76: 203-7 16. OH MD, Shin H, Shin D et al. Clinical features of vivax malaria.

Am.J.Trop.Med.Hyg 2001; 65 (2) 145-6 17. Sukarban, S dan Zunilda. Obat Malaria Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi

4. Jakarta: FKUI, 1995; 545-59

LAMPIRAN

17

18

Related Documents

Lapsus Malaria (1).docx
November 2019 54
Malaria
June 2020 37
Malaria
November 2019 72
Malaria!!!
November 2019 58
Malaria
May 2020 40

More Documents from ""